Allo👋
Sorri baru up, kemarin kemusuhan sama jaringan, jadi lupa.
Spam komen dong!
Biar mood
~•••***•••~
Pukul setengah delapan, seharusnya saat ini sudah waktunya menjalankan kegiatan seperti biasa. Namun sejak bangun tidur tadi Hera merasakan tubuhnya tak enak, dirinya muntah sejak tadi.
Tangan yang berkeringat, wajah yang pucat serta pernafasannya kini juga sulit. Hera memegang gagang pintu kamar mandinya, dengan susah payah Hera berjalan mengambil handphone yang ada diatas nakas.
Anda
Tlongh aku
Tak butuh waktu beberapa lama, handphone Hera kembali berbunyi menandakan seseorang membalasnya pesannya.
Arya baikk
Hera? Kenapa?
Anda
Sakit lagi...
Arya baikk
Kamu dimana?
Hera tak dapat lagi membalas pesan itu, dirinya segera menelepon Arya secepatnya.
"Aku dirumah...."
"Hera tahan, saya kesana. Jangan panik!"
Sambungan telepon terputus, Hera menjatuhkan teleponnya berbarangan dengan tubuhnya yang ikut terduduk dilantai menahan sakitnya.
****
Alora baru saja selesai dengan pertemuan bersama salah satu rekan bisnisnya. Alora menatap arloji ditangannya, sudah jam demikian, pikirannya tak tenang dan terbesit rasa tidak enak pada Hera karena membatalkan perjanjian begitu saja.
"Baik buk Alora, saya sangat senang sekali dapat bekerja sama dengan anda." ucap salah satu rekan bisnis Alora.
Alora mengangguk seraya tersenyum, "kembali, saya juga turut senang. Tapi maaf saya harus segera kembali, karena saat ini saya harus melakukan pekerjaan lain." mendapatkan anggukan dari rekannya Alora pun pamit dan menuju mobilnya.
"Teo, sudah kamu cari yang saya minta?" ucap Alora pada asistennya.
Teo yang berjalan dibelakang Alora pun mengangguk, "tentu saja, semuanya sudah siap."
"Hm terimakasih."
"Dengan senang hati, buk."
Teo segera membuka pintu mobil untuk Alora, dan dipastikan Alora sudah masuk dengan aman, dirinya pun segera ikut masuk dan melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta.
Yura kesepian, dirinya berjalan menelusuri koridor sekolah untuk mencari keberadaan sahabatnya Hera yang sejak tadi tak nampak batang hidungnya.
"Tumben gak nampak tuh anak?" gumamnya yang berdiri didepan kelas Hera.
Tak menemukan Hera dibangkunya seperti biasa membuat Yura kebingungan. Apa Hera marah lagi padanya dan tak mau bertemu.
Melihat Alana hendak masuk kelas, Yura menghentikan langkahnya.
"Alana tunggu!"
Alana terdiam sebentar, tapi Yura melambaikan tangannya pada Alana untuk segera menghampiri Yura.
"Kenapa?" tanya Alana pelan.
"Hera mana?" kata Yura tanpa basa-basi. Mendapatkan gelengan dari Alana membuat Yura bingung.
"Lo geleng, gatau?"
"Hera enggak masuk hari ini. Tanpa keterangan." balas Alana, lagi-lagi membuat Yura mengerutkan keningnya.
"Gak masuk... Kenapa lagi dia?" Yura tak habis pikir saat ini.
"Yaudah sana, makasih." ucap Yura pada Alana yang berdiri disampingnya.
Alana pun segera masuk kelas meninggalkan Yura yang berdiri, dengan segala macam pikiran.
"Yaudah gue kesana aja pulang sekolah. Lumayan siapa tau dirumah Hera banyak makanan." monolognya dengan raut gembira.
"Enggak masuk ya...."
****
Shit!
Arya menghentikan mobilnya dengan cepat ketika dirinya tepat berada didepan rumah Hera. Berlari masuk, namun sepertinya pintu itu terkunci.
"HERA!!"
"HERA KAMU DENGAR SAYA!"
Arya yang diselimuti rasa khawatir dengan cepat mencari pintu belakang barangkali mudah untuk di dobrak.
"Arya tolong...." lirih Hera yang mendengar suara teriakan Arya dari depan rumahnya.
Arya menemukan pintu belakang, terkunci lagi-lagi tapi jika didobrak mungkin tak akan jadi masalah. Karena ini pintu biasa.
Dugh
Brukh
Bruhkhh
Brukh!
Arya berlari cepat menuju kamar Hera yang ada diatas ketika dirinya berhasil membuka pintu itu. Pintu Hera tak dikunci, menemukan gadis itu tengah meringkuh dilantai membuat Arya semakin panik.
"Hera? Jangan tutup mata kamu." Arya segera membawa Hera keluar dari kamarnya.
Ketika tiba dibawah, betapa terkejutnya Arya mendapati Alora yang baru saja membuka pintu rumah.
"Arya?" melihat Arya menggendong Hera, sontak timbul pertanyaan Dari Alora.
"Mau kamu bawa kemana Hera? Dan kenapa gendong Hera?"
