Find Me through Your Ears

By dheadusak

526 90 452

Gara-gara bisikan earphone ajaib yang bisa bersuara sendiri, Talisha yang mageran mendadak mau jadi atlet Wus... More

[Prakata] WWP 2022
Prolog
[1] Ospek Karet
[4] Esa?
[3] Atlet Rebahan
[5] Ngamuk
[6] Garuda Bukan Kenari
[7] Who Are You?
[12] Where Are You?

[2] Kabur

49 13 119
By dheadusak

Halo, semoga saat membaca ini, kamu sedang dalam keadaan sehat dan berada dalam lindungan Tuhan.

Salam kenal.

***

Sudah tiga jam Talisha berusaha menjaga matanya tetap terbuka. Dia sangat mengantuk. Meski berkali-kali berusaha membangkitkan semangat,  suasana kamar dan indahnya kasur yang tertangkap sudut mata tetap terlihat lebih menggoda. Lagi pula, dari tadi para pembicara dan MC menyebutkan, "Selamat datang di Universitas", tapi kenyataannya Talisha masih duduk di depan laptop, bukan sedang di depan gerbang kampus ataupun di dalam gedung megah yang dipenuhi ribuan mahasiswa. Sungguh ospek online yang membagongkan.

Dengan tetap berusaha menjaga ekspresi di depan kamera, Talisha mulai meraih bungkusan snack cokelat yang sudah disiapkannya di laci meja. Kepalanya mulai menunduk, berpura-pura sibuk mencatat, padahal mulutnya sedang sibuk mengunyah makanan. Sungguh, dia tidak tahan lagi. Kegiatan seperti ini membosankan sekali.

Notifikasi di layar ponsel perlahan mengalihkan perhatian, isinya hanyalah grup maba angkatan 2020. Entah apa yang mereka ributkan sampai ada ratusan pesan yang belum dibaca. Talisha membukanya sambil menggeleng-geleng. Bukannya berisi informasi penting, yang mereka ributkan ternyata sebatas kating--kakak tingkat--yang ganteng dan cantik, wajah dosen yang garang, dan, ya, puluhan lelucon aneh yang kemudian dipenuhi dengan emotikon tertawa sambil guling-gulung. Ada juga yang malah menggunakan emotikon menangis, padahal maksudnya dia sedang tertawa. Manusia zaman sekarang pada antik, ya, gumamnya.

Talisha menghela napas. Tidakkah ada satu hal menarik yang bisa menghilangkan kebosanan ini? Andai saja boleh off camera, rasanya Talisha sudah merebahkan badannya dari tadi. Jiwa magerannya benar-benar mengguncang.

"Woi!" Suara menggelegar itu datang dari pintu yang entah sejak kapan terbuka. Felisha--adiknya--tiba-tiba sudah nongol di sana. "Lo ngambil semua coklat yang ada di kulkas?"

Buru-buru Talisha menyembunyikan bekas bungkusan cokelat yang berserakan di atas meja, lalu menggeleng-geleng. "Coklat yang mana?" tanyanya dengan mulut penuh.

"Yang di pintu kulkas. Bunda bilang udah beliin buat kita bertiga. Tadi gue cek, kok, nggak ada?"

Mampus! Talisha merutuki dirinya sendiri. Dia pikir, semua cokelat itu tidak ada yang punya, makanya dia bawa kabur semuanya. "Gue cuma ambil ti--"

"Tiga?!" Felisha memelotot. "Hei, itu tuh sebenarnya satu buat lo, satu buat gue, satu buat Calisha. Kenapa lo ambil semua? Wah, parah lo, Kak!"

"Eh lo santai dong! Gue lagi ospek ini! Hus, sana! Jangan masuk frame, malu-maluin." Talisha menggeser posisi laptop, berusaha tidak memperlihatkan wajah Felisha di kamera. Anak itu benar-benar tidak mengerti kondisi.

"Dasar!" Felisha berbalik menuju pintu, bersiap menutup, tetapi malah bicara lagi. "Makan mulu, sih, lo. Rakus pula. Pantesan gendut."

