Wakasa's Mine (Wakasa x Reade...

Da littlesimpppp

46.5K 7.1K 435

"Jangan terlalu ketus, nanti kalau jadinya suka, malah repot." -Wakasa Imaushi- Altro

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Ekstra Part-1
Ekstra Part-2
Sequel
Wakasa's Mine 2

Delapan

1.9K 357 13
Da littlesimpppp

Yes, i lost my mind
-

Akeno memandang heran ke arah (Name) yang sibuk memasak. Rasanya adiknya itu seperti kehilangan semangat hidupnya. Akeno jadi khawatir.

"Kamu yakin baik baik saja?" Tanya Akeno khawatir.

"Tentu, aku baik baik saja." (Name) memaksakan seulas senyum.

Mimpi buruk semalam benar benar membuatnya ketakutan. Melihat sosok yang sangat mirip dengannya dalam penampilan bersimbah darah benar benar mengerikan.

"Ngomong ngomong, ponselku hancur. Jadi untuk sementara aniki tidak bisa menghubungiku." Ucap (Name).

"Ponselmu apa?" Tanya Akeno.

"Hancur." Ulang (Name).

"Mengapa bisa?" Tanya Akeno.

"Tidak sengaja jatuh." Bohong (Name). Tidak mungkin ia menjawab jujur mengatakan ia melempar ponselnya setelah melihat pesan Wakasa.

"Aku akan mampir untuk membeli yang baru sepulang dari kantor nanti." Putus Akeno.

(Name) bangkit dari duduknya. "Aku berangkat dulu." Pamit (Name).

"Cepat sekali. Kamu tidak berangkat bersama Narumi?" Tanya Akeno heran.

"Ada urusan yang membuatku harus datang lebih cepat. Bye." Pamit (Name).

(Name) beranjak meraih ranselnya dan meninggalkan Akeno.

Bukannya mengambil jalan menuju sekolah, (Name) berbelok ke arah yang berlawanan. Dia terus berjalan hingga tiba di satu tempat.

Pemakaman umum.

(Name) berjalan menuju sebuah pemakaman yang sudah sering kali ia kunjungi.

"Aku datang mengunjungimu, Yuki onee-chan." Gumam (Name) lirih. Ia duduk sembari memeluk lututnya.

"Aku rindu sekali bisa bercerita denganmu." Gumam (Name) lirih.

"Yah, banyak yang ingin aku ceritakan padamu."
.........

Wakasa menghela nafas sembari menatap layar ponselnya. Sejak pagi ia sudah mengirim pesan pada (Name) namun sampai saat ini tidak ada satu pun pesannya yang mendapat balasan.

Pesannya kemarin pun hanya dibaca tanpa diberi tanggapan apa apa.

Apa gadis itu menjauhinya karena pernyataan perasaannya?

"Sudahlah. Kalau memang kamu ingin bicara dengannya, datangi saja sekolahnya." Shin buka suara.

"Aku tidak yakin dia mau menemuiku." Balas Wakasa.

"Well, setidaknya kamu mencobanya." Balas Shin.

"Baiklah, aku akan mencobanya." Gumam Wakasa.

Saat sore tiba, Wakasa berpamitan untuk pergi ke sekolah (Name). Gadis itu pasti di sekolah kan saat ini.

Wakasa tiba di depan gerbang masuk sekolah (Name). Dan lagi lagi ia merasa tidak nyaman saat beberapa orang menatapnya sembari berbisik.

Salah satu dari orang orang itu memberanikan diri mendekati Wakasa.

"A-anu, maaf. Aku sempat melihatmu  juga saat itu. Boleh aku meminta nomor ponselmu?" Tanya gadis itu.

Belum sempat Wakasa buka suara, sosok lainnya muncul. Sosok itu menahan bahu gadis yang baru saja meminta nomor ponsel Wakasa.

"Gomen, dia sudah punya kekasih. Bisa kamu tidak mengganggunya?"

"A-ah, maaf." Gadis itu menunduk dan langsung beranjak pergi.

Wakasa sendiri memperhatikan gadis remaja dengan surai sepunggung berwarna merah tua gelap itu. Rasanya Wakasa pernah melihatnya.

"Kamu ingat aku? Aku Narumi, teman (Name)." Narumi buka suara.

"Oh iya, aku ingat." Wakasa mengangguk.

"Jadi, kutebak kamu pasti mencari (Name) kan?" Tanya Narumi.

Wakasa mengangguk membenarkan.

"Hari ini (Name) tidak masuk. Ini pertama kalinya dia bolos sekolah." Ucap Narumi. "Aku sudah coba menghubunginya, namun pesanku tidak dibaca sama sekali."

"Begitu ya." Gumam Wakasa. Bukan hanya mengabaikan pesannya, (Name) juga mengabaikan pesan sahabatnya.

Ada apa dengan gadis itu?

"Apa kamu tau dia kira kira dimana?" Tanya Wakasa.

"Entahlah. Mungkin Akeno-san akan tau." Jawab Narumi. "Kalau begitu aku permisi dulu."

Wakasa mengangguk.

Ia memilih beranjak meninggalkan sekolah (Name) dengan motornya. Dimana gadis itu sebenarnya? Wakasa mengkhawatirkannya.

Wakasa berkeliling tanpa arah. Tanpa sadar langit sudah gelap. Malam sudah datang.

Wakasa berhenti mendadak melihat sosok Akeno yang memasuki sebuah toko ponsel. Buru buru Wakasa memarkirkan motornya dan menghampiri Akeno.

"Akeno-san!" Panggil Wakasa.

Akeno menoleh dan tersenyum, "Ah, Wakasa-kun. Kebetulan sekali kita bertemu di sini."

