He's My Enemy

By Lin_Woovin03

98.1K 10K 698

Dua berandalan sekolah Waiji yang bernotabe musuh bebuyutan, terpaksa menerima perjodohan atas ancaman dari k... More

1.......
2.......
3.......
5.......
6.......
7.......
8.......
9.......
10.......
11.......
12.......
13.......
14.......
15.......
16.......
17.......
18.......
19.......

4.......

5.1K 626 34
By Lin_Woovin03

Mon maaf nih kalo kalian nunggu gue up sampe selama sewindu, ane mau jadi orang sok sibuk dulu.


||Jeongharu Area||
~~~~~~~~~~~~~~



























Untuk kesekian kalinya Jeongwoo kembali lagi ke kamarnya dan langsung disajikan pemandangan Haruto yang tengah meringkuk seperti janin, melihat itu ia khawatir jika selang infus terputus dari tangan Haruto. Dengan ragu Jeongwoo mendekat pada musuhnya yang memunggungi dirinya, lalu memberikan satu tepukan pelan pada bahu membuat si empunya berjengkit kaget hingga terduduk.

Namun ternyata, dirinya lah yang lebih terkejut ketika menemukan kondisi wajah Haruto yang begitu kacau "Ru, Lo nangis?"

"Gak" Haruto memalingkan wajahnya ke arah jendela kamar yang berlawanan dengan Jeongwoo tentunya, ia merasa malu karena sisi kelemahannya selalu ditunjukkan secara tidak sengaja pada Jeongwoo lagi.

Jeongwoo segera duduk menghadap Haruto "Kenapa, lo malu nangis di hadapan gue?" Tidak berniat mengejek, maka dari itu ia bertanya dengan nada yang sangat lembut.

Tidak mendapat balasan, bahkan yang ditanya enggan menatap Jeongwoo. Sehingga, entah keberanian dari mana tangan Jeongwoo meraih dagu Haruto dan mengarahkan padanya hingga pandangan mereka bertemu satu sama lain.

"Jangan ditahan, jangan malu, seburuk apapun hubungan kita pada akhirnya bakalan saling membutuhkan" Ujar Jeongwoo memberi pengertian pada Haruto "Ru denger, sekarang lo cuman punya gue jadi tumpahin semua kekesalan, kesedihan dan kemarahan lo itu sama gue" Lanjutnya, dengan ucapan yang Jeongwoo tata sebaik mungkin mampu membuat pertahanan Haruto runtuh dihadapannya.

"Hiks " Seketika, isakan keluar diiringi tangisan "Hiks sakit di sini sakit, Jeongwoo " Lirihnya di sela tangis, dengan tangan yang meremat dadanya sendiri.

Lantas, tanpa keraguan Jeongwoo menarik Haruto ke dalam dekapannya "Mungkin gue gak ngerasain apa yang lo derita tapi, setidaknya gue mencoba memahami"

"Sakit banget hiks kenapa semua keluarga gue gak ada yang peduli hiks gue kan, cuman pengen pengertiaan dan perhatian dalam bentuk kasih sayang dari mereka hiks " Semakin melirih pilu, bahkan Haruto tidak sadar kini kedua tangannya meremat kuat baju yang Jeongwoo kenakan.

"Gue di sini, ada buat lo yang bisa nangis sepuasnya" Dan setelahnya, Haruto menangis hingga sesak dirasa akibat tersengut sengut.

Ia membiarkan sang musuh menumpah-ruahkan segala kesedihan yang selama ini terpendam apik dalam benaknya, hanya ini yang mampu ia lakukan tanpa bisa membantu lebih. Lama dalam posisi seperti itu Jeongwoo merasakan dengkuran halus tepat di samping telinganya, membuat bulu kuduknya meremang seketika karena sensasi geli.

"Gue gak tau ternyata lo serapuh ini makanya selalu nyari keributan sama lo tapi gue gak nyesel, karena dengan begitu setidaknya kita berinteraksi" Yang dimaksud Jeongwoo yaitu, ketika melakukan interaksi yang membuat intensitas jarak mereka kian menjadi lebih dekat.

