He's My Enemy

By Lin_Woovin03

95.4K 9.8K 697

Dua berandalan sekolah Waiji yang bernotabe musuh bebuyutan, terpaksa menerima perjodohan atas ancaman dari k... More

1.......
2.......
3.......
4.......
5.......
6.......
7.......
8.......
9.......
11.......
12.......
13.......
14.......
15.......
16.......
17.......
18.......
19.......

10.......

4K 470 33
By Lin_Woovin03

Yo gaes, sowry kemaren bukan maksud gue php-in kalian pada nih, kgak jdi triple up. Ini kan, tiap up ulang gue ngerevisi setiap ch-nya ngedadak ye kan browh, nah kemaren gue malah ketiduran🥴



🐺🦋

||Jeongharu Area||
~~~~~~~~~~~~~~













Saat ini Jeongwoo memusatkan atensinya pada wajah sumringah yang sedang asik memakan ice cream, ia memang berniat menyeret Haruto ke kedai ice cream langganan Haruto. Namun ada signal bahaya, ia begitu terperangan yang menjurus ke terpesona melihat sisi Haruto yang membuatnya bisa terkena diabetes, dirinya lemah terhadap kegemasan dan sekarang malah disuguhkan secara langsung oleh oknum bermarga Watanabe itu.

"Enak banget ya sampe belepotan gitu?" Tangan Jeongwoo terulur untuk menyeka lelehan ice cream disudut bibir Haruto yang berceceran.

"Hu'um!" Haruto mengangguk riang, ia sibuk menyantap makanan kesukaannya tanpa menoleh pada sekitarnya, begitupun pada Jeongwoo.

Jeongwoo merasa heran, tapi sekarang rasa malu lebih mendominasi begitu menyadari bahwa, mereka masih memakai seragam dan tanpa tau malu Haruto makan dengan ribut sampai kadang beberapa tetesan ice cream mengenai seragamnya.

Padahal sebelum diseret Haruto ganti seragam dulu di sekolah, kan yang sebelumnya sudah basah dan berwarna akibat diguyur minuman berperisa oleh Adik Tingkat. Tapi sepertinya percuma, karena yang tengah dipakai sekarang pun menjadi kotor serta lengket.

Jeongwoo hanya bisa menampilkan senyum terbaiknya ketika beberapa orang memperhatikan mereka berdua dengan tatapan aneh, terutama pada Haruto. Ia tidak habis pikir pada musuhnya yang sedari dulu selalu ribut dengan dirinya dalam hal tidak penting sekalipun, kemana wajah sangar yang bersikap angkuh serta begitu dingin yang biasa ditunjukkan dengan tatapan tajam yang dilayangkan pada Jeongwoo? Seketika lenyap begitu saja semenjak mereka berdua hidup bersama, Jeongwoo pikir mungkin Haruto bersikap seperti itu hanya untuk menjaga harga dirinya.

"Udah abis..." Adu Haruto sembari melengkungkan kedua sudut bibirnya ke bawah, kentara sekali ia sangat sedih karena ice cream-nya sudah tandas, padahal dirinya sendiri yang menghabiskan.

Tangan Jeongwoo terulur lagi, tapi kali ini mengusak surai Haruto "Ya udah, yuk sekarang pulang"

Tidak melawan, Haruto menurut ditarik kembali sampai mereka berdua masuk mobil Jeongwoo "Woo, anterin ke rumah dong, pengen ketemu Mama sama Papa"

Tanpa mengalihkan kefokusannya dalam menyetir, hanya sekilas Jeongwoo menoleh "Lo yakin, ini masih jam sekolah yang ada lo di omel loh kalo ketemu mereka?"

Ternyata Haruto baru sadar, ia memperhatikan penampilannya "Ya lo sih, napa maen bawa gue bolos aja!" Sewotnya begitu nyolot.

"Ya, abisnya tadi lo butuh healing kan dan gue tau healingnya lo tuh makan ice cream" Balas Jeongwoo dengan wajah tanpa dosanya.

Haruto memutar bola matanya malas sembari bersidekap dada–kebiasaan ketika sedang kesal– "Ya udah sekarang kan gue pengen ketemu Mama, apa susahnya sih anterin gue ke rumah keluarga gue?"

