Wakasa's Mine (Wakasa x Reade...

By littlesimpppp

46.5K 7.1K 435

"Jangan terlalu ketus, nanti kalau jadinya suka, malah repot." -Wakasa Imaushi- More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Ekstra Part-1
Ekstra Part-2
Sequel
Wakasa's Mine 2

Sebelas

1.9K 368 9
By littlesimpppp

Akeno memutuskan bahwa (Name) sudah saatnya mendatangi psikiater demi menghilangkan semua trauma sebab tragedi yang menimpa Yuki.

(Name) sendiri tidak berniat menolak mengingat mungkin dia memang benar benar membutuhkan bantuan profesional.

Sudah sebulan ini (Name) rutin mengikuti terapi.

Dan tentang Wakasa, ya, pria itu sepertinya benar benar punya kepala yang terbuat dari batu. Dibanding berhasil membuat Wakasa menyerah untuk mengejar ngejarnya, malah (Name) yang sudah menyerah.

Seperti saat ini contohnya.

(Name) baru saja keluar dari klinik psikiater dan menemukan Wakasa sudah menunggunya di atas motor pria itu.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya (Name).

"Menunggumu." Jawab Wakasa.

"Aku tidak memintamu menungguku. Lagipula aku pulang dengan kakakku." Balas (Name).

"Akeno-san belum memberitahumu? Dia ada lembur malam ini dan memintaku menjemputmu."

Perkataan Wakasa membuat (Name) memincingkan matanya, menatap penuh rasa curiga ke arah pria itu.

Belum sempat (Name) membuka mulut, ponselnya berdering. (Name) tersenyum cerah saat tau itu adalah Akeno yang menghubungi.

"Ah, (Name). Apa Wakasa-kun sudah di sana? Aku meminta tolong padanya untuk menjemputmu." Ucap Akeno di sebrang sana membuat wajah (Name) semakin suram sementara Wakasa tersenyum puas.

"Aku mau pulang sendiri!" Protes (Name).

"Pulang dengan Wakasa-kun atau uang jajanmu kupotong. Sudah dulu ya, pekerjaanku benar benar menumpuk."

(Name) melirik malas ke arah Wakasa.

Wakasa sendiri melepaskan jaketnya lalu menyampirkannya pada kedua bahu (Name). Hal itu membuat (Name) terlonjak kaget.

"Udaranya dingin, jadi kamu bisa memakai jaketku." Wakasa mengacak acak surai (Name).

(Name) dapat menghirup aroma parfum Wakasa yang menempel di jaket pria itu. Aneh sekali. Jantungnya seperti mau meledak.

Apa yang salah dengan dirinya?

Wakasa sendiri masih tampak santai dan memakaikan helm pada kepala (Name).

"Baik, sekarang naik." Ucap Wakasa membuat (Name) akhirnya menurut.

Lagi lagi tingkah Wakasa menguji kesabaran (Name) saat pria itu tidak langsung mengantar (Name) pulang, namun justru mengajaknya mampir ke sebuah kuil yang sudah cukup terbengkalai.

"Ayo naik ke atas." Ajak Wakasa.

"Tidak mau, aku lelah." Alibi (Name).

"Aku bisa menggendongmu." Balas Wakasa.

"Aku akan naik sendiri." Jawab (Name) dan mulai menaiki satu persatu anak tangga itu.

Tingkah (Name) mau tidak mau membuat Wakasa terkekeh. Sebulan ini dia sudah tau bagaimana caranya membuat (Name) menurutinya.

Setelah beberapa menit akhirnya mereka tiba di anak tangga terakhir.

"Sekarang apa?" Tanya (Name) sembari berusaha mengatur nafasnya.

"Lihat ke atas." Wakasa menunjuk langit. (Name) mendongakan kepalanya.

Ia langsung terpesona. Langit malam ini benar benar cerah dengan banyak bintang.

"Cantik sekali." Gumam (Name) tanpa sadar.

Wakasa menuntun (Name) untuk duduk pada anak tangga terakhir itu. Dibanding melihat langit, wajah (Name) saat ini lebih menarik untuk dilihat.

"Wakasa, aku mau bicara serius." (Name) buka suara membuat Wakasa mengernyit.

"Ada apa?" Tanya Wakasa.

"Kamu pria yang baik, aku mengakui itu. Jadi lebih baik kamu cari seseorang yang baik juga." Ucap (Name).

"Iya, dan kamu orangnya." Balas Wakasa.

"Jadi di matamu orang yang nyaris membunuh seseorang itu orang yang baik?" Tanya (Name).

"Kamu masih saja mengingat kejadian itu." Wakasa menghela nafas.

"Karena itu kenyataannya. Andaikan kamu dan aniki tidak datang, Shiro keparat itu sudah mati sekarang." Ucap (Name).

"Sebenarnya apa yang kamu lihat dari gadis suram sepertiku." Gumam (Name) lirih.

"Aku yang bisa menilai baik tidaknya seseorang menjadi pasanganku, bukan kamu. Dan di mataku, kamu itu yang terbaik." Wakasa menatap (Name) sembari tersenyum tipis.

(Name) terperangah, jantungnya berdetak keras sekali sekarang.

Wakasa menakup pipi (Name) secara tiba tiba. Pria itu mendekatkan wajahnya dengan wajah (Name).

(Name) panik. Apa yang harus ia lakukan?

Wakasa menyeringai, "Wajahmu memerah. Kamu sudah menyukaiku ya?"

