You

By ukinurpratiwi

167K 6.9K 1.5K

"Kita memang berbeda. Tapi kita tidak berubah hanya karena kita ingin dicintai. Kita adalah kita. Bersama buk... More

Prolog
1. Look at her
2. Mine
6. A decision
8. Showdown
11. Disquiet
13. You
16. You 4
17. Coffee break
18. You 5
19. Tea time with TIC
21. Because of you
24. Us 2
25. Surprised
27. Shocking
29. All of You 2.
32. Rainbowmoon 2

4. Meet up 1

4.8K 415 47
By ukinurpratiwi

Keiza's POV.

Pagi ini awan mendung mulai menyelimuti seluruh kota Jakarta. Suasana seperti ini membuatku enggan pergi kemana-mana. Rasanya aku masih ingin melanjutkan tidur cantikku dibawah selimut kesayanganku. Suasana hatiku pun sedikit tidak enak. Padahal tadi pagi setelah bangun tidur, aku sudah menghubungi kekasihku Abyan yang berada di Bandung untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja disana. Tapi sampai detik ini, perasaan tak enak itu masih hinggap dihatiku.

Dengan malas aku melajukan mobilku menuju kekantor. Pikiranku entah berada dimana. Wajah Abyan dan Ayah selalu melintas dibenakku. Entah mengapa wajah dua lelaki yang aku cintai itu memenuhi otakku hari ini. Mungkinkah aku merindukan mereka? Tiga hari Abyan berada di Bandung karena ada tugas dari kantornya, dan hari ini dia akan kembali ke Jakarta. Aku memintanya untuk menemuiku saat dia sudah kembali. Sedangkan Ayah, sudah lama aku tak pernah mengunjunginya. Terakhir bertemu dengan tante Brina, membuatku sering memikirkan Ayah. Namun aku tak kunjung menjenguknya.

Ciiiiiiit...

Suara decit ban mobil terdengar saat aku mengerem mobilku mendadak. Aku terkejut, mataku melotot seketika. Suara klakson mobil terdengar dimana-mana. Jantungku berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. Tanganku mulai dingin. Aku menghela nafasku dengan kasar. Hampir saja aku menabrak seseorang yang akan menyebrang sembarangan didepan kantorku. Beruntung aku melajukan mobilku dengan pelan. Aku langsung turun dari mobilku untuk memastikan kakek itu baik - baik saja. Sekerumunan orang sudah ramai dalam hitungan detik.

"Kakek nggak papa kan?" Tanyaku padanya.

"Nggak papa ko neng." Jawab kakek itu.

"Jangan ngelamun neng kalo nyetir." Kata salah satu bapak yang menolong kakek itu. Aku ketakutan.

"Maaf." Ucapku pada mereka. Mereka mengangguk, ada juga yang kesal. Beruntung ada satpam kantor yang membubarkan kerumunan itu. Aku kemudian kembali melajukan mobilku masuk kedalam kantorku.

Aku berjalan lemas ketempat kerjaku. Kejadian tadi membuatku lemas setengah mati. Seandainya aku melajukan mobilku dengan cepat, aku yakin saat ini aku sudah dihakimi masa. Aku langsung menghempaskan tubuhku ke kursi kerjaku, memijit pelan pelipisku. Meminum air mineral yang selalu aku bawa setiap hari dalam tasku. Kucoba mengatur nafasku agar detak jantungku kembali normal.

"Kei, lo nggak papa?" Tanya Andine, partner kerjaku. Aku mengangguk.

"Muka lo pucet Kei." Ucapnya padaku. Aku tersenyum.

"I'm fine." Ucapku singkat. Andine menepuk pundakku. Kemudian pergi menuju tempat duduknya.

Dengan perasaan yang tak karuan, aku membuka laptopku. Kemudian menekan tombol on untuk memulai pekerjaanku. Aku mengetuk - ngetuk meja kerjaku sambil menunggu laptopku loading. Aku tersenyum saat aku melihat wallpaper laptopku. Fotoku bersama kekasihku Abyan, saat kami berada dipantai melihat sunset. Senyum mautnya selalu bisa mengalihkan duniaku saat ini. Setelah laptop siap, aku langsung mengerjakan tugas - tugasku seperti biasanya.

