Ramein mumpung hampir
selesai nih^^
~•••***•••~
"Hera Lo bener-bener ya! Karena Lo jatuh dari tangga waktu itu, gue yang jadi sasarannya." baru saja Hera mendudukkan tubuhnya kekursi, namun kedatangan Milka yang tiba-tiba membuatnya merasa pusing seketika.
"Diem lagi lu... Gue lagi ngomong Hera!!"
"Pokoknya gamau tau ya, Lo harus bersihin nama gue dari bk." tak merasa bahwa sejak tadi Hera mengabaikannya Milka justru terus mendesak Hera.
Milka menatap tak percaya pada Hera yang yang hanya diam, Milka pun beranjak menjauh tapi kemudian...
Byuurrr!
Milka kembali dengan melemparkan sebuah minuman pada Hera.
"Maksud Lo gini apa?" kali ini Hera tak tinggal diam melihat dirinya basa begini.
"Oh baru muncul suara Lo? Gue gamau tau ya, Lo harus bersihin nama gue dari bk!" ucap Milka, setelah itu dirinya beranjak menuju ke bangkunya.
"Gue gamau." ucap Hera.
"Belagu Lo." sahut Milka menatap tak suka pada Hera.
Hera membersihkan wajahnya yang terasa lengket oleh minuman yang sempat Milka lemparkan padanya tadi. Seketika sadar bahwa sejak tadi Yura berdiri menyenderkan tubuhnya di dinding toilet menatap Hera yang terlihat kacau padahal baru istirahat pertama.
"Lo ikut gulat? Apa ada taekwondo di kelas Lo?" seru Yura tanpa mengubah pergerakan dirinya.
"Perang sama malaikat maut." balas Hera ketus.
Yura tertawa pelan, seperti tawa meledek, "malaikat maut mana berani sama Lo Ra, Lo kan maut paling maut." usai mengatakan itu Yura tertawa dengan lantang sebelum akhirnya mendapat tatapan tajam dari Hera.
"Hidup Lo lawak ya?" sinis Hera.
"Heran banget sama Lo Ra, baru keluar dari rumah sakit malah makin parah aja." terus terang saja, Yura merasa bahwa Hera semakin ketus sekarang.
"Parah ya? Makanya mending jauh-jauh dari gue."
"Mulai nih, enggak begitu maksud gue Hera...."
"I know... Gue yang minta kok."
****
Hera mendudukkan dirinya di rooftof sekolah, dengan kaki tertunjai kebawah. Entahlah, jika seseorang melihatnya mungkin akan menganggap bahwa Hera hendak bunuh diri barangkali.
"Hera gue sayang sama Lo...."
Hera tertawa miris mendengar ucapan barusan. Dilihatnya Levi yang berdiri disamping Hera dengan tersenyum yang menampilkan deretan giginya.
"Kalau Tuhan kasih izin, di kehidupan selanjutnya gue mau jadi adik kandung Lo Vi." ucap Hera kemudian.
"Kira-kira gue bakal sanggup gak ya kalau nanti Lo lagi yang harus gue jaga." Alih-alih setuju atas ucapan Hera, Levi justru meledek Hera.
"Gue beban banget kayaknya."
Levi tertawa, "Enggak Hera, justru hadirnya Lo tuh bikin gue sama bang Arya bahagia banget... Dari dulu mama seneng sama anak perempuan tapi ga dikasih." jika mengingat kemana orang tua Levi dan Arya, Hera jadi merasa sedih.
Mama Levi meninggal beberapa tahun lalu karena sakit stroke dan papa Levi saat ini tinggal bersama istri barunya. Ibu tiri tetaplah ibu tiri, baik itu hanya pencitraan saja ungkap Levi pada Hera saat menerima fakta bahwa papanya lebih memilih tinggal dengan istri dan anak tirinya.
"Vi kira-kira ayah gue masih hidup gak ya? Apa mungkin ayah juga udah bahagia sama hidupnya saat ini...." tutur Hera tiba-tiba.
"Kalau dia masih hidup kenapa Ra?" tanya Levi terlihat penasaran.
"Jahat, beraninya dia ninggalin mama. Walaupun gue gatau kenapa dia ninggalin dan gak pernah buat nengok gue sama mama."
Levi manggut-manggut, "kalau dia udah gaada gimana?"
"Gue marah, dia juga ninggalin mama sama gue Vi."
Levi seketika memegang bahu Hera mengusapnya pelan.
"Alur hidup Lo masih panjang Hera, jangan terlalu banyak marah dan benci sama orang... Itu salah satu saran gue sebagai Abang Lo," ucap Levi, tangannya dia ulurkan untuk menyenderkan kepala Hera dibahunya.
