BUL & BIN

By smstldhl

17.3K 1.9K 647

Misteri, Pengkhianatan, Peristiwa, serta Lika-Liku Kehidupan, Semuanya terkuak. Permasalahan yang tak kunjung... More

𝐁 𝐈 𝐍 𝐓 𝐀 𝐍 𝐆
𝐁 𝐔 𝐋 𝐀 𝐍
01.1. 𝐓𝐡𝐞 𝐛𝐞𝐠𝐢𝐧𝐧𝐢𝐧𝐠 𝐨𝐟 𝐞𝐯𝐞𝐫𝐲𝐭𝐡𝐢𝐧𝐠
02.2. 𝐓𝐨 𝐦𝐞𝐞𝐭 𝐚𝐠𝐚𝐢𝐧
03.3. 𝐖𝐞𝐥𝐜𝐨𝐦𝐞 𝐭𝐨 𝐦𝐲 𝐥𝐢𝐟𝐞, 𝐛𝐚𝐛𝐲
04.4. 𝐑𝐞𝐬𝐭 𝐢𝐬 𝐨𝐯𝐞𝐫
05.1. 𝐍𝐞𝐰 𝐩𝐞𝐨𝐩𝐥𝐞 𝐨𝐫 𝐨𝐥𝐝 𝐩𝐞𝐨𝐩𝐥𝐞?
06.2. 𝐂𝐡𝐢𝐥𝐝𝐡𝐨𝐨𝐝 𝐟𝐫𝐢𝐞𝐧𝐝𝐬
07. 𝐀𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐢𝐝 𝐋𝐢𝐧𝐞
08. 𝐌𝐢𝐬𝐬𝐞𝐝 𝐏𝐞𝐫𝐬𝐨𝐧
10. 𝐌𝐞𝐞𝐭𝐢𝐧𝐠 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐦𝐨𝐦 (𝐦𝐨𝐨𝐧)
11. 𝐃é 𝐉𝐚𝐯𝐮 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐞𝐚𝐬𝐭𝐬
12. 𝐘𝐞𝐬, 𝐢'𝐦 𝐚 𝐯𝐢𝐥𝐥𝐚𝐢𝐧
13. 𝐏𝐞𝐨𝐩𝐥𝐞'𝐬 𝐩𝐫𝐚𝐲𝐞𝐫𝐬 𝐚𝐭 𝐨𝐧𝐞 𝐭𝐢𝐦𝐞.
14.1. 𝐀𝐋𝐗𝐀𝐍𝐃𝐀𝐑𝐈𝐀 𝐗 𝐀𝐋𝐆𝐈𝐄𝐍𝐃𝐑𝐀
15. 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐫𝐚𝐢𝐧.

09. 𝐑𝐞𝐝 𝐟𝐥𝐚𝐠 𝐨𝐫 𝐭𝐬𝐮𝐧𝐝𝐞𝐫𝐞 𝐛𝐨𝐲

799 76 8
By smstldhl

Kata Ghevan, siders nanti bisulan.
So, jgn pelit sama vote & komen ya, soalnya do'a Ghevan mujarab (katanya)😋

***

"Shutss."

"Bulan shutss," bisik Vio pelan, sangat pelan. Bahkan Bulan yang duduk di depannya sampai tak mendengar bisikan-nya.

"Bulanjing woi!" Kali ini bisikan Vio agak keras, tangannya pun turut terulur menepuk bahu Bulan dengan pulpen agar sang empu menoleh ke arahnya. Dan berhasil!

Kepala Bulan sedikit menoleh ke belakang saat merasakan tepukan pada bahu nya. "Apaan?" Tanyanya malas.

Vio melirik ke depan, menatap Bu Laras yang anteng di kursinya sebelum menatap sekeliling. "Gak usah keras-keras bege, nanti bu Laras denger, mampus lo." protesnya masih dengan nada berbisik.

Bulan memutar bola matanya jengah. "Apaan? cepet." Desaknya.

"Pakar Kimia-Fisika inggris siapa, woi?" Tanya Vio setelah melihat kembali ulang kertas ulangan nya. "Gue nggak lupa baca bagian itu,"

"Michael Faraday." jawab Bulan spontan tanpa melihat jawaban di kertas ulangan nya.

"Hah? Mikel Friday? Mikel friday saha anjir?" Tanya Vio. Ia tidak budek, Ia hanya kurang jelas mendengar jawaban yang dilontarkan Bulan.

