Destiny With Bangtan (COMPLET...

By sangneul7

34.6K 3.2K 279

TULISANNYA BERPROSES! Baca aja dulu 😁 Regina, seorang gadis biasa dengan berbagai masalah pelik yang mengeli... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
EPILOG

41

222 21 2
By sangneul7

Hiiiii

Update lagi nih 😊

Jadi gimana bab kemarin?

Puas puasin deh tuh Gina glendotan sm Jungkook terus ehem ehem sama Yoongi 😆

Bab ini bakal axkakajshaklasla I think

Yaudah, HAPPY READING!!!!

***

"Hyung!"

Suara protes Jungkook terdengar mengalun, bersungut-sungut ketika satu lempran handuk basah yang dilakukan Jimin melayang tepat mengenai wajahnya.

Barangkali apa motif Jimin, tetapi setelahnya pria itu tertawa mencela, menyibak rambut basahnya ke belakang selagi ia berjalan ke arah Jungkook yang kini tengah menyorotnya kesal sembari membangunkan diri dari tidur terlentanya, kemudian memilih menyandarkan punggung pada headbord dengan satu sanggahan bantal di atas paha serta ponsel yang tergenggam di tangan.

"Apa yang membuatmu senyam senyum begitu, ha?"

Menorehkan senyum jenaka yang ditujukan pada Jungkook, Jimin lantas terhenti sejanak di depan kaca tuk sekilas mengagumi ketampanannya yang bersinar sehabis mandi, sebelum akhirnya pria itu melempar diri ke samping Jungkook tatkala dirinya diabaikan karena sang lawan tampak sibuk kembali dengan ponselnya.

"Jungkook-ah, pergilah mandi. Kita ke kantor bersama. Aku yang menyetir," sambar Jimin. Langsung mengutarakan niat dan tujuannya mendatangi kamar Jungkook seusainya mandi. Ia Ingin mengajak Jungkook berangkat bersama.

"Ah, tidak. Aku baru pulang jam enam tadi. Sepanjang malam aku duduk di depan komputer. Belum tidur sama sekali." Jungkook menjawab tanpa sedikitpun menilik Jimin. Netranya fokus memandangi layar. Sedang jari-jarinya menari di atas papan ketik.

Melihat Jungkook yang lagi-lagi mengabaikannya, Jimin seketika tergugah oleh rasa penasaran pada apa yang sedang Jungkook lakukan.

Dalam posisi telungkup yang sikunya dijadikan sanggahan, Jimin menolehkan kepala tuk mencuri-curi pandang ke arah layar ponsel Jungkook, lalu mencebik dengan kepala terangguk tipis menarik kesimpulan.

"Oh... Gina... Kau apakan lagi dia?"

Mendengar itu, sontak Jungkook terkikik geli. Sambil mengetik pesan balasannya ia menjawab dengan begitu tertarik. "Katanya dia ketinggalan bus gara-gara aku."

Dan di detik berikutnya, saat balon pesan balasan Gina muncul di ruang obrolan mereka, Jungkook tanpa sadar tersenyum lagi.

"Oh~"

Tukikan suara Jimin tampak menghakimi, bersamaan dengan kepalanya yang sedikit mundur, memicing sambil menunjuk sesuatu di wajah Jungkook. "Senyum itu lagi!" serunya tampak takjub.

"Ada apa dengan senyumku?" polos Jungkook.

"Senyummu terlihat bodoh Jeon!" katanya memberitahu. Memasang wajah jenaka yang sedetik kemudian berubah terperangah seolah menyadari sesuatu. Lekas Jimin memperbaiki posisi, bangkit duduk menghadap Jungkook. Melupakan alasan mengapa dia ada di sini, kini mata Jimin menatap lamat-lamat, memicing penuh selidik pada Jungkook yang masih memyematkan senyum bodohnya.

"Yakh, Jungkook-ah. Coba ku tanya, kapan terakhir kali kau jatuh cinta?"

Jungkook sontak menilik Jimin,  alisnya tertukik heran. "Gabjagi?" (Tiba-tiba?)

Seolah tak menghiraukan respon Jungkook barusan, Jimin menimpali lagi, lebih gencar melempari pertanyaan yang memancing. "Kim Sora kan?"

Jungkook tidak berkutik.

"Terakhir kau jatuh cinta saat bersama gadis itu kan?"

Sempat tercenung beberapa saat, Jungkook kemudian berusaha menyergah walau sedikit kikuk. "Yakh! Omong kosong macam apa itu? Aku bahkan sudah banyak kali berkencan dengan gadis lain setelah putus darinya."

Lantas pandangannya kembali ia gilir pada sapuan layar yang menyala, seolah perkataan Jimin barusan tidak mempengaruhinya. Ia kemudian meninggalkan ruang obrolannya bersama Gina tadi dan beralih memainkan game yang ada di ponselnya.

Jimin yang mengerti segalanya perlahan menganggukan kepala. Tak pantang mundur akan tekadnya tuk mencari kebenaran akan sesuatu yang ia ketahui perihal senyum bodoh Jungkook tadi.

"Oke, baiklah. Kalau begitu, biar kuulangi pertanyaanku. Kapan terakhir kali kau berkencan?"

Diberi pertanyaan seperti itu tak ayal memaksa Jungkook tuk terhenti dan mengingat-ngingat. Kapan, yah? Jungkook seolah lupa. Karena rasanya memang sudah sangat lama ia tidak pernah berkencan. Dan itu jelas sangat aneh untuk Jungkook si internasional playboy yang sebenarnya.

Iya, yang sebenarnya.

Tentu berkencan dalam dunia yang selalu disoroti kamera merupakan hal yang masih sedikit tabu. Tapi bukan berarti tak boleh. Jelas boleh. Hanya saja, karir yang harus jadi taruhanannya jika itu terkuak. Kendati begitu, untuk seorang Jungkook yang berjiwa muda, itu bukanlah sebuah larangan, justru sebuah tantangan untuk membuat api mudanya  membara. Dan bisa dilihat, dari member Bangtan yang lain, Jungkook lah yang paling banyak memiliki mantan, paling sering berkencan, dan paling sering tebar pesona mengikuti jejak Jimin.