"Ck! Lo sih tadi malah bully depan mata gue"

"Oh, jadi lo nyalahin gue gitu?"

Tuh, kan dua remaja ini mulai ribut lagi.

Jeongwoo menghela napas kasar "Bukan gitu, Ru"

Haruto memicingkan matanya ke arah Jeongwoo "Terus apa, lo pikir gue gak paham sama arah pembicaraan lo?!"

Dalam batin Jeongwoo sudah mengumpat, tapi tertawa juga karena Haruto itu bego nyerempet ke bolot kayanya.

"Terus kalo lo paham, napa malah nyalahin gue kalo gue nyalahin lo sih?" Tanya Jeongwoo tidak paham dengan pikiran bocah seperti Haruto.

"Ish nyebelin lo anjing Park sialan Jeongwoo!" Ia berakhir mengumpati Jeongwoo lagi, terlebih saat ketika ia kalah dalam beradu bacot "Intinya, lo yang salah ye bangsat!" Dan melimpahkan semua kesalahan pada Jeongwoo.

Kan, yang salah siapa tapi musti Jeongwoo lagi yang tersalahkan. Padahal niat Jeongwoo tadi baik, ia hanya ingin menghibur Haruto yang sedang dilanda strees, ya walaupun penyebabnya adalah diri Jeongwoo sendiri.

Mengalah menjadi pilihan yang tepat bagi Jeongwoo. Hingga mobil yang mereka tumpangi sudah sampai masuk ke perkarangan rumah Keluarga Watanabe pun, tidak ada yang membuka suara setelah tadi berakhir Jeongwoo menerima disalahkan.

Begitu turun langsung lari ke dalam rumah mewah Watanabe tanpa menunggu Jeongwoo, padahal wajah Jeongwoo sudah sepet gegara kesal menghadapi tingkah laku Haruto. Setelah mematika mesin mobil Jeongwoo pun menyusul masuk, tanpa salam atau permisi pada tuan rumah.

Loh, tuannya saja tidak ada, lantas bagaimana ia salam?

"Kakak!" Pekik Haruto berseru girang, langsung berhambur ke pelukan Yoshi yang tanpa sadar dengan spontanitas merentangkan kedua tangannya.

"Kak Ochi kok ada di sini? Mama sama Papa mana kak? Ada gak? Atau lagi kerja?" Cerca Haruto bertanya tidak sabaran.

Mematung beberapa saat sebelum Yoshi yang begitu tersadar seketika mendorong Haruto hingga hampir kejengkang ke belakang, tapi dengan sigap ditahan Jeongwoo agar Haruto tidak terjatuh.

"Lo ngapain ke sini?" Yoshi bertanya ketus

Kemudian Haruto berdiri tegak, di dorong seperti itu tidak membuat tekadnya menyerah untuk terus berada di dekat Kakaknya "Kangen Kakak" Cicit Haruto pelan yang masih bisa di dengar di rumah mewah yang terlihat tidak berpenghuni ini.

"Ngaco lo" Ketusnya, lalu beralih menatap Jeongwoo.

Nah, sekarang tau kan cerminan sikap Haruto yang ketus turunan dari siapa:)

"Eh, lo yang dijodohin sama nih anak, kan?" Jeongwoo mengangguk malas "Bawa tuh Anaknya pergi, berandal banget bolos di jam pelajaran" Tentunya Yoshi melihat dengan jelas bahwa kedua remaja di depannya ini masih memakai seragam, apalagi di jam sekarang ini masih termasuk ke dalam jadwal kegiatan belajar mengajar.

Haruto malah gelapagan "E-eh enggak Kak kita gak bolos kok, sekolah dipulangin lebih cepat soalnya guru pada rapat" Ngelesnya lancar.

"Gak peduli gue, minggat lo sana ini bukan tempat lo lagi! Gak sesuai sama kasta lo" Titah Yoshi begitu sarkas.

Bugh

"Jaga omongan lo bangsat!" Tanpa basa basi yang kelewat basi Jeongwoo layangkan bogeman ke rahang Yoshi.

Baru saja Yoshi akan membalas Jeongwoo dengan tinjuan andalannya, seketika terdengar suara desahan dari kamar lantai dasar yang letaknya tidak jauh dari mereka. Dengan segera Yoshi menghampiri Haruto, untuk kemudian menutup kedua telinga Sang Adik menggunakan kedua tangannya.

