ALAÏA 2

By radexn

6.2M 940K 5.3M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia kembali, membawa... More

Prolog
1. Aishakar X Atlanna
2. Bawel
3. Atmosfer Masa Lalu
4. Shocked
5. A Different Destiny
6. Moonstar
7. Masuk dalam Gelap
8. Sayang
9. Tak Seindah Lukisan
10. Hitam
11. Menyelam untuk Mati
12. Irvetta
13. Memang Seharusnya Jujur
14. Pengakuan
15. Sang Dewa Kematian
16. Bintang
17. Berharap yang Terbaik
18. Beku
19. It's a Bye
20. Snow
21. Our Beloved Atlanna
22. Insiden
23. Satu yang Bersejarah
24. Kita
25. Ingin Melepas Rasa
26. Imitasi
27. Baby Winter
28. Aku Bukan Kamu
29. Hurt
30. Haruskah Kita Usai
31. Retak
32. Amatheia VS Aphrodite
33. Us
34. Dear You, Ale
35. Διαίσθηση
36. Andai Kita Abadi
37. The Mermaid
38. Hectic
39. Aesthetic
40. Chaotic
41. Luka dalam Memori
42. Light
43. A Frozen Heart
44. Skyïa
45. The Sea is Calling
46. The Blue Diamond: Goddess of The Sea
48. Angel
49. Berharap Hanya Mimpi
50. Cahaya Mata
51. The Most Beautiful Moment
52. Justice
53. Laut yang Tenang
54. Moonlight [END]
pre-order ALAÏA 2
Extra Chapter
NEW STORY
⚠️ SECRET CHAPTER 🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
NOVEL AMBERLEY (cucu Aïa)
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

47. Happy Birthdae

64.5K 11.9K 33K
By radexn

hai lagi, Babygeng 👼🏼
kamu punya angka favorite? aku: 8

kamu udah siap baca chapter ini?!!
jangan lupa selalu vote dan comment yaa. thank you

47. HAPPY BIRTH-DAE

Dinding tebal berbahan es di Pantai Irvetta runtuh setelah dihempas oleh elemen besar milik Alaia semalam. Jadi, sekarang keadaan laut baik-baik saja dan sangat indah seperti sediakala. Tiada lagi rasa dihantui tanda-tanda gempa, tsunami, sampai kehancuran yang mengerikan.

Pagi ini Ale bangun lebih dulu dari Aishakar. Tubuhnya terasa remuk setelah melewati malam penuh cerita. Hingga detik ini Ale masih suka kaget akan kenyataan yang ia alami.

Ale mengitari pandangan ke seisi kamar. Ruangan ini teramat luas dan rapi. Temboknya serba putih, furniture yang ada pun dominan putih, ditemani warna-warna earth tones.

Sambil menguap, Ale mengeluarkan tangan kanannya dari bawah selimut. Ia memandangi jari manis yang diisi cincin pernikahan. Senyum cantik itu mengembang lebar dengan mata berbinar.

"Ale," panggil Aishakar yang masih menutup mata.

Ale menoleh dan mendapati suaminya menyebut nama dia dalam keadaan masih tertidur. Aishakar tidur menghadap Ale sambil memeluk tubuh ramping itu. Satu kaki Aishakar naik ke paha Ale dan itu berat.

"Bumi." Ale mengusap wajah polos Aishakar, dan mengelus rambutnya yang lebat.

"Hmm," gumam Aishakar.

"Ba—"

Ale baru mau ngomong, dan langsung kaget karena Aishakar mengangkat tubuhnya ke atas badan dia. Wajah mereka benar-benar berdekatan. Di kesempatan itu, Aishakar mengecup bibir Ale dan tak mau berpindah.

"Ih!" Ale menahan kepala Aishakar dan menjauhkan kepalanya sendiri.

Ale beringsut turun dari badan Aishakar dan kabur ke kamar mandi sebelum lelaki itu berhasil menangkapnya. Di dalam bilik ini Ale merasa lebih aman, ia cekikikan sambil membekap mulut. Terdengar Aishakar menggerutu karena ditinggal seperti itu.

Lagian, badan Ale masih pegal-pegal dan nyeri di beberapa bagian. Ia perlu melakukan pijat refleksi atau sekalian diurut hingga meninggalkan jejak biru-biru di kulit. Tak apa selagi berujung baik.

"Aleee!" Aishakar meracau.