Setelah Jeongwoo membaringkan tubuh keduanya, entah naluri dari mana yang menyuruh dirinya untuk mengecup pelipis Haruto yang kini ia peluk. Tetapi, ia merutuki dirinya sendiri karena berlaku seperti bukan dirinya saja, hingga terkekeh geli atas apa yang ia lakukan barusan.


°•••••°

Esoknya, dengan emosi tertahan spontan Haruto mendorong dan menendang Jeongwoo hingga terjatuh dari atas ranjang dikarenakan ia terkejut saat merasakan tangan yang melingkari pinggangnya.

Kok kek dejavu?  Batinnya, Merasa tidak asing dengan gambaran situasi saat ini.

Tapi abai akan itu Haruto lebih memilih untuk, menertawakan Jeongwoo yang tengah meringis kesakitan "Bwahahahaaaaa hahahaaaa mampus bwahahahaaa" Tawanya begitu menggelegar, tidak memperdulikan Jeongwoo yang mendesis kesakitan.

Sedangkan yang jadi korban, menatap malas pada remaja yang menertawakan dirinya "Crazy " Umpat Jeongwoo, kemudian ia berdiri dan kembali merangkak pada ranjang persis seperti kejadian waktu lalu.

Melupakan tangan Haruto yang masih terdapat jarum infusan, dengan segera Jeongwoo menahan kedua tangan Haruto di atas kepalanya setelah menindih tubuh kurus itu "Lo! Ck! Kedua kalinya lo bikin gue jatuh, bangsat" Amuknya, tapi tidak turut menghentikan tawa yang berada di bawah kungkungannya.

"Pfft abisnya lucu komuk lo bwahahahaaaa" Haruto terus tertawa tanpa menyadari bahwa, kedua tangannya telah diikat dasi oleh Jeongwoo.

Jeongwoo tidak bercanda saat ini, ia menahan amarah hingga sedikit menggeram. Apa Haruto kira ia tidak sakit jatuh tidak aesthetic seperti itu pada kerasnya lantai "Lo bener bener minta dihukum ya, jangan nangis lo!"

Peringat Jeongwoo diakhir kalimat membuat Haruto menghentikan tawanya, sekali lagi ia merasa seperti dejavu.

Tapi yang membedakannya ialah, ketika saat ini Haruto melihat jelas mata tajam bak serigala serta seringai pada wajah musuh tepat di atasnya yang membuat dirinya berdigik ngeri "L-lo kenapa? " Ia gugup setelah menyadari kedua tangannya telah terikat dasi.

Dan semakin merasakan kegugupan dengan darah yang berdesir ditubuhnya saat ketika musuhnya ini mengikis jarak diantara keduanya, dengan mendekati wajahnya. Karena panik, kakinya yang memberontak berusaha menendang tanpa sengaja mengenai benda pusaka milik Jeongwoo di bawah sana sehingga terdengar geraman kembali dengan suara yang berat.

"Sialan, lo mu ngapain?!" Jangan dikira ia tidak tau apa yang akan Jeongwoo lakukan pada dirinya, seperti remaja nerd yang polos.

"Lo yang mulai" Setelah menjawab seperti itu, dengan lancang Jeongwoo langsung meraup bibir ranum Haruto yang kini membulatkan netranya memandang Jeongwoo tanpa jarak.

Pagutan sepihak yang tercipta kasar tanpa terencana sebelumnya, melumat tanpa adanya kelembutan bahkan Jeongwoo menggigit bibir musuhnya ini agar membuka mulutnya tanpa memperdulikan Haruto yang kini dengan tenaganya yang masih lemah meronta, meminta untuk di lepas.

"Eunghhh " Desahan keluar tanpa izin saat ketika lidah Jeongwoo menjilati dinding mulut Haruto.

Haruto seketika menyadari bahwa suara laknat tadi bisa semakin membangkitkan nafsu Jeongwoo lantas, kedua tangannya yang tidak ditahan lagi segera menarik surai Jeongwoo ke belakang hingga pagutan tersebut lepas.