Melirik, Yoshi membuka mulut tanpa suara pada Jeongwoo untuk segera membawa Haruto pergi dari sini.

Setelah pikirannya menangkap maksud dari Yoshi mengusir Haruto dari rumah, ia mengangguk walau tidak menepis rasa kesal mengingat penuturan Kakak Iparnya yang kelewat batas pada Haruto.

Sedangkan Haruto malah menatap Yoshi, meminta penjelasan yang hanya dijawab gelengan pelan serta tatapan teduh dari Kakaknya. Saat ketika ia akan berucap, terintrupsi oleh Sang Mama yang tengah berlari ke arah mereka dengan darah yang mengalir dari pelipisnya sembari menangis.

Belum sempat Haruto memahami situasi dan menanyakan keadaan Mamanya, ia langsung di dorong kuat oleh Kakaknya ke arah Jeongwoo yang saat itu juga menyeretnya keluar dari rumah.

"Jeongwoo apaan sih?! " Setelah sampai di samping mobil, ia tepis tangan Jeongwoo "Lo gak liat kepala Mama gue berdarah gitu sambil nangis? Malah seenak jidat lo bawa gue keluar?" Saat ia akan kembali masuk, belum sempat Jeongwoo tahan ia langsung berhadapan dengan Yoshi yang merengkuh bahu sempit Mamanya saat berbalik.

"Ma-"

"Dek, belum saatnya lo tahu semua" Ujar Yoshi dengan tergesa. Sebelah tangannya menangkup pipi Haruto "Gue minta sekarang lo pulang dan jangan pernah temuin kita lagi, ya?"

Haruto membulatkan netra, ia menatap Yoshi dan Mamanya bergantian. Hatinya tertohok, apa maksud dan alasan dirinya dilarang bertemu dengan kelurga sendiri? Ia merasa sangat bodoh, karena tidak tau apapun tentang kejadian yang menimpa keluarganya.

Namun, ia tidak sepolos dan sebodoh itu untuk memahami apa yang terjadi dari suara laknat wanita di dalam kamar tadi, juga alasan kenapa Mamanya sampai terluka seperti itu. Lantas, apa kesalahan yang telah ia perbuat, hingga harus disingkirkan oleh keluarga sendiri?

Tanpa mendengar persetujuan Haruto terlebih dulu Yoshi segera membawa Mamanya untuk pergi, begitu juga dengan Haruto yang masih mencerna maksud dari perkataan Yoshi sampai tidak sadar sudah berada di dalam mobil dengan Jeongwoo yang mulai melajukan mobilnya.

Jeongwoo menatap khawatir pada Haruto yang diam saja sedari tadi, pandangannya kosong dengan kepala yang tertunduk sedikit. Sekarang, bahkan tanpa diperjelas Jeongwoo paham mengapa Haruto seperti diasingkan oleh keluarganya sendiri. Tapi menurutnya, langkah yang mereka ambil salah karena pasti akan menyakiti hati Haruto teramat dalam.

"Argh! Sialan! " Teriak Haruto frustasi dengan geraman yang kini tatapannya menyalang, setelah memukul dashboard tepat di depan matanya dengan tangan yang terkepal erat.

🐺🦋

Saat ini Jeongwoo berada di rumah sakit, dikarenakan setelah Haruto berteriak tadi kembali mimisan lalu pingsan. Dan, entah kebetulan atau kesengajaan yang tuhan buat Jeongwoo bertemu Yoshi di rumah sakit yang tidak jauh dari rumah kediaman Watanabe.

"Loh, kok lo di sini?" Tanya Jeongwoo menunjuk Yoshi.

"Ikut gue" Yoshi menarik Jeongwoo ke ujung koridor yang sepi dengan tergesa gesa.

"Gue paham, gak usah di perjelas" Ujar Jeongwoo yang memang paham apa maksud tujuan Yoshi, memang tingkat kepekaannya begitu tinggi.

"Gue ke sini mu minta tolong sama lo buat larang Haruto ke rumah Watanabe juga maaf, kalo keluarga gue nyusahin lo dengan nanggung Haruto. Gue tau siapa lo dan gue percaya lo bakal jagain Adek gue" Ucapnya tanpa jeda.

