Marriage Act [COMPLETED] (EDI...

Bởi jejenny97

386K 6.8K 204

[Cerita ini sedang dalam proses pengeditan] Berakting sudah menjadi keseharian dari seorang Arina Devina yang... Xem Thêm

Prolog
Take 2
Take 3
Take 4
Take 5
Take 6
Take 7
Take 8
Take 9
Take 10
Take 11
Take 12
Take 13 (END)

Take 1

43K 655 8
Bởi jejenny97

Ring... Ring...

Dengan setengah kesadaranku, aku pun mencoba meraih-raih handphone yang kuletakkan di atas meja tepat di samping tempat tidurku.

"Hello?" tanyaku dengan suara sedikit serak.

Aku hanya mendengarkan apa yang orang itu bicarakan sambil memejamkan mata. Sungguh, aku tidak tahu apa yang laki-laki ini bicarakan. Otakku sama sekali tak dapat mengolah satu pun informasi yang diucapkan laki-laki ini.

"Arin? Arin kamu dengar tidak? HEI!!" tiba-tiba suara laki-laki itu naik satu oktaf dan membesar, membuat mataku terbuka seketika itu juga.

Tapi , karena aku tak dapat menghilangkan rasa kantukku, aku pun hanya menggumam "ehmmm" , kemudian kututup telepon itu dan kembali ke dunia mimpiku.

Ring... Ring...

Kucoba meraih handphoneku dengan menggunakan tangan kiriku, sebab tadi aku melempar handphoneku ke arah sebelah kiri kasurku, atau setidaknya itulah yang kuingat. Saat, aku sudah merasakan suatu benda berbentuk kotak dan agak tipis di tangan kiriku, aku pun meraihnya dan menggenggamnya, kulihat ada sebuah kata yang tertulis di layar, 'Manager' .

Setelah, kulihat itu, aku pun menekan tombol merah/end call dan menaruh handphone itu di bawah bantalku dengan harapan hal itu dapat meredam bunyi yang ada, jika 'Manager'-ku meneleponku lagi..

Aku pun kembali terlelap selama beberapa waktu, samar-samar kumendengar ada orang yang menekan bel apartemenku, tapi karena aku masih merasa ingin tidur, aku tidak acuhkan saja. Karena sesungguhnya aku hanya menganggap hal itu sebagai mimpi, dan sekarang aku sudah terlanjur terlelap ke dalam dunia bawah sadarku.

pip.. pip.. pip.. pip.. pip..

Setelah beberapa lama, terdengar bunyi 'pip-pip' berulang kali, dengan hanya satu per-delapan dari kesadaranku, aku mulai menyadari suara 'pip-pip' itu, suaranya seperti ada orang yang masuk ke apartemenku dan kerap kali meng-input password yang salah. Mungkinkah aku masih bermimpi?

Semakin lama suara 'pip-pip' itu tak kunjung mereda, akhirnya penuh dengan rasa kesal, karena aku mulai tak bisa tidur akibat dari suara 'pip-pip' itu, aku pun bangun dan mulai mengusap mataku dengan lengan bajuku yang menjulur melewati jari jemariku. Sambil menyeret kedua kakiku dan masih menguap beberapa kali karena akhirnya aku menyadari suara 'pip-pip' itu tidak berasal dari mimpiku , aku berjalan menuju ruang tamu apartemenku.

Kutekan salah satu tombol di layar, dan aku bisa melihat ada seseorang di sana. Tapi aku tidak tahu jelas itu siapa, sebab aku tidak memakai kacamataku, aku tak dapat melihat benda jauh dengan jelas tanpa kacamataku yang tertinggal di kamar.

"Euhm... Siapa?" tanyaku dengan suara berat dan serak. Suara bangun tidurku yang sangat khas, kalau orang mendengar mungkin dia akan kaget sebab suaraku terdengar seperti seseorang yang sedang kehilangan suaranya karena sakit atau semacamnya.

"Arin! Ini aku! Kemana saja kamu? Kutelepon , tidak dijawab! Cepat buka pintunya!" teriak seorang laki-laki tanpa henti dan tanpa memberi waktu pada otakku untuk berpikir.

