Let Love Be...

By WaverlyLily

125K 4.7K 66

Aku melakukan segalanya bersamanya. Dialah orang yang pertama kali mengajakku keluar dari rumah untuk bermain... More

It's Me, My Brother, and My Bestfriend
Damn, I Miss You
He's Back
Let You Be My First Boyfriend?
Is It Real???
First Date (Part 1)
First Date (Part 2)
My Lovely Brother
I Hate You!
I'm Here For You
I'm Coming, JAPAN!
Last Day in Japan
Love Seoul (Part 1)
Love Seoul (Part 2)
Goodbye, Seoul !
Nice to Meet You Again?
Listen to Me!
Hold Me Now and Forever
Let's Make a Deal
I'm Afraid
It's A Promise, Remember?
Our Happiness
So Beautiful!!!
Wedding
PENGUMUMAN
PUBLISHED

Don't Leave Me

3.6K 160 0
By WaverlyLily

"Dek...," panggil abang ketika melihatku duduk di depan TV setelah makan malam. Yupp, abang sekarang udah nggak pernah pulang lebih dari jam 7 malem, jadi aku sama abang bisa makan malem bareng tiap hari. Tiap weekend juga abang nggak kerja kayak dulu, jadi bisa hangout bareng.

"Apa?," jawabku seadanya sambil terus memainkan ponsel ku.

"Ikut abang ke Indonesia mau nggak?," tanya abang serius setelah duduk di sebelahku.

"Indonesia?," tanyaku balik. Abang hanya mengangguk menjawab pertanyaanku.

"Ngapain?," tanyaku lagi. Abang terlihat frustasi antara menceritakannya atau enggak.

"Kenapa???," tanyaku lagi. Aku mulai kesal dengan tingkah abang.

"Emm...bunda sakit. Kemaren sempet dirawat di sini, tapi bunda maksa pulang ke Indonesia. Nggak begitu serius sih, cuma kecapekan aja, jadi bunda milih buat istirahat selama beberapa bulan di Indonesia," aku sedikit tidak percaya dengan apa yang abang bilang. Maksudku, kenapa harus nyembunyiin dari aku? Seperti mengerti apa yang aku pikirin, abang langsung menggenggam tanganku.

"Ly, abang, ayah, maupun bunda bukannya mau nyembunyiin dari kamu. Seriusan deh," tambahnya.

"Trus?,"

"Ayah nggak mau kamu khawatir,"

"Trus kenapa sekarang bilang ke aku?,"

"Abang mau pergi beberapa hari dan kamu pasti bakal nanya abang mau kemana. Abang nggak mau bohong, makanya abang ngajak kamu aja sekalian," jelas abang.

Bunda sakit? Ayah pasti juga lagi jagain bunda. Tapi kenapa Indonesia? Ada yang aneh! Tapi apa?

"Kapan berangkatnya?," tanyaku setelah berpikir sejenak.

"3 hari lagi. Abang bakal ajak Emily, makanya abang sesuaiin sama jadwalnya Emily juga,"

"Okay," balasku. Aku pun langsung kembali ke kamarku setelah perbincangan dengan abang.

Aku masih berpikir ada yang aneh. Kenapa ayah dan bunda istirahat beberapa bulan di Indonesia? Maksudku kenapa mereka pengen pulang saat nggak ada siapa siapa di sana?

Lagu The Man Who Can't be Moved membuyarkan lamunanku.

"Halo?," jawabku.

"Kamu nggak bales sms aku, kamu lagi sibuk?," tanya orang di seberang, siapa lagi kalo bukan Dino.

"Aku cuma lagi mikir sesuatu. Kenapa?,"

"Mikirin apa?,"

"Emm...aku sama abang mau pulang ke Indonesia 3 hari lagi," jawabku langsung. Aku enggan menunda buat bilang ke Dino soal ini.

"Indonesia? Buat apa? 3 hari lagi?," tanyanya bertubi-tubi.

"Kata abang, bunda lagi sakit dan mau istirahat beberapa bulan di Indonesia. Aku juga baru tahu, Din," jawabku lemas.

"Oh. Berapa lama kamu disana?," tanyanya kemudian.

"Aku juga nggak tahu," jawabku lirih. Aku bukan sedih karena bunda sakit, tapi aku baru aja ketemu Dino beberapa minggu belakangan ini dan harus berpisah lagi.

