Losta Connecta 「END」

By andhyrama

629K 53.1K 37.4K

[12+] Semua akan menjadi sulit jika kami berdua Losta Connecta. Pemenang THE WATTYS 2016 kategori #Ce... More

0] PREVIEW
0] PROLOG
1] PULANG
3] PASI
4] PESAN
5] MARAH
6] FOKUS
7] PANGGIL
8] CEBAN
9] TAHU
10] CABAI
11] SURAT
12] BUBUR
13] BAKSO
14] DAFTAR
15] PESTA
16] PECAH
17] PUSING
18] KONSER
19] HUJAN
20] BINGUNG
21] DEMAM
22] BOHONG
23] JUJUR
PEKA BANGET!
24] JAKET
VERSI CETAK!
25] KORAN
INFO BUKU!
26] BELIUNG
VOTE COVER!
27] PUNCAK
H-3 OPEN PO!
28] ASTAGA
OPEN PO!
READ IT!
29] KACAU
30] RENUNG
31] BONGKAR
32] KEPUNG
33] SADAR
00] EPILOG

2] TELAT

36.4K 2.6K 1K
By andhyrama

Losta Connecta by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

***

Mataku terbuka untuk beberapa saat. Entah kenapa aku langsung mengingat wajah gadis di stasiun itu. Aku benar-benar penasaran dengan gadis itu, terlebih dengan kata-katanya yang aneh itu. Aku seharusnya memberitahukannya dengan lebih jelas dan mengatakannya untuk hati-hati. Aku tidak terima kalau cewek dilecehkan oleh laki-laki, apalagi di depan mataku sendiri.

Hari Senin. Entah mengapa aku masih terbawa suasana liburan padahal yang lain pun masih libur sedangkan kami—panitia MOS— harus mempersiapkan acara untuk siswa baru di sekolah kami. Seperti biasanya Nala, adikku yang sekarang naik ke kelas delapan SMP menggedor-gedor pintu untuk membangunkanku.

"Kak Lana! Bangun!" teriaknya memanggil nama depanku padahal aku tidak suka dipanggil dengan nama itu.

"Kakak tidak ada," jawabku menarik selimut kembali.

"Itu ada suaranya," ucapnya seakan tidak percaya.

"Ini suara batinmu, Nala," kataku yang masih ingin tidur.

Nala tidak menjawab lagi sepertinya dia sudah pergi. Aku 'kan bisa alasan untuk telat karena baru pulang dari Bogor ke Radit si ketua OSIS, jadi santai saja. Pembagian tugasnya juga aku sudah tahu, aku ada di Sie Perlengkapan. Bagian yang tidak begitu dipentingkan, hanya melengkapi saja.

"Kak Lana! Ada Raisa di televisi," teriak Nala.

Taktik Nala jago juga, aku tidak akan terkecoh dengan tipuannya itu. Memang benar aku suka dengan Raisa, wajah beningnya dan suaranya yang lembut dan mendamaikan pikiran itu. Akan tetapi aku tidak mudah ditipu. 

 Ku 

Takkan pernah merasa


Rasakan cinta yang kauberi


Ku terjebak di ruang nostalgia

Sekarang aku sampai merasa lagunya muncul di otakku. Terjebak Nostalgia. Lagi-lagi aku jadi ingat dengan Ratna. Bagaimana mesranya kami saat bersama. Dia memelukku saat dibonceng menyusuri jalanan lalu kami bercanda di taman dan makan es krim bersama. Dia mengelap sisa cokelat yang ada di pinggir bibirku dan menempelkannya ke ujung hidungku. Aku mencubitnya dan kami berdua tertawa. Sekarang dia melakukan hal itu dengan cowok lain.

