DEVANO YOUNG FATHER | Revisi

By Anyachy

106K 7.7K 568

nakal, biang onar, tukang bolos, dan kejam kepada semua orang yang mencari masalah padanya, itulah Devano Dir... More

-PROLOG 👶
-DYF 001 👶
-DYF 002 👶
-DYF 003
-DYF 004
-DYF 005
-DYF 006
-DYF 007
-DYF 008
-DYF 009
-DYF 010
-DYF 012
-DYF 013
-DYF 014
-DYF 015
-DYF 016
-DYF 017
-DYF 019
-DYF 018
-DYF 020
-DYF 021
-DYF 022
-DYF 023
-DYF 024
-DYF 025

-DYF 011

2.9K 221 24
By Anyachy

🍀 🍀 🍀

From pinterest

Rintik hujan terus saja mengalir dengan hawa dingin yang menyeruak menusuk kulit, membuat pagi ini terasa dingin ditambah jam pelajaran kosong tak ada guru. Nazira terus saja melamun memikirkan bagaimana cara supaya dia bisa mendapatkan uang untuk membayar sekolah, sekarang Nazira tak lagi mendapatkan beasiswa, dirinya juga tak mau terus menerus merepotkan Ummi dan Abah karna sudah mengurusnya sedari kecil, mau tak mau ia harus mencari kerja di tengah sibuknya belajar dan mengikuti kegiatan pesantren.

Devano duduk di antara kursi-kursi kayu yang terdapat di rooftop, bajunya sedikit basah terkena cipratan air, rambutnya acak-acakan, menatap lurus kedepan.

"Lo kenapa dah Bang? Daritadi ngelamun mulu." Sadar Elang, ia bingung melihat sang ketua yang hanya diam saja.

"Gue bingung gimana cari orang buat jagain anak gue pas pulang sekolah, gue bener-bener lagi butuh banget karna kerjaan gue lagi numpuk, gue gak bisa handle Arshaka sendiri, gue juga gak bisa nitipin ke Bibik lo atau ke Ibu kantin terus apalagi akhir-akhir ini si Arsha aktif banget, gue jadi gak bisa ngapa-ngapain." Curhatnya.

Akhir-akhir ini memang sang anak, Arshaka, sangat aktif, di tambah pekerjaan Devano yang tak menentu selesainya membuat ia benar-benar kewalahan menjadi orang tua tunggal.

"Santai gue bantu cariin nanti." Devano hanya mengangguk menanggapi.

Rintik hujan kini semakin deras membuat awan lebih gelap lagi, Devano mencemaskan Arshaka yang berada dirumah bersama Mama Edgar.
Ia lalu bangkit menuruni anak tangga rooftop dan kembali ke kelasnya diikuti Elang.

Nazira menelungkupkan wajahnya dalam, pikirannya kalut, ia benar-benar bingung, hp-nya berdering, Nazira kembali tegak dan mengangkat telponnya.

"Halo assalamualaikum" Salam orang di sebrang sana.

"Waalaikumsalam Ummi, ada apa ya? " Tanya Nazira.

"Zira, nanti pulang sekolah tolong belikan obat Abah ya nak, yang seperti biasa, soalnya penyakit Abah kambuh lagi."

"Iya Mi, nanti Zira belikan." Jawabnya.

Setelah selesai berbincang dengan Ummi di telepon, Nazira jadi sedikit cemas, karena Abah, kyai sekaligus pemimpin pesantren Al-ikhlas sedang sakit, Nazira memang sangat sayang kepada Ummi dan Abah karna sudah merawatnya sedari kecil, Nazira sudah menganggap mereka seperti orangtuanya sendiri, begitu juga sebaliknya, bagi mereka Nazira sudah dianggap seperti putrinya sendiri, apalagi Ummi Sarah, ia sangat sayang kepada Nazira, ia menganggap Nazira seperti putri kandungnya terlebih Ummi sarah pernah kehilangan sosok putra semata wayangnya yang seumuran dengan Nazira yang meninggal karena sakit paru-paru. Ia kembali menelungkupkan wajahnya, tetapi pukulan kecil dipundak membuat Nazira kembali bangkit.

