ANGLOCITA [selesai]

By moonlittype

229K 12K 180

Can you love me ganti judul menjadi Anglocita. Diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti mengeluarkan isi h... More

SINOPSIS
PROLOG
Senyuman Pertama
Senja Bersama Riyan
Revan
Tidak sedingin es
Nasi Goreng Rasa Cinta
Cappucino Kesukaan Riyan
Perhatian Sang Kapten
Rasa Kekecewaan
Kasmaran Ala Rena
Camping
Sedingin kabut
Kenapa takut gelap?
Aku disini, Riyan
Hujan Kesedihan
Gosip tentang Riyan
Bunga dari Riyan
Tetaplah bersamaku, Riyan
Epilog
Extra Part

Es krim keberuntungan

9K 562 11
By moonlittype


Seusai pulang sekolah Rena sengaja mengunjungi Taman komplek yang tidak jauh dari rumahnya itu. Rena sebenarnya tidak menyukai es krim. Berhubung ada tukang es krim Rena ingin mencobanya. Lagipula es krim tidak terlalu membuatnya menjadi gemuk.

Rena mengantri bersama dengan anak kecil yang ada di depannya. Cukup panjang antrian ini.

Rasa cokelat, stroberi, serta vanilla membuat Rena memikirkan apa yang akan ia pesan. Ia tidak menyukai stoberi. Jadi ia putuskan untuk memesan vanilla.

"Pak, es krim nya satu rasa vanilla."kata Rena dengan menunjuk menu yang ingin ia pesan.

Pedagang itu kemudian menyiapkan es krim nya untuk diserahkan kepada Rena. Es krim vanilla kini sudah ada ditangannya.

Dengan harga lima ribu rupiah, ia sudah bisa mendapatkan es krim.
Tawa anak-anak yang bermain di Taman Komplek ini membuat Rena tertawa. Ia merindukan masa kecilnya. Bahkan hidup sebagai anak tunggal utu tidak menyenangkan. Tidak ada yang bisa di ajak main. Tidak ada yang bisa merepotkan dirinya.

Senyuman Rena merekah saat melihat Riyan juga berada di tempat ini. Benar kata orang, kalau jodoh memang tidak jauh kemana. Tuhan sudah menakdirkannya. Mungkin.
Rena berlari menghampiri Riyan yang sedang mendengarkan musik itu dibawah rindangnya pohon Taman Komplek.

Bruk!

Es krim yang dibawa nya tidak sengaja terjatuh mengotori seragam celana abu-abu miliknya. Sumpah serapah ia ucapkan dikala seperti ini. Ceroboh sepertinya sudah menjadi kebiasaan dari Rena.

"Dengan lari-larian engga jelas kayak gitu terus numpahin es krim ke celana gue. Mau lo itu apa sih?"tanya Riyan dengan kesal.

"Aduh maaf Riyan gue engga sengaja. Beneran!" Kata Rena yang menunjukkan jari tangannya berbentuk huruf 'V'

Riyan membersihkan celana nya itu. Rena merasa bersalah serta malu.
"Lo gue maafin. Sekarang lo pergi."kata Riyan dengan begitu dingin.

Riyan mengusirnya. Sudah biasa ia mendapatkan sikap cuek dari cowok sedingin Riyan. Rena segera mengambil tas ranselnya. Pergi merupakan jalan terbaik.
Benar saja dirinya selalu bersikap dingin. Tidak ia tahu sebabnya kenapa. Rena kemudian ingat sesuatu. Bukankah besok Riyan akan bertanding? Lalu mengapa ia tidak latihan juga?

Sudahlah. Untuk apa ia mengurusi hidup orang lain? Lagi pula hidup orang itu tidak ingin diurusi.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

"Rena! Gue minta maaf karena gue udah kasar sama lo. Maafin gue, tadi gue hilang kontrol."kata Riyan yang berteriak agar Rena mendengarnya.

Rena berbalik dengan wajah kesal. "Tadi gue diusir kenapa jadi baik? Lo itu emang cowok dingin yang engga peka!"

Riyan terdiam. Dia tidak peka.

"Asal lo tau, gue bisa banyak bicara sama cewek ya cuman lo doang. Karna lo udah mencairkan Batu es itu."sahut Riyan dengan begitu saja.
Sekarang biarkanlah Rena bahagia walau sesaat. Tidak selamanya hal yang dingin itu menyebalkan. Tidak selamanya sebuah Batu karang itu keras.