Semua yang kurasa kini


Tak berubah sejak dia pergi

Maafkanlah ku hanya ingin sendiri 

Ku di sini

Ternyata lagu itu terputar bukan di pikiranku, memang sedang ada Raisa di televisi. Dengan cepat aku membuka selimut dan segera keluar kamar. Aku berlari ke ruang tengah dan Nala sudah ada di sofa sembari menonton Raisa sedang konser dan di sebelahnya ada seorang cewek.

"Wah, Raisa bening sekali," gumamku sembari tersenyum dan mendengarkan suaranya.

"Angga! Cepet mandi, kita sudah telat satu jam," kata cewek yang ada di sebelah Nala.

"Tunggu setelah selesai," ucapku tanpa menengok.

"Satu, dua, selesai!" ucap Nala mematikan televisinya.

"Apa-apaan sih? Kakak lagi nonton itu!" kataku mencoba merebut remote yang dipegang Nala.

"Hey! Jangan kayak anak kecil, Ngga!" kekeh cewek di sebelah Nala.

Aku akhirnya mau menoleh ke cewek itu. Dia Risa, sahabatku. Rumahnya tidak jauh dari sini. Dia punya wajah imut, tetapi karena rambutnya yang pendek dan dandanannya yang simpel dia menjadi seperti cewek tomboy, terlebih dia tidak suka pakai rok. Dia selalu pakai celana cowok milik kakaknya yang sudah tidak dipakai ke sekolah. Walau dia sudah mendapat teguran berkali-kali, tetap saja dia tidak mau memakai seragam untuk cewek.

"Kamu tidak diantar kakakmu ke sekolah, Ris?" tanyaku bingung.

"Abang gue ke luar kota. Lu mandi aja sana! Gue nebeng!" ucapnya yang kemudian membuka ponselnya itu.

"Aku keluarkan motorku dulu, perlu dipanaskan sepertinya," kataku. "Lalu aku tinggal mandi lima menit," tambahku segera kembali ke kamar untuk mengambil kunci motor.

"Lu pakai kolor kebesaran, punya bokap, ya?" tanya Risa melirik ke arahku dengan menggeleng-geleng.

"Buat apa kamu lihat-lihat kolorku?" tanyaku menunjuk ke arah Risa.

Sebenarnya aku tidak ingin memikirkan ini, tetapi bagaimanapun juga aku tetap akan memikirkannya. Pernikahan Ayah dan Ibu sepertinya tidak lama lagi akan kandas. Ayah tampak pendiam kemarin, sekarang pun dia pastinya sudah berangkat kerja meninggalkan aku dan Nala. Sedangkan Ibu memilih kembali ke rumah Nenek di Tangerang. 

Ayahku seorang pegawai negeri sipil biasa sedangkan Ibu seorang guru Bahasa Indonesia. Aku tidak mengerti dengan pertengkaran mereka, aku tidak begitu memikirkan apa masalah mereka. Keduanya sangat tertutup kepada kami, hanya saja aku kasihan pada Nala. Kemarin dia juga habis pulang dari rumah Nenek, walau waktu liburnya belum selesai dia mau pulang karena aku juga pulang.

Beberapa kali aku dan Nala saling berkomunikasi mengenai masalah orang tua kami, tetapi selalu saja tidak ada titik terang. Kami terlalu menurut pada mereka berdua. Nala tidak ingin keduanya berpisah aku pun begitu, tetapi kami tidak bisa berbuat apa-apa. Setidaknya belum menemukan cara untuk membantu mengubah keadaan.

Setelah selesai mandi dan mengenakan seragam OSIS, aku dan Risa pergi ke sekolah. Dia membonceng di belakangku dan aku mengemudi dengan perlahan karena banyak polisi tidur di jalan-jalan perkampungan ini.

"Gimana liburan lu, Angga?" tanya Risa.

"Kamu tahu Eldo 'kan? Sepupuku. Aku dan dia sering berkeliling ke kebun teh dan memutari Kota Bogor untuk hunting cewek cantik," kataku terkekeh.

"Kedengarannya menarik, kalian pasti sangat akrab," kata Risa.