Napas keduanya terengah engah "Gila lo anjing! Brengsek nodain gue!" Umpat Haruto dengan bibir yang bengkak.

Jeongwoo smirk "Lo yang mancing gue ya, bangsat!" Setelahnya, Jeongwoo melepaskan dasi yang mengikat kedua tangan Haruto lalu bangkit bergegas ke kamar mandi. Menyisakan Haruto bersama keheningan dengan pikiran yang berkecamuk, semua emosi tercampur tanpa sisa.

"Sialan lo anjir awas aja tunggu pembalasan gue brengsek! " Haruto berteriak marah,  tidak lupa ia menyumpah serapahi Jeongwoo. Kakinya menendang nendang angin tanpa terarah, kepalang kesal ia melepas selang infus dengan paksa hingga tangannya mengeluarkan bercakan darah. Ia begitu marah karena first kiss miliknya di rebut paksa oleh si Bajingan yang masih bernotabe musuhnya itu.

🐺🦋

Keduanya sudah berada di sekolah, tentu tidak berangkat bersama. Dengan biadabnya Jeongwoo meninggalkan Haruto yang ketika pagi tadi masih membersihkan diri, padahal saat ini ia tidak mempunyai kendaraan pribadi dan terpaksa harus menaiki bus. Sialnya, ia salah menunggangi bus yang tidak menuju ke sekolahnya, mengharuskan dirinya dua kali naik bus dan berakhir telat.

Karena kesialannya itu, sekarang ia tengah dijemur di lapang dengan memberikan gestur hormat pada tiang bendera. Cuaca sedang tidak bisa diajak kompromi, panas matahari terik sekali. Sadar, padahal suhu tubuhnya masih panas tapi memaksakan diri untuk masuk sekolah. Memang, definisi menyakiti atau menyiksa diri sendiri ya seperti itu.

Masalahnya ia belum sarapan dikondisi sakit begitu, parahnya tadi sempat lari larian demi mengejar bus yang setidaknya memberikan kesempatan untuk ia tumpangi dan sekarang dijemur berjam jam sampai istirahat pertama. Lengkap sudah penderitaanya.

"Sialan lo Park Jeongwoo, tunggu pembalasan dari gue!" Sedari tadi ia tidak berhenti mengumpati ataupun menyumpahi Jeongwoo.

"Liat aja lo brengsek gue gak segan segan bikin lo mampus Park bajingan Jeongwoo!" Umpatnya tanpa bosan untuk kesekian kalinya.

Pening mulai terasa, peluh keringat dingin membanjiri pelipis hingga sekujur tubuhnya. Haruto merapalkan doa agar dirinya kuat serta tidak berakhir pingsan lagi dikala kepalanya terasa semakin memberat dan berdenyut seperti kemarin.

"Argh sialan Park bangsat Jeongwoo! "

Kali ini Haruto akan membuat perhitungan, lihat saja ia tidak akan segan membuat wajah Jeongwoo banyak dihiasi memar.

"Gila, ngeselin banget njing si item!" Sekelebat, ia menangkap bayangan siluet seseorang yang berjalan di ujung koridor sembari bercanda gurau dengan para kurcacinya.

Tangan Haruto mengepal, matanya menyiratkan amarah yang tidak bisa ditoleransi lagi kali ini. Hatinya panas tidakk terima melihat musuhnya itu tengah asik tertawa, sedangkan dirinya mendapat penderitaan seperti ini. Amarahnya semakin memuncak saat seketika tubuhnya sempat oleng ke samping, beruntungnya ia bisa menahan dirinya sendiri.

Melirik arloji yang menunjukan pukul sembilan, menandakan masih tersisa satu jam untuk menyelesaikan hukuman. Berarti si Sialan Park itu membolos pelajaran!  Tanpa memperdulikan jika ketahuan guru kedisiplinan karena tidak menuntaskan hukumannya, dengan mata yang menyorot nyalang ia berlari ke arah musuhnya.

"Park Jeongwoo!" Membentak Jeongwoo lalu ia menarik kerah Jeongwoo kasar, saat dirinya tepat berada di hadapan Jeongwoo.