Lelaki itu seperti tidak ada lelahnya padahal kemarin dia melaksanakan pernikahan hingga berjam-jam, lalu malamnya ia tempur di laut, dan dini hari dia bangun mengajak Ale 'bermain'.

Sebagai informasi, Ale sudah lepas segel berharganya.

Aishakar bangkit dari kasur dan jalan seperti orang mabuk ke toilet. Ia mengetuknya dan memanggil, "Sayang."

"Aku masih lama. Mules nih," kata Ale.

"Kamu mau sarapan apa? Sayuran, daging, sama buah, ya? Aku juga mau makan gituan aja biar cepet jadi." Aishakar menyeletuk.

Ale melotot. Ia spontan pegang perut dan menatap pintu. Kalau Aishakar bicara seperti itu, apakah ada kemungkinan dia akan mengajak Ale bermain di ranjang lagi?

"Aku mau tanya Papiw buat tips-tips lainnya. Nanti malem kita lanjut oke, Le-Le?!" Suara Aishakar menjauh.

❄️ 🤍 ❄️

1 Desember 2041

Pagi-pagi Amora masuk ke kamar sambil membawa sebuah kue kecil dengan lilin angka dua puluh enam. Ia ingin beri kejutan untuk Dae yang sudah bertahun-tahun takut merayakan hari kelahirannya. Amora berharap kali ini kejutannya tak merusak mood Dae.

Karena semalam itu ada gempa berpotensi tsunami, jadilah Amora memberi kejutannya pagi ini. Ia berdebar-debar tak karuan ketika mendekati ranjang. Dae terlelap nyenyak karena semalam ia susah tidur memikirkan keadaan laut Irvetta.

Amora naik ke kasur dan merangkak mendekati sang suami. "Dae," panggilnya.

Dae sangat pulas sampai dipanggil berulang kali tidak kunjung bangun. Untungnya Amora penyabar dan mau menunggu lama. Ia elus rambut Dae yang lembut, lanjut mengusap pipinya. Dae begitu ganteng bahkan saat tidur.

"Dae." Amora memanggil lagi dan belum mendapatkan hasil manis.

Di panggilan ke sembilan, barulah Dae buka mata dan melamun sebentar sambil menatap Amora yang mengamatinya terus. Mata Dae menyipit dan nampak linglung. Ia melirik jendela yang menampilkan pemandangan pagi diselimuti awan mendung.

"Happy birthday, Dadda!" seru Amora sembari mengeluarkan kue yang semula ia sembunyikan di balik punggung.

Dae tercenung. Ia menatap kue itu tanpa mimik wajah. Hingga berpuluh detik terlewat, ia terus bergeming dengan degup tak beratur di dada. Reaksinya membuat Amora merasa bersalah dan segera meminta maaf.

Namun ternyata, Dae segera beranjak duduk dan meraih kepala Amora untuk mencium keningnya. "Thanks, Mamoya," ucap Dae.

Sekarang giliran Amora yang tercengang. "Aku udah deg-degan kamu bakal marah."

"Enggak." Dae menyahut.

Amora lega dan juga bahagia. Ia dengan berantusias menyalakan lilin yang sempat padam. Dae menilik dua lilin itu dan merasa lucu karena warnanya pink dengan motif bunga-bunga kecil. Gambar dan warna kesukaan Amora.

"Make a wish!" seru Amora.

Dae memejamkan mata, lalu menyebut dalam hati harapannya yang ingin sekali ia wujudkan di hari ulang tahunnya kali ini. Kemudian, Dae meniup lilin hingga mati bersamaan. Amora menaruh kue di pangkuan Dae, terus ia bertepuk tangan untuk suaminya.

"Kamu bikin wish apa?" Amora penasaran.

"Emangnya boleh dikasih tau ke orang lain?" tanya Dae.

"Boleh! Aku penjaga rahasia yang baik, tau," kekeh Amora.

Dae memandang lekat istrinya sebelum menjawab. Usai itu ia berkata, "Aku mau seharian ini bareng kamu."

Amora tersipu. Kata dia, "Kamu enggak kerja?"

Dae menggeleng. "Enggak. Ini hari Minggu, Sayang."

"Oh iya! Oke, Dadda, hari ini full buat kamu." Dengan senang hati Amora memenuhi permintaan itu.

Beruntung ini hari Minggu. Di hari-hari biasa, Dae lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah. Ia mengurus perusahaan Lonan, menyusun strategi bila ada yang mengusiknya, mencari pelaku kejahatan yang membuatnya rugi, dan lain sebagainya. Untuk hari ini Dae mau mengisi hari hanya berdua Amora.