"Michael Faraday." Ujar Bulan sedikit keras agar terdengar Vio.

"Lo ngomong apaan, sih?"

"Michael Faraday, Budeg!" Habis sudah kesabaran Bulan. ia berbicara sedikit berteriak yang mampu mengundang atensi dari seluruh murid termasuk bu Laras yang ada didalam kelasnya.

"Sudah, sudah. Kerjakan soal kalian masing-masing. Tidak usah tengok kanan kiri." ujaran bu Laras mengalihkan atensi murid pada dirinya, setelahnya mereka fokus pada kertas ujian mereka masing-masing.

"Bulan! Vio! Kalian saling nyontek?!" Suara keras bu Laras terdengar bergema di dalam kelas Mipa-1. Guru kimia itu menatap tajam kedua perempuan yang tadi berdebat.

Bulan dan Vio sama-sama menggeleng kikuk. "E-enggak bu." gagap mereka dengan serempak.

"Mampus sukurin." ejek Fanny dengan mada berbisik. Ia memasang tampang mengejeknya pada Vio, membuat Vio yang memang duduk di sebelahnya menggeram kesal.

"Diem lo." ketus Vio menoleh menatap orang yang mengejek nya tadi.

Mata bu Laras memincing kearah mereka berdua. Wanita dengan tatapan garang itu bangkit, menghampiri meja bagian tengah.  "Kalian berbohong sama ibu?!"

"Enggak bu, mana mungkin saya bohong sama ibu." jawab Vio jujur. Memang benar kan? Ia tadi tidak menyontek pada Bulan, ia hanya sekedar bertanya saja. Tolong bedakan antara bertanya dan menyontek.

"Vio bener bu, mana mungkin kan anak baik-baik dan rajin menabung kaya kita ini berbohong." tambah Bulan dengan cengiran khasnya.

"Gak percaya saya sama kalian, itu kenapa kamu teriak-teriakin nama Michael Faraday?"

"Refleks bu, nama idola saya muncul di ulangan harian yang super WAW ini." Bulan beralibi.

"Kalian berdua, Bulan maupun Vio. Kerjakan ulangan diruang guru." Telak tak mau dibantah dari bu Laras.

Bulan maupun Vio seperti orang dungu. Mereka tak terima, Sungguh. Mau lihat ekspresi mereka berdua? Mereka berdua sama sama berekspresi 'hah? Apaan anjir?'

"Ibuuu Laras yang cantik, saya tidak mencontek atau sejenisnya. Masa saya disuruh ke ruang guru, sih bu? RUANGGURU itu aplikasi berbayar loh, Bu. Kalau ibu gak percaya, tanya aja sama pak Haji."

Demi apapun kali Bulan menyahut sambil cosplay sebagai menjadi pemeran ucup di salah satu stasiun televisi.

Bulan sungguh kelewat kesal. Nada bicara yang tadi nya kalem pun naik nada saking kesalnya. Membuat seisi kelas menahan tawa mereka. Jika saja Bu Laras tidak ada di kelas, mungkin tawa mereka sudah membludak menertawakan tingkah konyol seorang Bulan Alinadra Smith.

Walla menyenggol sikut Bulan yang duduk disebelahnya lalu berbisik. "Wah hebat lo anjir. Bisa-bisa nya Lo cosplay jadi Denis."

"Asal Lo tahu, gue cosplay jadi Kipli, bukan Denis." Bulan kembali berbisik menyahut ucapan Walla.

"Ruang guru, kantor. Bukan aplikasi. Bulan, kamu itu sebenernya pinter, tapi sayang nya rada o'on dikit," sahut bu Laras menyatukan ibu jarinya dan jari telunjuk namun masih memberi jarak 1 centi.

"Kalian berdua kerjakan dikantor. SE KA RANG." lanjutnya.

Sabar, orang sabar disayang Nassar Oppa kiyowo. Gumam Vio bangkit dari duduknya dengan tangan yang memengang kertas ulangan serta pensil.

"Cepat Bulan." Sentak bu Laras.

"Saya gak nyontek ibuuuuuu, dibilangin nya. ih!" tungkas Bulan mencebikkan bibirnya kesal.

"Atau mau saya robek kertas ulangan kamu?"