"Eh jaga mulut ya lo! Nggak ada hormat-hormatnya sama kakak sendiri, perkara makan doang pake body shaming segala!" Talisha menggebrak meja.

"Lo tuh yang jaga mulut! Makan, sih, makan, tapi makan makanan orang."

Kepala Talisha mendadak terasa panas. Dia sungguh tidak suka setiap kali mereka harus meributkan soal makanan, ujungnya pasti selalu begini. Tetap saja Talisha yang salah--walau kali ini dia memang salah, tapi haruskah Felisha mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu? Kenapa anak itu tidak pernah sekali saja memikirkan perasaan kakaknya?

"Lo pernah mikirin perasaan gue nggak, sih, kalau ngomong?" geramnya. Sejenak kemudian, Talisha sadar bahwa Felisha sedang memakai blouse yang baru saja dibelinya seminggu lalu. "Eh, kok lo pake baju gue? Gue baru pake sekali!"

"Ya 'kan sekarang lo lagi nggak make. Pelit amat." Sebelum Talisha sempat menjawab lagi, Felisha telah menutup pintu kamar dengan keras.

Mata Talisha memejam menahan emosi yang meluap-luap. Momen ini lagi. Masalah ini lagi. Perasaan ini lagi. Talisha sudah muak merasakannya.

Felisha, adiknya yang sangat skinny itu selalu menunjukkan perilaku yang membuatnya seolah lebih baik daripada Talisha dari sisi mana pun. Mengejek tubuh gemuknya, meminjam baju tanpa izin, dan sebagainya. Belum lagi kalau didukung oleh Calisha yang tak kalah jago me-roasting orang. Kadang-kadang Talisha heran, bagaimana mungkin dua adik manisnya yang dulu sering dia timang-timang itu bisa menjelma menjadi iblis yang tanpa sengaja menumbuhkan rasa benci terpendam di dalam hatinya.

Tadinya, Talisha berharap bisa kabur dari rumah saat sudah mulai kuliah. Lokasi rumah dan kampusnya terpaut lebih dari 40 kilometer. Dengan alasan jarak, Talisha pasti bisa menyewa indekos dan tinggal sendiri dengan tentram tanpa harus mendengar cemooh macam begini lagi. Sayangnya, sekarang malah kuliah daring.

Bagaimanapun, Talisha ingin kabur. Benar-benar ingin kabur.

***

Dalam terpaan angin sore, di bawah remang-remang lampu yang sudah lama tidak diganti, dua insan bertubuh dengan tinggi nyaris sejajar itu berhadapan.

"Kamu ... tau kepanjangan CMIIW, nggak?"

"Correct me if I'm wrong."

"Kalau LOL?"

"Laugh out loud."

"Kalau IMHO?"

Sejenak Garuda menghela napas sebelum menjawab, "In my honest opinion."

"Kalau ILYSM?"

"Nggak tau."

"ILY aja, deh. Tau?"

"Nggak. Mendadak bego gue." Walau wajah lawan bicaranya mendadak memerah seperti kebanyakan blush on, Garuda sama sekali tak merasa bersalah. Dia menggeleng-geleng sambil berdecak. "Cara nembak lo kuno banget, yang ada cewek lo malah kabur."

Rama mengangguk-angguk. Tubuhnya yang dari tadi susah payah dijaga tetap tegak agar bisa menyaingi tinggi Garuda kini terbungkuk lunglai. "Ya, ini salah gue, sih."

"Baguslah kalau nyadar."

"Salah gue minta saran sama lo!" Rasanya Rama tidak tahan lagi ingin menghancurkan wajah Garuda yang—dia malas banget bilang ini—terlalu rapi itu. Dia selalu penasaran bagaimana saja tata cara yang dilakukan orang tuanya saat mencampur bahan-bahan si Garuda dulu, apa mungkin ada cara ngaduk khusus, ya? Bisa-bisanya wajah Garuda sebegitu proposionalnya. "Dahlah, capek gue, males."