Untuk Amora, untuk dirinya, dan untuk Baby Lonan.

❄️ 🤍 ❄️

Pagi, agenda pertama.

Dae dan Amora nonton film di mini theatre rumah. Sebagai 'raja' karena sedang berulang tahun, Dae mau Amora yang memilih film untuk mereka. Lantas ia pasrah ketika istrinya menyebut Barbie Mariposa.

Theatre ini dilengkapi sofa besar yang nyaman. Ada dua baris, tiap barisnya terdiri dari tiga sofa. Semula mereka duduk di sofa masing-masing yang bersebelahan, tapi Dae pindah ke sofa Amora dan duduk berdua di sana. Tenang saja, ini tidak terlalu sempit.

Sepanjang film Dae bersikap manja dengan memeluk Amora. Dagunya menempel di bahu Amora, otomatis jarak wajah mereka sangat dekat. Harum tubuh Dae yang manis dan embus napasnya yang segar membuat Amora betah berada dalam posisi ini.

Amora memegang lengan Dae yang melingkar di perutnya. Ia mengusap pelan lengan itu seraya tersenyum tipis. Pipi Amora merah karena menahan malu. Tentu ini adalah perasaan malu yang menyenangkan.

"Moya," sebut Dae lembut.

"Iya?" Amora menjawab.

Dae hanya mengukir senyum tipis tanpa berkata lagi. Ia menutup mata sambil tetap peluk Amora seolah tidak mau ditinggal, padahal tak mungkin Amora meninggalkannya lagi. Perempuan itu membiarkan Dae melakukan apapun yang dia mau—termasuk tidur ketika film masih berputar.

Sampai film habis dan berganti film lain, Dae masih tidur dan sama sekali tak membebaskan Amora dari rengkuhannya.

❄️ 🤍 ❄️

Siang, agenda kedua.

Dae baru bangun dan dibuatkan susu hangat oleh Amora yang langsung habis dalam beberapa kali tegukan. Selepas itu, Amora mengajak Dae ke ruang lukis, tempat penuh karya warna-warni yang tersirat berbagai cerita. Dari semua karya itu ada satu yang Amora tutup dengan kain putih polos.

Amora menebak Dae akan mendekat ke lukisan yang tertutup tadi. Benar saja, Dae penasaran dan menghampiri lukisan itu. Ukurannya sebesar 140 x 200 sentimeter.

Dae menoleh ke Amora yang berdiri di belakangnya. Ia bertanya, "Moya, ini apa?"

"Buka aja," kata Amora.

Mata Dae menyipit sekilas, lalu ia menyentuh ujung kain. Dalam sekali tarikan kain itu merosot dan memperlihatkan gambaran lelaki yang dilukiskan Amora. Dae terdiam, ia menilik detail lukisan itu dan seketika senyumnya terukir lebar.

Itu merupakan lukisan Dae. Di gambar itu Dae mengenakan mantel putih gading, memakai earmuff, rambut bagian depannya tertiup angin. Latar belakangnya adalah pepohonan dan langit biru yang cerah.

Amora melukiskan Dae yang tersenyum sambil memejamkan mata menikmati semilir angin dingin.

"Ini kado buat kamu, Dae." Amora bertutur manis. "Aku cuma bisa kasih ini ... semoga kamu suka."

"Cuma?" Dae memandang istrinya. "Ini sempurna, Sayang. Lukisan kamu enggak pernah gagal."

Wajah Amora merona lagi. Maka Dae merentangkan kedua tangan untuk menyambut Amora ke dekapannya. Dengan malu-malu Amora maju dan masuk ke pelukan hangat itu. Ia selalu suka akan sentuhan Dae di kepala hingga punggungnya, karena Dae sungguh lembut bila melakukan itu.

"Thanks a lot, Mamoya." Dae berbisik rendah.

Amora mendongak tanpa mengakhiri rengkuhan mereka. Ia membalas, "You're much welcome, Dadda. Aku seneng kamu suka lukisannya."

"Aku suka semua lukisan kamu." Dae menyahut.

Hari ini Dae membuat Amora bahagia. Lelaki itu banyak tersenyum, berlaku manis, bicara pun pelan dan penuh kelembutan. Bagaimana Amora tidak semakin jatuh hati padanya bila Dae seperti itu.

Beberapa saat kemudian, Dae menanyakan satu hal. "Kapan kamu bikin lukisan aku?"