Kepalaku mulai pening. Suara lagu Bang bang dari Iphoneku terdengar. Aku terkejut saat melihat sebuah nama yang terpampang dilayar Iphoneku, Tante Brina. Dengan ragu, aku sentuh layar Iphoneku, aku angkat panggilan tante Brina. Perasaanku semakin menjadi tak menentu. Ya Tuhan!

"Iya tante... ada apa?"

"..."

"Apa?? Dimana?"

"..."

"Iya tante. Makasih."

Aku kembali lemas setelah menerima telpon dari istri ayahku itu, ibu tiriku. Air mataku mulai memanas. Tak terasa ada sesuatu yang membasahi pipiku. Dengan segera aku langsung menyekanya. Aku langsung beranjak dari tempat dudukku, kemudian aku melangkahkan kakiku keruangan atasanku. Setelah mendapat ijin, aku langsung membereskan meja kerjaku. Menenteng tas kesayanganku dipundak, kemudian bergegas untuk pergi. Tanganku kembali dingin. Setelah keluar dari lift, aku langsung berlari menuju tempat parkir.

Bruuuuuugg...

Aku terjatuh. Aku meringis menahan sakit dari kakiku. Kunci mobilku entah jatuh kemana, mataku mulai mencarinya.

"Kamu nggak papa?" Tanya seseorang padaku. Aku mendongak keatas. Aku terkejut.

"Abyan..." Ucapku saat melihatnya.

Air mataku kembali menetes. Abyan berjongkok didepanku, dia menyeka air mataku, kemudian membantuku untuk bangun. Beberapa orang mulai memperhatikan kami.

"Awww..." Rintihku lagi.

"Kenapa Kei?" Tanyanya padaku. Aku menggeleng. Dia berjongkok kembali dan memegang kaki kiriku yang sakit. Aku meringis kesakitan.

"Lepas sepatunya!" Suruhnya padaku.

Aku menurut, aku melepas high heels ku. Semua orang semakin memperhatikan kami, aku mulai merasa risih. Abyan sudah berdiri menenteng sepatuku. Aku langsung mengambil sepatuku, dan berjalan menahan sakit sambil mengambil kunci mobilku yang terjatuh. Abyan menarik lenganku.

"Kamu mau kemana? Biar aku obati dulu kaki kamu Kei. Kaki kamu keseleo." Kata Abyan.

"Nggak papa Bi. Aku buru-buru. Aku mesti pergi. Aku duluan ya." Ucapku padanya. Dia tak melepaskan pegangan tangannya padaku.

"Aku anter Kei. Nggak usah bantah!" Ucapnya padaku. Aku mengangguk pasrah. Abyan kemudian merangkulku, membantuku untuk berjalan.

"Ada apa?? Bubar semua!" Pekiknya pada beberapa karyawan yang memperhatikan kami. Mereka semua terlihat ketakutan, dan menundukkan kepala kemudian pergi.

Abyan membawaku menuju mobil Nissan Juke ku. Dia membukakanku pintu, dengan segera dia pun masuk dan duduk dikursi kemudi. Dia terlihat tampan hari ini, dengan setelan jas yang hampir semuanya berwarna hitam. Kemeja hitam, celana hitam, jas hitam, sepatu pentofel hitam, hanya dasinya yang berwarna abu-abu. Sepertinya kekasihku ini sangat menyukai warna hitam. Aku masih terus memandangnya, yang sedang memasang seatbelt. Aku bingung kenapa dia bisa berada dikantorku. Padahal aku sama sekali belum pernah menceritakan dimana aku bekerja. Mungkinkah kami satu kantor?

"Kita kemana sekarang?" Tanyanya padaku sebelum melajukan mobilku.

"Ke RS premier." Jawabku singkat. Abyan terlihat kaget.

"RS? Siapa yang sakit Kei?" Tanyanya kembali. Aku menatap lurus kedepan.