Benar-benar the real internasional playboy.

"Kau ingat tidak?" seloroh Jimin tak sabar.

"Ah, yeah. Terakhir, waktu kita konser di Jepang tahun lalu. Itu terakhir kali aku berkencan."

Jungkook mengingat lagi bagaimana hubungan terakhirnya bersama seorang model terkenal yang menjadi kekasihnya selama tiga bulan itu bisa berakhir, di mana Jungkook letih  menghadapi sikap sang kekasih yang selalu menuntut untuk diperhatikan sedangkan Jungkook sendiri tengah sibuk menjalani padatnya jadwal tour.

"Wah itu sudah lama sekali, Jungkook-ah!"

Dari nada bicaranya, terdengar jelas bila Jimin takjub sendiri akan satu fakta itu. Pasalnya Jimin tau akan satu laku Jungkook yang suka mengoleksi mantan itu. Mulai dari yang bertahan beberapa bulan sampai yang cuma beberapa hari. Mulai dari yang sering bertemu sampai yang tidak pernah bertemu.

Jungkook menyengir. "Iya juga, yah."

Namun Jimin tau, semuanya jelas tidak berhenti sampai di situ.

"Oke, satu lagi. Kapan terakhir kali kau dekat dengan gadis yang kau jadikan incaran tuk diajak berkencan?"

Tak berkencan bukan berarti tak ada yang didekati. Oh tentu saja.

Maka Jungkook mengeratkan bibir. Matanya bergulir ke atas, tampak menimang-nimang "Entahlah. Aku tidak tau pasti, tapi kurasa setelah pulang dari tour di Amerika tahun ini  aku tidak dekat dengan siapa siapa lagi."

"Dan itu juga saat saat Gina muncul bukan?" todong Jimin yang kini lagi-lagi memicingkan matanya ke Jungkook.

"Lalu?" Jungkook membalas hambar.

"Oh! Ayolah, Jeon! Apa gunanya julukan internasional playboy itu kalau kau tidak bisa menyadari ini."

Sangking gregetnya Jimin, ia sampai terjengkang ke belakang lalu bangkit lagi. Lebih intens tatapan matanya menyorot Jungkook.

"Yakh, Jungkook-ah. Coba kau pikir, setelah Gina muncul, kenapa kau tidak tertarik lagi mendekati gadis gadis lain?"

"Itu karena... karena..." Jungkook bingung sendiri.

"Karena kau tertarik dengan Gina. Kau menyukainya, Jungkook-ah."

Jungkook sempat tertegun sejenak sebelum akhirnya ia terkikik aneh, seperti dipaksa. "Eyyyy Hyung! Bicaramu dari tadi melantur terus. Aneh. Yang benar saja, masa aku suka sama Gina."

"Aku bisa berkata begini karena aku mengenalmu, Jungkook-ah. Aku melihatnya. Caramu memperlakukannya jelas berbeda dari yang lain. Kau menjahilinya, tapi di saat bersamaan, kau juga peduli padanya."

Jujur Jungkook tidak tau apa yang terjadi dalam dirinya sekarang. Ada dua belah sisi yang menerima juga menyangkal penuturan Jimin barusan.

"Hey Hyung, kau pasti salah lihat. Aku sama sekali tidak begitu," sanggahnya begitu kaku.

"Oh, ya? Lalu bagaimana dengan dirimu yang kemarin menginap di rumah sakit?"

Jungkook membelalak kaget.

"Hoseok hyung memberitahuku. Beberapa hari lalu, dia harus buru-buru ke rumah sakit saat jam empat pagi karena Noonanya terkena diare dan harus dirawat. Tapi yang mengherankan, katanya dia melihatmu baru saja keluar dari ruang VIP di rumah sakit itu, padahal kan waktu itu kau memberitahu Namjoon hyung kalau kau akan menginap di studiomu bukan, lalu yang dilihat Hoseok hyung itu apa?"

"Hoseok hyung mungkin salah lihat."

"Owh, satu lagi. Saat itu, Yoongi hyung juga menginap di studionya. Katanya kau sama sekali tak ada di studiomu saat dia memeriksanya."

Mampus. Jungkook tidak bisa mengelak lagi.

Sedikit menyungging senyum kikuk, Jungkook pun terpaksa menjawab,
"Aku hanya ingin membalas budi. Waktu itu Gina membutuhkan bantuanku."

"Oh, ya? Kau yakin hanya sekedar membalas budi?"

"Tentu saja," katanya yang tidak terdengar meyakinkan.

"Lalu bagaimana dengan senyum bodohmu itu Jeon?"

"Bukannya aku selalu tersenyum seperti ini?"

Jimin kontan menggeleng.

"Tidak. Terakhir kali aku melihat senyum bodohmu itu, saat... Yeah, saat kau bersama Kim Sora. Saat kau tengah jatuh cinta."

Sedikit banyaknya Jimin sudah mengetahui segala hal tentang Jungkook. Tidak terkecuali tentang urusan asmara pria itu. Bila selama ini Jungkook gemar bergonta ganti pasangan dan juga tebar pesona kepada lawan jenis, itu semua dikarenakan hubungan masa lalu Jungkook bersama Kim Sora.

Tepatnya empat tahun lalu, saat Jungkook yang masih begitu polos jatuh ke dalam perangkap cinta dan memberikan segala ketulusannya. Namun, apa yang Jungkook dapatkan? Ia justru dihianati. Kim Sora selingkuh darinya. Sejak itu, bak tak lagi mengenal arti menautkan hati pada seseorang yang sesungguhnya, atau kata cinta itu sendiri, Jungkook sudah gencar menggait gadis manapun tuk takluk di hadapannya. Tak ada lagi senyum bodoh yang menyampir di bibir. Yang ada hanya senyum kemenangan. Dan Jimin cukup lihai tuk melihat pun mengartikan itu semua.