Arya menatap tajam Alora, dan kembali melanjutkan langkahnya untuk membawa Hera keluar dari rumah itu.
Alora yang di acuhkan begitu saja oleh Arya tak terima, dirinya mengejar Arya karena membawa Hera begitu saja.
"Arya! Mau kamu bawa kemana Hera!"
Arya meletakkan Hera di kursi mobilnya dan segera menutup pintu mobilnya.
"Hera sakit. Apa dia tidak memberitahu mu? Ah aku lupa, kamu selalu sibuk Alora... Dia bukan anakmu bukan?" sarkas Arya penuh penekanan pada Alora.
"Kamu gabisa bawa Hera gitu aja. Dia anakku Arya!"
"Aku yang tau semuanya, sebaiknya kamu diam." tegas Arya melepaskan tangan Alora padanya.
Melihat Arya pergi begitu saja bersama Hera, dirinya pun segera menyusul keduanya. Alora berusaha menelpon Arya namun lelaki itu enggan mengangkatnya.
Arya dan Alora sejak tadi saling diam. Keduanya tak lagi berkutik, sebenarnya ada banyak yang ingin Alora tanyakan. Dan kenapa Hera tiba-tiba dibawah kerumah sakit.
Ckleck!
Pintu UGD terbuka, disana ada dokter Samuel. Dirinya tersenyum pada Arya, dan menghampiri lelaki itu.
"Baru beberapa hari yang lalu aku bertemu Hera lagi." ucap dokter Samuel pada Arya, sontak hal itu membuat Alora mengerutkan keningnya bingung.
"Hera selalu--" Arya memegang lengan dokter Samuel sebelum dirinya kembali mengucapkan satu kata lagi.
"Dokter Samuel, apa boleh kami menemui Hera?" tanya Arya yang mendapatkan anggukan dari dokter Samuel.
"Alora, kau masuklah. Aku akan mencaritahu tentang Hera."
"Ayo dokter." Arya pergi bersama dokter Samuel. Melihat gerak gerik dari Arya, sontak saja alora curiga.
Namun Alora dengan cepat masuk keruangan Hera, merasa khawatir pada anak itu. Syukurnya saat Alora masuk, Hera tidak kenapa-kenapa. Hera hanya berbaring, dan dirinya terlihat sedang berbicara pada orang disampingnya.
"Kita ketemu lagi Bu." terdengar oleh Alora, saat Hera mengatakan itu pada seorang wanita parubaya disebelah brankarnya yang juga tengah sakit.
"Apa itu ibu kamu?" sontak Hera memalingkan wajahnya pada Alora yang berdiri di dekat pintu UGD.
Hera tersenyum lebar melihat Alora, "mama disini." ucapnya.
Alora membalas senyuman itu dengan tulus, perlahan langkahnya menghampiri Hera.
"Masih ada yang sakit?" Hera menggeleng, benar tak ada lagi yang sakit, mamanya disini itu lebih dari cukup.
"Hera enggak sakit mah."
"Dia ibumu nak?" Hera menatap ibu yang disebelahnya kemudian mengangguk.
"Ini mama Hera. Tapi jangan kasih tau yang lain ya Bu, itu privasi mama." hati Alora seketika sesak, apa Hera juga selalu begitu. Dia selalu berusaha, agar privasi Alora, tak terungkap pada orang lain.
****
Plak!
Sebuah tamparan mendarat dengan sangat sempurna diwajah Yolan. Ayah, ibu, bahkan saudaranya sangat terkejut ketika Yolan memberitahu mereka, bahwa Yolan sudah menghamili seorang wanita.
"Kamu mikir apa Yolan!!"
"Kamu tau, gadis itu berasal dari keluarga yang berada! Mereka orang yang disegani, berbeda 180° dari keluarga kita, Yolan."
"Ayah kecewa sama kamu."
Yolan bersimpuh dikaji ayahnya, dengan sangat rasa bersalah. Ditatapnya sang ibu yang terduduk dikursi, dengan air mata yang sudah tak dapat ia bendung. Bahkan kakak perempuan Yolan juga diam tak berkutik, sembari menenangkan sang ibu.
"Ayah ... Alora mau hidup bersama Yolan, dia siap apapun yang akan kita jalani." ujar Yolan Dnegan sangat yakin.
"Iya, gadis itu mau hidup sama kamu. Dia juga siap, tapi disini adalah keluarganya Yolan! Keluarga! Apa mereka mau menerima kamu hah?"
Ayahnya benar, berpacaran saja ayah Alora sudah sangat menentang. Apalagi jika memutuskan untuk menikah dan mengajak Alora hidup seadanya.
"Temui orang tuanya, besok Yolan. Jika besok tidak berhasil, ayah sendirilah yang akan menemuinya." usai mengatakan itu, sang ayah berlalu pergi ke kamarnya.
Yolan menghampiri ibunya, namun malangnya sang ibu juga pergi begitu saja menyusul ayahnya.
"Aku kecewa padamu." ujar kakak perempuannya.
"Memang itu yang pantas kudapatkan saat ini." tertunduk dan hanya pasrah. Itulah posisi Yolan saat ini.
To be continued
See u next part^^