Dengan kesal (Name) mendorong wajah Wakasa untuk menjauh darinya, "Ugh! Aku membencimu!"

"Aku tau kamu menyukaiku." Goda Wakasa.

"Tidak!" Pekik (Name) kesal dan membuang mukanya ke arah lain.

Wakasa tersenyum, "Aku tau aku bilang akan menunggu selamanya. Tapi kalau bisa, jangan terlalu lama mengakui perasaanmu padaku ya, karena aku tidak sabar menjadikanmu milikku seorang, (Name)." Bisik Wakasa.

Sial! (Name) akan mati di sini. Jantungnya sudah tidak normal, rasanya jantungnya siap keluar dari rongga dadanya.

Wakasa terkekeh pelan dan bangkit dari duduknya. Ia menggandeng tangan (Name).

"Ayo pulang." Ajaknya.

(Name) ikut bangkit dari duduknya. Keduanya menuruni satu persatu anak tangga itu dalam diam. Tatapan (Name) sendiri tertuju pada tangan Wakasa yang masih menggenggam tangannya.

Seulas senyum tipis terbit di bibir (Name). Yah, untuk kali ini akan ia biarkan seseorang menggenggam tangannya.

Lagipula genggaman tangan Wakasa terasa hangat dan memberikan rasa aman pada (Name).
..........

Hari ini Narumi mengajak (Name) mampir ke sebuah kafe yang baru saja dibuka. Kafe itu cukup populer di kalangan siswa di sekolah mereka.

"Narumi, aku ingin bertanya sesuatu." (Name) buka suara.

Narumi menatap heran ke arah (Name), "Apa itu?"

(Name) memilin cardigan rajut yang ia kenakan. "Apa kamu pernah merasa jantungmu berdebar debar, rasanya seperti akan meledak. Lalu wajahmu juga memerah saat di dekat orang itu?"

"Pernah. Saat bersama kakakmu." Narumi menyengir.

(Name) menyuapkan sesuap es krim ke dalam mulutnya sembari bertopang dagu.

"Jadi begitu ya." Balas (Name).

Narumi kembali asyik menyantap cheesecake pesanannya. Namun setelahnya kedua iris gadis itu melebar, Narumi memukul meja kafe itu membuat (Name) terlonjak kaget dan tatapan para pengunjung langsung tertuju ke arah mereka.

(Name) meringis sembari menunduk meminta maaf. Setelahnya ia melirik tajam Narumi.

"Bodoh, kamu membuat kita berdua malu!" Maki (Name).

Mengabaikan makian (Name), Narumi menatap penuh arti (Name).

"Kamu sedang merasakan itu juga kan? Kamu sedang menyukai seseorang kan!? Siapa orangnya, (Name)!?" Tanya Narumi beruntun dengan luar biasa heboh.

(Name) membuang mukanya, ia belum buka suara.

Hal itu membuat Narumi gemas, ia mengapit pipi (Name) dan memaksa sahabatnya itu untuk menatapnya.

"Ayo cepat mengaku, (Name)!" Paksa Narumi.

Rasanya bertanya pada Narumi memang langkah bunuh diri.

"Ya, sepertinya begitu." Balas (Name) akhirnya. Ia tidak mau Narumi semakin menciptakan kehebohan dan membuat mereka diusir karena sudah mengganggu ketenangan pengunjung lainnya.

"Biar kutebak. Wakasa kan!?" Tebak Narumi.

(Name) terperangah. Mendengar nama Wakasa membuat (Name) kembali teringat kejadian kemarin.

"Lihat kan! Wajahmu memerah!" Pekik Narumi.

"Demi Tuhan, bisa kamu pelankan volume suaramu?" Tanya (Name) sembari memijit pelipisnya pusing melihat tingkah Narumi.

Narumi buru buru membekap mulutnya. Namun setelahnya gadis itu kembali berbisik.

"Wakasa kan?" Bisik Narumi.

Perlahan seulas senyum terkembang di bibir (Name). "Ya, aku tidak akan mengelak. Mungkin memang pada akhirnya aku menyukai dia."

Benar. (Name) menyukai Wakasa.
........

AAAAAAAAAAA yang baca udah 2k.
Makasih banyak yang masih setia ngikutin dari awal sampe sekarang. Lovyu semuanya ♡♡♡♡♡

Dan karena emg dari awal gue ga niat bikin cerita yang terlalu panjang, jd mungkin cerita ini sebentar lagi tamat.

Mungkin sekitar dua sampe tiga part lagi. Hehehe, ngasih tau aja sieee.

Happy reading.

Continue Reading

You'll Also Like

79.6K 13.3K 17
❝ 𝙱𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚋𝚊𝚋𝚞, 𝚘𝚔𝚎 ❞ Tidak perlu berharap lebih. Pangkatnya saja yang mengatakan sebagai informant bonten. Kenyataannya sih lebih mirip k...
30.1K 3.5K 37
" Dulu... Aku masih lugu soal cinta, walaupun aku sekarang sudah faham tapi sepertinya terlambat, sekalipun aku mengatakan secara blak-blakan di de...
39.2K 4.1K 22
Ngejar-ngejar orang yg dingin nya sedingin kutub Utara? Kapan lelehnya?!
56.3K 10.4K 10
Tentang Sanzu, seorang pria nomor 2 Bonten dengan sanderanya yang misterius. Hubungan rumit diluar akal, menjadikannya kekuatan sebelum malaikat kema...