Setelah hal itu terdengar, bak diterjang sebongkah kenyataan yang menghantam kepala tembus ke jantung, Jungkook kini terhenyak jauh ke dalam batas kesadarannya.

Apa? Jatuh cinta?

Ia bungkam seribu bahasa.

"Jungkook-ah, aku tidak tau luka sedalam apa yang sudah Kim Sora torehkan sampai kau tidak lagi menyadari perasanmu sendiri. Tapi, tidak ada salahnya untuk jatuh cinta lagi, termasuk jatuh cinta pada kekasih orang."

***

Kala itu, Jungkook baru saja terbangun dari tidur paginya tadi yang sudah menyambung menjadi tidur siang, atau bahkan sore bila ditilik dari jam dinding yang  sudah menunjukkan pukul tiga sekarang.

Dalam penampilan yang wajahnya masih bengkak dan rambut aut-autan, Jungkook duduk terbengong di depan konter dapur, bersama sebotol minuman kopi kemasan di hadapannya.

"Hey, tidurnya nyenyak?" Seiring suara itu terdengar, kehadiran sosok Gina juga muncul, datang  membawa seonggok platik belanja di tangannya, yang lantas diletakkan di atas konter juga.

"Noona dari mana?"

"Dari belanja. Ini," katanya memperlihatkan persedian sabun dan alat pembersih lainnya di dalam plastik itu.

Satu persatu barang belanjaan pun dikeluarkan, dengan Jungkook yang terdiam memperhatikan lekat lekat. Menyorot Gina penuh keingintahuan. Seketika topik pembicaraannya bersama Jimin tadi pagi kembali menyeruak dalam benaknya.

Kalau boleh dikata, sebenarnya selama ini Jungkook memang merasa ada sesuatu yang janggal dalam dirinya. Entah kapan pastinya, tapi suatu gelenyar aneh yang menghentak begitu kuat selalu ia rasakan ketika itu menyangkut Gina. Seperti ada euphoria dan beberapa hal lainnya yang menjangkiti hatinya.

Jadi, Apa iya dia benar menyukai Gina? Menyukai dalam artian jatuh cinta?

"Jungkook-ah?"

"Ehmmm?" Jungkook sontak mengerjap, tersadar dari lamunannya.

"Kau tidak mau menjawabnya?"

"Apa?"

"Itu... Ada panggilan di ponselmu," katanya menyorot benda persegi Jungkook yang berpendar-pendar di atas konter itu.

Segera benda itu Jungkook raih. Sempat melirik Gina sebentar sebelum akhirnya ia bangkit dan melengos pergi tuk menjawab panggilan di ponselnya.

"Oh, Noona!"

Sayup-sayup suara Jungkook ketika menjawab panggilan itu terdengar beriring sosoknya yang bergerak menjauh.

Gina yang ditinggalkan kini berdiri mematung. Entah mengapa hatinya dijejali rasa tak nyaman usai melihat nama yang tertera di layar ponsel Jungkook tadi.

Astaga kenapa dia begini?! Sepenggal nama bertuliskan Sowon Gfriend yang memang sering muncul di layar ponsel Jungkook itu seharusnya tidak boleh mengusiknya. Tidak boleh! Maka buru-buru Gina menggelengkan kepala lalu melanjutkan lagi tugasnya untuk menyimpan barang belanjaan tadi di ruang binatu.

Setelah menguras waktu sekitar sepuluh menit bertemani suara gaduh yang ia timbulkan sendiri di ruangan itu, Gina akhinya selesai menata seluruh persediaan, tepat ketika ia sadar betapa heningnya ruangan yang ia pijaki.

Ke mana perginya Jungkook?

Mendadak Gina penasaran dengan apa yang sedang Jungkook lakukan. Apa pria itu masih menjawab panggilannya tadi?

Lantas Gina melangkahkan kaki keluar. Meniti langkah mencari keberadaan Jungkook. Yang akhirnya ia temukan tengah berada di pelataran balkon, berdiri termenung dengan lengan menyandar di atas pembatas.

Gina lekas menghampiri. Mengambil posisi yang sama di sebelah Jungkook. Dan langsung disambut belaian angin musim gugur yang berhembus.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya.

Sambil menatap lurus ke depan, menerawang, Jungkook menjawab, "Geunyang... Memikirkan sesuatu." (Hanya)

Sejujurnya Gina ingin bertanya apa yang sedang pria itu pikirkan, namun karena  tak ingin memberi kesan terlalu mencampuri, akhirnya ia hanya mengangguk tipis.

"Apa kau tidak merasa dingin?" tanyanya ketika hawa dingin mulai terasa menumpuk di kulitnya yang terekspose. Hingga secara spontan Gina memberi sedikit usapan hangat di lengan atasnya.

Entah Jungkook merasa dingin atau tidak, tapi setelahnya pria itu menghembuskan nafas panjang, merasa lelah dengan kekacauan yang ada di kepalanya. Ide untuk mendinginkan kepala di tengah udara dingin nyatanya sama sekali tidak berhasil. Justru sepertinya hanya akan membuatnya terserang flu bila menetap lebih lama lagi. Hingga akhirnya Jungkook mencapai satu titik kesimpulan dari apa yang mengacaukan isi kepalanya tadi.

"Kurasa Aku menyukai seseorang," ungkap Jungkook tiba-tiba. Pandangannya masih sama. Menerawang membelah langit.

Sedang Gina yang mendengarkan sukses terkesiap di tempat. Wajahnya cengo penuh ketidaksangkaan. Yang lebih tidak disangka lagi ketika menyadari bagaimana hatinya merasa terluka setelah penuturan Jungkook barusan. Gina tau mungkin sebenarnya ia tak perlu merasa sakit lagi, karena ia sudah memiliki Yoongi di sisinya. Akan tetapi, jati diri sebagai seorang penggemar yang membiasi Jungkook sejak pertama kali—yeah meski kadang suka oleng ke member lain—jelas tidak bisa ia enyahkan begitu saja. Dan Gina tidak akan menepik rasa sakitnya itu. Karena itu hal yang wajar untuk dirasakan seorang penggemar.