"Sewaktu kamu kerja. Aku isi waktu kosong buat ngelukis dan kepikiran kamu terus, jadinya aku lukis kamu." Amora menjawab rasa ingin tahu Dae. "Ada satu lukisan lagi buat kamu, Dae!"

Maka Amora menuntun Dae ke sisi lain ruangan. Kali ini lukisannya Amora sembunyikan di balik kanvas lain. Untuk lukisan ini, Amora sebenarnya takut membuat Dae bersedih atau makin sakit menahan rindu yang terpendam lama. Tiba-tiba ia ragu untuk menunjukkannya ke Dae ....

"Mana?" Dae menanyakannya.

"Mm ...," gumam Amora, bimbang.

"Enggak jadi?" celetuk Dae.

Amora menarik napas panjang terus membuangnya lewat mulut. Ia menatap Dae, lalu meminta dia tutup mata. Dae menurut dan memejamkan mata rapat-rapat dengan perasaan bercampur-campur karena akan menerima kejutan lagi dari perempuan tersayangnya.

Selagi Dae tutup mata, Amora mengangkat kanvas kosong yang menghalangi lukisan untuk Dae. Kemudian Amora membawa lukisan tersebut ke easel agar lebih indah dipandangi. Sesudah selesai merapikannya, Amora memperbolehkan Dae buka mata.

Jantung Dae beritme cepat dan waktu seakan berhenti kala ia memandang lukisan itu.

"Selamat ulang tahun, Dominic Varddae Lonan. Mama dan Papa kamu selalu bangga punya anak sehebat kamu." Amora bertutur.

Dae terharu sampai berkaca-kaca. Ia teramat senang diberikan hadiah seindah itu, yakni lukisan dirinya memegang kue dan diapit Mama Papa. Mereka bertiga tersenyum lebar yang membuat hati Dae menghangat. Tangan ajaib Amora berhasil menciptakan gambar sempurna yang nampak nyata.

"Dae?" panggil Amora ketika Dae tak kunjung bereaksi.

Sedetik setelah itu, Dae peluk Amora erat-erat dan mengucapkan terima kasih berkali-kali. Air matanya sempat turun meski tanpa isak tangis. Dae bersyukur memiliki istri seperti Amora yang mengerti keadaannya, dan tau apa yang Dae rindukan.

"Hari ini enam tahun Mama Papa pisah sama aku," lirih Dae.

"Iya ...," tanggap Amora seraya mengusap-usap punggung Dae.

"Aku kangen mereka, Mora." Dae mengaku dan menenggelamkan wajah di lekuk leher Amora.

Amora berperan menjadi pendengar yang mau menerima semua curahan hati Dae mengenai mendiang orang tuanya. Dari tatapannya, terpancar jelas Dae kehilangan mereka dan ingin sekali bertemu lagi. Amora tahu betapa sakit yang Dae rasa, ia juga meminta maaf atas insiden nahas yang menimpa Mama Papa Dae.

Dae tidak marah apalagi memaki Amora meski perempuan itu tak sengaja membahas peristiwa berdarah tersebut. Justru Dae merekatkan dekapannya dan menjadi tenang saat Amora menenangkan dia. Selepas itu, Amora mengecup pipi Dae.

Mereka baru menyudahi pelukan itu sekitar empat menit kemudian. Amora mendaratkan telapak tangannya di dada Dae yang berdebaran hebat. Tangan itu bergerak mengusap pelan hingga turun ke perut, dan menjauh. Ucap Amora, "Udah enakan?"

Dae mengangguk.

"Biar Dae enggak sedih lagi, gimana kalau kita ngelukis?" Amora memberi usul. "Mumpung kita ada di sini."

"Aku enggak bisa ngelukis," kata Dae.

"Apapun yang kamu toreh di kanvas, itu termasuk seni. Setiap seniman punya ciri khas tersendiri. Jadi, kamu bebas bikin gambar apa aja!" seru Amora riang.

Dae mau menolak, tapi tidak ingin melihat istrinya bersedih karena ditolak. Satu-satunya hal yang harus Dae lakukan ialah memenuhi ajakan Amora. Mereka mulai mengambil berbagai alat lukis di rak penyimpanan, mulai dari kuas, cat, kanvas besar, dan tentunya penyangga pigura. Dae tak tahu apa yang harus ia gambar karena ini bukan bidangnya.