"Kenapa si mbak Nazira yang cantik, tidur mulu." Ucap Haba yang kini duduk di sampingnya.

"Bukan tidur."

"Ya terus? "

"Bingung, mau cari kerja."

"kerja? Ngapain kamu cari kerja?" tanya Haba.

Nazira lalu menceritakan semua, dia memang selalu curhat kepada Haba, begitu juga sebaliknya.

"Lo mau cari kerja? Pas banget gue ada lowongan pekerjaan buat lo." Sambar Elang tiba-tiba.

"Apa?" tanya mereka bersamaan.

"Bantu jagain bayi."

"Hah?" Haba terkejut, sedangkan Nazira hanya diam, mungkin ia mengira Elang sedang bercanda.

"Iya jagain bayi, temen gue lagi butuh orang buat bantu dia jagain adiknya, kerjanya gampang kok, lo tinggal dateng aja sepulang sekolah terus jagain adeknya, sebelum magrib lo udah pulang, gimana minat gak?"

"Kamu serius? " tanya Haba memastikan

"Gajinya berapa?" Tanya Haba lagi.

"Gue serius, bentar gue chat dia." Elang lalu mengutak-atik hp-nya.

"Gajinya lima juta sebulan, lumayan kan kerjanya enggak berat-berat amat sebentar lagi."

"Gimana Ra, lo minat?"

"Itu sih lumayan banget Ra, jarang-jarang ada yang nawarin kerja gitu." Ujar Haba.

"Emmm...aku tanya Ummi dulu ya nanti, boleh pergi apa enggak."

"Santai Ra, kalo emang Ummi lo boleh lo bisa kerja hari ini juga, nanti gue shareloc alamatnya, lo bisa dateng." Ucap Elang.

Nazira mengangguk sembari tersenyum, Allah begitu baik padanya, ia harus secepatnya izin kepada Ummi. Bel pulang sekolah berbunyi, Nazira menatap jendela angkot dengan titik-titik air disana, matanya melihat satu-satu air yang menggenang, pikirannya kini tak lagi cemas, semoga pekerjaan yang ditawarkan Elang bisa mencukupi kebutuhannya, gerbang pesantren terbuka, Nazira segera berjalan menuju rumah Ummi sekalian memberikan obat yang dipesan tadi. Ia mengetuk pintu sambil mengucap salam, pintu terbuka menampilkan Ummi yang mengenakan atasan mukena, mungkin habis tadarusan bersama santri-santri yang masih kecil, ia mencium tangan Ummi lalu duduk di teras.

"Gimana sekolahnya Ra?" tanya Ummi.

"Alhamdhulillah Mi lancar, Ummi habis tadarusan?"

"Iya, tadi sama anak-anak baru, tadi juga ada ustadz Akbar kesini katanya mau nyampein orangtuanya tidak jadi datang kesini dalam waktu dekat, soalnya mau nemenin Neneknya umroh karna sudah sepuh." jelas Ummi.

"Iya Mi."

"Oh iya Zira, tadi juga ustadz Akbar bawa anak bayi baru, orangtuanya meninggal karna sakit, gak punya keluarga lagi selain Neneknya yang juga udah sepuh dan baru meninggal kemarin, Neneknya udah pesan ke pak RT sebelum meninggal supaya dititipkan ke ustadz Akbar karena katanya gak boleh kalo ditaruh di panti asuhan."

"Terus sama Ustadz Akbar gimana Mi?"

"Bayinya dititipkan disini untuk sementara waktu, karena neneknya minta cucunya dititipkan ke Ustadz Akbar supaya cucunya nanti bisa di ajar dan didik di pesantren ini."

"Nama bayinya siapa Mi?"

"Sama Ustadz Akbar dikasih nama Humaira Habeeba Najma."

"Bagus ya Mi namanya, nanti tasyakurannya gimana Mi, terus keperluannya?"

"Semua akan diurus ustadz Akbar dan keluarganya, tadi juga ustadz Akbar bilang ke Abah rencana mau mengadopsi Humaira tapi nunggu nikah dulu."