Berada dalam situasi seperti ini tak ayal mengingatkan Gina pada hubungannya bersama Yoongi.
Bagaimana jika seandainya suatu hari nanti mereka ketahuan? Pasti lah penggemar yang lain akan digandrungi rasa sakit yang bahkan mungkin lebih jauh melampaui rasa sakit yang ia rasakan kini. Memikirkan itu saja membuat Gina seketika diserang lonjakan perasaan bersalah, tapi yah mau bagaimana lagi, Yoongi miliknya saat ini.

Sesaat Gina merasa dirinya terlalu egois akan apa yang terjadi. Hatinya terluka hanya karena mendengar pengakuan Jungkook yang menyukai seseorang. Padahal di luar sana ia bisa saja melukai hati gadis lain hanya dengan mengungkapkan hubungan yang ia punya bersama Yoongi. Sebab itu Gina menekankan diri bila ia tak boleh egois. Merasa sakit boleh, itu resikonya. Tetapi terlepas dari itu semua, ia harus tetap mendukung Jungkook bagaimanapun perasaannya. Lantas ia memasang senyum. Terkesan dipaksakan, tapi tetap ada unsur ketulusan di baliknya.

"Gadis yang beruntung," tuturnya. Sebelum kemudian mengalihkan pandangan dari wajah Jungkook. Ikut menatap ke arah depan.

Lantas sesuatu mirip seringai berkelebat di wajah Jungkook."Dia memang beruntung," sahutnya.

"Yeah, beruntung sekali. Sudah cantik, kaya, terkenal, bertalenta, dicintai banyak orang, dan juga Jungkook menyukainya," gumam Gina lebih kepada dirinya sendiri yang tidak terdengar.

Pikir Gina seseorang yang di sukai Jungkook itu ialah seseorang yang menelfon tadi, Sowon. Sebab Gina kerap kali menemukan keduanya saling melakukan panggilan. Bahkan foto yang Gina lihat di kamera paparazi dulu juga foto Jungkook bersama Sowon yang entah sedang berada di mana. Dan... Ah! Yang paling utama, Gina pernah menemukan foto keduanya yang saling rangkul begitu akrab di ponsel Jungkook dulu tanpa sengaja. Jadi tidak salah jika Gina berpikiran Sowon lah sosok yang disukai Jungkook.

"Apa kau sudah memberitahunya? Maksudku mengutarakan perasaanmu." Gina menoleh memandangi Jungkook. Wajahnya menyematkan keingintahuan penuh. Namun kali ini ia menempatkan diri lebih sebagai seorang teman yang sedang mendengarkan curahan hati kawannya.

"Belum." Jungkook menggeleng tipis.

"Kenapa?"

"Aku tidak bisa."

"Hei katakan saja. Barangkali dia juga menyukaimu."

"Tidak bisa. Keadaannya sulit."

"Ah, benar juga. Mereka sesama idol. Pasti sulit bila menjalin hubungan," gumam Gina kembali. "Keadaan sulit yang bagaimana maksudmu?" imbuhnya menanyai Jungkook.

Jungkook yang sejak tadi menatap lurus ke depan dengan pandangan mengawang kini menoleh. Memandangi Gina sejenak dengan sirat tak terbaca. Sebelum akhirnya kembali  membuang muka bersama seulas senyum getir yang turlukis.

"Dia sudah punya pacar."

Ah, sial. Itu jauh lebih sulit dari yang Gina pikirkan sebelumnya. Lantas ia menyunggingkan senyum kaku. Coba menyemangati idolanya yang kalah sebelum berperang itu.

"Jungkook-ah, di Indonesia kami punya pepatah 'sebelum janur kuning  melengkung, semua masih bisa terjadi'   Masih ada harapan. Jadi, ayo! Jangan menyerah. Mereka hanya pacaran, belum menikah. Kau masih punya kesempatan. Tapi bukan berarti kau jadi perusak hubungan orang,  yah. Jangan. Kesempatan yang kumaksud ini tuh kesempatan menurut takdir. Bisa saja kan mereka berakhir karena bukan jodoh. Tapi bukan berarti aku berharap mereka putus juga. Aku hanya ingin kau tau bahwa setiap orang itu punya kesempatan. Kau pun begitu."

Jungkook sukses termenung di tempat.

Kemudian, dengan eloknya Gina menepuk-nepuk pundak Jungkook. Bersimpati sekaligus memberi semangat.

"Jangan sedih, yah," hiburnya.

Jungkook menepis dengan kekehan.

"Tentu saja tidak."

Tidak salah lagi.

***

Menjelang matahari kehilangan warnanya di langit berawan, Jungkook sudah berada lagi di dalam studionya, duduk termenung menatap kosong ke arah layar komputer di depannya. Tadi, Setelah berbicara dengan Gina di dorm, Jungkook kemudian bergegas pergi ke kantor guna memenuhi panggilan sang penelpon yang kebetulan saat itu sedang datang berkunjung dan mengajak tuk bertemu setelah sekian waktu.

Jungkook menghabiskan beberapa saat tuk berbincang-bincang bersama idola kakaknya itu, yang kalau saja bukan karena kakaknya yang dulu pernah menyuruhnya untuk meminta tanda  tangan Sowon, mungkin Jungkook tidak akan pernah berteman baik dengan gadis itu. Dan setelah kepergian Sowon, Jungkook kembali membawa diri tuk mendekam di ruang studionya.

Lama mendekam sendirian hanya menjadikan isi kepala Jungkook makin bising. Ini semua gara-gara  Jimin. Kalau saja Jimin tidak memperjelas soal perasaannya itu, maka Jungkook tidak perlu kesusahan begini.

Sedetik kemudian Jungkook lekas bangkit. Tempat gym menjadi tujuannya sekarang. Ia akan berolahraga tuk mengenyahkan pikiran-pikiran di kepalanya itu. Hingga ketika ia memasuki tempat gym dan mulai memilah-milah alat mana yang akan ia gunakan, tiba-tiba netranya kelewat lihai memindai sesuatu yang berada di sudut ruangan, sedikit terhalang oleh alat latihan pundak. Di sana, Jungkook melihat sepasang kekasih tengah bercumbu mesra. Begitu menikmati sampai tak sadar dengan kedatangannya.