Suasana seru ini berlangsung dari siang hingga menjelang sore. Amora melukis dengan telaten dan serius, tapi sesekali ia bercanda sama Dae. Ada saat di mana mereka berbincang singkat, lalu diam sampai hening yang benar-benar sunyi, kemudian tergelak lagi.

"Selesai!" Amora berseru setelah berjam-jam duduk menuangkan idenya di permukaan kanvas.

Amora melukis pemandangan pantai dengan buih laut mencapai pasir. Langit dan mataharinya menunjukkan ini suasana sunset. Keindahan dan nilai estetika karya Amora yang tinggi mendapat pujian dari Dae.

Sementara itu, Dae menggambar sesuatu yang luar biasa. Memang berbeda aliran dengan lukisan Amora, tapi itu tak mengurangi pesona karya seni Dae. Amora sampai terkagum-kagum melihat hasilnya.

"Keren, Dae! Aku kasih nilai A plus." Amora bertepuk tangan.

❄️ 🤍 ❄️

Sore, agenda ketiga.

Tiga orang penyelam masuk ke akuarium raksasa di ruang kerja Dae. Mereka bertugas membersihkan akuarium sekaligus menjadi tontonan asyik bagi Amora. Melihat mereka berenang membuat Amora ingin merasakannya juga. Tapi, Amora tidak mau berenang di dalam akuarium. Ia takut digigit ikan lagi.

Amora bangkit dari kursi kerja Dae dan pamitan ke seorang lelaki yang Dae tugaskan memantau para penyelam itu.

"Dae!" Amora memanggil suaminya yang baru keluar dari lift.

"Sayang," balas Dae seraya mengulurkan tangan dan langsung memeluk pinggang Amora kala perempuan itu berada di dekatnya.

Amora menatap lelaki tinggi ini sambil bertutur, "Kita mau ngapain lagi? Dae mau apa?"

"Apa, ya?" Dae berpikir.

Bukannya berpikir mau melakukan apa, mereka malah saling pandang dan tiba-tiba ketawa bareng. Dae menyapukan rambut panjang Amora menggunakan jemari tangan dia. Dae hirup harum rambut Amora dan meresapi di dalam hati dan pikiran.

"Kita ke lantai lima. Aku punya hadiah juga buat kamu," ujar Dae.

Lantai lima adalah tingkatan tertinggi di rumah ini. Amora belum pernah ke sana karena Dae bilang di lantai lima tidak ada yang menarik. Hanya ruangan luas yang sengaja dikosongkan.

Mereka pergi ke atas pakai lift. Tadi itu Amora ingin naik tangga agar lebih banyak menghabiskan waktu bersama Dae, tapi Dae melarang dengan alasan takut perut Amora kram akibat kelelahan. Untuk alasan itu, Amora tidak protes.

Setibanya di lantai lima, Amora tercenung karena benar yang Dae katakan kala itu. Lantai ini kosong.

"Kenapa kosong, Dae?" tanya Amora.

Dae mengajak Amora ke jendela sembari menjawab pertanyaannya. "Aku memang enggak mau lantai ini diisi barang. Sewaktu belum ada kamu, kalau aku capek atau sumpek sama keadaan, aku bakal ke sini buat netralin pikiran. Sepi, enggak ada yang ganggu pikiran aku. Mau teriak keras-keras di sini pun bebas karena kedap suara."

Lanjut Dae, "Aku bingung mau luapin perasaan aku ke siapa. Jadi, aku ke ruangan ini buat luapin itu sendiri."

"Biasanya habis dari sini aku langsung ke ruang musik atau ke library." Dae menambahkan. "Pikiran aku langsung membaik dan aku bisa tenang lagi."

Saat mereka berhenti di dekat jendela, Amora memeluk lengan Dae dan menatap wajahnya dari samping. Ia bertutur pelan, "Aku mau jadi tempat kamu cerita banyak hal. Aku siap denger semua kisah kamu, Dae."

Dae mengangguk samar dengan seulas senyum tipis. "Kamu termasuk bagian dari kisah aku, Mora."

Tatapan hangat Dae membuat darah Amora berdesir. Delikan tajam dan dingin Dae sudah hilang. Rasa takut Amora terhadap Dae juga telah tiada. Mereka berhasil meruntuhkan tembok pembatas yang semula berdiri menjulang tinggi nan kokoh.

Siapa sangka dua insan yang bertemu oleh keterpaksaan itu mampu menemukan kebahagiaan bersama.