"Ya, begitulah. Sangat senang punya sepupu yang seumuran," ujarku.

Risa kemudian diam. Aku tidak mengerti kenapa dia tidak melanjutkan obrolannya lagi. Aku kadang heran dengannya, sering sekali dia berubah saat aku bercerita. Terlebih kalau aku bercerita tentang Ratna, dia pasti hanya menanggapi dengan singkat.

"Kamu sendiri bagaimana, Ris?" tanyaku pada akhirnya.

"Gue juga hunting cowok ganteng," katanya terkekeh.

"Kamu masih suka laki, Ris?" jawabku ikut terkekeh.

Dia mendorong kepalaku dari belakang. "Masih lah," jawabnya.

"Kita sudah telat hampir dua jam, Ris! Radit pasti memberi kita hukuman," kataku.

"Pasti," jawabnya singkat.

Aku tahu Risa dari SMP, dia itu lain dari cewek kebanyakan. Dia tidak begitu suka dikekang, dia suka sekali dengan musik dan pandai bermain gitar dan drum. Walau dia seperti cowok, tetapi dia tetap punya perasaan seperti layaknya cewek lain. Akan tetapi perasaannya kurang bisa aku mengerti. Dia sering tiba-tiba aneh. Ada yang dia sedang menyukai seorang lelaki, mungkin saja Radit. Mereka berdua sangat akrab atau Gio keduanya sama-sama suka musik. Kalau dia mau berbagi dan mengatakannya padaku, pastilah aku bantu.

Kami memasuki SMK Bunga Bangsa. Kami memang bukan anak SMA, kami anak kejuruan, tetapi SMK kami bukan SMK yang buruk, salah satu yang terbaik di Jakarta, walau SMK Pahlawan sering memplesetkan nama sekolah kami menjadi SMK Bunga Bangkai, itu semua karena mereka iri pada kami. 

Setelah motor terparkir, kami berdua segera menuju ke ruang OSIS. Risa tampak biasa saja, dia memakai earphone  di telinga kirinya  dan menyanyi dengan nada lirih sembari berjalan di lorong-lorong kelas.

"Ini dia mereka baru datang," ucap Radit yang tengah memimpin rapat menoleh ke arah kami berdua ketika kami masuk.

Semuanya sontak memerhatikan kami. Wajah-wajah mereka khususnya pengurus OSIS kelas dua belas seperti senang ingin melihat kami dihukum. 

"Kalian telat seratus menit, jadi hukumannya dua ratus kali push-up," kata Erna si sekretaris.

"Apa?" kata Risa setengah berteriak.

"Iya, itu sudah perjanjian," sahut Erna.

"Maksud gue kok gampang banget hukumannya," kata Risa membuat beberapa orang terkekeh.

Sepertinya wajah Radit yang tampak galak itu ingin menambahkan hukumannya setelah dicemooh oleh Risa, tetapi ternyata tidak dia segera menyuruh kami keluar untuk menjalani hukuman di depan ruangan. 

"Erna kamu hitung, ya," kata Radit yang segera masuk kembali ke ruangan untuk melanjutkan rapat.

"Berhubung kita temen, sudah kalian push up sesuka hati kalian saja," kata Erna berbisik. "Jangan bilang-bilang Radit," tambahnya menyeringai.

Itu yang namanya teman. Aku dan Risa pun hanya melakukan hukuman itu tak sampai seratus kali lalu kami berdua ikut bergabung ke dalam untuk mendengar setiap ketua bagian menyampaikan tugas-tugas mereka.

"Ada minum?" tanyaku pada Gio yang duduk di sebelahku.

Gio seorang cowok, vokalis band sekolah punya wajah ganteng yang tampak seperti cowok-cowok berandalan. Dia memang disinyalir punya banyak cewek, tetapi aku mengenalnya sebagai teman yang asik dan suka bercanda garing.