Merasa ganjil dengan pemandangan itu, Jungkook pun lekas pergi dari tempatnya, meniti kangkah keluar dan terhenti tepat di samping pintu masuk. Nafasnya menjadi berat seolah tengah menampung emosi. Karen jujur, melihat Kim Yoongi bermesraan seperti itu sungguh memuakkan baginya.

Inilah alasan mengapa Jungkook tak pernah suka melihat Gina bersama Backdancer itu meski ia tak pernah memperlihatkannya secara terang-terangan. Karena Jungkook tau, Gina bukanlah satu-satunya bagi Kim Yoongi.

Dan Jungkook tidak bisa diam lagi kali ini. Jungkook tidak bisa melihat Gina dihianati sama halnya dia dihianati dulu.

Maka Jungkook memutuskan tuk menunggu.

Tak lama kemudian, sosok wanita yang Jungkook lihat tadi keluar, berjalan terburu-buru melewati Jungkook tanpa sadar. Semenit berikutnya Kim Yoongi baru menyusul keluar.

"Brengsek!"

Satu umpatan lirih nan tegas itu Jungkook lontarkan ketika Kim Yoongi berjalan melewatinya. Membuat pria itu menoleh dan cukup kaget melihat ada Jungkook di sana.

Jungkook berdiri dengan punggung bersandar santai, tangannya dimasukkan ke dalam saku, sedang kepalanya tertunduk meratapi permukaan lantai tanpa niat berarti.

"Jungkook-ah, apa yang kau lakukan di situ?" tanyanya kentara kikuk.

Namun Jungkook tidak menjawab. Justru mengukir senyum remeh yang terlihat mencela. "Aku baru tau ternyata kau sebrengsek ini," sinisnya menghakimi.

"Apa maksudmu?"

Jungkook mendengus lalu mengangkat pandangannya. Kendati mereka bisa dikatakan cukup dekat, tapi itu tidak menjadi alasan bagi Jungkook tuk melunakan diri. Justru lebih sinis lagi tatapan matanya.

"Bermain main di belakang. Apa itu terasa menyenangkan?"

"Jungkook-ah, itu..." Tergagap, ada gurat tak enak di wajah si Backdancer.

Jungkook kemudian menegakkan tubuhnya, menatap Kim Yoongi tajam. "Sungguh Kim, apa kau harus seperti ini? Tidakkah kau merasa tindakkanmu itu keterlaluan?"

"Kau melihatnya?" cicit Kim Yoongi.

Dan Jungkook menjawab dengan sebelah alis yang menukik ke atas.
"Melihatmu berselingkuh begitu?"

"Selingkuh?"

Kim Yoongi tidak mengerti apa yang Jungkook bicarakan. Keningnya mengkerut bingung. Pikirnya Jungkook sedang membicarakan lakunya yang kelewat kurang ajar karena berciuman di tempat publik seperti di dalam tadi.

Sedang Jungkook, tanpa menghiraukan raut bingung pria itu, ia melanjutkan lagi dengan nada baritonnya yang berdesis rendah seolah memperingati.

"Sebenarnya aku tidak peduli apa yang kau lakukan, tapi jika kau mempermainkan hati gadis sebaik dan setulus dia, maka aku tidak bisa tinggal diam Kim. Kau harus tau itu."

"Tunggu, tunggu. Kurasa ada yang salah di sini. Hati gadis siapa yang kupermainkan? Dan juga aku sama sekali tidak selingkuh!"

"Oh, yah? Lalu bagaimana dengan Gina, Kim! Kau jelas selingkuh ketika mencium gadis tadi!" Jungkook hampir membentak. Rasanya ia kesal sekali karena pria itu masih bisa mengelak.

Kim Yoongi yang sudah terngaga takjub pun bertanya. "Gina, Regina, maksudmu?"

Jungkook yang kini kembali bersandar pada dinding pun menghela. Mendengar nama Gina disebut, entah mengapa  hatinya mendadak diliputi kesedihan.
 
"Kalau kau tidak bisa membahagiakannya, setidaknya jangan menyakitinya, Kim," katanya lesuh akhirnya.

"Oh, Astaga! Jangan bilang kalau kau juga mengira dia adalah kekasihku, Jungkook-ah."

"Bukannya dia memang kekasihmu?"

"Tidak. Dia bukan kekasihku. Kekasihku hanya gadis tadi kalau kau sudah tau. Lagipula siapa yang bilang kalau Gina kekasihku? Apa Gina yang mengatakannya?"

Jungkook mendadak bungkam. Secara harfiah Gina memang tidak pernah secara gamblang mengatakan bila backdancer ini adalah kekasinya, tapi tak pernah juga menyangkal saat Jungkook berpikir seperti itu.

Jungkook bingung. Kalau bukan Kim Yoongi, lalu siapa kekasih Gina sebenarnya?

***

Kini, sepasang kekasih yang sesungguhnya itu ternyata sedang menghabiskan waktu berduaan di depan meja makan. Dengan dua cangkir teh hangat di atasnya. Bercengkrama banyak hal dan tertawa bersamaan.

Tadi, selepas kepergian Jungkook yang meninggalkan dorm dan hanya menyisahkan Gina sendirian di tempat itu, Yoongi datang tak lama setelahnya. Sengaja pulang lebih cepat agar bisa menemui dan menghabiskan waktu bersama Gina yang sudah kembali bekerja pasca insiden kecelakaan yang terjadi seminggu lalu.

Gina menyambut Yoongi dengan sangat riang. Mereka benar-benar menghabiskan waktu berduan sore hari itu. Mulai dari mencuci bersama. Melakukan bersih-bersih bersama. Dan saat menjelang malam, mereka memasak dan makan bersama. Yang kemudian ditutup dengan kegiatan minum teh sambil membicarakan beberapa hal bersama.

"Jadi lusa nanti kalian akan pergi lagi?"