"Ayah." Kataku singkat. Abyan mengangguk.

Kemudian dia mendekat padaku. Darahku mulai berdesir. Jantungku kembali tak normal. Ya Tuhan! Bisa-bisa hari ini aku serangan jantung mendadak.

"Mma...mau apa Bi?" Tanyaku terbata-bata.

Dia tersenyum. Wajah kami sangat dekat, aku bisa mencium wangi aroma parfum yang sudah menjadi favorite ku akhir-akhir ini. Hembusan nafasnya pun bisa aku rasakan.

"Kamu maunya aku ngapain?" Ucapnya padaku.

Kemudian dia menunduk dan memasangkan seatbelt untukku. Aku menghela nafasku. Abyan terkekeh. Dan mengelus elus pipiku.

"Kangen sayang? Di apartment aja ya nanti." Sahutnya lagi yang membuat wajahku memanas seketika.

Abyan langsung melajukan mobilku keluar dari kantor. Tak ada percakapan diantara kami. Pikiranku masih belum tenang, walaupun saat ini kekasihku sudah berada disampingku. Setidaknya aku sedikit merasa tenang sudah melihat wajahnya yang tampan hari ini. Abyan masih fokus menyetir, sedangkan aku fokus melihat pemandangan yang sangat membosankan. Setelah beberapa menit berusaha menembus kemacetan, akhirnya aku dan Abyan sampai juga di RS. Suara Abyan mengagetkanku.

"Kei... sudah sampai." Ucap Abyan.

"Ah iya." Balasku. Kemudian aku memakai sepatuku kembali.

"Kamu mau pake high heels kamu lagi? Nggak ada yang lain gitu?" Tanyanya padaku. Aku mengerutkan dahiku.

"Kayanya ada dibelakang. Tapi nggak tahu juga Bi." Kataku.

Abyan kemudian turun. Dan membuka bagasi belakang, setelah menutupnya kembali. Dia membukakan pintu mobil untukku.

"Pake ini aja!" Suruhnya padaku sambil memberikan sepatu flat coklat padaku. Dia memakaikannya untukku. How sweet!

"Yuk!" Ajaknya padaku sambil mengulurkan tangan untuk membantuku turun.

Aku menggenggam tangannya erat. Aku menghentikan langkahku saat kami akan masuk kepintu utama RS.

"Kenapa Kei?" Tanyanya padaku.

"Bi... kita pulang aja yuk!" Ajakku padanya. Dia menatapku.

"Kei, kita udah sampai sini. Apapun yang terjadi, kamu nggak boleh menghindar terus. Menghindar nggak bakal nyelesain masalah sayang. Aku temenin kamu. Ok." Kata Abyan menenangkanku.

Bersama Abyan, aku bisa selalu merasa tenang. Dia selalu memberikan kenyamanan padaku. Dan hari ini, kekasihku akan tahu bagaimana kondisi keluargaku yang sebenarnya. Semoga dia bisa selalu berada disisiku. Aku sangat membutuhkannya. Hanya dia dan Putri yang bisa membuatku tetap kuat untuk berdiri hingga detik ini. Abyan masih menggenggam tanganku dengan erat, sesekali dia merangkulku. Kakiku masih terasa nyeri. Akhirnya kami sampai ditempat tujuan kami. Aku menghela nafasku.

"Kak Keiza..." Teriak seorang anak laki-laki yang berhambur pelukan padaku. Aku tersenyum kemudian mengacak acak rambutnya, tingginya hanya sepinggangku.

"Kak Keiza kemana aja? Ko nggak pernah pulang?" Tanyanya padaku.

"Ini siapa? Pacar kak Keiza ya?" Celotehnya lagi sambil menunjuk kearah Abyan. Aku dan Abyan terkekeh.

"Ini bang Abyan. Kenalan dulu gih." Ucapku padanya.

"Nunu bang." Ucap Nunu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.