"Nih, minum aja punya gue," kata Gio memberikan botol minuman kemasan miliknya.

Tanpa banyak pikir aku segera meminumnya dan menghabiskannya. Walau rasanya agak aneh, tetapi karena haus aku tidak memedulikannya.

"Itu minuman gue nemu di laci meja," katanya terkekeh.

"Sudah habis, baru ngomong," kataku dengan nada kesal.

"Lu tau juga pasti diminum, lu kan kodok impor," ucapnya ketawa sendiri.

Memangnya ada yang lucu dengan kodok impor? Aku tidak mengerti kenapa dia tertawa. Aku rasa hanya dia yang tahu titik kelucuan yang ada pada kalimat yang diungkapkannya.

"Lihat muka lu, Ngga! Lu kodok impor atau katak ekspor?" ujarnya ketawa semakin keras.

"Ga lucu," ucapku.

"Lu harusnya lihat muka lu sendiri!" Dia tertawa lagi seperti kambing kurban yang tidak tahu dirinya akan disembelih.

"Gio!" teriak Radit mengetahui anggotanya tertawa sendiri.

"Lihat mukanya Angga, tadi dia mirip katak impor," ucapnya sembari menunjuk padaku.

Semua orang tertawa padaku. Dan aku rasa, aku satu-satunya yang tidak tahu apa lucunya semua candaan ini. Aku sama sekali tidak tahu menahu tentang artinya. Aku menggeleng saja menunggu semua orang kembali serius. Mungkin wajahku sekarang sangat datar sedatar dadaku.

"Jadwal acara sudah tersusun kami semua akan membagikan salinannya kepada kalian, tolong dipelajari setiap rincian kegiatannya. Tidak ada satu panitia pun yang pada hari pelaksanan nanti, tidak tahu apa yang akan kalian lakukan," ungkap Radit. "Kita semua akan mendidik adik-adik kita untuk menjadi sosok-sosok tangguh. Semua yang ada di sini harap untuk memaksimalkan diri kalian untuk membimbing mereka."

Aku sebenarnya tidak setuju dengan sistem MOS di sekolahku. Semua peserta didik baru akan diberikan banyak sekali tugas-tugas aneh atau pun tekanan-tekanan panitia yang akan mengeluarkan kata-kata pedas pada siswa-siswi baru. Menurutku semua ini hampir tidak ada sisi positifnya.

Adik kelas nantinya akan membenci kakak kelas karena ada tuntutan bagi mereka untuk menghormati kakak kelas dengan berlebihan. Tugas-tugas seperti peralatan dan sebagainya pun hanya membuang-buang uang. Jika dijumlah jutaan rupiah uang siswa hanya digunakan untuk mendadani diri mereka layaknya badut. Aku benar-benar tidak menyukai MOS akan tetapi kata-kataku sudah disanggah tahun lalu saat pertama aku menjadi anggota OSIS. Mereka beranggapan bahwa adik kelas harus dididik agar tidak kurang ajar pada kakak kelas namun aku tahu kalau alasan mereka semua hanyalah ingin balas dendam.

Kami melakukan persiapan ini selama lima hari dari Senin sampai Jumat. Besok, Sabtu kami akan melakukan pengarahan pada anak-anak didik baru. Aku juga mendapat bagian untuk menjadi pembimbing kelompok, nantinya. Semoga semua berjalan dengan lancar besok.

Sekarang aku dan Risa pulang. Ini sudah hampir jam tujuh malam, kami terlalu banyak rapat sampai kelupaan waktu. Aku dan Risa berboncengan untuk pulang. Aku menekan klakson dan melambai berteriak pada yang lain yang masih berjalan ke parkiran.

"Hati-hati, Angga!" teriak Erna.

"Gue ngga disuruh hati-hati juga?" sahut Risa.

"Kamu 'kan cuma membonceng, Ris!" kataku terkekeh.

"Tetap aja harus hati-hati," jawabnya.