"Yeah."

"Berapa lama?"

"Seminggu mungkin."

"Yah, aku ditinggal lagi."

"Kalau mau ikut juga boleh. Nanti aku masukin koper biar aman."

"Ah iya, kopermu kan besar. Boleh dicoba, tuh," katanya mengerling main-main.

Yoongi hanya tersenyum simpul meladeni. "Nanti aku bawakan oleh-oleh. Bilang saja mau apa."

"Aku boleh minta apa saja?"

"Yeah, tentu."

"Kalau begitu aku minta dirimu. Aku minta kau pulang dan kembali padaku dalam keadaan sehat tanpa kekurangan apapun. Awas saja kalau perut bulatmu itu kempes. Apalagi kalau kulit putihmu itu menghitam di bawah mata, maka aku akan menolak oleh-olehnya karena tidak sesuai permintaan."

Senyuman indah sarat makna terlukis di wajah putih Yoongi selagi gadis itu mengutarakan permintaannya. Sebelum akhirnya Yoongi menggangguk lembut. "Iya," katanya

Maka Gina pun tersenyum puas. Kemudian merengkuh secangkir teh miliknya dan menyesapnya.

Sejurus kemudian suara lembut Yoongi terdengar memanggilanya

"Gina-ya..."

"Hmmm?" Seraya menghentikan sesapan teh dan meletakkan kembali cangkirya, Gina menilik Yoongi.

"Kau ingat saat pertama kali kita bertemu di practime room dulu?" tanyanya.

"Tentu saja, aku mana mungkin lupa."

Yoongi tersenyum tipis, mengangguk.

"Saat itu aku bertanya tanya, takdir seperti apa yang sedang tuhan rencanakan dengan mempertemukan kita seperti itu. Membuatmu menangis karenaku. Dan membuatku merasa bersalah karenamu. Tapi jujur, dengan itu juga I know how much do you love me. Aku merasa begitu dicintai saat itu. Saat ini pun aku masih bisa merasakan cintamu yang begitu tulus. Yeah, meski terkadang aku sering mengecewakanmu."

"Yoonki-ah..."

Yoongi menyematkan senyum yang terlihat begitu tulus. Tatapan matanya teduh menyorot Gina. Meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya lembut. "Aku hanya merasa begitu beruntung Gina. Memilikimu."

Astaga rasanya Gina bisa menangis kalau seperti ini.

Lekas gadis itu menyematkan senyuman yang sama. "Aku juga beruntung karena memilikimu Yoonki."

"Terima kasih," lembut Yoongi. Matanya menatap  lamat-lamat ke dalam manik mata Gina. "Terima kasih telah mencintaiku Gina." Kemudian satu tarikan senyum yang terkesan dalam itu menampakkan diri di tengah-tengah hati yang bergejolak. Hingga Yoongi melanjutkan dengan sorot kelewat tak terbaca yang pernah ada. "Aku mencintaimu."

Gina tak bisa menyangkal bila satu kalimat Yoongi yang sama sekali belum pernah didengarnya itu sukses menggebor seluruh kesadarannya. Bagaimana mungkin? Setelah tiga tahun berkenalan dan satu tahun menjalin kasih, Gina akhirnya bisa mendengar ungkapan cinta seorang Yoongi! Astaga, rasanya Gina tak bisa mengatupkan bibir sangking tercengangnya. Di dalam sana, sesuatu tengah merajai inti kehidupannya. Seperti ada kupu-kupu bertebaran dan mengelus lembut dinding perutnya. Tak bisa berkata-kata, Gina hanya melempar pandangan takjub kepada Yoongi yang kini telah menunduk, menyembunyikan wajah. Mungkin malu usai mengungkapkan cinta seperti itu, pikir Gina.

"Aku mencintaimu Gina," kata Yoongi sekali lagi. Hatinya bergejolak begitu parah dari yang sebelumnya. "Geundae..." Sambil melepas genggaman tangannya, ia meluruskan pandangan, menatap Gina dalam dalam dan melanjutkan dengan suara terlampau tenang seolah ini sudah dia pertimbangkan berhari-hari. "Uri heojija."  (Tapi/ Ayo kita putus)

Bagai dilempar terbang ke angkasa lalu dihempaskan kembali ke dasar bumi, seketika air muka Gina berubah horor. Kendati begitu kekehan paksa lahir dari bibirnya. "Yakh... leluconmu lucu sekali."

Tetapi Yoongi menggeleng. Sorot matanya berpindah pada tepian cangkir teh miliknya. Yang kemudian ia usap perlahan menggunakan telunjuk jari. Tampak merenung.

"Kau tau, ada kalanya kita perlu membakar hutan yang sudah terbakar untuk menghentikan apinya, untuk mencegah agar api itu tidak meyebar lebih luas dan menyakiti lebih banyak penghuni di dalamnya," katanya. Sebelum akhirnya ia kembali menggilir bola mata hitam jelaganya itu pada Gina dengan sorot senduh penuh keteguhan.
"Maka dari itu, ayo kita berhenti sampai di sini, hubungan ini."

Mendadak semuanya berubah. Suasana riang yang tadi mengisi meja makan itu kini berubah kelam dengan tensi tegangnya yang menyelimuti.

Kepakan sayap kupu-kupu yang tadi terasa menggelitik perut Gina lantas telah berubah menjadi sesuatu yang begitu penuh dan menyesakkan.

"Museun soria? Kau tidak benar-benar meminta kita untuk berakhir kan?" tanyanya dengan suara nanar. (Apa yang kau bicarakan?)

"Gina-ya, maaf, tapi kita harus berhenti sampai di sini."

Kepakan sayap kupu-kupu yang tadinya terasa menyesakkan, kini telah berubah menjadi sapuan pisau yang mengiris, perih pun sakit.

Sejenak Gina tak bisa menemukan kesadarannya yang seolah ditelan kepahitan. Entah bagaimana harus mencerna semuanya, karena hatinya terlanjur menyuarakan sakit yang mengejutkan.