"Lamakah?,"

"Aku belum tahu,"

"Kalo gitu aku juga bakal balik dulu ke Singapore buat ngurusin pengembangan perusahaan di Inggris. Kabarin aku kalo kamu udah di Indonesia, okay?," semudah itukah berpisah denganku? Aku yang terlalu berharap lebih mungkin.

Ini menyebalkan! Runtukku dalam hati. Tapi aku juga nggak mau bilang duluan kalo aku nggak akan kuat berlama lama berpisah dari Dino. Damn it!

"Besok kamu ada acara?,"

"Aku ada perlu di Oxford," jawabku singkat. Ya, anak kecil yang kutemui di kereta menelponku untuk datang ke Oxford untuk membalas kebaikanku dulu, padahal aku udah bilang itu nggak perlu. Saat berpisah dengan 3 bersaudara itu, aku memang tak lupa memberikan nomor handphone ku ke mereka seandainya saja mereka butuh sesuatu.

"Oxford? Ngapain?,"

"Mengunjungi seseorang,"

"Siapa?,"

"Thomas,"

"Thomas?," tanyanya balik.

"Iya, Din,"

"Kamu jauh jauh ke Oxford buat ketemu sama Thomas? Sebegitu berartinya kah si Thomad itu?," tanyanya dengan nada yang mulai meninggi.

"Besok aku jelasin, aku ngantuk," jawabku singkat lalu ku tutup telponku tanpa menunggu Dino menjawabku.

I'm so tired and I wanna sleep!

---

Keesokan paginya, bener-bener pagi Dino udah nyelonong masuk ke kamarku dan ngebangunin aku yang masih super ngantuk. Abang bahkan belum bangun jam segini.

"Apa sih, Din? Pergi ah," omelku. Ini kan masih pagi, ngapain juga dia gangguin orang tidur pagi-pagi?

"Bangun sekarang atau aku cium sampe bangun?," ancamannya langsung membuatku membuka mataku lebar-lebar dan langsung menatapnya tajam.

"Ini jam berapa?," bentakku seketika.

"Siapa Thomas?," tanyanya balik.

"Kamu bangunin aku pagi-pagi buta kayak gini cuma buat nanyain Thomas siapa?," tanyaku dingin. Ini bener-bener nyebelin!

"Iya," jawabnya enteng. Seketika aku langsung melemparinya dengan bantal karena jengkel.

"Dia cuma anak 10 tahun!," bentakku lagi. Tanpa menunggu jawabannya aku langsung meninggalkannya menuju kamar abang untuk melanjutkan tidur. Abang yang tahu aku tidur di belakangnya langsung membalikkan badan dan memelukku. Setelah itu aku pun tidur.

2 jam kemudian abang dan aku bangun di saat bersamaan karena alarm abang yang bunyi.

"Pagi, cantik," sapa abang.

"Pagi hooamm," sapaku balik.

"Kok kamu tidur di sini?,"

"Dino tuh gangguin aku aku tidur jam 4 pagi," adu ku ke abang dengan manja.

"Uuh...kasian adek abang," ucapnya sambil memelukku sebelum akhirnya abang bangun untuk ngebuatin sarapan. Ngegemesin!

Aku mutusin buat mandi dulu, baru makan, dan langsung berangkat ke Paddington Station.

Selesainya aku mandi dan siap-siap dengan barang-barangku, aku langsung turun ke ruang makan dan di sana yang pasti udah ada abang dan orang yang paling nyebelin hari ini, Dino.

"Kamu mau ke Oxford dek?," tanya abang sesampainya aku di meja makan.

"Iya, mungkin sampe besok," jawabku sambil mulai mengambil makanan pada piringku.

"Kamu kok nggak bilang sama abang?," pertanyaan abang langsung ngebuat aku diam seketika dari apa yang aku lakuin.

"Aku lupa,"

"Lupa?,"

"Maaf," kataku yang terduduk tanpa selesai mengambil makananku.

Abang tiba-tiba menghampiriku dan mengacak-acak rambutku.

"Makan baru pergi, okay? Abang buatin bekal buat di kereta," ucapnya. Mendengarnya aku langsung memeluk abang erat plus mencium pipinya berkali-kali sampe aku puas.

"That's why I love you so much," kataku kemudian setelah puas berterima kasih.

"Lain kali bilang ya,"

"Oke boss!!!," jawabku mantab.