"Oh, iya, Mamoya. Ini hadiah buat kamu." Dae merogoh saku celana dan mengeluarkan benda yang dari bulan-bulan lalu Amora idamkan.

Amora melotot lebar, tampaknya dia tidak percaya. "Beneran buat aku?"

"Iya. Udah di-setting lengkap, tinggal kamu pake." Dae menyerahkan ponsel pintar itu ke Amora.

Amora menerimanya dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Ia tak pernah berpikir Dae akan memberikannya ponsel yang bisa bertelepon, berswafoto, mengakses internet, dan melakukan aktivitas menyenangkan lainnya. Terlalu lama memakai ponsel jadul membuat Amora terbiasa dan melupakan ponsel modern.

"Kalau kamu lagi sibuk di luar, kita bisa video call, deh!" Amora berantusias yang Dae beri respons berupa anggukan.

Perempuan itu memainkan ponsel barunya dan membuka kamera. Ia memotret dirinya dan Dae dengan berbagai gaya. Dae mengikuti ekspresi Amora meski mimiknya lebih kaku.

Dari banyaknya hasil jepretan Amora, ada satu foto yang ia jadikan wallpaper. Itu adalah fotonya dan Dae yang sama-sama memamerkan cengiran lebar. Tidak ada kata selain "manis" untuk menggambarkan mereka berdua.

Tanpa Amora ketahui, sudah lama Dae memasang wallpaper foto Amora yang akan selalu ia pandangi ketika Dae merindukannya, bahkan saat Amora masih memikirkan Aishakar. Sudah cukup lama, bukan?

"Dae lucu." Tiba-tiba Amora mencubit gemas pipi Dae. "Jangan tinggalin aku, ya. Harus deket aku terus! Ini permintaan Baby Lonan walau aku belum ngidam."

Pandangan Dae terkunci untuk Amora. Ia menahan tawa mendengar omongan istrinya, dan hanya mengatakan dua kata singkat, "Iya, Moya."

❄️ 🤍 ❄️

Malam, agenda terakhir.

Seorang wanita tua menyodorkan sebuket besar mawar putih ke Dae. Amora segera mengambil alih bunga-bunga itu untuk ia peluk dan dibawa ke mobil. Sementara Amora ke mobil, Dae membayar bunga dan tak meminta kembalian meski nominal yang ia serahkan kelebihan banyak.

Setelah keduanya duduk anteng di mobil, Dae tak buang-buang waktu untuk langsung melesat menuju pantai.

"Bunga yang cantik," puji Amora sambil menyentuh sebuah petal dengan telunjuknya.

Bunga itu bukan untuk Amora. Saat di toko bunga tadi, Dae sudah menawarkan Amora mau bunga apa, tapi ia menolak dan sibuk memilih bunga buat ditabur ke laut. Dae tak memaksa karena kenyamanan Amora adalah yang utama.

Tingkah Dae yang pemaksa dulu pasti membuat Amora risih dan tak nyaman. Dae tidak mau mengulangnya lagi. Jadi, ia membebaskan Amora memilih sesuai haknya.

Mereka sampai di Pantai Irvetta kurang dari jam sebelas malam. Keadaannya sepi setelah kemarin ada kejadian mengerikan di sini. Ditambah lagi salju masih turun tipis-tipis beserta angin yang bikin bergidik.

"Hati-hati," ucap Dae ketika mereka berpijak di dermaga.

Amora menyapukan pandangan ke laut yang membentang luas di hadapannya. Cahaya bulan terpantul dan menambah kesan menawan permukaan laut. Udaranya sejuk, atau tepatnya dingin, dengan harum khas.

Dikarenakan kedua tangan Amora masih memeluk buket bunga, maka Dae berinisiatif mengeratkan beanie istrinya, agar kepala dan telinga Amora terlindung dari udara yang terlalu dingin. Dae juga memasangkan tudung tebal yang menyatu dengan mantel Amora.

"Grazie," ucap Amora. (Terima kasih.)

Mereka berhenti di ujung dermaga. Dae mengamati gelombang kecil yang bergulung ke tepian. Ia selalu merasa tenang setiap berkunjung ke pantai.

"Dae, aku minta maaf pernah salah sangka ke kamu. Aku pikir kamu mau macem-macem di laut sampai mau ngeracunin laut. Ternyata, ada bahaya di dalamnya, ya ...." Amora bertutur.

Dae memaklumi. "Cara aku emang salah, makanya kamu ngira aku jahat ke laut."