Rena mencubit tangannya. Ia tidak sedang bermimpi indah. Rena yang berniat pulang kembali menemani Riyan yang masih terduduk dibawah pohon rindang itu.

Rena duduk di sebelah Riyan dengan ragu. Matanya menatap Riyan dengan lekat-lekat. Wajahnya yang putih, memiliki alis tebal, hidung yang mancung, mata elang yang menghitam, dengan jambul yang selalu ia buat sedemikian rupa.

"Riyan, percaya engga kalo langit akan bersatu dengan laut?"ujar Rena yang menatap awan diatas sana.

Riyan tertawa kecil. "Percaya engga percaya kalo udah takdirnya ya mau gimana?"

"Semua memang sudah takdir. Termasuk saat ini. Hari ini adalah takdir karena Tuhan memberikan gue kesempatan buat ngenal lo."

Tanpa Riyan sadari, ia tersenyum untuk kesekian kalinya karena gadis ini.

Ketidaksengajaan membuat dia bisa merasakan kesempatan. Hanya karena es krim, ia bisa melihat senyumannya lagi.

***

Sorakan serta teriakan penonton riuh meneriaki seluruh lapangan. Kemeriahan pertandingan ini menjadi panas karena lawan Riyan berasal dari sekolah lagi yang sering kali membuat keributan. Sudah Rena duga sebelumnya, pasti Riyan dan temannya sedang bertanding di lapangan.

Rena hanya bisa menatap nya dari jauh. Ia hanya duduk di kantin sekolah dengan rapi. Ini adalah dimana Riyan bertanding. Tak lupa Rena sudah menyiapkan beberapa surat yang akan ia berikan kepada Riyan nanti.

Tekadnya sudah bulat. Ia akan memulai nya.

Sesekali ia hanya bisa memandangi Riyan karena ia sangat takut untuk berdekatan dengan dirinya. Ia sangat takut untuk mengatakannya langsung kepadanya.

Bagaimana pun ia harus mengatakannya saja sebelum ia pergi meninggalkan Riyan dan kenangannya.

Ya, meninggalkan segala sesuatu yang pernah terjadi selama ini.
Riyan memakai baju futsal khas sekolahnya yang berwarna abu-abu itu. Baju nya bertuliskan angka 8 serta bertuliskan nama 'Yan'. Riyan kini sudah muncul di tengah lapangan. Teriakan semakin terdengar keras. Ia sudah banyak fans bahkan dari sekolah lain. Sungguh persaingan yang merumitkan.

"Lo engga akan bisa memenangkan pertandingan."Ancam Dika, Kapten sekolah lain yang menjadi rivalnya.
Peluit tanda dimulainya pertandingan ditiup.

Kapten Riyan mulai menggocek bola yang saat ini kendalikan. Suasana berubah menjadi panas. Aura persaingan serta kebencian bercampur menjadi satu. Riyan harus memenangkan nya. Berbeda dengan dika, ia mencari cara bagaimana menjatuhkan Riyan.
Satu demi satu Riyan melewati pemain dari lawan. Kini ia memiliki kesempatan untuk mencetak gol kemenangan. Riyan mengatur napas serta matanya. Dan Riyan menendang bola itu.

"Gol!" Sorak riuh penonton yang memandangi kegembiraan sang kapten.

Berbeda dengan Riyan, kini ia malah bersikap datar dan biasa aja. Ditatapnya kursi penonton hendak mencari seseorang. Ia tidak melihat Rena. Kemana gadis itu?
Riyan mulai melanjutkan permainannya lagi. Keunggulan ini bukanlah masih dalam keadaan aman. Bisa saja sekolah mereka merebut keunggulan dan memenangkan pertandingan.
Riyan tidak mau itu terjadi.
Dengan umpan yang mantap, Riyan bekerja sama dengan teman satu tim nya. Mengoper kesana kemari untuk mencari celah sedikit saja. Merobek pertahanan lawan adalah tugasnya. Setelah itu memberikan umpan lain kepada orang lain.

Dan hal itu membuahkan hasil.
Teman satu timnya berhasil mencetak gol. Setidaknya membuat lawan terpuruk adalah hal yang menyenangkan.

"Lo engga akan bisa menang."kata Riyan tertawa.