"Yeeuu si ibu, dibilangin nya gak percayaan." sahut nya pengen tak hihhh!! Untung ia ingat bahwa bu Laras adalah gurunya. Jika tidak, sudah pasti! Tidak Bulan apa-apa kan. Hehe. "Baperan!" Gumamnya kecil.

"Aku lah hati yang telah~" bukan nya bangkit dari duduknya, Bulan bersenandung dengan suara yang terbilang false membuat seisi kelas memperhatikan gadis cantik tersebut.

"Tersakitoyy asoy asoyy!" lanjutnya dengan tertawa setan. Ia langsung bangkit dan berlari seperti Naruto. meninggalkan Vio, Bu Laras dan seisi kelas yang menatapnya cengo.

***

"Kebuang sia-sia waktu istirahat gue, cuman gara-gara ulangan sialan."

"Vio sialan. Dia yang nyontek dia juga yang selesai duluan."

"Gue sumpahin nilai nya dapet nol, mampus remedial."

Gadis itu berjalan dengan kaki yang dihentak-hentakan, tak lupa sumpah serapah juga keluar dari mulut nya. Ia seorang diri di kardior, Ketiga teman nya sudah berada di kantin termasuk Vio. Sial memang, dirinya main ditinggal begitu saja.

Bulan berniat menuju kantin dimana teman sehidup se-bangkotan nya berada. Ia berjalan berbelok dipersimpangan lab IPA, namun, ketika berbalik tubuhnya kembali terpental ketika menabrak tubuh seseorang.

BUGH!

"Shhh ..."

"Kalau mau cari perhatian jangan sama gue." ucap seseorang dengan suara berat membuat Bulan mendongak menatap orang yang lebih tinggi beberapa centimeter darinya.

Alis Bulan mengerut dengan bibir yang terbuka sedikit lebar. Matanya mengerjap beberapa kali. Apa dirinya tak salah dengar?

Siapa yang sedang cari perhatian pada lelaki sok penguasa sekolah tersebut?

"Haa?"

"Sejak kapan gue cari perhatian sama lo?" Tanyanya dengan wajah cengo beberapa detik, setelahnya digantikan dengan raut wajah ketus. "Jadi cowok jangan gampang GEER." ketusnya. "Kasihan gue lihatnya."

Padahal tinggal lurus kedepan beberapa meter lalu belok kiri ia sudah berada di kantin. Tapi ada saja yang menghalangi.

Bintang mengeram marah. Perempuan yang tingginya hanya sebatas dadanya itu memang sangat amat berani menantangnya dibandingkan dengan siswa lain. Membuat rasa penasaran Bintang pada Bulan semakin membuncah ruah.

Bulan berdecih sinis, melangkah maju untuk menghiraukan Bintang. Tak urung lelaki dengan seragam urakan itu menarik kerah baju seragam yang Bulan kenakan membuat sang empu memekik. Terkejut sekaligus tertarik ke belakang dengan leher yang sedikit tercekik.

Fuck!

Bulan langsung menepis tangan Bintang yang masih berada di kerah baju. Membalikan tubuh, melayangkan tatapan nyalang. "Apaan, sih. Lo tarik-tarik kerah baju gue?!"

"Lo udah nabrak gue, gak ada niat buat minta maaf, heh?" Ujar Bintang tak kalah sinisnya.

Bulan berdecak kesal. Tak urung, kedua sudut bibirnya ia tarik untuk tersenyum paksa menatap manik elang milik Bintang yang melayang ke arahnya. "Gue. Minta. Maaf." Tekannya.

Mendengus sebal lantaran perutnya sudah minta di isi, Bulan melunturkan senyum sembari merotasi kan mata, kakinya melangkah maju menabrak biseps Bintang untuk menunjukkan kekesalannya.

Srettt!

Perempuan yang masih menahan emosi, kini kian bertambah emosi. Rasa jengkel, dongkol serta keinginan untuk mencakar wajah Bintang kini ada. Emosi Bulan meledak, hidungnya sampai kembang kempis.

Bulan membalikkan tubuhnya untuk kedua kali, dirinya mengeram marah. Lelaki ini benar-benar ingin melihat dirinya meledak untuk meninju perut Bintang dengan keras.

Dengan seenak jidat Bintang malah menarik paksa kuncir rambut yang ia kenakan. Membuat rambut sepinggang kuncir kuda yang ia ikat tadi secara apik kini tergerai dengan bebasnya.

