"Mama, cobain semangkanya nih," ucap Zadkiel seraya menyuapkan sepotong semangka segar ke dalam mulut Riona.
Riona sendiri hanya tersenyum kecil seraya memakan potongan semangka yang disodorkan oleh Zadkiel, sesekali ia menggigit ujung bibirnya dan menahan rasa sakit yang kadang-kadang datang.
Ibu hamil itu kini tengah duduk di atas gymball berwarna ungu dengan kaki yang terbuka, sesekali ia berusaha mengatur napas agar tak membuat anaknya khawatir.
"MAMA! Masa Kak Maureen mau kasih makan Mama jambu hasil nyuri!" seru Azriel yang baru saja datang dengan pakaian yang kotor. Bahkan di rambut anak itu terdapat daun kering yang menempel.
"Maureen?" tegur Casvian sembari menatap Maureen yang baru saja datang dengan penampilan tak kalah berantakannya.
Bahkan penampilan gadis itu lebih kacau karena bagian lutut celana tidur yang ia gunakan kini robek. Rambutnya yang diikat sudah tak berbentuk lagi.
"Ehehehe, habisnya Pak RW kan galak. Jadi, aku takut buat izin makanya langsung manjat aja," ucap Maureen seraya menggaruk tengkuknya. "Abang mau?" Ia menyodorkan beberapa buah jambu air yang berada di rengkuhannya.
"Jangan mau, Bang! Itu haram kali, h-a-r-a-m!" ucap Azriel menegaskan, bahkan ia mengeja kata haram dengan wajah cukup serius.
Casvian hanya bisa menghela napas panjang seraya menggeleng-gelengkan kepala kecil. "Kalian ini emang ya, ada-ada aja tingkahnya."
Ia kini benar-benar pusing melihat tingkah dua anak itu. Dulu, menghadapi Azriel dan Morfeo saja sudah bikin sakit kepala, kalau sekarang ditambah dengan adanya Maureen sepertinya sebentar lagi Casvian akan stroke dini.
"Nanti minta maaf sama Pak RW-nya, ya? Kembaliin juga jambu airnya sama kasih uang sebagai ganti rugi kalau bisa. Jangan terbiasa makan makanan yang bukan milik kamu, oke? Itu sama aja dengan makan makanan haram, gak akan jadi daging di dalam perut kamu," nasihat Riona yang sedari tadi menonton.
Sontak Maureen mengangguk dengan wajah bersalah.
"Papa kalian di mana?" tanya Riona dengan keringat yang mulai membanjiri wajahnya, padahal pendingin ruangan di kamarnya menyala.
"Papa ada di bawah deh kayaknya, Feo panggilkan dulu, ya," ucap Morfeo pamit.
Ia langsung bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar Riona. Sementara itu, Riona yang berusaha mati-matian menahan rasa mulas di perutnya akhirnya tak tahan juga.
"Argh!" ringis Riona dengan kedua mata terpejam, tangannya mengusap perutnya dan berusaha mengatasi rasa mulas itu.
"Ma? Mama kenapa?" tanya Zadkiel khawatir.
Ia yang tadinya sibuk memakan buah potong yang dibuatnya pun langsung menaruh piring itu sembarangan. Ia dan Casvian berdiri dan membantu Riona untuk berpindah ke atas ranjang.
Sementara Maureen dan Azriel yang tak tahu harus melakukan apa hanya terdiam saling menatap dengan wajah khawatir.
"Mama kalian kenapa?" tanya Wylan yang baru saja datang, ia menghampiri Riona yang didudukkan di atas ranjang.
Riona mengambil tangan Wylan dan menggenggam tangan itu dengan erat untuk menyalurkan rasa sakit yang datang menghantam.
"Kita ke rumah sakit sekarang," putus Wylan yang sudah mengerti dengan keadaan istrinya. "Vian, siapin mobil van. Kamu yang setir, ya. Papa temani Mama di belakang."
Tanpa bertanya lebih lanjut, Casvian langsung berlari keluar sesuai ucapan sang ayah. Ia bahkan tak lagi menggunakan lift dan langsung menuruni tangga dengan cepat. Tak peduli jika hal itu berisiko membuatnya jatuh atau terpeleset.
Sementara di kamar, Wylan kini menggendong Riona dan membawa istrinya keluar diikuti oleh anak-anaknya yang lain di belakang. Sesekali Riona terdengar mengerang kesakitan, di tengah-tengah usahanya menikmati rasa sakit.
Begitu Wylan keluar rumah, mobil van yang biasa mereka pakai sudah terparkir di depan pintu. Zadkiel langsung membukakan pintu mobil untuk Wylan dan Riona, kemudian mereka menyusul masuk setelahnya.
"Jalannya cepetan, ya, tapi hati-hati bawanya," pinta Wylan pada putra sulungnya.