"Bagaimana pendapatmu untuk besok, Ris?" tanyaku.

"Ikuti aja, gue sih santai saja," jawabnya yang sepertinya sedang mendengarkan musik.

"Pengurus kelas sebelas aku rasa sangat rajin, tetapi kita malah memarahi mereka," kataku.

"Biasa, kita pun dulu dimarah-marahi juga 'kan?" ungkap Risa.

"Iya sih, ini memang sudah siklus," kataku beranggapan.

"Gue rasa lu masih ingin merubah sistem MOS di sekolah kita, Ngga! Ikuti aja, kita hanya pengurus yang aspirasinya tidak begitu dianggap," kata Risa.

"Aku hanya khawatir kalau semuanya tidak akan pernah berhenti. Adik kelas tertekan dan takut pada kakak kelas, mereka membenci kita seperti kita membenci kakak kelas kita dulu dan pengurus-pengurus OSIS terus beregenerasi dari siswa-siswi yang punya dendam besar ingin melakukan hal yang sama, nantinya," kataku.

"Awas depan ada cewek!" teriak Risa membuatku segera menghentikan motorku secara mendadak dengan menekan rem.

"Wah, maaf hampir saja aku menabrak kamu," kataku pada gadis yang diam berdiri di depan motorku itu.

Dia menoleh dan aku segera ingat wajahnya. Mata cantik itu, rambut bergelombang hitam itu. Dia gadis yang aku temui di stasiun. Kenapa ada di sini?

"Ada tabrakan?" tanyanya.

"Maaf ya," kataku pelan sembari memerhatikan wajahnya yang terlihat semakin cantik malam ini.

"Di Jalan Ketapang, dua orang meninggal dan tiga orang luka-luka. Kalian hati-hati, ya. Jangan sampai kecelakaan juga, waspadalah, waspadalah!" ucapnya segera pergi meninggalkan kami.

"Apa yang dia katakan?" tanya Risa.

"Aku tidak tahu, aku hanya fokus pada wajahnya," jawabku.

"Cantik?" tanya Risa.

Aku mengangguk pelan beberapa kali.

"Sudah jalan lagi!" teriak Risa mendorong punggungku.

Aku mengegas lagi dan pikiranku tentang MOS menghilang berganti pada penampakan wajahnya. Gadis itu tinggal di sekitar sini. Aku mungkin bisa berkenalan dengannya. Aku bisa mengenalnya! Aku ingin! Ada keinginan membara di dada seperti sebuah kembang api dinyalakan di dalam jantungku.


-------

Andhyrama's Note

Cerita ini bukan cerita humor, jadi kalau tidak lucu mohon dimaklumi. Aku ingin membahas tentang sekolah dan semua yang ada di dalamnya, konflik internal tokoh-tokohnya dan lain sebagainya. Tidak berat untuk diikuti kok, hanya cukup complicated saja, tapi saya usahakan ringan.

Question Time

Kalian punya pendapat tentang MOS? Sebenarnya dampak MOS bagi kalian lebih ke positif atau negatif?

Continue Reading

You'll Also Like

Some By may

Teen Fiction

4.9M 223K 33
[TELAH TERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU] Menyatukan dua hati jelas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan ketika dua hati itu sudah saling me...
1M 95.2K 55
[WattysID 2018 Winner: The Storysmiths] ✨ HANYA BERISI CERITA SEQUEL, MOON AND HER SKY IS PUBLISHED! ✨ Mona bilang, namanya berarti bulan. Tugas bula...
3.6M 234K 45
[Sudah tersedia di toko buku terdekat. Sebagian part sudah dihapus.] "Jadi kalau nggak ada halangan, kita akan menikah satu bulan lagi." Pernyataan i...
862K 67.3K 35
[Sudah terbit dan bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku terdekat atau WA ke nomor : 0857 9702 3488] Aldeo punya mantan namanya Sandria. Sedangkan...