"Wae?" lirihnya akhirnya. Kedua manik keceklotannya bahkan mulai menampakkan kilatannya, berkaca-kaca. "Bukankah kau baru saja mengatakan kalau kau mencintaiku, lalu kenapa kita harus berakhir? Aku tidak mengerti, Yoonki-ah."

Di sisi lain Yoongi juga teramat sulit tuk melakukan ini. Hatinya terenyuh jauh lebih dalam dari yang ia pikirkan sebelumnya. Tapi ia harus. Ia tidak boleh goyah. Ini keputusan terbaik yang ia punya.

Mengatupkan rahangnya kuat-kuat, Yoongi pun menegaskan.
"Maaf, tapi aku benar-benar tidak bisa meneruskan hubungan ini lagi Gina."

"Wae? Apa aku membebanimu? Apa aku melakukan kesalahan padamu? Apapun itu aku minta maaf, tapi tolong jangan begini, Yoonki-ah. Aku akan coba memperbaiki segalanya, dengan begitu---"

"Jebal!" (Tolong)

Yoongi rasanya tak sanggup mendengar Gina menyalahkan diri, karena bila ada yang harus disalahkan atas semua ini maka dialah orangnya.

Sedang Gina yang sekarang tengah dikelilingi kabut patah hati tak bisa lagi memikirkan apapun selain rasa sakit yang tiba-tiba melanda dasar jiwanya.

"Lalu kenapa Yoonki-ah? Beri aku alasan agar aku mengerti. Kenapa kau tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan ini?"

"Tidak ada alasan apapun. Aku hanya merasa tidak bisa lagi bersamamu."

Bagai ditembak panah cupid yang diolesi racun, Gina pun serasa mati kuyu, wajahnya hanya bisa tercengang merespon kalimat Yoongi barusan. Dadanya berdebar-debar, tapi bukan karena jatuh cinta, melainkan karena merasakan sakitnya putus cinta.

"Kuharap kau mengerti," lirih Yoongi.

Entah mengapa, tiap kalimat yang Yoongi ucapkan kini justru semakin menggerus hati, hingga Gina sudah hampir ingin menangis dengan air matanya yang menggenang di pelupuk.

Sadar dengan itu, Yoongi pun lekas bangkit, begitu mengerti seberapa susahnya gadis itu menahan diri untuk selalu terlihat kuat di hadapannya.

Yoongi lantas merogoh sakunya sebentar dan menyapukan jarinya di layar ponsel. Kemudian dengan tatapan dinginnya ia menelisik Gina sekilas sebelum akhirnya kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Pulanglah Gina. Ini sudah waktunya kau pulang. Aku sudah memesankan taksi untukmu."

Usai mengatakan itu, Yoongi kemudian segera berbalik tuk meniti langkah pergi, namun teriakan frustasi Gina yang melolong di belakangnya sukses memaksanya berhenti tepat dilangkah ke limanya.

"Wae?!"

Merasakan gejolak di dada yang meraung-raung tak terima, maka Gina bangkit dari tempatnya, datang menghampiri dan berdiri tepat satu langkah di belakang Yoongi dengan air mata yang telah menapaki pipi.

Akal dan hatinya bergerilya, hingga suaranya terdengar mencicit marah juga memohon.

"Kau tidak bisa mencampakkanku begitu saja. Aku perlu alasan. Beri aku alasan jelas agar aku bisa terima dengan keputusanmu itu."

Lelehan bening itu kian gencar menuruni pipi seiring untaian kata keluar dari bibir Gina. Bahkan udara sekitar terasa ikut memadat hingga sulit dihirup dan membuat dada Gina semakin sesak.

Maka disela-sela isakan tangis yang air matanya ia hapusi, Gina mencicit lagi dengan suaranya yang memilukan. "Kenapa? Kenapa kau tidak bisa lagi bersamaku? Bukannya kita saling mencintai? Aku mencintamu. Kau juga mencintaiku bukan? Lalu kenapa? Kenapa Yoonki-ah?"

Mengeratkan kepalan tangan di sisi tubuh, Yoongi lantas berbalik. Menghadap Gina dengan sorotnya yang entah harus dikatakan bagaimana.

"Aku tidak bahagia," tuturnya mengejutkan.

"Mwo?" Gina menelisik jauh ke dalam mata Yoongi, mencoba mencari setitik kebohongan dari apa yang barusan pria itu ucapkan. Namun sayangnya, manik hitam yang menyorot sayu ke arahnya itu seolah memberi penegasan, bahwa pria itu benar-benar tidak bahagia hingga memilih mengakhiri hubungan.

"Aku tidak bahagia bersamamu Gina. Tidak pernah sekalipun dengan hubungan ini."

Seiring kalimat itu terucap, semakin erat pula kepala tangan Yoongi. Ia tau kalimatnya itu akan melukai Gina, tapi jika itu yang terbaik yang bisa dilakukannya, maka Yoongi akan melakukannya. Meski sebenarnya dirinya pun ikut terluka dengan keputusannya ini.

Hingga ketika perih mulai menjalari netranya dan ia tak kuat lagi melihat Gina yang begitu tersakiti olehnya, Yoongi pun lekas berbalik dan pergi meninggalkan Gina.

Gina yang sesaat terpaku di tempat meratapi dunianya yang seperti runtuh, kini menjatuhkan diri dalam ketercengangan. Sama sekali tidak pernah menyangka jawaban Yoongi akan membuatnya merasa sepelik ini. Tapi sungguh, memikirkan selama ini hanya dirinya yang bahagia dengan hubungan ini sedangkan Yoongi tidak, benar-benar membawa Gina pada jutaan rasa sakit yang teramat sangat melebihi apapun. Maka untuk sejenak, Gina membiarkan dirinya ditelan pahitnya patah hati. Hingga tangis yang begitu memalukan baginya itu sukses pecah saat itu juga.

Namun tak lama kemudian, di sela-sela tangisnya yang pedih, terdengar suara seseorang memanggilnya.

"Noona..."

Sialan! Suara itu...