"Oke. Perkara nembak cewek udah beres? Sekarang ayo pemanasan." Tanpa menunggu jawaban dari Rama, Garuda meregangkan kepala dan tangannya. Adik tingkatnya itu sungguh membuang-buang waktu. Jelas-jelas Garuda datang ke sekretariat UKM untuk melatih wushu, bukan untuk melatih orang kampret seperti Rama untuk menembak cewek.

Bima dari tadi cuma bisa nahan tawa melihat pertengkaran antara dua temannya. Kalau dia bersuara sekarang, pasti bakal disangka memihak salah satu dari mereka. Dan itu bahaya buat kelangsungan hidupnya di masa-masa mendatang.

"Bim, lo yang kemarin ngasih ide itu ke gue, kan? Terima, nggak, dibilang kuno sama Bang Garud?" Yup, jurus andalan untuk mengalahkan Garuda adalah mencari pembelaan.

Yah, kena juga, batin Bima. "G--gue, sih ...."

"Jadi idenya dari Bima?" celetuk Garuda.

"Iya!"

"Makin parah, dong. Nembak gebetan kok pakai jurus orang lain?"

Double kill, komentar Bima dalam hati. Dia ingin sekali tertawa sekeras-kerasnya sekarang. Tapi, lagi-lagi, takut kelangsungan hidupnya terancam. "Udah, ah. Ayo pemanasan dulu, Ram. Video promosi harus segera di-upload ke Instagram. Cuma video Nanquan yang belum beres. Besok udah OSPEK terakhir, kita harus rekrut banyak maba tahun ini."

"Nah, denger tuh ketua lo."

"Oke, Kakak pelatih yang kampret!"

Kali ini Bima tidak bisa menahan tawa. "Wah, kelewatan lo, Ram!" ujarnya di sela tawa. "Bisa-bisanya ngatain Kak Garuda kampret. Kampret 'kan kelelawar."

"Emang parah bocil-bocil ini. Nggak ada hormat-hormatnya sama kating." Garuda menggeleng-geleng, masih dengan kegiatan pemanasannya. Kali ini dia sedang mengangkat satu kaki untuk melatih keseimbangan, sementara Rama masih sibuk menggoyang-goyangkan kepala.

"Eh, Kak, gue boleh pesen satu hal, nggak?" ujar Rama lagi.

"Apaan?"

"Bim, kasih tau."

Bima mengernyit. "Loh, kok lempar ke gue lagi?"

"Apa, sih? Jangan keras-keras sama maba? Iya, udah disampein sama Resta juga kemarin. Kalian berdua ngomong gitu aja pake lempar-lemparan," kata Garuda sambil mencoba-coba berbagai jenis tendangan. "Tapi kalau emang mau nyari atlet, mau nggak mau, ya, harus dikerasin."

"Iya, sih, Kak. Tapi rencananya kita mau rekrut anggota dulu, gitu. Soalnya kemarin, kan, kebanyakan pada ngilang gara-gara kaget sama latihan pertama," papar Bima. "Di samping itu, zaman covid kayak sekarang, kebanyakan orang jarang gerak, jarang olahraga. Jadi gue rasa, harus agak menyesuaikan."

Garuda mengangguk-angguk, tidak yakin dirinya bisa menahan diri untuk menyiksa para maba, tetapi anggukin dulu saja. "Jadi, kapan latihan perdana?"

"Wetset, sat set sat set amat lo, Bang! Ini maba baru pada OSPEK tingkat univ, anjir! Nggak sabaran banget mau nyiksa orang," cetus Rama.

"Yoi. Makanya sekarang gue nyiksa lo dulu." Garuda mengarahkan tendangan ke kepala Rama. "Sekarang ayo lari. Sepuluh kali."

"Sepuluh?"

"Sebelas."

Rama memelotot. "Bang!"

"Apa? Lo cowok, kan?"

Rama mengode pada Bima, lagi-lagi demi memperoleh pembelaan. Sayangnya, Bima hanya terlihat mengulum tawa. Matanya seolah berkata, "Ikutin aja, Raaam!"

"Cepet!" seru Garuda.

"Iya, iya!"

***

17-3-22
With love,

Dhea Dusak

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 137K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
461K 50.2K 22
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.3M 98.7K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
518K 19.5K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...