"Kamu mau lihat Humaira gak? Ayo Ummi lihatin ke dalem, cantik banget lho Ra." Ajak Ummi lalu menuntun Nazira melihat bayi cantik dengan kulit putih bersih, hidung kecil mancung dan pipi kemerahan, mungkin itu alasan ustadz Akbar memberinya nama Humaira.

Tingg...

Satu notifikasi handphone terdengar membuat Nazira ingat tujuannya tadi, untuk meminta izin keluar lebih tepatnya kerumah teman Elang, ia lalu memanggil Ummi yang sedang menggendong Humaira yang menangis.

"Maaf Ummi Nazira mau izin ke Ummi." Ucap Nazira.

"izin apa Nak?" tanya Ummi.

"Nazira izin keluar sebentar, sebelum magrib insyaallah Nazira sudah pulang."

"Keluar kemana? Tumben sekali." Tanya Ummi sekali lagi membuat Nazira ragu.

"Kerumah temen Mi, ada perlu sebentar."

"Ya sudah gak apa-apa, hati-hati ya Nak, jangan pulang kemaleman ya soalnya nanti malam ada rapat bulanan pesantren sama ngaji bareng Bu nyai Hafiqoh di aula." Pesan Ummi.

"Nanti malem juga tolong kamu bantu Mbak Rumi angkatin buah ya." Pinta Ummi.

"Iya Mi, Nazira pamit, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah pamit Nazira lalu berlari ke pesantren putri untuk ganti baju kemudian berangkat ke alamat yang di kasih Elang, ia sedikit ragu tapi inilah satu-satunya jalan supaya ia segera mendapatkan penghasilan untuk membayar biaya sekolah. Sampai disana ia berhenti didepan gerbang yang menjulang tinggi, membunyikan bel dan terbukalah gerbang itu bersamaan dengan Elang yang berdiri didepannya, Elang kemudian mengajaknya masuk, alangkah takjubnya Nazira ketika memasuki rumah yang sangat megah dan sangat bersih, ia juga sempat heran apalagi coba yang mau dibersihkan, setelah mengucap salam Nazira dipersilahkan duduk sambil menunggu Elang memanggilkan sang pemilik rumah yang tengah mandi, Elang menggedor pintu membuat orang yang di dalam jengah karna sang anak terbangun.

"BANG UDAH DATENG NIH ORANGNYA, CEPET KELUAR GUA MAU PERGI SAMA NANDRA." teriak Elang.

"Ck..iya-iya." jawab Devano lalu membuka pintu kamar.

"Lo serius udah nemu orang yang bisa bantu jagain Arshaka? Kok cepet banget." Heran Devano, pasalnya ia baru cerita tadi pagi, lah ini siangnya langsung ada.

"Serius, itu udah dateng orangnya." Mereka berdua lalu menuruni tangga bersama dengan Devano yang menggendong Arshaka.

Ketika sudah sampai di bawah, Elang lalu memanggil Nazira membuat gadis itu menoleh, dan alangkah terkejutnya Devano melihat siapa yang ada di depannya, ingin sekali ia mencaci maki kelakuan Elang yang merekomendasikan Nazira bekerja di rumahnya, jujur ia malu jika harus mempekerjakan Nazira, seorang gadis yang ia suka, apalagi kalau Nazira tahu bahwa Arshaka adalah anaknya bukan adiknya, bisa-bisa Nazira tidak mau padanya. Nazira yang juga terkejut sebisa mungkin menormalkan ekspresinya, sedangkan Elang ia tertawa dalam hati melihat keduanya salting tidak karuan, setelah beberapa menit terjadi momen awkward Devano dan Elang lalu duduk.

Hening...Devano lalu membuka pembicaraan mengenai Nazira yang akan bekerja dirumahnya "Emmm...lo yakin bisa bantu gue jagain Arsha disini?" itulah kalimat pertama yang Devano ucapkan, ia bingung mau berbasa-basi apa.