BUGH!

"Ah!"

Sial. Gadis yang sekarang menatapnya penuh emosi ini ternyata memiliki tenaga yang cukup kuat. Bintang bahkan sampai memegangi perutnya yang baru saja terkena tinjuan dari tangan mungil Bulan.

"Siniin kunciran gue!" Ucapnya tak terima.

Kaki Bulan berjinjit, berusaha menggapai ikat rambut berwarna cokelat dengan bandul kepala beruang ketika Bintang malah meninggikan tangannya.

"Sini!"

Bintang menggeleng, menatap remeh perempuan yang masih berusaha untuk mengambil barang yang ada di genggaman tangannya. "Pendek!" Ujarnya dengan raut datar.

"Titan colossal kaya lo mending diem!"

Tangan Bintang beralih ke belakang tubuh, lagi-lagi membuat Bulan mengikuti gerakannya yang kini malah seperti Bulan sedang memeluk Bintang.

"Gue gak lagi butuh pelukan,"

Bulan langsung terdiam. Matanya membelalak sempurna ketika baru menyadari posisinya. Tubuhnya langsung menjauh, kepala menyamping ke kanan pada sudut tembok untuk melihat CCTV yang berada tepat di tubuh belakang Bintang.

Bulan tersenyum memperlihatkan gigi, menyengir dengan lebarnya dengan tangan yang ia kibaskan beberapa kali lalu membentuk tanda X besar menggunakan kedua tangan di hadapan CCTV agar pihak sekolah maupun tugas CCTV tak salah paham dan tak menuduh dirinya bersikap cabul apalagi dalam keadaan lorong sepi.

Bulan kembali menatap Bintang. Wajahnya langsung berubah total menjadi tatapan permusuhan.

Bintang menaikan satu alisnya, perubahan ekspresi wajah Bulan begitu cepat. Baru beberapa detik perempuan itu tersenyum dengan cerahnya, kini hanya ada raut emosi yang ketara. Wow! Sangat pantas untuk menjadi seorang aktor.

"Kalau lo ngelakuin kesalahan yang lo perbuat mau itu sengaja atau enggak, Lo harus minta maaf. Itu nunjukin attitude lo baik apa enggak."

Bulan mengernyit. Lelaki lempengan beton yang kerap kali menampilkan wajah datar dan selalu bersikap apatis ini baru saja berbicara panjang lebar padanya?

Dan apa tadi? Minta maaf? Bukan kah dirinya tadi meminta maaf pada Bintang walau setengah hati?

Hei itu sama saja jika dirinya sudah meminta maaf!

"Dan lo jangan pernah ngambil sesuatu yang bukan milik lo. Lo juga gak akan suka kalau orang lain ngambil milik Lo, gitu aja!"

"Ambil, buat lo. Gue yakin lo gak akan suka sama bekasan." Lanjut Bulan memutar tubuhnya kembali untuk melangkah menuju kantin tanpa mau menghiraukan ekspresi Bintang yang kini malah menunjukkan ekspresi aneh pada dirinya.

***

"Itu bekas lo ya! Lo fikir gue gak tau apa?!" Sungut Ghevan tak terima. Pasalnya, lelaki bernama lengkap Kelvin Ghantara itu memberikan sendok bekas mulut sang empu pada dirinya.

Kelvin fikir, Ghevan lelaki murahan yang mau saja menerima bekasan?!

"Gak asik lo, susah di ajak romantis!" Dengus Kelvin. Menaruh kembali sendoknya pada mangkok berisi kuah bakso miliknya.

"Ajak cewek lo aja sana! Ngapain mau sok romantis sama gue? Lo fikir gue gay?!"

"Bingung mau romantis sama pacar gue yang mana," Akunya jujur membuat Ghevan menabok pahanya dengan kencang.

"Ghevanjing sakit!"

Austin menghembuskan nafas lelah. Pertengkaran antara Kelvin dan Ghevan tiada gunanya. Ditambah lagi kuping Austin rasanya panas mendengar suara-suara perempuan yang membicarakan dirinya maupun kedua cecungut yang masih saling memukul satu sama lain.

Malas juga sebenarnya lagi-lagi beristirahat di kantin IPA jika kondisinya menganggu dirinya.