Setelah barulah aku menyelesaikan mengambil makanku.

"Apa yang tadi itu adil? Kamu bahkan tidak mengecupku sama sekali. He isn't the only one that you love," protes Dino. Aku langsung menatapnya tajam.

"Okay okay, Ly. Aku nggak akan protes. Dan kabar gembira buat kamu, aku ikut ke Oxford," tambahnya dengan santainya. Ucapannya jelas membuatku semakin menatapnya tajam.

"Abang yang minta dia nemenin kamu, Ly," tambah abang.

Aku bener bener nggak bisa percaya sama mereka berdua. Kenapa mereka selalu kompak nyebelinnya?

"Abang, aku bisa pergi sendiri, lagian...,"

"Itu hukuman kamu nggak bilang ke abang," sahut abang yang diikuti sorakan kegirangannya Dino. Aku pun terpaksa menurut.

Selesai makan, aku dan Dino langsung berpamitan ke abang buat berangkat ke Oxford. Dino yang tahu aku masih marah karena tadi pagi memilih buat diem karena nggak mau mancing emosi ku lagi.

Setibanya di Paddington Station, Dino langsung membelikan 2 tiket untukku dan dia ke Oxford dan ternyata keretanya sudah tiba jadi aku dan Dino nggak perlu nunggu lagi.

"Biar aku yang bawa tas kamu," kata Dino. Tanpa perlu menjawab Dino langsung mengambil tas tentengku untuk dia bawa.

Tidak banyak yang berpergian ke Oxford hari ini, karena 2 bangku di depanku dan 4 bangku di sampingku kosong. Mungkin hanya sekitar 15 an orang yang ada di tiap gerbong hari ini.

"Maaf soal tadi pagi," kata Dino setelah meletakkan tas kami dan duduk di sampingku. Begitu aku memutar badanku untuk menatapnya, matanya terpejam. Dia lelah?

"Kamu nggak tidur semalem?," tanyaku.

Masih dengan mata terpejam Dino menjawabku. "Aku nggak sempet tidur,"

"Nggak sempet tidur?," tanyaku penuh penekanan dan membuat Dino langsung membuka matanya. Matanya merah dan aku baru menyadari ada lingkaran hitam tipis di bawah matanya.

"Semaleman aku ngelembur kerja soalnya ada beberapa masalah. Aku nelpon kamu di sela - sela kerjaan aku. Ya... anggep aja aku marah karena kamu mau ketemu Thomas yang sebelumnya aku nggak tahu dia cuma anak kecil dan kamu yang langsung nutup telpon aku. Begitu kerjaan selesai aku langsung ke rumah kamu and you know what happened. Maaf ya," jelasnya.

"Tidurlah," balasku sambil menepuk nepuk pundakku. Aku tahu jauh lebih pendek darinya, tapi aku cuma ingin menawarkan ketulusanku aja.

Dia mengangguk dan dengan sedikit menurunkan badannya, kepalanya sudah bersandar di bahuku untuk tidur. Aku mengecup keningnya pelan ucapan selamat tidur dan balasan protesnya tadi. I love you, Din. Batinku.

---

"Din, bangun," bentar lagi kereta bakal sampe di Oxford dan Dino masih tidur lelap di bahuku. Pegel sih, tapi ngeliat wajahnya yang damai waktu tidur ngebuat aku rela minjemin bahu. Hehe.

Sadar dengan panggilanku, Dino perlahan-lahan bangun.

"Udah sampe?," tanyanya dengan masih setengah sadar.

"Bentar lagi," jawabku lembut. Tiba-tiba Dino memelukku, mengecup pipiku, dan memundurkan badannya untuk bersandar di kursi.

"Makasih bahunya. Pegel ya?," katanya sambil memijit-mijit bahuku tanpa ku minta.

"Cape banget ya? Pake maksain ikut juga,"

"Masa aku biarin kamu pergi sendiri ke Oxford? Kalo kamu kenapa napa gimana? Semenjak kamu jadi tunangan aku, aku tuh...,"

"Kamu janji nggak ngomongin ini Din," sahutku pelan.

Seperti tersadar, Dino langsung berhenti bicara. Lalu menyiapkan tas kami karena tak lama lagi kereta akan berhenti di stasiun akhir. Oxford.

Begitu turun aku langsung menelpon Thomas.

"Where is your grandma's house?," tanyaku begitu suara Thomas terdengar.