Namanya Keanu, tapi dia lebih suka dipanggil Nunu. Umurnya sekitar empat tahun, tapi dia sudah bersekolah di Play group. Dia anak tante Brina, adik tiriku. Dia termasuk anak yang pintar. Dia selalu menganalisis apapun yang dia lihat.

"Abyan." Ucap kekasihku sambil menjabat tangan Nunu.

"Didalam ada siapa Nu?" Tanyaku pada adikku.

"Ada mama kak..." Jawab Nunu.

"Yuk!" Ajaknya padaku sambil menggandengku. Abyan mengikutiku dari belakang.

Keanu membuka pintu kamar Ayah dengan pelan. Ayah dan tante Brina langsung menoleh pada kami. Mereka tersenyum.

"Ayah... kak Keiza dateng." Pekik Nunu.

Aku tersenyum kecut. Kemudian mencium tangan tante Brina dan Ayah bergantian. Abyan mengikuti apa yang aku lakukan dibelakangku.

"Itu siapa Kei? Pacar kamu?" Tanya Ayah padaku. Aku mengangguk.

"Kenalin Yah, ini Abyan. Pacar Keiza." Ucapku memperkenalkan Abyan pada Ayah. Abyan pun memperkenalkan dirinya.

"Aku sama Nunu keluar dulu ya mas." Kata tante Brina. Ayah mengangguk kemudian tante Brina dan Nunu keluar dari kamar.

"Kei, aku tunggu diluar ya." Ucap Abyan. Aku langsung menarik lengannya dan menatapnya. Memintanya untuk tetap disini.

"Kamu disini aja." Kataku memohon. Abyan menatap Ayah, ayah hanya tersenyum.

"Sini Kei. Ayah mau ngomong sesuatu sama kamu." Kata Ayah padaku.

Abyan melepaskan genggaman tanganku. Dia memberiku isyarat agar aku menuruti permintaan Ayah. Aku duduk ditepi ranjang Ayah. Abyan duduk disofa. Ayah menggenggam tanganku.

"Kei, ayah nggak tahu sampai kapan ayah hidup. Sebelum Ayah pergi, ayah ingin kamu tahu soal bunda dan tante Sabrina." Ucap Ayah yang membuatku ketakutan. Aku masih terdiam. Aku tak berani menatapnya, aku hanya memandang genggaman tangan Ayah padaku.

"Ayah nggak mau kamu salah paham terus Kei. Ayah ingin kamu kembali seperti Keiza yang dulu." Lanjut Ayah.

"Salah paham apa Ayah? Semua orang tahu, bunda meninggal karena kecelakaan. Dan hanya Keiza yang tahu, sebelum Bunda meninggal, bunda dan ayah bertengkar hebat. Apanya yang salah paham ayah?" Tanyaku kembali.

"Iya, memang benar sebelum bunda meninggal, kami sempat bertengkar. Ayah dan bunda bertengkar karena bunda meminta Ayah untuk menikahi tante Sabrina." Cerita Ayah. Aku shock. Aku tersenyum kecut padanya.

"Ayah kira Keiza bodoh? Nggak ada yang namanya seorang istri meminta suaminya untuk menikahi wanita lain. Ayah kalo mau ngarang cerita yang masuk akal dikit." Kataku kesal.

"Ayah nggak ngarang cerita Kei. Bunda melakukan itu karena bunda sakit, dan dokter memperkirakan umur bunda tinggal beberapa bulan lagi. Bunda meminta ayah menikahi tante Brina, itu juga karena tante Brina adalah adik bunda." Jelas Ayah. Aku tercekat. Lidahku kelu.

"Bunda sakit? Nggak mungkin. Bunda selalu sehat. Dia nggak pernah ngeluh sakit apapun. Ayah pasti bohong!" Ucapku geram.

"Dan nggak mungkin tante Brina adik bunda, bunda itu anak tunggal. Ayah tau itu kan??" Pekikku pada Ayah.

"Bunda sakit kanker rahim Kei. Tante Sabrina itu adik tiri bunda. Mereka dilahirkan dari ibu yang berbeda. Dan mereka tinggal ditempat yang berbeda." Cerita Ayah. Aku menggeleng. Mataku mulai memanas.