Nazira mengangguk dan tersenyum, ia yakin dan ia butuh pekerjaan ini "Aku yakin Deva, tadi pagi Elang udah jelasin semuanya." Jawabnya.

"Oke kalo gitu, lo bisa batu gue jagain Arsha sesudah pulang sekolah."

Nazira mengangguk menanggapi, setelah Elang pamit pergi, Nazira hanya diam ia sebenarnya tidak Enak karna mereka cuma bertiga dirumah sebesar ini, Devano bangkit dari duduknya dan mengangkat tubuh bayi itu, sedangkan Arshaka hanya diam memperhatikan wajah sang Papa, Devano lalu menyerahkan Arshaka kepada Nazira.

"Ini Arshaka lo ajak main aja, atau keliling rumah pakai tu sepeda." Devano menunjuk sepeda kecil berwarna hitam yang ia beli tiga hari lalu, saat usia anaknya genap sebelas bulan.

"kalo ada apa-apa gue di atas ngerjain tugas."

"Iya." Jawab Nazira singkat lalu bermain bersama Arshaka, Devano kemudian pergi dari situ.

Nazira sekarang mengajari Arshaka mengenalkan hewan-hewan pada buku cerita, walaupun belum mengerti setidaknya sudah diajari sedini mungkin.
Sudah sekitar Setengah jam Nazira bermain dengan Arshaka yang sangat Aktif sekarang Arshaka mulai bosan, Nazira lalu menggendongnya dan menaruhnya di sepeda yang ditunjuk Devano tadi, berkeliling dirumah yang sangat besar ini.

Nazira tak menyangka Devano yang terkenal urakan ternyata bisa beberes rumah sendiri dan mengerjakan pekerjaanya dengan baik, dan yang Nazira heran ialah kenapa Devano tak tinggal bersama orangtuanya?, kenapa ia memilih tinggal berdua bersama sang adik? Entahlah Nazira tidak ingin kepo dengan hidup orang.

Tanpa sadar Arshaka sudah tertidur lelap di atas sepedanya, Nazira lalu mengangkatnya dan menggendongnya menuju ruang keluarga, menaruh Arsha di atas sofa besar dan membatasi Arshaka dengan bantal-bantal agar bayi itu tidak jatuh. Ia kemudian pergi ke atas menemui Devano yang tengah mengerjakan pekerjaan yang diberikan sang Kakek.

"Devano, mau dimasakin apa?
" tanya Nazira hati-hati.

"Eh iya, emm Arshaka mana?" Tanya Devano.

"Arshaka tidur dibawah, insyaallah aman gak bakal jatuh, kamu mau dimasakin apa?" Tanyanya sekali lagi.

"Terserah lo aja deh, gue ngikut." Jawabnya.

Nazira mengangguk dengan kepala menunduk dan kembali ke lantai bawah untuk memasak, menu siang kali ini adalah capcay, , tempe tahu, udang goreng tepung, dan sayur asem, sedangkan untuk Arshaka Devano sudah membuat list menu MPASI dan cara membuatnya yang ia tempel di dinding dapur, Nazira lalu memulai berkutat didapur.

Dua jam sudah dan makanan pun jadi, Nazira lalu memanggil Devano yang sedang menimang Arshaka, Nazira kemudian mengambil alih Arshaka dan mempersilahkan Devano makan sedangkan ia menyuapi Arshaka sesekali berbicara pada bayi itu. Devano yang melihat Nazira begitu dekat dengan Arshaka hanya tersenyum tipis, ia senang melihat senyum Nazira dan ketulusannya menjalankan pekerjaan, Devano juga kagum terhadap Nazira yang begitu handal memasak beberapa menu.

"Ra makan dulu, lo pasti belum makan kan?" tawar Devano.

"Enggak, makasih, kamu aja ini aku lagi nyuapin Arshaka." Jawab Nazira.

"Lo harus makan, entar sakit mag lagi, gue ambilin ya." Ucap Devano agak memaksa, seperti biasa bukan Devano namanya kalo tidak ada unsur pemaksaan, tapi jujur saja Nazira memang belum makan dari pagi.