Buru-buru Gina menghentikan tangisnya walau tidak bisa dikatakan sepenuhnya berhenti. Kemudian mengusap air matanya yang membasahi pipi. Dan tanpa melihat sang pemanggil tadi, Gina lekas bangkit, melengos pergi dengan wajahnya yang ia sembunyikan. Gina  hanya tak ingin terlihat menyedihkan lagi di hadapan Jungkook. Terlebih untuk kali ini.

Yeah, Jungkook. Pria itu kini mematung. Meratapi punggung Gina yang perlahan mengecil dan menghilang. Niatnya pulang ke dorm karena ingin menanyai Gina  langsung perihal siapa kekasih gadis itu yang sesungguhnya. Namun apa yang ia dapati sekarang sepertinya cukup menjelaskan kalau ia tidak perlu menanyakan hal itu lagi.

***

Sepanjang jalan pulang dari dorm menuju kosnya, Gina benar-benar tidak bisa menghentikan tangis. Meski sudah ia tahan mati-matian untuk menghindari tatapan aneh orang-orang yang mengarah ke arahnya, namun lelehan bening itu terlalu lihai menembus kelopak dan mempermalukannya.

Memang Gina mengakui kalau dirinya terlalu kolot. Lemah bila menyangkut urusan hati. Jelas. Ini pertama kali ia menjalin kasih dan juga merasakan patah hati. Jadi tak heran bila ia bisa sekacau ini.

Mungkin karena lelah menangis sepanjang jalan, air mata itu kini berhenti memunculkan diri, namun raut mengerikan paska putus cinta itu masih tersampir di wajah Gina.

Sejauh kakinya melangkah, tampak jelas bila gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Tatapannya kosong. Sedang langkahnya lemah tak bersemangat menyusuri belokan jalan menuju tempat tinggalnya.

Kalau boleh dikata, Gina sama halnya mayat hidup. Raganya ada, jiwanya tak ada. Gadis itu sudah tidak tau pasti di mana sekarang ia berada atau apa yang ia lakukan. Pikirannya kosong. Ia hanya mengikuti intuisi ke mana langkah kakinya akan membawanya pergi.

Sampai ketika Gina tiba di bawah lampu jalan yang cahayanya berpendar pendar, lagi-lagi sosok lain muncul dari arah kegelapan. Menghadang Gina dengan cara yang cukup dramatis. Di mana sosok itu menyibak mantel dan memamerkan sesuatu yang ia banggakan.

Yeah, pria gila itu lagi.

Namun, alih-alih tercengang atau mengumbar tawa seperti sebelumnya, Gina justru tak memberi reaksi apa-apa, wajahnya datar menilik sesuatu di depannya itu.

Tak lama kemudian, perlahan-lahan bibir Gina melengkung selayaknya menahan sesuatu, dan seketika tangisnya pecah seperti anak kecil.

Rasanya Gina kesal bukan main. Harinya sudah cukup berat usai diputuskan Yoongi. Dan sekarang, ia harus dihadapkan dengan pria gila itu lagi. Lantas Gina merosot jatuh, terduduk dengan tangis yang tersedu-sedu meratapi kemalangannya hari ini. Membuat pria gila itu menyungging tawa melihatnya.

"Yakh! Gaesaekkiya!"

Seruan suara seseorang yang menyalak dari arah belakang itu memaksa si pria gila tuk menoleh sekilas, sebelum akhirnya lari berjingkrak jingkrak kesenangan melewati Gina.

Setelahnya Langkah kaki terburu-buru terdengar mendatangi Gina.

"Auh, jinjja! michinnom! Bagaimana mungkin orang gila itu masih berkeliaran di sini?!" gerutunya sesaat terhenti di hadapan Gina.

"Kwaencanha?" Seseorang itu berjongkok menatap Gina.

Tepat ketika netra Gina mampu menangkap jelas siapa orang di hadapannya itu, sontak tangisannya merebak kian keras.

"Eunjo-ya!" tangisnya melolong.

"Yakh, waegure? Pria gila itu tidak melakukan apapun padamu kan?" tanyanya cemas seraya memeriksa sekilas wajah dan tubuh Gina. (Ada apa)

"Apho!" katanya sesegukan. (Sakit)

"Mworagu? Yang mana yang sakit tunjukan padaku," paniknya. (Apa katamu)

"Maeumi aphayo," tangisnya. (Hatiku sakit)

Dengan mata yang menyiratkan keprihatinan, Eunjo lantas menarik gadis itu masuk ke dalam rangkulannya. "Its okay. Its okay," hiburnya seraya mengusap-ngusap punggung Gina yang bergetar oleh tangis.

Malam itu, Gina menumpahkan segala kepedihan hatinya dalam dekapan Eunjo. Tidak apa, batinnya. Tidak apa untuk menagis hari ini karena patah hati. Tapi setelahnya, Gina janji, esok hari akan jauh lebih baik dari ini.

***

Huwaaaaaaaaa putus...

Akhirnya.

Gimana nih yeoreobund?

Duh inget banget dulu sampai nangis sendiri pas bayangin Gina diputusin Yoongi.

Gimana yah, aku tuh sayang banget sama Yoongi. Banget, banget, banget.

Gak tega bikin dia gini.

Kira kira kenapa yah Yoongi mutusin Gina?

Maybe jawabann bakal ada di next bab nanti. Tungguin yah.

Oh yah, jangan lupa voment bestie 😘

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 84 41
menceritakan perjalanan bts dari tahun 2013 sampai 2023 diambil dari buku *BEYOND THE STORY* versi Indonesia
84.6K 8.1K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
20.9K 1.6K 30
Aku hanyalah seorang ARMY. Fans kalian. Tapi apakah salah jika aku merasa sakit saat melihat orang yang paling kucinta ternyata menutupi sebuah rahas...
52.4K 6.6K 47
⚠⚠ #WARN!!!# ⚠⚠ ⚠⚠ #BEDA AUTHOR# ⚠⚠ @yumeichan_06 Seorang yeoja yang baru saja duduk di bangku sma, tiba-tiba didatangi 7 makhluk idiot. Mereka memak...