"Kakak udah sampe? Kenapa nggak bilang? Aku kan bisa jemput,"

"I'm fine, aku sama seseorang kok. Jadi, dimana rumah nenekmu?,"

"Aku akan mengirim alamatnya lewat sms,"

"Okay,"

Tak lama kemudian, sebuah pesan dari Thomas mengenai alamat rumah neneknya. Anak zaman sekarang memang, bahkan usia 10 tahun udah bisa pake hp.

Aku pun langsung menggandeng tangan Dino untuk ikut denganku. Kebetulan ada taxi yang lewat, sehingga kami langsung bisa menuju rumah neneknya Thomas.

"Kenapa naik taksi?," tanya Dino.

"Kenapa emang?," tanyaku balik.

"Ya gpp sih. Cuma kan kamu bisa minta sopir buat nganter kamu kemana-mana,"

"Aku nggak suka,"

"Kenapa?,"

"Aku cuma pengen terlihat normal," kataku lirih.

"Normal? Emang selama ini abnormal?,"

"Mobil mewah, rumah mewah, uang, orang-orang suruhan, sopir, pelayan, jet pribadi, dan lain-lainnya yang aku bisa dapetin karena uang, itu nggak keliatan normal di mata orang lain,"

"Aku tahu. Maaf," balasnya lirih sambil menggenggam tanganku erat.

Satu jam kemudian barulah aku dan Dino sampai di rumah neneknya Thomas yang lumayan jauh memang karena agak terpencil. Rumahnya sederhana, classic, dan terlihat nyaman.

"Kakak!!!," panggil Thomas dan si kembar Ellena-Allan.

"Hai. Oh iya, kenalin ini temen kakak, namanya Dino. Dino ini Thomas, Allan, dab Ellena," kataku memperkenalkan mereka.

Setelah perkenalan singkat itu, aku dan Dino dipersilahkan masuk oleh kedua orangtua mereka untuk masuk. Terjadi perbincangan perbincangan yang menyenangkan antara aku, Dino, dan keluarga Thomas seakan akan kita udah sering ketemu. Perbincangan kami disertai makan sekitar pukul 7 malam, padahal sampe di rumah neneknya Thomas sekitar pukul 2 siang. Terlalu asik.

"Kakak nginap aja disini. Ya?," pinta Thomas.

"Sorry, I can't. I have to go. See you later," aku dan Dino pun akhirnya berpamitan kepada keluarga Thomas dan langsung mencari taksi untuk mencari hotel dekat stasiun. Aku masih ingin menikmati indahnya kota Oxford sebelum pulang ke Indonesia.

"Mau jalan-jalan dulu apa langsung ke hotel?," tanya Dino begitu duduk di sebelahku dalam taksi yang baru aja kami dapat.

"Jalan-jalan dulu aja gimana?," saranku.

"Eh ke hotel aja deh, kayaknya di deket hotel juga ada beberapa tempat yang bisa dikunjungin," Dino keliatannya lelah. Aku nggak mau maksain dia buat nemenin aku jalan-jalan kali ini.

"Okay," jawabnya sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi hingga tertidur. Dia cape. I know that.

Sejam kemudian taksi yang mengantar kamipun tiba di hotel yang cukup dekat dengan stasiun kereta. Tapi Dino masih tidur.

"Din, bangun yuk. Udah sampe nih," panggilku lembut. Seakan mengerti Dino perlahan lahan bangun.

"Maaf ya aku ketiduran," kata Dino setelah kami mulai memasuki hotel.

"Gpp kok, ntar begitu nyampe kamar, langsung tidur aja,"

"Nggak mau. Aku mau nemenin kamu jalan-jalan,"

"Kalo gitu aku nggak akan jalan-jalan," balasku dingin.

"Ly...,"

Tanpa mendengar Dino lagi, aku langsung melangkahkan kakiku menuju kamar yang telah ku pesan. Dino pun mengikuti.

"Ly, dengerin aku," Dino menahanku setelah aku sudah masuk ke kamarku yang ada di sebelah kamar Dino.