Devano lalu menyodorkan sepiring nasi beserta lauk pauk yang Nazira masak tadi.
Nazira menerimanya, kemudian menyuapkannya ke dalam mulut dan kembali menyuapi Arshaka begitu seterusnya sampai habis.

"Lo hebat ya bisa masak banyak menu sendirian, gue aja biasanya cuma masak satu menu itu aja kalo Arshaka enggak rewel."

Nazira tersenyum "Biasanya di pesantren memang selalu masak banyak, jadi sudah terbiasa, kamu kenapa nggak pakai ART aja buat bantu-bantu?"

"Sebenernya dulu gue gak mau kalo ketergantungan sama ART karena takut gue lalai jaga Arshaka, gue takut Arshaka kurang kasih sayang, cuma sekarang lagi butuh banget orang yang bisa bantu-bantu karena kerjaan gue lagi banyak, dan dengan lo mau bantuin gue jagain Arshaka disini, gue udah bersyukur banget."

"Sorry, lo kenapa sih mau kerja ginian, bukanya lo udah dijamin semua sama pesantren?"

"Iya cuma aku gak mau terus-terusan ngerepotin Abah sama Ummi, apalagi sekarang santri-santri baru tambah banyak, usaha peternakan pesantren juga kadang naik-turun pendapatannya, mau gak mau aku harus cari kerja supaya bisa beli buku sama bayar uang sekolah." Devano tertegun mendengar penuturan Nazira, selain pintar gadis juga pekerja keras.

"Udah Asyar lo solat dulu gih, ntar gantian, sore ini gue mau belanja dan lo harus ikut."

"Iya, tapi Deva aku nggak bawa mukena."

"Tenang gue ada kayaknya, mukena Mama gue dulu, udah lama gak dipake gue ambilin bentar."

Devano beranjak dari meja makan, dia mengambil mukena sang mama dilemari yang dia simpan saat dia menemukan waktu beberes barang-baranya dari rumah lama. Devano kemudian kembali membawa mukena warna hitam dengan renda berwarna coklat di ujungnya serta sajadah.

"Nih lo bisa sholat di kamar tamu gue sama Arshaka mau manasin mobil dulu."

Setelah selesai sholat Nazira menghampiri Devano dan mengambil Arshaka supaya Devano bisa sholat, Nazira berkeliling halaman rumah yang tampak sejuk sehabis hujan siang tadi, genangan air masih terlihat, jalanan masih basah, serta ibu-ibu yang lewat dengan anaknya. Nazira masuk kedalam lagi hendak mengambil barang keperluan Arshaka yang harus dibawa tetapi Devano sudah menenteng tas bayi dan memasukkannya kedalam mobil.

💐💐💐

Sore ini mall tidak terlalu ramai, Devano memilih bahan-bahan belanjaan sedangkan Nazira berjalan dibelangknya sambil menggendong Arshaka, sesekali Nazira mengecek hpnya melihat jam, setelah selesai memasukkan semua barang yang dibutuhkan, Devano pun membayarnya tapi sebelum itu ia menawari Nazira barang kebutuhannya juga.

"Lo pilih aja barang yang lo butuhin sekalian."

"Hah?"

"Lo ambil aja barang yang lo butuhin."

"Eh, enggak usah Devano."

"Udah gak apa-apa, anggep aja ini bagian dari hasil kerja lo." Ucapnya sambil tersenyum.

Nazira ragu-ragu mengambil barang kebutuhannya saat ia mengambil satu botol sambun cair, Devano malah memasukkan beberapa botol lagi dan seterusnya Devano memasukkan barang-barang kebutuhan Nazira dengan jumlah lumayan banyak.

"Devano ini kebanyakan."

"Gak papa, sekalian buat stok, lo gak usah sungkan gitu."

Setelah selesai membayar mereka lalu berjalan ke sebuah brand baju anak, membeli baju untuk Arshaka karna banyak baju bayi itu yang sudah tidak muat.

"Bagus-bagus ya Deva, kamu mau pilih yang mana buat Arshaka?" tanya Nazira.