"Ayah bohong! Ayah pasti bohong!" Teriakku pada Ayah.

Air mataku mulai menetes. Aku langsung bergegas keluar dari kamar Ayah. Aku seret kakiku yang sakit. Dengan tertatih - tatih aku terus berjalan meninggalkan rumah sakit. Aku tak menghiraukan suara Abyan yang terus memanggilku. Air mataku mengalir deras. Aku hampir terjatuh saat seseorang menarik lenganku dengan keras.

"Stop it Kei!" Seru Abyan.

Aku menatapnya. Aku langsung berhambur pelukan padanya. Aku menangis dipelukakannya. Abyan memelukku dengan erat.

"Kita pulang!" Ucap Abyan.

Dia menyeka air mataku. Kemudian merangkulku dan menuntunku ketempat dimana mobilku diparkirkan. Abyan melajukan mobilku kearah apartmentku. Aku masih terus menangis, air mataku mengalir seperti tanggul yang jebol. Abyan menggenggam salah satu tanganku dengan erat. Dia seperti menyalurkan energi untukku. Hatiku serasa remuk saat ini. Otakku serasa penuh. Cerita Ayah membuat kepalaku berdenyut tak karuan.

***

Abyan's POV.

Aku menyandarkan kepalaku dikursi kerjaku. Kupijat pelipisku dengan pelan. Kupejamkan mataku sesaat. Hari ini sungguh hari yang melelahkan. Melihat gadis mungilku menangis hari ini membuat energiku seperti habis terkuras. Aku kira dia perempuan yang tangguh. Aku baru tahu, dia hanya terlihat tangguh diluar. Tetapi didalam, dia sangat rapuh. Mungkin hubunganku dan Keiza masih bisa dihitung dengan hari. Namun aku semakin merasakan nyaman dengannya dan aku semakin ingin selalu berada didekatnya. Dia gadis yang misterius. Hingga detik ini aku belum mengetahui semua tentang dirinya. Sebetulnya mudah saja buatku untuk mencari tahu tentang siapa Keiza, tapi aku ingin semuanya berjalan apa adanya.

Hari ini aku baru mengetahui, bahwa gadis mungilku itu adalah salah satu karyawanku. Hampir 10 hari aku menjadi kekasihnya, namun hari ini aku baru mengetahui dimana wanita tercintaku bekerja. Aku tersenyum mengingat bodohnya diriku ini. Kejadian tadipun sedikit membuatku tahu siapa Keiza sebenarnya. Aku tahu kemana arah pembicaraan Ayah dan anaknya di RS pagi tadi. Sekalipun Keiza belum menceritakan detail padaku, tapi aku tahu dia terluka sejak lama. Aku hanya berharap semoga kekasihku itu bisa berbagi bebannya denganku. Karena aku tak akan membiarkannya tersakiti seperti itu.

Jam tanganku menunjukkan pukul 9 malam. Aku sedikit tenang, saat mengetahui Keiza sudah makan dan suaranya yang sudah mulai normal kembali. Ya, hubungan kami lebih sering melalui via suara atau Line. Tentunya karena kesibukkanku yang segudang ini. Andai saja aku bukan seorang CEO, aku pasti sudah bisa menemani gadisku seharian ini. Aku beranjak dari tempat dudukku. Aku longgarkan dasiku. Aku langkahkan kakiku keluar dari tempat yang membuatku jenuh setengah mati. Beruntung malam ini, aku akan bertemu dengan sahabat - sahabatku.

---

Suara dentuman musik yang keras mulai memekikkan telingaku. Mataku mulai mencari-cari keberadaan sahabatku. Seperti biasa, beberapa pasang mata nakal.mulai melirikku. Aku berjalan kearah tempat duduk yang sudah biasa kami pesan untuk berkumpul. Kali ini kondisinya berbeda, karena Nial membawa istrinya Rara. Dan Boy, ah tak perlu aku ceritakan tentang dia. Dia sedang bercumbu dengan wanita yang entah siapa dia.