"Hai! Aku Vania,"

Austin refleks menggeser duduk. Perempuan yang baru saja mengenalkan diri tanpa diminta, menyerobot kursi panjang di sebelahnya yang kosong.

Austin berdecak, semakin menggeser sampai ujung ketika bahu perempuan tadi menempel pada bahunya. Austin terlihat seperti phobia pada perempuan.

"Lo ... cewek yang katanya pindahan dari London itu!" pekik Ghevan setelah meneliti wajah cantik perempuan di seberangnya. "Cantik, sih! Pantesan nama Lo udah terkenal duluan sebelum Lo masuk." katanya heboh sampai-sampai mengundang perhatian warga kantin untuk memperhatikan kumpulan mereka.

"Gak usah heboh kali, hehe." ucap gadis di depannya dengan canggung. "Nama aku Vania Rachiella, temen kecil Bintang." Lanjutnya mengulurkan tangannya kanannya terlebih dahulu pada Ghevan.

"Gue Kelvin Ghantara. Panggil aja gue babang Kelvin yang manizz." tangannya membalas menyalami tangan Vania. "Panggil sayang juga boleh." Lanjutnya sembari menggerlingkan matanya.

"Emm ... Vania," ucapnya tersenyum kikuk. Ia segera melerai jabatan tangannya karena takut.

"Dia kenalan sama gue, kenapa lo yang jawab?!" Dengus Ghevan merasa tak terima. Pria itu menatap Kelvin dengan tatapan permusuhan karena Kelvin telah mencuri start nya.

"Lagian, lama." ujar Kelvin nyolot.

"Gue Ghevan Garestina. Panggil aja gue Ghevan." ucapnya mengulurkan tangannya yang langsung diterima oleh Vania tanpa menggubris ucapan Kelvin.

"Gue Austin." Ucapnya singkat, tanpa repot-repot untuk menyebutkan nama panjangnya pada Vania. Wajahnya datar, tangannya pun tidak mengulur untuk bersalaman seolah tak berminat untuk ajang sesi perkenalan.

"Vania Rachiella," ujarnya tersenyum ramah. Vania yang memang sedari tadi mencuri pandang dengan diam-diam melirik Austin pun akhirnya tahu nama cowok itu walaupun hanya nama panggilan.

"Kalian temen nya Bintang, Kan?" Tanya Vania melirik Austin kembali sebelum matanya menatap Kelvin dan Ghevan. "Bukannya lancang, sebelumnya gue tadi nanya kalian ke yang lain. Hehe."

Ghevan dan Kelvin hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Bintang mana ya? Dia gak istirahat?"

"Dia ada urusan, bentar juga kesini." jawab Austin diangguki Vania.

"Kenapa nyariin Bintang, sih? Kan ada gue, Gue yang paling ganteng diantara mereka bertiga termasuk Bintang." Ujar Kelvin dengan tampang sok cool nya. Setelahnya ia melahap satu bakso yang ia tusuk dengan garpu.

"Ewh. Enek gue enek pake g. Pengen olab." komentar Ghevan menutup mulutnya berlaga seperti orang ingin muntah.

"Laporan."

Bintang baru saja datang. Lelaki itu langsung menyerahkan ponsel dengan logo apel yang di gigit pada Austin membuat sang empu menyahut lalu membaca rentetan chat tentang keluhan yang berada di Markas.

Mendengus malas, Austin kembali menyerahkan ponsel pada sang pemilik. "Lo bilang sama mereka harus ganti rugi. Gue gak mau tahu, kali ini kerusakannya gak akan gue tambal pakai uang kas ataupun uang pribadi Lo."

Jika Bintang akan merasa sedikit berempati pada kelakuan anggotanya setelah menyesal melakukan sebuah kesalahan, berbanding balik dengan Austin. Pria itu akan bersikap tegas. Mereka yang melakukan kesalahan, harus dapat menerima konsekuensi atas perbuatan mereka sekalipun hal sepele. Katanya, agar memiliki rasa tanggung jawab yang besar.

Contohnya tadi pada chat yang Bintang tunjukkan. Di sana terdapat pengaduan bahwa jendela pecah serta pintu Markas rusak lantaran dua orang anggotanya habis adu otot.

"Kamu ... Bintang kan?" Mata Vania mengerjap. Gadis itu tengah menelisik pahatan sempurna wajah Bintang sebelum bangkit lalu memeluknya dengan erat. "I miss you so bad."

