S U G A R M O M M Y

By mymoonbooster

64K 4K 1K

Jeon Jung Kook (21) membutuhkan biaya kuliah dan biaya rumah sakit sang ibunda yang sedang jatuh koma. Hingga... More

Pengantar
CAST
Hutang Keluarga
Tergoda [M]
Nama Lain [M]
Kartu Nama
Remuk Redam
Membutuhkan Waktu
Ingin Bertemu
Bom Waktu
Menjual Harga Diri [M]
Ancaman Tersukarela [M]
Ciuman Berbeda [M]
Tidak Tahu Diri
Obsesi Seok Jin
Lelah [M]
Posisi Bercinta[M]
Terhina
Bayi yang Merajuk [M]
Kabur
Sesuatu yang Berharga
Pengakuan
Menantang [M]
Protektif
Gertakan
Goyah
Melampaui Batas
Siput Laut [M]
Pagi yang Berbeda

Peliharaan

1.6K 207 77
By mymoonbooster

Halo semua! Aku update lagi!

Terima kasih untuk semua supportnya. Dan terima kasih sudah sabar menunggu. 


Jangan lupa vote dan komennya ya sayang-sayangku.

Selamat membaca!



【S】【U】【G】【A】【R】

【M】【O】【M】【M】【Y】

.

.



Hari masih terlalu pagi. Bahkan sang surya belum nampak di ujung langit. Saat orang lain masih tidur dengan nyenyak dibalik selimut. Pemuda bernama Jung Kook itu telah basah kuyup oleh keringat. 

Sesekali Jung Kook mengelap keringat yang mengalir di wajah dengan ujung lengan kaos. Membuat kaosnya menjadi semakin kumal. Wajahnya pun sudah kusam karena serpihan debu. Namun semangatnya masih membara. Nampak masih kuat lengan bisep itu mengangkat karung terakhir yang harus ia pindahkan dari truk. 

Sebentar fajar, pasar akan ramai oleh pembeli. Dan para pria pengangkut pun menjadi lebih cepat bergerak memindahkan karung dagangan truk pengantar buah dan sayuran. Tak terkecuali Jung Kook, yang tentu ini bukan pertama kali untuknya. 

Selesai dengan pekerjaan dan upahnya. Seorang pedagang renta datang kepada Jung Kook. Nenek bermarga Lim itu tersenyum. Ia menepuk pundak Jung Kook perlahan. "Bagaimana kabar Ibumu, Nak?"

Jung Kook tersenyum pahit. "Masih belum ada tanda-tanda Ibu akan sadar, Halmonie."

"Kau harus makan. Kau harus sehat agar bisa merawat Ibumu" Kemudian Nenek Lim memberi sekantong kentang kepada Jung Kook. 

Jung Kook mengangguk semangat. "Tentu! Terima kasih, Halmonie."

"Pulanglah. Membasuh diri. Kau akan berangkat kuliah kan?" Nenek Lim memang memiliki keperawakan yang hangat. Usianya cukup renta namun keramahannya tak memudar karenanya. 

"Sekali lagi terima kasih. Aku akan memakannya dengan baik" ujar Jung Kook lagi.

Jung Kook pun pamit dan kembali pulang. Kembali ke apartemen yang telah ia tempati selama dua puluh satu tahun. 


Hunian kecil dengan dua kamar yang tak memiliki hal istimewa kecuali sebuah piano tua diujung ruang. Beberapa sisi temboknya mengelupas dan berjamur. Satu-satunya sofa abu-abu di rumah itu terlihat usang dan sedikit berderit saat diduduki. Barang-barang elektronik seperti TV nampak sudah ketinggalan jaman. Meskipun tak memiliki uang untuk mengganti semua itu, namun Jung Kook menjaga kebersihannya dengan baik. 

Beberapa pigura foto ukuran kecil dan besar nampak rapih terpajang di salah satu sisi tembok. Foto-foto keluarga itu memperlihatkan kebersamaan Jung Kook kecil bersama orang tuanya. Jung Kook mengulum senyum. Tentu saja Jung Kook tidak terlalu jelas mengingat setiap kejadian masa kanak-kanaknya. Namun entah berapa kali orang tuanya menceritakan kisah yang sama. Membuatnya menjadi hapal setiap kisah dibalik foto yang tergantung di dinding rumah.

Jung Kook berhenti melangkah kala melihat salah satu pigura keluarga tergantung sedikit miring. Perlahan ia membetulkannya. Kemudiaan memandangi foto dengan latar taman bunga itu. Disana, sosok Ayah dan Ibunya tengah menggandeng tangannya yang masih mungil. Tertawa mereka melihat ke arah kamera. 

Ibunya saat itu membawakan bekal bulgogi dan bibimbab di piknik sederhana mereka. Jung Kook yang masih berumur enam tahun kala itu, kecewa oleh bekal piknik yang disiapkan sang Ibunda. Ia merengek meminta daging sapi. 