Tanpa berpikir panjang, aku pun menekan tombol yang satunya untuk membuka pintu depan sesuai perintah laki-laki itu. Karena sepertinya aku kenal suara itu, maka aku merasa tidak apa untuk menuruti perintah laki-laki itu, tapi siapa laki-laki yang memarahiku di pagi-pagi buta ini(atau setidaknya dalam perhitunganku), aku tidak tahu.

Klek, suara yang menandakan seseorang membuka pintu apartemenku. Aku juga mendengar ada suara kaki seseorang melewati lorong utama. Aku pun berjalan ke arah meja bar kecil yang letaknya tepat di sebelah ruang tamu dan mengambil sebuah gelas, kemudian berjalan ke arah kulkas dan aku pun mengambil sebuah botol air mineral. Tanpa sadar aku pun menuangkan air putih ke gelasku seperti sudah terbiasa dengan hal itu, aku bisa melakukannya dengan mata terpejam, dan ya aku melakukannya dengan mata terpejam dan ternyata ukuran air yang tertuang sudah pas, tidak kurang tidak juga lebih. Aku memang sudah mahir melakukan hal ini, sebab ini bukan kali pertama atau kedua aku melakukan ini, semenjak pindah ke apartemen ini tiga tahun lalu, aku terus melakukan hal yang sama tiap pagi.

"Ya ampun, Arin! Kamu baru bangun? Sudah jam berapa sekarang? Kamu ini, sudah sarapan belum? Kubuatkan panekuk ya?" teriak seorang laki-laki yang sekarang berada di ruang tamuku, teriakkan itu benar-benar membuatku kaget dan menyemprotkan sedikit air yang baru kuteguk tadi.

"Manager?!" teriakku kaget saat akhirnya aku bisa mengenali sosok laki-laki yang berdiri kira-kira 2 meter jauhnya dariku itu.

"Jadwal kita mulai jam 10, sekarang sudah hampir jam 9, artinya kita harus cepat-cepat." kata managerku sambil membuka handphonenya.

"Oi! Arin! Dengar tidak?!" teriaknya lagi ketika melihat aku yang berdiri kaku layaknya patung dengan menggenggam sebuah gelas kristal yang berisikan air putih tanpa menggubris kata-kata yang ia ucapkan..

Teriakan itu jelas membuatku tersadar kembali , kemudian kuminum beberapa teguk air yang ada di gelas yang sedang kugenggam. Ternyata dari tadi itu manager, pantas saja suaranya terdengar tidak asing lagi di telingaku, pikirku dalam hati.

"Kau ini! Arin, ayo , kamu mandi, aku akan siapkan sarapan, setelah itu kita langsung berangkat ke tempat pemotretan,"

Manager terlihat sangat sibuk, seperti sedang menyiapkan diri untuk tamu negara saja. Aku tertawa kecil dengan pemikiranku sendiri. Aku yang sedari tadi hanya melihat manager sangat sibuk dengan buku catatan dan handphonenya sambil ia berjalan kesana kemari pun akhirnya mulai melangkahkan kakiku menuju kamar mandi dan mandi sesuai dengan perintah manager.

"Arin! Sudah belum? Ayo cepat! Tempat syuting kita jauh, jadi harus lebih pagi!"

Baru saja kurang dari 5 menit aku masuk ke kamar mandi, manager sudah mengoceh seperti itu. Sekitar 5 menit setelah kuacuhkan teriakannya, aku pun selesai mandi dan mengenakan baju seadanya yang sudah tergantung di salah satu gantungan di dalam kamar mandi, sepertinya manager telah menyiapkannya sejak kemarin malam tanpa aku sadari, tapi baguslah karena dengan begitu, akan menghemat waktuku untuk memilih baju.

Klek,

Kubuka pintu kamar mandi sambil mengusap-usap rambut hitamku yang terjuntai hingga lenganku dan masih berteteskan air karena secara tidak sengaja aku membasahi rambutku tadi, padahal tak ada sedikit niat pun untuk mencuci rambutku hari ini, tapi karena tak sengaja tersiram, aku pun langsung mencucinya.