"Ya it-"

"Sekarang gue harus pergi, gue titip Adek gue ya, Park Jeongwoo" Yoshi bahkan tidak memberi kesempatan untuk Jeongwoo menjawab ataupun bertanya, ia langsung pergi berlari terburu buru seperti sedang dikejar komplotan saja.

Dengan kening yang mengerut Jeongwoo mengedikan bahunya tak acuh, ia melanjutkan jalan ke tempat dimana Haruto masih terbaring belum sadarkan diri. Jeongwoo sebenarnya sempat melihat Mama Jenni tapi ia mengurungkan niatnya yang hendak menyapa, kala ia melihat wajah Mama Jenni merenung.

Baru saja Jeongwoo akan membuka pintu kamar rawat yang Haruto tempati, dirinya dikejutkan Haruto yang membuka pintunya kasar kemudian berlari melewatinya. Tanpa perlu pikir panjang Jeongwoo langsung menyusul, ia berhasil meangkap Haruto yang seperti orang kerasukan, memberontak tidak menentu seolah tengah dalam keadaan sakau.

"Haruto! Lo kenapa?" Jeongwoo panik seketika.

Haruto berusaha melepaskan diri dari Jeongwoo "Minggir! Awas jangan halangin gue! " Teriaknya, beruntungnya lorong koridor sangat sepi.

"Haruto, hei sadar lo kenapa?" Dengan susah payah Jeongwoo menahan Haruto agar tidak lepas, ia memilih untuk mendekap Haruto dengan paksa.

"Jeongwoo! Jangan halangin gue! "

"Ru, tenang dulu lo kenapa?" Tanya Jeongwoo sembari mengontrol diri untuk tidak menahan Haruto memakai tenaga dalamnya.

"Lo tanya kenapa! Lo gak bodoh kan Woo?! Gue harus nyusul kak Yoshi sama Mama gue Woo, gue gak mau sampai kehilangan mereka. Gue mohon sama lo lepasin gue, gue harus kejar mereka" Mohonnya dengan parau, menatap Jeongwoo dengan mata yang memerah dan berkaca kaca.

Jeongwoo menatap Haruto nanar "Ru, dengerin gue lo gak bisa ketemu mereka" Ucap Jeongwoo tanpa menyaring perkataannya terlebih dulu.

"Apa maksud lo brengsek! Minggir, lo gak usah ikut campur urusan keluarga gue! " Geram Haruto kembali berteriak.

"Ru, untuk sekarang dengerin gue demi kebaikan lo sendiri" Bujuk Jeongwoo lembut.

"Lo gak ngerti Woo gue butuh mereka, mereka tempat gue pulang tolong jangan halangin gue" Kefokusan Haruto sudah tidak bisa dikendalikan, bahkan pikirannya linglung.

Jeongwoo lebih kuat mendekap Haruto "Sekarang, lo punya gue Ru"

Mendengar kalimat tersebut membuat Haruto menatap Jeongwoo dengan manik yang membulat, ia paham dengan pikiran yang langsung tertuju pada hal yang paling ia takuti, terlebih saat mengingat peringatan Kakaknya sendiri untuk tidak menemui mereka.

Kedua tangan Haruto meremat seragam Jeongwoo, matanya tidak bisa berbohong menyiratkan luka yang begitu besar "Ma-maksudnya, apa Woo? L-lo jangan bercanda hiks" Ia mulai terisak.

Jeongwoo melonggarkan dekapannya, kala Haruto tidak memberontak lagi "Lo kuat, sekarang rumah lo itu gue" Ia tulus berucap begitu.

Haruto menggeleng ribut dengan air mata yang berderai "Enggak! " Teriaknya tidak setuju "Enggak mau gue cuman pengen ketemu mama sama kakak gue sendiri! "

"Ru, sekarang pulang dulu aja ya ini di rumah sakit" Bukan maksud mengabaikan curahan Haruto, ia takut jika mengganggu pasien lain.

"T-tolong hiks jangan nyiksa g-gue lebih dari ini hiks Jeongwoo gue mohon" Bahkan, Haruto sampai menyatukan kedua tangannya sembari bergerak gelisah.

Jeongwoo iba melihatnya, matanya pun memerah tidak kuasa melihat Haruto serapuh dan sekacau ini "Lo sadar kan, itu permintaan Kakak lo sendiri?"