"Apa?,"

"Aku selalu nurutin apa mau kamu, bahkan walaupun aku nggak suka. Karena aku sayang sama kamu. Kenapa kamu selalu nggak ngerti? Kenapa kamu nggak pernah mau dengerin aku? Dari awal, dari abang minta aku buat nemenin kamu, aku nggak pernah mikirin aku cape. Kenapa kamu selalu mutusin iya atau engganya aku nemenin kamu jalan jalan? Waktu kamu nyuruh aku buat ngelepasin tangan kamu sebelumnya, kamu tahu apa yang aku rasa? Aku ngerasa aku bukan siapa-siapa di mata kamu, tapi aku coba ngelupain itu. Tapi tadi kamu ngulangin itu lagi. Tatapan dingin seakan aku bukan siapa-siapa,"

Aku bener-benar tak percaya dengan apa yang baru aja aku denger. Aku yang salah, aku tahu itu. Tapi, ini menyakitkan.

"Maaf," hanya itu yang bisa keliar dari mulutku saat ini. Dan Dino nggak ngomong apa-apa lagi. Itu semakin menyakitkanku karena nggak ada tanggapan dari Dino.

"Aku berangkat ke Singapore besok pagi-pagi. Aku akan nyusul ke Indonesia kalo sempet," setelah mengatakannya Dino langsung keluar dari kamarku.

Singapore? Besok pagi? Kenapa harus berpisah kayak gini? Kakiku seketika lemas dan membuatku terduduk di lantai diiringi air mata yang tak terbendung lagi.

---

Keesokan harinya, Dino udah nggak ada. Dia udah berangkat tanpa pamit. Lagi.

Aku langsung berangkat ke stasiun setelah mandi. Aku lelah nangis semalaman. Au lelah ngerasa kehilangan. Aku lelah harus muncul di hadapan abang tanpa senyum. Aku lelah.

Sampai tiba di London aku langsung ke kamarku karena abang juga belum pulang, baguslah aku jadi nggak perlu ngejelasin apa apa. Aku memasukkan beberapa bajuku dan alat-alat keperluanku selama aku di Indonesia tanpa banyak berpikir. Setelah packing, aku langsung naik ke kasurku dan tidur. Aku lelah. Terlalu lelah buat mikirin sesuatu.

Keesokan harinya abang ngebangunin aku buat sarapan dan siap-siap buat berangkat ke bandara. Ada Emily di sarapan kali ini, tapi aku bener-bener nggak bisa senyum sekarang. Maaf. Aku hanya sarapan sedikit dalam diam. Aku hanya menjawab pertanyaan abang dengan anggukan dan gelengen. Seperti mengerti apa yang terjadi, abang tidak banyak bertanya tentang Oxford. Baguslah.

Setelah makan dan selesai menyiapkan barang-barang, aku, abang, dan Emily langsung berangkat ke bandara diantarkan oleh supir pribadi abang. Abang dan Emily mengajakku bercanda tawa, tapi aku kehilangan selera untuk ngelakuin itu. Mulutku seakan bisu dan telingaku seakan sengaja tidak memperdulikan sekitar.

"Aku lelah ngerasa kehilangan," hanya itu yang bisa aku ucapin ke abang setelah kami bertiga telah duduk di bangku pesawat masing-masing.

"Abang selalu disini, dek," balasnya.

Tak butuh waktu lama untukku terpejam. Aku nggak mau bangun walaupun udah waktunya makan. Aku hanya ingin tidur sekarang. Namun saat yang lain tidur aku malah terbangun dan hanya bisa menatap keluar jendela.

Din, aku nggak akan egois lagi setelah ini. Tapi aku ingin kamu tahu keinginan terakhirku yang egois ke kamu, don't leave me, Din. Batinku yang membuat air mataku kembali turun.

---

Haloo... 5 chapter lagi menuju akhir cerita.

Tetep makasih buat yang masih setiap baca dan ngasih vote dan comment nya di cerita ini :D

See you next chapter :):):)

Continue Reading

You'll Also Like

140K 7.5K 24
pemain dalam cerita • aliando syarief alkatiri • prilly latuconsina • kevin julio latuconsina • jesica mila agnesia • ricky harun •dahlia poland alk...
43.1K 3.1K 22
aduh baca aja lah, ga ush pke sinopsis! Ribet!
15.6K 734 47
Karma Cinta ****** Berawal dari perjanjian yang direncanakan oleh kedua pihak. membuat maya amelia jatuh hati kepada adam punjabi ; Sang pria kaya...
4.5K 323 25
(End) Menceritakan seorang gadis bernama Marsha yang menyukai hujan. Hujan mempertemukannya dengan Alvin, pria dengan sejuta pesona dan juga memilik...