"Tolong pilihin yang menurut lo bagus, ambil aja semua, biar gue yang gendong Arshaka." Devano mengambil alih Arshaka yang semula digendong Nazira.

Nazira lalu memilih berbagai macam model baju mulai dari baju santai, baju pergi, serta baju koko untuk bayi itu.

"Lenapa lo pilih baju koko?" tanya Devano.

"Ya buat Arshaka kalau ikut kamu ke masjid jum'atan, biar tambah ganteng." Ucap Nazira, Devano tersenyum samar. Ia tidak menyangka Nazira sampai memikirkan hal itu, padahal Devano sendiri tidak pernah kepikiran untuk membelikan anaknya baju koko untuk pergi ke masjid, jangankan kepikiran beli baju koko, kemasjidnya saja jarang.

Setelah selesai berbelanja Devano mengantar Nazira kepesantren karena jam sudah menunjukkan pukul setengah enam dan hampir magrib, setelah keluar dari mobil Nazira berlari menuju kamar santri menaruh barang-barang yang tadi di belikan oleh Devano dan mandi karna sebentar lagi Adzan magrib berkumandang dengan merdu, setelah sholat magrib berjamaah Nazira mengajari santri-santri kecil membaca alqur'an dibantu dengan santri putri lainnya.

Aula pesantren malam ini sangat ramai, rapat pesantren akan dimulai lima menit lagi, Nazira kini membantu Mba Rumi menata buah-buahan di piring buah.
Nazira menoleh ketika seseorang memanggil ternyata Ummi, Ummi menyuruh Nazira untuk memberikan Humaira kepada ustadz Akbar yang tadi menanyakan bayi perempuan itu.
Nazira kemudian berjalan menghampiri lelaki dengan kemeja dan sarung batik hitam yang berdiri sambil bermain hp.

"Assalamualaikum ustadz ini Humairanya. "

"Ohh waalaikumsalam Zira, makasih ya."

"Iya ustadz, kalau begitu saya pamit dulu."

"Sebentar Zira, saya mau bilang sesuatu kalau orangtua saya belum bisa datang lagi kesini karna berhalangan."

"Iya saya sudah dengar dari Ummi."

"Ya sudah kalau begitu oh iya Zira tadi sore saya seperti lihat kamu di mall sambil gendong bayi sama seorang laki-laki, itu beneran kamu? dan kalau boleh tau kamu sama siapa?"

Deg

Jantung Nazira tiba-tiba seperti diayun diatas ketinggian, bagaimana bisa ustdaz Akbar melihatnya bersama Devano tadi, dan jangan sampai ustadz Akbar tahu kalau dia bekerja untuk membayar uang sekolah.

"Eeee...sepertinya Ustadz Akbar salah lihat, tadi sore saya pergi kerumah teman kerja kelompok." Bohong Nazira.

"Maaf ya Allah Nazira bohong, Nazira gak mau kalau Abah Ummi tahu dan mereka kepikiran." Batinnya.

"Oh mungkin saja kali ya."

"Ya sudah saya pamit dulu mau bantu mba Rumi lagi, mari." Ucapnya cepat dan buru-buru meninggalkan Ustadz Akbar yang menatapnya lamat.

Didalam hati Ustadz Akbar yakin sekali bahwa yang dia lihat sore tadi adalah Nazira tapi sudahlah itu bukan urusannya karna Nazira belum sah menjadi miliknya, ia tak mau Nazira merasa tertekan saat ia tanya-tanya. Ustadz Akbar lalu mengamati Humaira, ia berharap suatu hari dapat membesarkan Humaira dengan Nazira bersama-sama. Ustadz Akbar juga berharap Nazira mau menerimanya saat ia dan orangtuanya datang kembali.






🐳 🐳 🐳 🐳

HALO HALO GIMANA PART INI MENURUT KALIAN?
JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT YA.
SELAMAT MEMBACA😍

Continue Reading

You'll Also Like

404K 557 4
21+
2.1M 104K 45
•Obsession Series• Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka jika Kana-nya pergi ...
148K 12.1K 17
🐇🐇🐇
180K 17.9K 22
[HIATUS] [Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar m...