Keluarga Jung Kook hanyalah keluarga sederhana. Sang Ayah bekerja sebagai pegawai bank biasa. Sedangkan Ibunya adalah seorang tutor les piano rumahan. Penghasilan mereka berdua tidak terlalu besar. Terlebih lagi setelah memiliki anak yang membuat kebutuhan mereka juga ikut bertambah. Pada masa itu, daging sapi begitu istimewa dan mewah. Terlampau mahal untuk dibeli terlalu sering. Lagi pula, mereka harus berhemat karena banyak keperluan yang harus dibayar.  

Sang Ibu pun memilih untuk meyakinkan Jung Kook bahwa bibimbap buatannya tak kalah enak dengan daging sapi. Benar saja, semua sayuran dipotong dengan cantik dan beragam bentuk berbeda dari biasanya. Telur mata sapi yang biasanya bulat itu berbentuk hati. Jung Kook muda jadi terkesiap oleh wortel yang diiris tipis menyerupai pola bintang. Muka lugu anak itu membuat sang Ayah sontak tertawa. Ia pun memutuskan untuk mengambil foto keluarga dengan kamera tua miliknya. Begitulah kisah dibalik foto yang terpigura di ruangan itu.

Sayang, semua tawa itu lenyap begitu saja. Sekitar tiga bulan yang lalu, orang tua Jung Kook mengalami kecelakaan. Ayah Jung Kook tutup usia, dan Ibundanya terbaring koma. Tak ada lagi suara kamera yang terdengar dari genggaman Ayahnya. Tak ada pula denting piano yang dimainkan sang Ibu. Rumah hangat itu menjadi begitu dingin. 


Ting!

Suara notifikasi chat masuk menyadarkan Jung Kook. Seorang teman di kampus mengiriminya pesan.


| Nanti malam kau datang kedai minum kan?

| Teman-teman menanyakanmu.

| Aku tidak bisa hadir. 

| Malam ini aku ada kerja part time.

| Maaf ya :(


Sudah menjadi sebuah tradisi mahasiswa untuk menghabiskan waktu hang-out bersama ke sebuah kedai ayam. Menikmati menu chicken-maekju, porsi ayam goreng renyah dan minuman alkohol bir serta soju. Sering kali Jung Kook tidak menghadiri pertemuan itu. Bukan karena acuh, namun memang keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bergaul dengan teman sebayanya. 

Jung Kook telah memilliki banyak sekali pekerjaan part time maupun pekerjaan serabutan. Belum lagi menyeimbangkan waktu kuliahnya. Saat ini, Jung Kook benar-benar tidak memiliki  banyak kesempatan untuk bergaul. 


Ting!


Notifikasi terdengar lagi. Jung Kook merogoh handphonenya, kemudian menghela nafas saat membaca pesan yang masuk. Kali ini bukan pesan dari temannya, melainkan tagihan rumah sakit sang ibu yang sudah jatuh tempo. 


.

.

.

.



Joo Hyun tidak bisa fokus. Ia berkali-kali mencurahkan ide desainnya. Namun sekian kali pula  berakhir dengan merobeknya. 

Handphonenya tergeletak di atas meja kerja. Dan entah sudah berapa kali ia meliriknya. Meraih sangat cepat saat sebuah pesan masuk. Namun menjadi kesal ketika mengetahui itu pesan dari operator.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam hari. Joo Hyun masih mendekam di balik meja kerja pada butik pribadinya. Tak ada satupun karya yang bisa ia garap. Pikirannya terpecah-pecah. Rasanya begitu aneh. Seakan ini bukanlah dirinya.

Joo Hyun orang yang sangat ambisius. Ia selalu fokus pada setiap pekerjaannya. Tidak pernah terbersit dipikiran, jika ia bisa sangat terganggu dengan fakta bahwa 'seorang laki-laki muda tidak menghubunginya seusai bercinta.' 

Joo Hyun tentu bukan tipikal wanita yang sembarangan memberikan kartu namanya. Namun ia percaya bahwa dirinya cukup menarik bagi seorang laki-laki. Ia tak hanya cantik dan ahli dalam menggoda, namun juga kaya raya. Joo Hyun memiliki segalanya. Dan laki-laki bernama Jung Kook itu begitu lancang menghiraukannya hingga dua hari lamanya.


Apakah Joo Hyun sebegitu tidak menariknya?

Atau mungkin Jung Kook kehilangan kartu namanya?


Tidak dapat berpikir dengan jernih, Joo Hyun pun meletakkan pensilnya. Wanita ayu itu memilih untuk pulang. Berharap dengan membasuh dan merebahkan diri di atas tempat tidur akan sedikit menenangkan isi kepalanya.

Joo Hyun pulang ke rumah, dan menemukan sosok Seok Jin telah tertidur nyenyak di atas ranjang. Laki-laki itu tidur lebih cepat. Padahal, lazimnya sang suami akan memeriksa beberapa laporan pekerjaan hingga tengah malam. Namun Joo Hyun tidak ambil pusing. Ia memilih untuk ke kamar mandi dan bebersih diri. 