Haruto menggeleng kembali "Gue hiks gak peduli gue butuh mereka g-gue mau ketemu mereka "

"Haruto! Sadar lo anjing!" Jeongwoo yang tidak bisa mengontrol emosinya, bisa apa selain membentak? Tidak mungkin kan, matanya kembali menggelap hanya untuk menyiksa Haruto dikeadaan seperti ini.

"Hiks jahat hiks lo jahat Woo jahat hiks gue salah apa sama lo hiks kenapa batin gue juga disiksa terus hiks" Tangisan Haruto bukan semakin keras, melainkan semakin parau.

"Ini bukan kemauan gue Ru, ini emang udah jalan lo" Kemudian Jeongwoo mengangkat Haruto bridal tanpa penolakan.

"Benci hiks gue benci sama lo hiks lo jahat hiks"

"Maaf" Hanya itu yang sanggup Jeongwoo ucapkan, ia takut salah kembali dalam berucap.

Jeongwoo memilih duduk dipojok sofa dengan Haruto yang menyender di dada bidangnya, indera pendengarannya dengan setia mendengar tangisan Haruto yang mengalun begitu pilu.

Tangannya tanpa henti mengelus surai Haruto, bukan kah ini yang Haruto butuhkan saat ini? Tidak perlu mendapatkan rangkaian kata yang menjadi sebuah kalimat yang terkesan menenangkan hati, cukup dengan memberikan afeksi yang membuat Haruto tidak merasakan kesepian dalam kesendiriannya.

Mereka bukan anak kecil lagi dan Jeongwoo harus menurunkan egonya sedikit demi sedikit, tidak lupa juga dengan rasa gengsinya. Jika bukan dirinya yang menjadi tujuan Haruto setidaknya, buat dirinya menjadi rumah bagi Haruto.

Sejahat apapun Jeongwoo dirinya harus ingat, mau tak mau dan terima tak terima sekarang Haruto adalah tanggung jawabnya. Walaupun mereka belum sah dimata hukum dan agama, tapi Jeongwoo sudah diberi kepercayaan oleh Keluarganya serta Keluarga Watanabe untuk menjaga Haruto.

Mulai saat ini juga, Jeongwoo harus selalu bisa mengontrol emosi apapun itu yang merugikan sekitarnya, termasuk menyiksa Haruto ketika saat amarahnya tersulut. Jika tidak berusaha, kedua pihak tentu sama sama rugi terlebih Haruto.

Tidak lama kemudian, terdengar suara dengkuran yang sangat amat halus hingga membuat Jeongwoo memandang wajah damai nan polos Haruto dengan penuh memuja. Ternyata Harutonya sangat cantik, ia mengakui dengan kesadaran penuh.

Dengan perlahan Jeongwoo memindahkan Haruto ke brankar, membuat Haruto agak terusik dan menggeliat sedikit dengan isakan.

"Hiks"

"Sssttttt sssstttttt tidur lagi" Bisik Jeongwoo persis seperti pada bayi yang tengah memolet dari tidurnya.












°•••••°

210123

Continue Reading

You'll Also Like

1M 40.6K 93
๐—Ÿ๐—ผ๐˜ƒ๐—ถ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ ๐˜„๐—ฎ๐˜€ ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ, ๐—น๐˜‚๐—ฐ๐—ธ๐—ถ๐—น๐˜† ๐—ณ๐—ผ๐—ฟ ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ, ๐—”๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐˜€ ๐—น๐—ผ๐˜ƒ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๏ฟฝ...
2.2K 61 21
This is a Benngiun Fanfiction, so none of it is real. Jamie thought his life is perfect up to the point where a single door ring changed everything.
29.2K 3.2K 23
Ever thought Being forced on a blind date by your own best friend!! Disastrous ,isn't it? She wanted an ordinary life but her husband was everything...
83.5K 1.9K 15
๐€ ๐ฌ๐ญ๐จ๐ซ๐ฒ ๐จ๐Ÿ ๐“๐š๐ž๐ก๐ฒ๐ฎ๐ง๐ '๐ฌ ๐ฅ๐ข๐Ÿ๐ž ๐ฐ๐ข๐ญ๐ก ๐ก๐ข๐ฌ ๐ฌ๐ญ๐ซ๐ข๐œ๐ญ ๐ฒ๐จ๐ฎ๐ง๐ ๐ž๐ซ ๐›๐ซ๐จ๐ญ๐ก๐ž๐ซ ๐‰๐ฎ๐ง๐ ๐ค๐จ๐จ๐ค. ๐‡๐ž๐ซ๐ž ๐จ๐ฎ๐ซ ๐“๐š๐ž๐ญ...