"Arin , ayo makan. ini panekukmu. Itu mapple syrupnya, setelah ini kamu turun dan langsung ke mobil ya, nanti ada stylist yang akan meriasmu sebelum sampai di sana. Makannya yang cepat, aku harus turun duluan untuk memastikan segala sesuatunya."

Kulihat manager tergesa-gesa mengambil jaketnya yang berada di salah satu kursi di ruang tamuku sambil sekali-kali melihat jam tangannya dan handphonenya. Dengan santainya aku duduk di kursi makan dan di hadapanku sudah ada sebuah piring berisikan 2 buah panekuk dengan butter berbentuk kotak kecil di atasnya dan segelas susu.

Kuminum susu yang ada di hadapanku dulu dan mulai mencari garpu dan pisau yang bisa kupakai untuk memakan panekuk itu.

"Ya ampun! Sudah tidak ada waktu lagi! Arin, ayo kita harus pergi sekarang!"

Tiba-tiba manager menarik lenganku dan menyeretku keluar, padahal aku belum menyentuh panekuk itu sedikit pun. Terpaksa hari itu aku melewatkan sarapanku. Hari ini aku pasti akan merasa lapar. Sebagai seorang penyanyi, aktris, dan seorang model, memang dituntut untuk memiliki badan langsing, tapi bukan berarti aku harus merasa kelaparan sepanjang hari bukan?

Karena manager berlari dan menyeretku, kami sampai di basement tak lama setelah ia menyeretku keluar dari apartemenku. Kami pun masuk ke dalam mobil hitam dan terlihat ada Yun Ah eonni* sudah ada di dalam mobil. Yun Ah adalah seorang berkebangsaan Korea yang menjadi stylistku belum lama ini, walaupun Bahasa Indonesianya tidak terlalu fasih dan terkadang masih tercampur dengan Bahasa Korea, Yun Ah eonni adalah teman berbicara yang sangat menyenangkan, eonni sangat mengerti semua yang kualami dan dia sudah menjadi kakak perempuan yang tak pernah kumiliki sebelumnya dalam kehidupanku. Walau awalnya risih harus memanggilnya dengan sebutan 'eonni', karena sungguh aku tidak terlalu suka dengan hal-hal yang berbau Korea, tapi makin lama, aku sudah terbiasa dan tanpa sadar aku selalu memanggilnya dengan panggilan eonni.

Manager mendudukkan aku tepat di samping Yun Ah eonni , kemudian ia pun pindah ke kursi depan di samping pengemudi.

"Yun Ah , tolong kau urus rambut dan make-upnya Arin, jangan terlalu tebal, make-up natural saja sudah cukup, dan buat dia terlihat lebih segar dan manis ya! Sesuaikan saja dengan tema pemotretannya, nanti dia juga pasti akan dirias lagi!" teriak manager dari kursi depan sembari jarinya menari dengan lincah di atas handphonenya.

Setelah mendengar itu, Yun Ah eonni langsung mengambil kotak riasannya dan mulai memakaikan make-up di atas wajahku kemudian ia juga menata rambutku sedemikian rupanya, entah hal itu terjadi selama berapa lama. Saat tersadar aku menyadari bahwa rambut dan riasanku sudah selesai dan bahwa aku juga telah secara sengaja atau tidak tertidur lebih dari setengah perjalanan dari apartemen menuju tempat pemotretan.

Mobil berhenti, menandakan kami sudah sampai di tujuan kami. Aku pun baru terbangung dari alam tidurku dan kembali ke dunia nyata tepat saat mobil kami berhenti. Manager melepaskan sabuk pengamannya dan menoleh kearahku.

"Ingat Arin, kau harus tetap menjaga imagemu."

Aku mengangguk kecil, "Tapi manager, sebenarnya kita mau ngapain di sini?"

"Pemotretan untuk sebuah iklan di majalah."

"Hanya aku sendiri?"

"Tentu saja tidak. Kamu tahu Lee Kai, kan?"

"Lee Kai?"

"Kamu tidak tahu Lee Kai?!"