Belum sempat Jeongwoo membalas Haruto sudah membuka suaranya, tentu tidak terlewat umpatan yang tertuju untuk Jeongwoo "Sialan njing gara gara lo gue telat! Brengsek, gue buat lo babak belur apa mau gimana?!"

"Apasih anjir"

Jeongwoo yang tidak merasa bersalah seperti itu, membuat emosi Haruto semakin membuncah.

Bugh

Haruto layangkan satu bogeman mentah untuk pipi tirus Jeongwoo "Bajingan lo watados banget sialan!" Ia menyekram kembali kerah seragam Jeongwoo yang sempat terlepas.

"Lo kenapa sih anjir gadanta banget?" Tanya Jeongwoo tenang, walau begitu kentara sekali ia kesal.

"Lo anjing yang kenapa nyari masalah mulu sama gue?! Gegara lo ninggalin gue dapet hukuman dan lo dengan seenak jidat malah ketawa sama tem-" Ucapan Haruto terhenti, kala ia tiba tiba mendapatkan serangan berdenyut disertai dengingan keras dikepalanya.

Haruto mengalihkan tangannya pada kepalanya, lalu meremat surainya kuat sembari menutup mata erat untuk menahan rasa sakit "Aaa! " Ringisnya tertahan karena tidak kuasa menahan sakit.

"Ru?" Panggil Jeongwoo cemas mendekati Haruto, tapi seketika netranya membulat melihat darah yang mengucur dari lubang hidung Haruto.

"Ru, idung lo!" Panik Jeongwoo segera mengelap bawah hidung Haruto yang berdarah dengan jas almamaternya.

Mata Haruto yang sayu melihat wajah panik Jeongwoo, pandangannya semakin buram dan menghitam "Jeoh" Tidak sanggup menyelesaikan ucapannya yang akan memanggil Jeongwoo, tubuhnya langsung ambruk di sertai kesadarannya yang menghilang.

Dengan sigap Jeongwoo menahan tubuh Haruto agar tidak jatuh terbentur lantai, dengan segera ia bawa Haruto ke ruang kesehatan sekolah. Meninggalkan kedua temannya yang sedari tadi hanya diam, memperhatikan interaksi keduanya.

Setelah diperiksa oleh Petugas Kesehatan yang memang sedang magang di Sekolah Waiji ini, lantas mengusulkan jika Haruto tidak sadar kembali dalam waktu lima jam maka Jeongwoo harus membawanya ke rumah sakit dengan membawa surat rujukan dari ruang kesehatan sekolah.

Dan dengan amat sangat terpaksa Jeongwoo membawanya ke rumah sakit karena sampai pada jam pelajaran selesai pun Haruto tidak menunjukan tanda tanda akan bangun, bahkan jika dihitung sudah lebih dari delapan jam Haruto tidak sadarkan diri.

Perasaan Jeongwoo sedikit lega saat Sang Dokter mengatakan bahwa Haruto tidak memiliki penyakit yang serius, hanya kecapekan saja serta lambung yang naik. Ia juga diberi pesan bahwa Haruto boleh pulang, jika cairan pada infusan sudah habis.

Mengelah napas kasar, Jeongwoo merasa hidupnya menjadi teramat diribetkan semenjak dirinya dijodohkan dengan Haruto. Anehnya, kenapa kedua ortu Haruto malah menitipkan Anaknya ke Jeongwoo layaknya pengasuh? Ia tidak paham dengan pola pikir orang dewasa, walau semua biaya kehidupan Haruto dari ortunya dipindah alihkan pada Jeongwoo.

Alasannya, supaya Jeongwoo belajar mengatur uang untuk menjadi suami Haruto saat tiba waktunya nanti mereka sah dimata hukum dan agama. Gila! Hidup begini saja Jeongwoo sudah mencak mencak banyak mengeluh, apalagi ditambah satu beban yang harus ia tanggung sendiri.

Tajam memang ucapannya menusuk sekali jika sampai Haruto dengar, tapi tidak munafik Jeongwoo memang merasa agak terbebani sama semua ini. Namun yang lebih aneh, hatinya nerima saja Haruto masuk ke dalam hidupnya.