Teriakan semakin membesar disaat Riyan melambaikan tangannya kearah penonton. Hal itu membuat para wanita menjadi histeris.
30 menit terlewati, kini tim Dika berhasil mencetak satu kemenangan.
60menit berlalu, kedudukan sama membuat semua orang yang melihatnya hampir geregetan.
80menit pertandingan sudah hampir selesai. Namun keadaan masih seimbang.

"Kamu pasti bisa, Riyan!"teriak Rena dengan kerasnya.

Detik terakhir pun menjadi saat yang menegangkan. Riyan kini melemparkan tendangannya dari jarak yang terbilang cukup jauh.
Semua orang merasa penasaran apa yang akan terjadi kedepannya.

"Gol!"teriakan pendukung Riyan bergemuruh dengan lantang. Riyan berhasil memenangkan pertandingan itu.

Gol terakhir itu bersamaan dengan habisnya waktu pertandingan.
Rena menatapnya hingga pertandingan usai. Ia berhasil meraih kemenangan atas timnya. Ia sudah berhasil membawa nama sekolah menjadi juara.

Riyan sangat bahagia atas kemenangan itu meski ia tau kalau itu bukanlah untukknya. Rena bergegas saja tanpa sengaja ia melupakan kertas yang ia tulis untuk Riyan.

"Renaaaa!" Panggil Deas yang berlari menghampirinya.

"Ada apa?"Rena menaikkan alisnya menatap Deas.

"Mau kemana? Perasaan acara nya belum selesai deh. Kenapa udah mau pulang?"tanya Deas dengan aneh.

"Gue capek. Daripada nanti kalo gue pingsan gimana? Lo mau gotong gue?"Balas Rena dengan tertawa.

Deas mendengus kesal. "Ya enggak. Kan lo berat!"

Rena melihat jam tangan biru nya itu. "Udah jam sepuluh pagi. Gue ada janji sama pak Revan buat ngumpulin tugas."

"Perlu gue anterin? "

Rena merangkul sahabatnya itu. "Ayok!"

***
Revan tengah berdiri dari atas lantai dua gedung sekolah. Diperhatikannya adik tiri yang kelas kelapa itu bertanding melawan temannya. Senyuman itu terlukis saat adik tirinya itu memenangkan pertandingan.

Tidak perlu berdekatan untuk melihat senyuman adiknya itu. Dari jauh saja Revan yakin kalau sikap asli Riyan tidak sedingin dan sekaku yang selalu ia dapatkan. Riyan bisa bersikap ramah. Kini hanya bergantung dengan waktulah yang akan menjawabnya nanti.

Lantai dua menjadi tempat yang tepat untuk melihat segala arah. Revan mengabadikan kelincahan Riyan ketika didalam arena pertandingan. Tidak ada yang menyuruhnya. Ia melakukan itu semata-mata tidak ada kerjaan.
Terutama senyuman Riyan itu sangatlah mahal.

"Pak Revan suka futsal juga ya?"celetuk Deas yang berhasil membuat Revan berbalik.
Revan menyimpan handphone yang ia gunakan itu kedalam kantong saku nya. "Semua cowok kayaknya suka sama futsal."

"Sepertinya saya pernah melihat nama lengkap Pak Revan di etalase piala. Dulu Pak Revan alumni sini ya?"tanya Deas dengan ramah.

"Ya begitulah. Saya alumni sini juga makanya saya senang bisa membantu mengajar di sekolah ini."

"Pak Revan dulu ketua karate?"Kini Rena memberanikan diri untuk bertanya.

Dalam sekejap raut wajah Revan menjadi berubah. Satu kata nyatanya bisa membuat senyuman Revan berubah menjadi sendu.

"Memangnya kenapa kamu ingin tau sekali? Tidak baik loh punya rasa ingin tau dengan guru sendiri."ledek Revan dengan sengaja.

Rena tersipu malu."Namanya juga cuman nanya, Pak. Ya kalau misalkan tidak boleh yasudah."

"Sepertinya pak Revan jago sekali bermain karate. Buktinya udah nyumbangin piala disekolah ini."Deas kembali celetuk dengan kecentilannya.

Revan tertawa. "Kalian ini sengaja memuji saya biar dapat nilai yang bagus kan?"

"Engga juga sih, Pak."

Tidak lupa Rena menyerahkan beberapa berkas untuk memperbaiki nilainya. Rena memang terkadang suka remedial ketika ulangan. Untuk menutupi kekurangannya itu, ia diberikan tugas agar tidak mendapatkan nilai merah.