"Gue capek...."
****
Alora duduk di sebuah toko buku yang nampak sepi saat ini, duduk di pojok dengan satu buku ditangannya.
Wajahnya terlihat basah karena sebuah tetesan air mata, mungkin karena dirinya membaca buku dan mendapatkan feel dari cerita itu.
"Apa Hera pernah bangga karena saya mama nya, saya yang melahirkannya... Apa pernah dia bangga?"
"Hai, dari tadi aku muter-muter cari kamu." itu adalah Arya, dirinya ada temu janji dengan Alora di toko buku ini.
"Alora? Kamu nangis?" ucap Arya ketika melihat wajah perempuan itu, dirinya lantas duduk disebelah Alora.
"Ada apa?"
Ditanya seperti itu justru Alora semakin emosional, dirinya semakin meneteskan air mata.
"Alora?? Hei jangan nangis, kenapa? Coba ceritakan sama saya," ucap Arya memeluk Alora seketika.
"Bantu... Bantu aku damai sama masa laluku." lontaran tiba-tiba dari Alora membuat Arya terdiam sekejap.
"Bantu aku untuk nyelesain ini semua... Mereka sudah pergi, aku bebas sekarang."
Arya terus mengusap bahu Alora sampai dirinya tenang baru akan menjawab semua permintaan Alora.
"Arya... Kau mendengar ku?" ucap Alora.
"Iya, aku dengar. Katakan semuanya, lalu aku akan usaha untuk bantu kamu." jawab Arya penuh keyakinan.
"Dia kembali... Aku harus apa?"
Sudah Arya duga, ini pasti ada sangkut pautnya dengan masa lalu Alora yaitu Yolan. Dengan tarikan nafas yang dalam lalu mengukir sebuah senyum tulus, Arya menarik wajah Alora untuk menatap dirinya.
"Apa yang kau rasakan?" tanyanya pada Alora tanpa menghilangkan senyumnya.
"Entahlah, tapi ada yang berubah." ungkap Alora.
"Ingat saat dia pergi begitu saja tidak? Jika terlalu sakit sebaiknya berhenti, tapi jika kamu merasa bahwa ada sebuah kejanggalan maka coba yakinkan hati kamu."
Alora membalas tatapan Arya yang terlihat tulus padanya. Lelaki itu telah banyak membantunya dan juga Hera. Bahkan Arya lebih pantas dipanggil ayah oleh Hera alih-alih Yolan.
"Rasanya sakit... Tapi juga janggal."
"Yakinkan baik-baik terlebih dahulu... Jangan salah langkah seperti dulu." Arya mengatakan itu dengan sangat tulus, sungguh.
Arya tiba didepan rumah Alora, ketika melihat sebuah mobil berhenti depan rumahnya Hera lantas menghentikan pergerakannya yang sedang menyirami tanaman.
"Hai Hera!" teriak Arya dari dalam mobil.
Hera tak menjawab tapi berlari menghampiri Arya.
"Aku masuk, makasih." ucap Alora kemudian masuk sebelum Hera mendekat.
"Ma." sapa Hera sesaat berpapasan dengan Alora.
"Hmm."
"Arya... Dari mana?" tanya Alora berdiri didepan mobil Arya.
"Tebak dari mana coba," ucap Arya membalikkan ucapan Hera.
"Aku nanya lebih dulu loh, kok malah jadi tebak-tebakan?" Arya lantas tertawa dan mengeluarkan sesuatu dari jok mobilnya.
"Makanan buat Hera, tapi gaada coklat. Dikurangi ya makan coklat nya, Inget kamu kan--"
"Apa ini?" Hera menerima pemberian dari Arya, dilihatnya ada begitu banyak makanan didalam paper bag.
"Makasih, Arya juga Inget harus jaga diri baik-baik. Kalau kerja tuh ya harus ingat waktu juga." ucap Hera memberi peringatan pada Arya.
Arya tersenyum dan mengangguk, detik berikutnya dia berpamitan pada Hera.
"Masuk sana." ucap Arya pada Hera sebelum dirinya melajukan mobilnya.
"Arya duluan, kan aku tinggal balik badan juga langsung sampai." tolak Hera dengan pelan.
"Masuk Hera, atau saya ambil mama kamu ya."
Tak setuju atas ucapan Arya, Hera buru-buru masuk kedalam rumah dengan berlari. Dirinya melambaikan tangan pada Arya, dan Arya membalas lambaian itu seraya tersenyum.
"Sekarang tidak ada alasan lagi untuk saya disini...."
To be continued
See u next part!