Sesungguhnya Seok Jin belum tertidur. Ia sedang berusaha memajamkan matanya di antara suara derai air kamar mandi yang terdengar. Ia pun masih berpura-pura tidur ketika Joo Hyun selesai mengeringkan rambutnya.

Seok Jin bisa merasakan Joo Hyun menyusup dibalik selimut. Wanita itu bergerak kembali untuk mematikan lampu tidur yang masih menyala. Kemudian ranjang sedikit berderik seiring suara shampo yang segar tercium pada indra Seok Jin. Seok Jin pun membuka mata. Dilihatnya Joo Hyun yang berbalut piyama tipis tengah berbaring memunggunginya.

Seok Jin menarik tubuh Joo Hyun kepadanya. Memeluk punggung kecil itu dan menghangatkannya. Menyukai wangi segar sabun Joo Hyun yang begitu khas.

Joo Hyun hampir berbalik untuk mengelak namun Seok Jin menahan tubuh wanita itu. Ia tahu bahwa Joo Hyun akan mendorongnya menjauh.

"Aku ingin memeluk istriku semalaman" gumam Seok Jin dan mengeratkan lengannya. Menenggelamkan wajahnya di hela rambut Joo Hyun.   

Joo Hyun pun terdiam oleh perlakukan manis Seok Jin itu. Disisinya Seok Jin begitu mesra mendekap tubuhnya yang mungil. Namun sayang, dekapan mesra sang suami sekadar merengkuh raga, bukan hatinya. 


Sekian menit berlalu, nafas hangat Seok Jin yang menyapa tengkuk Joo Hyun terdengar berat pertanda laki-laki itu telah tertidur dengan nyenyak. Lengan kokoh Seok Jin yang tadinya melingkar erat pun mulai mengendur. Seiring kemudian, suara getar handphone Joo Hyun lirih terdengar. 

Joo Hyun yang tidak bisa tidur itu, meraih perlahan handphonenya dari atas nakas. Di layar tertera nomor yang tidak terdaftar di buku kontak. Nomor dengan ekor 888 itu mengiriminya sebuah pesan.


| Noona, apakah masih ingat denganku?

| Apakah aku mengganggumu?

| Ah, maaf aku pasti mengganggu.

| Seharusnya aku tidak mengirim pesan tengah malam begini.


Joo Hyun menahan tawa melihat pesan lugu itu. Ternyata benar, karakter seseorang dapat tergambar jelas lewat gayanya dalam mengirim pesan.


| Hmm. Maaf siapa ya?


Tentu saja Joo Hyun jelas tahu bahwa orang asing yang mengiriminya pesan itu adalah seorang Jeon Jung Kook. Ia hanya menggoda laki-laki itu. Siapa suruh mengabaikannya selama dua hari?


| Aku Jeon Jung Kook.

| Tapi, Noona sepertinya lebih suka memanggilku Bunny.


Joo Hyun menggigit bibir. Gemas sekali. Joo Hyun bisa membayangkan mata bulat laki-laki itu berbinar saat berbicara kepadanya. 


| Okay. Ada apa, Bunny? 


Satu menit berlalu dan tidak ada balasan lagi dari Jung Kook. Joo Hyun menunggu dengan resah. Apakah balasannya itu terlalu dingin? Haruskah ia menelepon Jung Kook? Maka, perlahan Joo Hyun pun menyingkirkan lengan Seok Jin dari atas tubuhnya. Mengendap-endap ia menuju balkon kamar. Dan tepat saat ia menutup pintu balkon, pesan dari Jung Kook kembali menyapa.



| Noona, apakah kau masih mencari peliharaan?




♡ 𝓉𝑜 𝒷𝑒 𝒸𝑜𝓃𝓉𝒾𝓃𝓊𝑒𝒹 ♡

.


.

.


Wah wahhh, kira kira Joo Hyun jawab apa yah?

Jangan lupa tinggalkan komentar dan vote ya dear. Komentar sesederhana apapun berarti banget buat aku. Biar aku semangat!

90 vote for next chapter ya dear. 

Gomawo ^^)/




Continue Reading

You'll Also Like

6.3K 635 26
Taehyung pria yang sabar yang selalu menghadapi irene kekasihnya yang sudah tidak mencintainya meskipun sikap Irene yang cuek dan membuat taehyung ke...
11K 1K 29
Changbin- Felix is mine Stray Kids → Felix → Changbin → BangChan → Jisung → Minho → Seungmin → Jeongin → Hyunjin → And other Cast #1- Straykids (23 O...
85.9K 8.3K 26
Aku sempat berharap kalau kita bisa bertemu lebih awal, kalau sampai itu terjadi, mungkinkah paman akan menyukaiku? Tanpa membayangkannya setiap kali...
72.3K 7.3K 25
Member boyband terkenal mempunyai rahasia kelam. Peak rank #1 Vsoo (19-4-2023) #3 Jisoo 27-4-2023