"Hai bro, kusut banget tu muka." Celoteh Nial padaku. Aku tersenyum. Kemudian berjabat tangan ala-ala kami seperti biasanya.

"Muka lo kayak habis diputus cewe aja bro." Sahut Boy.

Aku hempaskan tubuhku disofa. Sambil meminum sebotol air putih yang aku bawa sendiri tadi.

"Kenapa Yan? Cerita dong sama kita." Oceh Nial.

"Nggak ada apa-apa. Gue capek aja hari ini." Keluhku pada mereka.

"Kapan lo kenalin Keiza sama kita??" Tanya Boy.

"Iya bang Byan, Rara kangen loh sama kak Keiza." Ucap Rara. Aku tersenyum.

"Nanti gue kenalin." Balasku.

"Atau lo udah putus sama Keiza? Secara cewek lo galaknya kaya singa." Ucap Boy. Rara dengan kesalnya melempar kacang pada Boy. Semua tertawa melihat tingkah Rara.

Sahabatku memang sudah tahu mengenai hubunganku dan Keiza. Karena aku sering mengupload foto Keiza bersamaku di IG ku. Mataku menangkap sekerumunan orang yang sedang ribut. Entah kenapa ada keinginan dari diriku untuk mengetahui tentang keributan itu. Aku beranjak dari tempat dudukku. Aku melotot seketika. Tanganku mengepal. Darahku mulai mendidih.

"Shit!" Umpatku kesal.

"Kenapa bro?" Tanya Nial.

Dengan segera aku menghampiri kerumunan itu. Aku tak menghiraukan teriakan Nial yang masih memanggilku. Darahku semakin mendidih saat aku melihat Keiza sedang mencoba melepaskan dirinya dari kuncian lelaki itu. Dengan cepat Keiza menggigit lengan lelaki itu dengan keras. Lelaki itu berteriak kesakitan. Aku mendelik. Aku berlari dan bergegas menangkap Keiza yang terhuyung hampir terjatuh. Ya Allah! Dia mabuk. Aku memeluknya dengan erat.

"Siapa lo?? Itu cewe gue." Pekik lelaki bertubuh lebih besar dariku.

Saat dia mendekat padaku dan Keiza aku menendangnya sekuat tenaga dengan kaki kananku sampai dia terjatuh. Seseorang kemudian memukul wajahku dari samping, kurasakan ada sesuatu yang mengalir dari sisi bibirku. Aku membalas pukulannya dengan tangan kananku. Tangan kiriku masih memeluk Keiza dengan erat. Aku yang masih dalam kesadaran normal dengan mudahnya membuatnya tersungkur. Sahabatku melerai keributan ini. Aku langsung membawa Keiza keluar dari tempat kotor ini. Aku rangkul Keiza dengan erat.

"Bi... Ayah bohong!" Oceh Keiza yang sedang mabuk.

Aku merogoh saku celana jeans Keiza, aku ambil kunci mobilnya. Saat berjalan menuju mobil Nissan Juke milik Keiza, dia memuntahkan semua isi perutnya. Aku pijat - pijat tengkuknya. Karena Keiza terlihat lemas tak berdaya, Aku gendong dia kearah mobilnya. Setelah masuk kemobil, aku lajukan mobil Keiza ke apartmentnya. Disepanjang jalan dia terus merancu tak jelas. Sampai dia terlelap. Aku mengelus elus pucuk kepalanya.

Sesampainya di apartment, aku menggendongnya kembali. Nafasnya mulai teratur, sepertinya dia terlelap. Aku bingung saat akan membuka pintu apartment milik Keiza. Dengan terpaksa aku membangunkannya.

"Kei... Kei bangun. Bangun sayang." Kataku padanya sambil mengelus elus pipinya. Dia sudah berada dipelukkanku sambil berdiri.

"Hmmm..." Rintihnya.

"Password nya apa Kei??" Tanyaku kembali.

"Abyan." Ucapnya lagi.