Seperti kata Wylan, Casvian membawa mobil dengan kecepatan yang sedikit di atas rata-rata, tetapi matanya terus fokus pada jalanan dan mengemudi dengan hati-hati.
"Udah dari kapan sakitnya?" tanya Wylan seraya berusaha menenangkan sang istri.
"D-dari semalam," ucap Riona terbata-bata. "Cuma aku gak mau bilang, takutnya cuma kontraksi palsu dan malah bikin kalian panik. Taunya beneran."
Wylan tersenyum kecil seraya mengusap punggung dan perut istrinya. Sesekali ia menciumi wajah Riona dan membisikkan kata-kata penyemangat dan penenang.
"Kamu hebat. Sabar sebentar lagi, ya? Udah mau sampai kok," bisik Wylan. "Sebentar lagi anak kelima kita hadir, anak yang kita tunggu-tunggu."
Riona memaksakan seulas senyuman di wajahnya yang dibanjiri keringat, ia mengangguk kecil. Bayangan bayi perempuan yang berada di gendongannya sebentar lagi akan menjadi kenyataan.
Sementara Wylan sendiri sebenarnya khawatir, apalagi Riona mengatakan jika ia sudah mengalami kontraksi sejak malam tadi dan mungkin pagi ini pembukaannya sudah besar. Namun, ia berusaha untuk tidak panik yang malah akan menambah masalah.
----
Suara tangisan bayi memenuhi ruangan yang dilanda keseriusan itu, sontak Wylan dan Riona langsung bernapas lega mendengar tangisan buah hati mereka. Air mata haru langsung meleleh di wajah mereka.
Wylan bisa melihat bagaimana dokter yang bertugas melakukan operasi caesar pada istrinya itu mengangkat buah hati mereka. Setelah memotong tali pusar, sang dokter menyerahkan pada dokter ahli bayi untuk diperiksa terlebih dahulu sebelum diberikan pada Wylan.
Awalnya Riona ingin melahirkan secara normal makanya ia memilih menunggu kontraksi, tetapi ternyata dokter dengan tegas melarang dan menyarankan mereka untuk melakukan operasi saja. Apalagi mengingat usia Riona dan riwayat kehamilan sebelumnya.
"Anaknya sehat, perempuan dan sangat cantik," puji dokter ahli bayi seraya menyerahkan bayi yang sudah dibersihkan dan dibungkus kain itu pada Wylan.
Dengan tangan gemetar Wylan menerima anak kelimanya yang bergerak aktif dengan mata sesekali terbuka. Air matanya luruh begitu saja kala bisa mendekap anaknya.
"Loh, ada satu lagi?!" pekik dokter yang mengoperasi Riona terkejut.
Sontak saja mereka yang berada di ruangan itu sama terkejutnya dengan sang dokter. Bayi kembar? Tak pernah ada dalam prediksi mereka sebelumnya.
Tangisan bayi kembali memecahkan keheningan ruangan itu, Wylan melihat sendiri bagaimana bayi keduanya diangkat dan dibersihkan.
Hatinya terasa campur aduk saat ini, ia seperti diberikan kejutan yang luar biasa tak ternilai harganya.
"Ri ... anak kembar," bisik Wylan menangis haru sembari menerima bayi keduanya.
"Anak keduanya laki-laki, sehat juga. Hanya saja berat badannya lebih ringan dari saudaranya, mungkin saat dalam kandungan makananya diambil semua sama si kakak," canda dokter ahli bayi tersebut.
Ia menciumi wajah kedua bayinya bergantian dan mendekatkan mereka pada Riona yang masih dalam pengaruh bius lokal. Riona sendiri hanya bisa tersenyum dan mengusap bayinya bergantian, hatinya menjadi emosional kala menyaksikan dengan sendiri bagaimana kedua bayi itu dikeluarkan dari rahimnya.
Bayi yang ia kandung selama sembilan bulan dan ia bawa kemana-mana, kini bayi itu sudah bisa ia lihat dan ia genggam.
"Halo anak, Papa. Selamat datang di dunia mataharinya Papa," bisik Wylan. "Kalian pintar ya bikin kejutan buat Papa, Mama dan Kakak-kakak kalian."
Sungguh, Wylan dan Riona sama sekali tak bisa berkata-kata dengan kejutan yang mereka dapatkan hari ini. Tak ada kata yang bisa menggambarkan betapa bahagianya mereka. Jika ada kata yang maknanya lebih besar dari bahagia, mungkin kata itu akan Wylan dan Riona gunakan sekarang.
----
To be continued...
BELUM TAMAT YA😾😾
INI UPDATE ASLI
PART SELANJUTNYA KITA BAKAL TAHU NAMA ANAK MEREKA NIH🤔
Yuk spam next di sini!