Warga kantin yang melihatnya seketika ricuh dan juga heboh membicarakan murid baru tersebut dengan lancangnya memeluk most wanted yang paling di gandrungi oleh sebagian besar siswi.

Bintang tak membalas pelukan Vania, ia bahkan menghempaskan Vania hingga pelukannya terlepas.

"Kenapa?" Tanya Vania bingung.

"Lo siapa?" Bintang berbalik bertanya dengan pandangan tak suka setelah berhasil mendudukkan dirinya tepat di samping Kelvin. "Jangan peluk gue." katanya dengan nada sarkastik.

"Aku Vania, kamu lupa? Kan aku udah chat kamu, kalau aku bakal pindah kesini." Katanya dengan wajah meyakinkan. "Kamu lupa, ya?"

"Lupa gue." balas Bintang dengan datarnya. Tak peduli apa alasan gadis tersebut memeluk dirinya dan mengatakan bahwa perempuan itu merindukannya.

"Gitu amat respon lo, Bin." tegur Kelvin melihat wajah murung Vania sehabis di tolak oleh sang ketua.

Bintang menoleh pada Kelvin dengan malas. "Bukan urusan Lo."

"Kasian Vania, Bin." ucap Ghevan ketika melihat air wajah Vania yang tadinya tersenyum sumringah kini ditekuk.

Bintang berdecak, malas untuk meladeni hal yang menurutnya sangat menganggu ketenangan. Bintang bangkit dari duduknya membuat semuanya mendongak.

"Kamu mau kemana?" Cicit Vania membuat Bintang berhasil melirik ke arahnya.

"Bukan urusan lo." Sinisnya melenggang pergi dari sana.

***

"Ulangan kimia, bikin otak gue panas. Asep semua nih, isi kepala gue." Celetuk Walla setelah meneguk lemon tea yang ia pesan.

"Anjir sih, Bu Laras bisa-bisanya gak bilang kalau bakal di adain ulangan kimia," Vio ikut menimpali.

"Gue hafal aja kagak rumusnya, gimana gue mau ngerti coba?" Imbuh Fanny melahap cimol yang baru ia tusuk.

Mungkin, jika mereka diibaratkan sebagai robot, mereka kini sudah berasap tebal yang muncul dari otak menembus tempurung kepala sehingga dapat menimbulkan konsleting karena terlalu keras untuk bekerja atau berpikir.

"Lama amat lo?" Tanya Vio tak digubris oleh Bulan ketika sang empu mendudukkan dirinya dengan kasar di sebelahnya. Nampaknya perempuan itu masih menyimpan kekesalan terhadapnya.

Bulan mengangkat tangan kanannya lalu berteriak. "BU WATIIIII, BULAN PESEN BAKSO YANG PEUDES SAMBELNYA ENAM SENDOK YA BU." teriaknya.

"Iya neng, siap." balas bu Wati sang ibu kantin kelas sebelas.

"Gue nanya bukannya jawab, malah dicuekin." dengus Vio dengan raut sebal.

Fanny yang duduk dihadapannya turut melempar selembar tissue yang sudah ia remas menjadi bulat tak beraturan pada Vio, membuat Vio mendelik ke arahnya. "Diem njir. Lo gak lihat, muka Bulan kaya buto ijo yang lagi marah?"

"Buto ijo?" Vio menyeritkan alisnya bingung. "Maksud lo, Hulk?" Bisiknya mencondongkan wajahnya pada Fanny.

"Buto ijo mah yang megang tameng bukan sih?" Bisik Walla memiringkan tubuhnya pafa Fanny, ikut menimbrung.

"Lo o'on banget, sih. Yang pegang tameng mah Wonder Women bukan buto ijo."

"Lo semua yang o'on! Yang pegang tameng Captain America. Nah! Kalo Wonder Women itu cewek. Yang jubah item pake penutup pala cuma sampe hidung itu Batman. Nah terakhir, yang kolornya diluar itu BAPAK LO!" Ujar Bulan menggebu-gebu.

Ketahuan kan jika Bulan sering menonton film Avengers.

"Neng Bulan, ini bakso nya Neng," ucap bu Wati yang baru saja datang membawa nampan sebagai alas bakso. Ia meletakan pesanan Bulan dihadapan sang empu.