Aku mengangguk penuh rasa heran. Memangnya Lee Kai itu siapa? Kok manager sampai kaget begitu. Aku mulai memutar otakku, berpikir siapa gerangan seorang Lee Kai, yang pasti dari namanya dia itu orang Korea kan? Seketika itu juga mobil kami didera kesunyian dan aku dapat merasakan ketiga orang di dalam mobil itu, sang pengemudi, manager , Yun Ah eonni terbelalak kaget melihatku seakan mereka sedang melihat hantu. Aku pun membalas dengan tatapan polos tak berdosa.

"Arina, kamu benar-benar tidak tahu siapa itu Lee Kai?" tanya Yun Ah eonni penuh rasa heran memecah kesunyian.

"Ia, memangnya siapa sih dia?" tanyaku polos, karena aku memang benar-benar tidak tahu.

"Dasar kau ini, Lee Kai itu artis papan atas yang diidolakan hampir seluruh remaja di Indonesia, ia juga terkenal di Korea dan Jepang, bukan, lebih dari itu, dia juga terkenal hampir di seluruh dunia tau!" jawab Yun Ah eonni tak sabar.

"Kalau begitu, kenapa aku tidak pernah dengar namanya?" Diam, tak ada jawaban apa pun dari ketiganya, "Pasti karena dia tidak terkenal kan?" aku bertanya sedikit menggoda dan kemudian aku tertawa kecil. Kulihat manager dan Yun Ah eonni hanya dapat menatap wajahku dengan penuh ketidak percayaan.

"Sudahlah, ayo turun. Nanti telat lho manager." kataku sambil membuka pintu mobil dan melangkahkan kakiku di atas rumput hijau yang terhampar luas. Sedari tadi, aku sama sekali tak sadar bahwa kami sekarang berada di hamparan rumput hijau yang begitu indah. Dari ekor mataku, dapat kulihat ada sebuah cottage kecil dan banyak orang berkumpul di sekitarnya.

Aku mulai berjalan kecil menuju cottage kecil itu diikuti oleh langkah manager di belakangku. Aku berjalan perlahan sambil menikmati pemandangan yang ada.Kemudian kusadari, banyak orang yang berkumpul di sekitar cottage melihat ke arahku dan mulai berbisik-bisik ,salah satu dari mereka melambaikan tangannya mengisyaratkan agar aku bergegas ke sana.

Tanpa sadar, aku mengikuti perintahnya dan berjalan lebih cepat dari yang kulakukan sebelumnya, bisa dibilang seperti berlari kecil. Tak lama, aku pun berada di depan kumpulan manusia itu.

"Halo semuanya, namaku Arina, senang bertemu dengan kalian semua," kataku menyapa mereka dengan senyuman panggungku sambil sedikit membungkukan badan - salah satu ajaran Yun Ah eonni - yang belakangan ini sudah mendarah daging.

"Ah, Arina , mohon bantuannya untuk hari ini ya." kata seorang perempuan yang tadi melambaikan tangannya untukku dengan senyum ceria terpancar di wajahnya.

"Oh, Joanna?"

Aku kaget bukan main, saat akhirnya aku sadar bahwa perempuan itu adalah Joanna Andrea, teman lamaku saat melakukan syuting sebuah drama, karena memakan waktu yang cukup lama, dan di dalam drama itu, pemainnya lebih dominan pada pemain laki-laki, aku jadi berteman dengan Joanna Andrea seorang perempuan muda yang sekarang menjadi asisten sutradara. Kekagetanku itu disambut dengan senyum manis darinya.

"Arina-ssi? My name is Lee Kai, nice to meet you,'

Tiba-tiba seorang laki-laki berperawakan kurus tapi masih berisi (dan terlihat gagah) mengenakan kemeja kotak-kotak merah dan celana jeans yang sedikit ketat, bagaikan ada seorang laki-laki pedesaan yang sangat tampan muncul dan menyapaku, sambil mengulurkan sebelah tangannya. Samar-samar terdengar beberapa pekikan dari beberapa wanita yang ada di sekitar situ.

***

TBC

Note :

* Eonni : Panggilan seorang perempuan kepada perempuan yang lebih tua (biasanya kepada orang yang sudah dekat).

Đọc tiếp