Aku mengerutkan dahiku. Kemudian aku menepok jidatku. Bodohnya aku bertanya pada orang yang sedang mabuk. Aku sandarkan tubuhku didinding, sambil memeluk Keiza. Sesaat kemudian, Aku mencoba menekan tombol password sesuai dengan apa yang Keiza ucapkan tadi. Aku terkejut, pintu terbuka. Keiza memakai namaku untuk menjadi password nya. Aku mencium keningnya. Aku gendong dia kembali ala bridal style kekamarnya. Aku baringkan tubuhnya diatas ranjang kingsizenya. Aku buka jaketnya. Kusibakkan rambutnya yang menutupi wajah cantiknya. Aku usap wajah cantiknya menggunakan jari telunjukku mulai dari dahinya turun kehidung mancungnya, dan bibirnya. Aku tersenyum memandangnya. Saat aku beranjak untuk pergi, Keiza menarik lenganku.

"Bi... jangan pergi." Ucap Keiza sambil matanya tertutup. Aku menghampirinya kembali, duduk ditepi ranjangnya. Mengelus elus pucuk kepalanya dan mencium keningnya.

"Iya sayang, aku disini. Kamu istirahat ya!" Ucapku padanya.

Keiza masih memegang tanganku dengan erat. Aku biarkan Keiza tertidur dengan memegang tanganku. Setelah beberapa menit, aku mencoba melepas pegangan tangannya. Aku meregangkan badanku setelah pegangan tangan Keiza terlepas sambil berjalan keluar dari kamar Keiza. Aku bersihkan sisa darah yang ada disudut bibirku. Rasa nyeri mulai aku rasakan. Sedikit lebam dibagian sudut bibir bagian kanan. Karena sudah malam dan hujan, Aku putuskan menginap ditempat Keiza. Aku rebahkan tubuhku disofa depan TV.

---

Kurasakan ada sebuah sentuhan diwajahku. Samar-samar aku mendengar suara lembut seseorang memanggilku. Panggilan yang tidak pernah orang terdekatku pakai untuk memanggilku.

"Bi... Bi bangun." Ucap seseorang.

"Sayang banguuun..." Lanjutnya lagi.
Aku mengerjapkan mataku. Kulihat kekasihku Keiza tersenyum.

"Bangun sayang." Ucapnya lagi.

Aku mengusap wajahku. Kemudian duduk dan mengacak acak rambutku. Keiza tersenyum melihatku. Nyawaku masih belum terkumpul sepenuhnya. Kalian tahu kan betapa susahnya aku bangun.

"Pagi Bi." Sapanya padaku.

"Pagi sayang." Balasku singkat.

"Kamu ngapain tidur disini Bi?" Tanyanya padaku.

Aku memandangnya dengan lekat dan tajam. Aku mendekatkan wajahku padanya, dia memundurkan tubuhnya sampai kedua tangannya bertumpu kebelakang agar dia tak terlentang disofa.

"Bi... kamu mau apa??" Tanyanya ketakutan.

Aku menahan tawaku. Sepersekian detik kemudian dia mendorongku. And this is my Keiza, so strong! Tawaku pecah membahana. Keiza mendengus kesal.

"Harusnya aku yang nanya, kenapa kamu mabok tadi malam?" Tanyaku kembali.

"Aku nggak mabok." Jawabnya enteng. Aku menariknya dengan tangan kiriku kemudian mengapitnya dengan lenganku.

"Nggak mabok?? Tapi bikin orang jadi nggak pulang sampai bonyok." Ucapku padanya. Dia langsung menatapku.

"Kamu berantem?" Tanyanya lagi.

"Tadi malam aku nolongin pacar aku yang lagi mabok, terus ketonjok deh. Giliran mau pulang nggak boleh, tangannya dipegang kenceng banget." Ceritaku padanya. Dia tersenyum.

"Maaf sayang. Sini aku obatin." Katanya padaku.

Cup.

Dia mencium singkat sudut bibirku yang lebam. Tubuhku mengejang seketika. Ya Allah jantungku. Keiza membangunkan macan yang sedang tidur. Damn! Dia kemudian terkekeh.