"Ugh...." Lenguh Haruto ketika tersadar sembari meneliti dengan seksama ruangan tempat ia berada saat ini.

Jeongwoo yang memang sedari tadi setia menemani Haruto tengah duduk anteng di sofa yang tidak jauh dari brankar sembari memainkan ponselnya, sampai tidak menyadari Haruto yang sudah tersadar dari pingsannya.

"Jam berapa?" Tanya Haruto pelan membuat Jeongwoo agak terkejut, lalu menghampiri Haruto.

"Lama banget sih lo pingsan" Alih alih menjawab, Jeongwoo malah menggerutu menatap Haruto sinis. Ia merasa kesal setelah merenungi hal yang telah menimpanya.

Sadar akan tatapan yang Jeongwoo layangkan padanya, Haruto memicingkan matanya "Awas ya, gue masih marah sama lo gak terima sama kejadian tadi pagi" Memperingati Jeongwoo untuk menunggu pembalasan dendamnya.

Jeongwoo tersenyum kecut "Gue dari tadi nemenin lo tapi malah ini yang gue dapat?"

"Thanks and sorry ngerepotin lo!" Ujar Haruto semakin merasa kesal, lagipula ia tidak meminta pada Jeongwoo untuk menolongnya dirinya.

"Gak butuh makasih lo" Walau begitu sarkas, tapi Jeongwoo menyodorkan gelas berisi air putih yang diterima Haruto.

"Lagian gue gak ada tuh hati pengen ditolongin sama manusia macem lo" Setelah menyesap sedikit air Haruto bersidekap dada.

"Gitu lo ngehargain orang yang nolong lo?" Ingin sekali Jeongwoo melayangkan satu tinjuan pada Haruto tapi nuraninya menolak untuk melakukan itu, terlebih mengingat kondisi Haruto yang sedang tidak baik baik saja.

"Terus lo mau gue balas kebaikan lo dengan apa?" Haruto bertanya sewot.

Jeongwoo mendekati wajahnya pada Haruto dengan tangan yang mengusap kedua belah bibir plum milik Haruto "Gue pengen ini" Jawabnya, dengan mata yang tidak beralih sedikitpun dari bibir yang begitu menggodanya itu.

Menepis tangan Jeongwoo kasar, saat ketika Haruto berniat  melayangkan bogeman, tapi suara gebrakan pintu kamar rawat yang dibuka dengan tidak sabar mengintrupsi tindakannya.

Brak

Netra kedua Jeongwoo serta Haruto menemukan seseorang diambang pintu dengan wajah datarnya yang biasa ditunjukan pada siapapun.

Asahi

Orang menggebrak pintu barusan tanpa tau etiket dengan tampang datarnya adalah Kakak Kedua Haruto, Watanabe Asahi. Sekaligus yang termasuk ke dalam circle Jeongwoo. Dekat dengan Jeongwoo, tapi mempunyai hubungan yang bermasalah dengan Adiknya, Haruto. Terkecuali Kakak Pertamanya, Yoshi.












°•••••°

170123

Cuman satu pesan sih; ente kadang kadang bahlul deh.

Continue Reading

You'll Also Like

52.4K 4.8K 28
"Pernikahan???" "Sama siapa?? Jaehwan??" "Aku?? dengan Minhyun hyung?? Mau menikahi aku atau membunuhku?? Nggak mau!!" ...
788K 29.3K 97
𝐀 π’πŒπ€π‹π‹ 𝐅𝐀𝐂𝐓: you are going to die. does this worry you? βͺ tua s1 ⎯⎯⎯ 4 ❫ Β© π™΅π™Έπš…π™΄π™·πš‡πšπ™Άπšπ™΄π™΄πš…π™΄πš‚...
1M 221K 55
Solidarity M Forever! Semua tahu jika slogan itu sudah menggema dari Teknik Mesin berarti akan ada warga mesin yang baru. Ya, setiap mahasiwa baru Te...