"Sekarang aku udah paham kalo sebenernya kamu berniat baik." Amora memberi senyuman cantik.

Ledakan Sumber Intan berhasil digagalkan Alaia, dan Dae amat sangat bersyukur. Bebannya berkurang, ia tak lagi pusing memikirkan cara untuk menyelam sampai ke dasar yang terasa tidak mungkin dilakukan olehnya. Dae nekat demi kebahagiaan orang-orang yang ia cinta. Ia berani bertarung meski harus mempertaruhkan nyawa sekalipun.

"Sejak kepergian Mama Papa, tiap tahun aku rutin ke laut buat tabur bunga," kata Dae. "Mama dan Papa dikremasi dan abunya ditabur ke laut."

"Di laut ini?" Amora bertanya.

"Bukan, di Cala Goloritze," jawab Dae. "Karena sekarang aku lagi di Irvetta, ya udah aku tabur bunganya di laut ini."

Amora mengerti. Ia dan Dae mulai mencabut mahkota bunga dan dilepas ke udara hingga jatuh ke permukaan air. Sambil menabur, Dae menoleh ke Amora.

"Ini buat papa kamu juga." Dae berkata.

Jantung Amora mencelos. Ia mengangguk dan matanya berlinang air yang hendak menitik ke pipi. Untuk menenangkan Amora, Dae merangkul istrinya dan ia bawa lebih dekat ke tubuhnya.

"Pa, Ma, Dae enggak dateng sendiri lagi. Sekarang Dae bareng Amora. Ada calon bayi kami juga," ucap Dae disertai senyum yang kali ini nampak berbeda. Senyumannya entah mengapa buat Amora makin ingin menangis.

Dae berujar lagi, "Pa, Sumber Intan udah ditemuin. Tugas Dae udah selesai."

Sekali lagi Amora menengok untuk mengamati Dae. Suaminya lebih tampan dengan iris cokelat yang menampilkan refleksi bulan. Ketika Dae menoleh dan membalas tatapan Amora, sebulir air matanya turun.

Dae mengusap air mata Amora dan mengambil buket bunga untuk ditaruh di lantai dermaga. Amora seketika masuk ke pelukan Dae dan menikmati kehangatan yang hadir dari sentuhan mereka. Dae mengecup kening Amora, lalu menghapus air mata yang hampir turun lagi.

Amora menggenggam erat jemari Dae. Seraya itu ia berkata, "Di hari ulang tahun kamu, kamu makin bercahaya, Dae."

"Kayak apa? Matahari?" Dae setengah bercanda.

Amora tersenyum dan kembali memeluk Dae. Ia mendaratkan wajah di dada bidang Dae dan menikmati irama detak jantung Dae. Ini merupakan momen paling mengesankan untuk Amora, begitu juga Dae.

"Sayang," panggil Dae.

Ketika Amora mendongak, Dae bertanya, "Kamu udah kepikiran nama buat Baby Lonan?"

Amora mengerutkan kening dan menggeleng. "Belum. Kamu ada ide?"

"Aku mau namanya gabungan dari nama kita," ucap Dae.

Ibu hamil itu menanggapi penuh sukacita. "Aku setuju, Dae!"

Dae membawa Amora ke dekapnya kembali. Ia menutup mata sebentar sambil mengusap punggung Amora. Lalu, ia bercakap lagi.

"Kalau nanti Baby Lonan udah lahir dan aku terlalu sibuk kerja sampai terpaksa enggak pulang, kamu jangan capek jaga dia sendiri, ya." Dae bertutur.

Amora menatap Dae lekat-lekat. "Kamu bakal banyak kerjaan, ya, nanti?"

Dae mengangguk sekali.

"Enggak apa, Dae. Kamu kerja kan buat kita." Amora memaklumi.

"Jangan sampai dia lupa aku, ya, Moya." Dae mengusap pipi Amora.

"Pasti. Kamu jangan pikirin itu dulu. Selagi kamu belum terlalu sibuk, kita bisa puas-puasin bareng Baby Lonan." Amora meremas jemari Dae.

Dae mengangguk. Setelahnya, Dae tak henti menatap laut dari atas dermaga dan hal itu membuat Amora sedikit gelisah. Amora takut tiba-tiba Dae melompat ke air.

Sejujurnya, dari tatapan Dae pun Amora sudah memikirkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana tidak, ia cukup mengenal bentuk senyum Dae dan kali ini senyumannya berbeda. Dae seperti malaikat ... bersinar dan membuat Amora tenang tiap memandangnya.