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Wakasa heran.

"Membelikan ponsel baru untuk (Name). Dia bilang bahwa ponselnya terjatuh dan hancur." Cerita Akeno. "Mau ikut memilihkannya?"

"Ah, tentu." Balas Wakasa. Ia rasa ini kesempatannya untuk bercerita dengan Akeno juga.

"Kemarin aku menyatakan perasaanku pada (Name)." Wakasa buka suara.

"Wow, bagaimana hasilnya?" Tanya Akeno.

Wakasa tersenyum kecut, "Dia menolakku."

"Hmm, itu aneh." Gumam Akeno sembari memperhatikan dua ponsel keluaran terbaru.

"(Name) bertingkah murung sejak semalam. Apa jangan jangan itu karena dia menolakmu ya?" Tanya Akeno.

"Huh?" Wakasa memasang wajah bingung.

"(Name) bukan pertama kalinya menolak pria yang menyatakan perasaan padanya. Dia selalu bercerita padaku setiap ada yang menyatakan perasaan padanya."

"Lagi lagi denganmu dia berbeda. Dia tidak bercerita apa apa, bahkan dia terlihat murung dan seperti membawa beban yang berat." Lanjut Akeno.

"Bagaimana kalau kamu ikut aku pulang ke rumah? Kita temui dia. (Name) pasti sudah pulang dari sekolahnya." Akeno tersenyum lebar.

"Akeno-san, kamu tidak tau kalau hari ini (Name) tidak masuk sekolah?" Tanya Wakasa.

"Huh!?"

"Aku tadi menghampiri ke sekolahnya, dan dia tidak ada di sekolah. Temannya bilang (Name) bolos." Ucap Wakasa.

Akeno mengernyit, tiba tiba ia merasa punya firasat buruk.

Buru buru Akeno membayar ponsel pilihannya.

"Wakasa-kun, ayo kita periksa rumahku. Semoga (Name) ada di sana." Ucap Akeno.

Wakasa hanya mengangguk. Melihat wajah khawatir Akeno, ia jadi ikut khawatir.

Sesampainya di rumah, Akeno buru buru memeriksa seluruh penjuru rumah. Dan kosong, (Name) tidak ada di dalamnya.

"Wakasa-kun." Akeno mencengkram lengan Wakasa. "(Name) tidak ada."
.........

(Name) menghabiskan seharian penuh di depan makam Yuki. Ada di sana, sembari menceritakan banyak hal pada Yuki membuat (Name) merasa tenang.

Langit senja sudah muncul dan perut (Name) berbunyi pertanda ia lapar.

"Aku akan membeli makanan dulu." Gumam (Name). "Mungkin aku akan membeli makanan di tempat yang dulu sering kita kunjungi, onee-chan."

"Tunggu, aku pasti akan kesini lagi."

(Name) beranjak pergi meninggalkan pemakaman umum itu dan berjalan menuju salah satu kedai yang menjual aneka bento. Dulu Yuki sering mengajaknya ke sana.

(Name) memesan dua porsi bento spesial yang selalu menjadi menu kesukaan mereka. Ia juga membeli dua botol minuman dingin.

"Aku akan makan di makam Yuki onee-chan, lalu mungkin aku pulang. Bisa gawat kalau aku sampai membuat Aniki khawatir." Gumam (Name).

Ia berjalan kembali menuju makam Yuki sembari bersenandung pelan. Namun langkahnya berhenti melihat sosok yang berdiri di depan makam Yuki.

Sosok itu berjongkok dan meletakan sebuket bunga matahari di makam Yuki.

Raut wajah (Name) berubah suram. Dua bungkus bento di tangannya sudah jatuh. Ia masih sangat ingat.

Pria itu adalah mantan kekasih Yuki, lebih tepatnya pria yang telay mencampakkan Yuki.

(Name) melirik botol kaca di genggaman tangannya dan soaok itu secara bergantian. Tubuhnya seperti bergerak sendiri untuk semakin mendekat.

Benar, dia harus merasakan apa yang Yuki rasakan sampai gadis itu memilih mati. Setelah satu tahun akhirnya (Name) menemukan dia.

Genggaman tangannya pada botol kaca itu semakin kuat. (Name) mengangkatnya, siap menghantam botol kaca itu pada kepala sosok itu.

"Matilah." Gumam (Name) dengan suara lirih.

Continua a leggere

Ti piacerΓ  anche

13.7K 1.6K 27
[AU, Thriller, Mystery, Crime, Detective, Romance] Hilangnya Levi Ackerman, sang Prajurit Terkuat Umat Manusia, membuat seisi tembok gempar. Untungla...
69.8K 11.6K 10
━ ❝ 𝘺𝘰𝘢 𝘒𝘳𝘦 π™§π™žπ™£π™™π™€π™ͺ'𝙨 π™¬π™žπ™›π™š !! ❞
49K 5.5K 41
Apapun yang terjadi aku akan membuat kau bahagia, menyelamatkan orang yang kau kasihi dari takdir kematian, walaupun harus mengorbankan nyawa ku Takd...
52.5K 6.2K 21
π•Έπ–Šπ–“π–ˆπ–Žπ–“π–™π–†π–Žπ–’π–š π–’π–Šπ–’π–‡π–šπ–†π–™π–π–š π–—π–Šπ–‘π–† π–’π–Šπ–‘π–†π–π–šπ–π–†π–“ π–†π–•π–†π–•π–šπ–“, 𝖇𝖆𝖍𝖐𝖆𝖓 π–™π–Šπ–—π–π–šπ–“ π–π–Š π–“π–Šπ–—π–†π–π–† π–˜π–Šπ–π–†π–‘π–Žπ–•π–šπ–“. οΏ½...