"Makasih ya, Bu." ucap Bulan dengan ramahnya tidak seperti tadi.

"Iya sama sama, Neng. Permisi atuh nya," balas bu Wati sebelum melenggang pergi yang di angguki dan senyuman ramah dari mereka.

"Lan, kok lo denger sih? Kita bertiga udah bisik-bisik masa masih kedengeran?" Tanya Vio keheranan.

"Suara lo semua berisik, kaya penagih hutang."

Mereka semua menoleh pada oknum yang baru saja berbicara. Alvaro tersenyum, mengusap pucuk kepala Bulan sebelum ikut mendudukkan diri tepat di sebelah sang empu.

"Gue denger, kelas lo habis ulangan kimia. Gimana ulangannya, susah apa enggak?" Tanya Alvaro dengan lembutnya.

"Not bad," 

"Not bad pala lu!" Serbu tiga perempuan yang tadi mengeluh lantaran harus menghadapi ulangan.

"Kalian diem ya! Gue masih kesel sama kalian, terutama lo sama lo!" Bukan menaruh garpu dengan kencang sehingga menghasilkan dentingan keras antara stainless dan beling. Matanya menyorot kesal pada Vio serta Alvaro yang kini menampakkan raut tak terima.

"Kok gue?" Tanyanya.

"Yang kemarin ninggalin gue di Alfamandi siapa ya?!"

"Ya udah maaf, kan gak tahu kalau lo minta tungguin."

"Ya udah gak gue maafin."

"Ya udah, kok gitu? Kan gue gak tahu. Bakso lo gue bayar deh sebagai permintaan maaf gue."

"Ya udah, sorry to say, gue gak gampang di bujuk!" Sungut Bulan menggebrak meja.

"Ya udah lo mau nya apa biar maafin gue?"

"Ya udah Novel tere Liye serial bumi,"

"Ya udah, nanti gue beliin."

"Ya udah, makasih!"

"Ya udah, sama-sama."

"Ya udah sekarang kalian berdua bisa diem gak?!" Serbu tiga perempuan yang kini menatap mereka kesal.

***

"Kunciran gue?" Gumam Bulan saat tangan kekar seseorang menaruh kunciran berwarna cokelat yang disinyalir miliknya.

"Lan, itu bukannya kunciran punya lo---?" Alvaro menyela, ia mendongak menatap sang punya tangan.

Bulan ikut mendongak, lalu menatap si pemilik tangan kekar itu lalu berucap. "Lo?"

"Fan, ada Bintang ..." Cicit Vio melirik ke arah Fanny dan juga Walla membuat ketiganya saling tatap. 

"Bener kata lo, gue gak suka bekasan." ucap Bintang menaruh kunciran Bulan yang sempat ia tarik beberapa menit lalu. Namun, ketika Bulan ingin mengambil kuncir tersebut, Bintang kembali mengambilnya lagi.

"Oh ya, satu lagi." ucap Bintang menggantung, menyerahkan kunciran terlebih dahulu membuat keempatnya menunggu kelanjutan apa yang akan disampaikan Bintang selanjutnya.

"Lo babi." lanjutnya mengacak acak pucuk kepala Bulan gemas. Setelahnya langsung melenggang pergi.

"BINTANG SIALAN!!!"

***

Sampai berjumpa pada next part!
🧸🧸🧸

Untuk au BUL & BIN kalian bisa cek di Instagram yg tertera di bio Wattpad aku ya!!!

Ini Instagram nya;

Continue Reading

You'll Also Like

KENZO By Ginaa★

Teen Fiction

5.5K 2.6K 38
[Ada baiknya folow akunku dulu bro;) ] Sebut saja Kenzo karna memang namanya Kenzo. Kenzo Alvariz Dhaneswara cowok berandalan suka balapan sekali gus...
1.5K 582 7
CW//17+⚠️ TW//Bullying, Harsh Word. •••••••• Sesingkat panggilan Ayah yang tertuju pada Sebastian Abiel Genthala. Sekejap itulah pandangan Abhista te...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 54K 24
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.6K 846 25
[ budayakan follow terlebih dahulu sebelum membaca ya 💋] "𝐬𝐢𝐧𝐠𝐤𝐢𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐧𝐭𝐚𝐬 𝐝𝐢𝐬𝐢𝐧𝐠𝐤𝐢𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐥𝐢𝐧𝐝...