"Dae, aku sayang kamu." Amora berkata tiba-tiba.

Dae menoleh. "Aku lebih sayang kamu, Amora."

Mereka mengikis jarak dan Amora berhasil membawa Dae menjauh dari ujung dermaga. Mereka berpelukan, lalu berciuman di bawah guyuran salju. Ciuman itu lembut dan penuh penghayatan agar tak ada rasa yang tertinggal.

Dae memegang tengkuk Amora dan memperdalam lumatannya. Amora sampai harus berjinjit dan meremas mantel Dae agar tak merusak momen. Tekstur bibir Dae yang lembut membuat Amora makin terbuai.

Mereka terpaksa menjeda kegiatan itu ketika ada yang memanggil.

"Dominic Varddae Lonan!"

Sang pemilik nama berbalik badan. Ia melihat tiga pria mendekat dan refleks Dae menggenggam Amora. Dae tidak mengenal para pria yang mengenakan pakaian serba hitam itu, tapi ada satu yang baginya tak asing.

"Lo pembunuh sahabat kami." Seorang pria bertutur.

"Siapa?" Amora spontan menyahut meski dia takut.

"Daniel Webb!" Orang itu menyentak keras dengan tilikan penuh dendam yang tertuju ke Dae.

Pandangan Dae turun ke tangan mereka dan ia belum sempat menghindar ketika enam peluru tertembak ke badannya. Empat di dada dan dua di perut Dae. Itu membuatnya seketika kehilangan daya dan terkapar bersimbah darah.

FUN FACTS ALAÏA 2!!!

❄️ Aishakar cuma Demigod, bukan Demigod + Merman. Jadi, kalau di air dia renang pakai kaki karena dia enggak punya ekor duyung. Aku enggak cuma sekali bahas ini di ALAÏA 2, tapi masih ada beberapa yang bingung dan nanya Aishakar merman atau bukan.

❄️ dr. Sebastian itu bukan Bastian mantannya Lila. BEDA ORANG. Bastian orang gila, Sebastian masih waras 👍🏼

❄️ cuma orang-orang terpilih yang akan bertahan sampai ending. apakah itu kamu?

━━━━━━━━━━━━━━

ALAÏA 2 segera terbit akhir Januari 2022! Jangan lupa nabung ya Babygeng, biar kita bisa sama-sama peluk ALAÏA 2 versi novel 💙

aku sekarang lagi tahap revisi naskah dan ada beberapa bagian yang aku ubah, cut, dan tambah. mohon doanya biar lancar jaya sampe ending + epilog yaaa~ 🙏🏼✨🌨🤍

━━━━━━━━━━━━━━

PLEASE FOLLOW INSTAGRAM KAMI
biar lebih akrab sama para tokoh dan authornya langsung! <3

FOLLOW TIKTOK:
@radenze
@langitshakaa

━━━━━━━━━━━━━━

⚠️⚠️⚠️
TOLONG JANGAN MEMAKAI NAMA LENGKAP TOKOH-TOKOH ALAÏA BUAT ROLEPLAY DI LUAR ROLEPLAYER ASLI ALAÏA. (jangan mengaku RP Alaïa juga please karena yang official udah ada)

━━━━━━━━━━━━━━━

━━━━━━━━━━━━━━━

JOIN CHANNEL TELEGRAM @BABYG3NG

note:
terus dukung cerita ALAÏA 2 dengan share ke sosmed dan temen-temen kamu (cuplikan kecil atau ss (jangan terlalu spoiler)) yaaa! aku seneng banget kalo ALAÏA 2 disebar ke mana-mana 😄🤍

🌬 THANK YOU, BABYGENG! 🤍
see you again

Continue Reading

You'll Also Like

1.8K 260 14
Hati mendesaknya untuk menjatuhkan pilihan, antara memendam lara atau menelan pahitnya menjadi orang ketiga. Gia terlanjur jatuh cinta dan tak ada ca...
1.3M 22.3K 6
|| I was always alone || Copyright©2016 by SieraGrayen
3.3M 29.2K 29
Tentang jayden cowok terkenal dingin dimata semua orang dan sangat mesum ketika hanya berdua dengan kekasihnya syerra.
417K 79.4K 34
Setelah insiden di Kost 25 terselesaikan, kini Rumi dan para bucinnya pindah ke rumah yang juga dijadikan kost an. Dan seorang gadis menye masuk ke...