"Gih sana shalat. Udah adzan shubuh tadi." Ucapnya padaku sambil berjalan kearah dapur. Aku masih duduk terdiam.

"Kamu shalatnya dikamar satunya aja. Disana ada sajadah punya Putri. Kamu pakai aja Bi." Sambungnya lagi.

Kemudian aku beranjak dari tempat dudukku. Keiza benar, aku harus mengambil wudlu agar aku tak khilaf pada kekasih mungilku itu. Ah Keiza, aku rasa duniaku sudah mulai jungkir balik karenanya.

Selesai shalat, aku menghampiri kekasihku yang sepertinya sedang memasak. Dia seperti Umi saat sedang memasak seperti ini. Cantik. Keiza terlihat gesit dan lincah saat memasak, like a chef. Aku tersenyum melihatnya.

"Kei, aku pulang dulu ya." Pamitku padanya. Dia menoleh kearahku. Mulutnya mulai mengerucut. Aku semakin gemas melihatnya.

"Ko pulang Bi? Kamu mah gitu, aku lagi bikinin sarapan buat kamu juga malah pulang. Sarapan dulu ya, lagiankan masih setengah enam. Sebentar aja Bi." Protesnya padaku. Aku tersenyum.

"Ya udah kalo gitu, aku sarapan disini. Tapi nanti kamu anterin aku pulang ya, mobilku masih diclub. Aku tinggal tadi malam." Ceritaku padanya. Dia mengangguk dan tersenyum senang.

"Beres my Abyan." Serunya padaku.

Aku duduk di minibar. Keiza membuatkanku Cappuccino Latte. Entah dari mana dia tahu minuman kesukaanku. Atau mungkin ini juga kesukaannya. Aku terkekeh. Dia masih terlihat sibuk membuatkan sarapan untuk kami. Love the way she cooks. Sesaat kemudian dia menghidangkan makanan yang sudah selesai dia buat. Umi sering membuatkannya untukku, samosa.

"Gih dimakan. Maaf ya Bi, aku cuma buat ini. Belum belanja." Ucapnya kemudian dia terkekeh.

"Nggak papa sayang. Kelihatannya enak." Kataku padanya, dia tersenyum.

Dengan segera aku mencicipi samosa buatan Keiza. Ya Allah, rasanya sama seperti buatan Umi. Aku yakin ini bukan kebetulan semata. Love you more Kei.

"Enak?" Tanyanya padaku.

"Enak banget. Sama kaya buatan Umi." Pujiku padanya. Dia tersenyum. Aku menyuapinya yang sudah duduk disampingku.

"Umi?? Mama kamu?" Tanyanya kembali. Aku mengangguk.

Aih, aku berasa punya istri pagi ini. Dibangunkan dengan lembut, mengingatkanku untuk shalat, dimasakkan sarapan dan sarapan pagi bersama. Oh my God. Aku benar-benar bahagia hari ini. Semoga Allah mengabulkan doaku setiap aku shalat. Aku harap dia yang telah membuat hatiku jungkir balik ini adalah tulang rusukku.

Tbc.

-----

Huft...
Selesai juga ini chapter.
Chapter ini buat yang kemarin pada comment panjang lebar, katanya jangan lama2. This is special for you girls...

Makasih semua buat yang udah vote and comments di chapter sebelumnya. Semoga nggak bosen ya buat selalu ninggalin jejak kalian. Itu semangat buatku.

Semoga yang baca cerita ini masih diem, aku harap kalian mau ninggalin jejak walopun cuma ngeklik satu bintang. Satu bintang buatku sudah bikin aku melayang.

Aku tahu cerita ini belum bisa sesuai harapan. Well, apapun itu aku cuma pengen nulis khayalanku aja. Semoga bisa menghibur ya.

Love you pull semua...

Muach. ^^

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 94K 46
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
4M 29.9K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
607K 2.5K 12
Hts dengan om-om? bukan hanya sekedar chatan pada malam hari, namun mereka sampai tinggal bersama tanpa ada hubungan yang jelas. 🔛🔝 my storys by m...