"Ini tugas yang remedial hari selasa kemarin, Pak."Rena menyerahkan buku yang sudah di jilid dengan rapi itu.

Revan mengambilnya. "Jangan remed lagi ya. Kerjaannya remed terus."

***

Riyan tersenyum datar saat Dika mengaku kalah. Riyan bukan bersikap antagonis, hanya saja dia terlalu pendiam yang membuat orang takut berdekatan dengannya. Meskipun pendiam, dia banyak diidamkan oleh siswi disekolahnya.
Keringat serta peluh membasahi keningnya. Usaha nya tidak sia-sia berlatih untuk pertandingan persahabatan ini.

"Kalo bertanding itu jangan pake nafsu. Satu lagi, hilangkan rasa sirik lo itu sama orang lain. Karena itu engga baik."kata Riyan dengan sangat datar.

Dika tertawa kecil. Dika tidak ingin mengakui kesalahannya. "Lo cuman beruntung aja menangin pertandingan. Lo engga pantes jadi seorang kapten. Lo cocoknya jadi pe-nge-cut."

Riyan tidak ingin menghajarnya.
"Sebaiknya lo lupain aja kerivalan kita. Gue engga mau cari masalah. Masalah gue udah banyak. Gue engga mau nambahin itu lagi."Kemudian Riyan berjalan kearah lainnya.

Dika yang tertinggal disana hanya tersenyum sinis.

Sementara itu saat ini Rena tengah mengantri makanan di kantin sekolah bersama Deas. Keduanya sedari tadi hanya membicarakan episode drama korea kemarin. Rena terkadang tidak sengaja memperhatikan seseorang yang ada di depannya. Misalnya Riyan.
Kantin sekolah memang menjadi tempat favorite siswa untuk menghabiskan waktu. Ada yang tertawa dengan kerasnya, ada yang berfoto dengan temannya, ada yang sengaja menggoda adik kelas yang lewat, bahkan ada yang sengaja berpacaran.

Rena tidak iri dengan hal itu, ia hanya merasa aneh. Bukankah sekolah menjadi tempat untuk menuntut ilmu? Namun ia menyadari kalau itu sudah menjadi kewajaran. Setidaknya bagi anak anti sosial sepertinya itu tidak menyenangkan.

Setelah berkutat lama dengan teriakan serta desakan ia berhasil mendapatkan menu makanan yang akan ia santap itu. Begitupun juga Deas.

Sebuah tepukan seseorang berhasil membuatnya terkejut. Rena membalikkan badan. Siapa yang tidak terkejut melihat Riyan sudah ada di belakangnya.

"Lo nepuk bahu gue tadi? Ada apa?"tanya Rena dengan heran. Tidak biasanya orang ini menghampiri dirinya.

Riyan masih terlihat datar seperti sebelumnya. Terdengar helaan nafasnya yang gusar. "Gue suka sama lo. Lo mau jadi pacar gue?"


Demi Neptunus yang akan bertemu dengan Pluto setelah ratusan Purnama lagi. Tidakkah ia sedang bermimpi? Ada apa dengan anak ini? Berubahkah?

Rena terpaku dengan memegangi sebuah mangkuk berisikan mie ayam pesannya itu.

"Riyan lo salah minum obat?"celetuk Rena dengan bingung.

Peluh yang membasahi keningnya itu dihempaskan begitu saja olehnya ke lantai. Ia berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

"Gue serius. Jadi gimana?"

"Tunggu deh, lo nembak sahabat gue dengan cara gini? Di kantin sekolah yang rame terus kayak pemaksaan gitu. Lo niat gasih?"balas Deas dengan tatapan tajam.

Riyan menghela napas. "Gue gabisa romantis. Jadi gimana?"singkat Riyan.

Rena menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa gugupnya. "Iya gue mau jadi pacar lo."singkat Rena dengan tersipu malu.


Untuk kesekian kalinya ia melihat senyuman Riyan lagi.

Continue Reading

You'll Also Like

35K 3.1K 30
Telah terbit ebooknya. Dapatkan di Google play store. Link bisa dilihat di profil. Jeany dan Jayden adalah sepasang insan yang diam-diam saling menci...
4M 312K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
3.3K 315 77
Edisi Sembilan Naga ini menceritakan saat Alex Prasasti menghabiskan masa kuliahnya di Bandung. Ia anak kost yang sering kehabisan uang. Badung denga...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.5M 307K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...