HAPPY READING!
Hara menghentak-hentakkan kakinya saat panggilannya tidak diangkat oleh Boo. Gadis itu menatap jengkel pada Odi yang duduk di kursi depan kelas, karena jam istirahat tinggal lima menit lagi.
"Percuma lo telepon. Al lagi sama Saffiyah," ucap Odi sambil memainkan ponselnya, menggulir beranda instagram.
"Makan bakso mereka," lanjut Odi.
Hara yang mendengar itu semakin kesal. Gadis itu mencari kontak nama Arsen di ponselnya. Begitu menemukannya, Hara langsung menempelkan di daun telinga setelah menekan tombol panggilan.
"Halo, Om Arsen," seru Hara begitu panggilan terhubung.
"Halo, Hara, ada apa?"
"Om, Al nggak masuk sekolah. Dia bolos sama pacarnya," kata Hara menggebu-gebu, dadanya naik turun karena menahan emosi.
"Bolos?" Hara mengangguk meski Arsen tidak melihatnya. "Siapa pacarnya?" tanya Arsen di sebrang sana.
"Dari yang Hara tahu, namanya Saffiyah, Om."
"Anak itu, berani sekali bolos sekolah!" terdengar nada geram dari Arsen.
Ketika percakapan Hara dan Arsen di telepon sudah selesai. Kini Odi berdiri di samping Hara sambil bersedekap dada.
"Tukang ngadu lu, ya?" ucap Odi. Dari pertama melihat gadis itu Odi sudah tidak suka melihatnya. Karena Hara selalu saja mencari perhatian Boo.
Hara merotasikan kedua bola matanya, ikut menghadap Odi sempuran sambil menyilangkan tangannya di bawah dada.
"Kenapa kalau gue tukang ngadu?" tanya Hara dengan nada bangga.
"Nggak bisa lihat Al bahagia? Dia udah punya pacar loh," peringat Odi.
"Terus kalau dia punya pacar kenapa?" tanya Hara menaikkan dagunya somobong. "Masih pacar kan? Bisa di tikung!" sambungnya.
Odi menghela napas kasar. "GILA LU, HURU HARA!" teriak Odi tepat di depan wajah Hara membuat gadis itu memejamkan matanya. Merasakan percikan air air kecil yang mengenai wajahnya.
Hara cepat-cepat membuka kedua matanya. "ODI, AIR LUDAH LU NAMPLOK!" Hara terpekik kencang. Memukul dada Odi, namun tidak terjangkau oleh tangannya karena Odi sudah lebih dulu masuk ke dalam kelas.
Hara dengan gesit mengejar saat melihat Odi yang ingin menutup pintu kelas. Belum sempat Hara masuk ke dalam kelas, pintu sudah tertutup rapat dan terpaksa wajah cantik Hara menghentam daun pintu terlebih dahulu.
Terdengar gelak tawa seisi kelas yang berada di dalamnya dan suara Odi yang paling mendominasi.
"ODI ANAK SETAN!"
"HURU HARA ANAK JIN!"
***
Hari itu Boo memutuskan untuk tidak masuk sekolah dan lebih memilih menghabiskan waktu bersama Saffiyah hingga matahari kembali ke persembunyiannya. Tidak ada rasa penyesalan karena tidak masuk sekolah yang ada justru rasa ketenangan dan rasa senang saat bisa melihat gadis yang menjalin hubungan dengannya tertawa bahagia.
"Boo?" lirih Saffiyah pelan. Dagu Saffiyah bertumpu pada bahu kirinya. Saat ini cowok itu sedang menggendong Saffiyah di punggungnya karena kelelahan. Mereka berdua sudah berkeliling hari ini. Tas sekolah Boo bertengger di depan dadanya.
"Hm?" gumam Boo tanpa menoleh ke arah Saffiyah.
"Capek nggak gendong aku terus?"
"Nggak," jawab Boo.
"Rumah aku dikit lagi nyampe kok, Boo."
"Hm."
Hening terjadi diantara keduanya. Tidak ada lagi pertanyaan absurd dari gadis yang Boo gendong. Selang beberapa menit Boo hanya mendengar dengkuran halus dan alunan napas yang menerpa lehernya. Perlahan Boo menoleh dan saat itu Saffiyah tertidur. Sesekali anak rambut Saffiyah yang tidak terikat terbang terbawa angin.
Boo membiarkan Saffiyah dan terus berjalan. Penampilan cowok itu jauh dari kata rapi karena tadi sempat bermain di wahana anak-anak pinggiran kota atas kemauan dari Saffiyah.
"Saf," panggil Boo pelan menoleh ke arah Saffiyah yang tertidur. Langkah kaki Boo berhenti tepat di depan pagar rumah Saffiyah yang tertutup.
Hingga akhirnya Boo menyipitkan matanya saat melihat sorot lampu mobil yang mengarah ke sini. Mobil perlahan berhenti, lampu mati sampai akhirnya seorang laki-laki bertubuh besar keluar dari dalam mobil.
"Saffiyah!" Jeff menghampiri mereka. Dia menatap adiknya. "Kalian darimana? Kakak cariin dari tadi sore," sambung Jeff dengan nada cemasnya.
"Sebelumnya, maaf, Kak. Tadi pagi kita telat ke sekolah. Jadi, saya sama Saffiyah milih buat bolos. Jangan marahin Saffiyah, dia nggak salah," ujar Boo. Dia merasa bersalah karena membawa Saffiyah bolos bersama.
Jeff menghela napas lega. "Kali ini kakak maafin kamu. Lain kali kalau ada kejadian gini lagi kamu harus izin dulu."
Boo mengangguk patuh.
"Saffiyah ketiduran?" tanya Jeff dan Boo mengangguk lagi.
"Dia kecapean."
"Sini, biar kakak bawa masuk. Kamu pulang aja."
Jeff mengambil alih tubuh Saffiyah yang berada di punggung Boo. Kemudian cowok itu masuk setelah pagar di buka oleh satpam.
"Kenapa motornya ditinggal?" tanya Jeff ketika melihat Boo mengambil motor di samping pagar.
"Mogok tadi pagi."
"Kalau gitu biar Pak Adan aja yang benerin motor kamu. Dia jago kalau soal mesin," Jeff memberi saran.
"Terimakasih, Kak."
***
Begitu sampai di rumah, Boo sudah disambut dengan kedua orang tuanya yang duduk di sofa bersama Hara di sebrang Arsen dan Keira – istrinya. Tatapan Arsen tajam menghujam manik mata Boo. Ia yakin jika Arsen pasti telah mendapatkan kabar bahwa hari ini ia tidak masuk ke sekolah dan memilih bolos bersama Saffiyah.
"Bagus. Darimana aja kamu?" Arsen mendongak, bertanya saat Boo masuk dan berdiri di hadapan mereka semua.
Boo memilih diam. Cowok itu tidak akan menjawab jika seharian penuh ini ia menghabiskan waktu bersama Saffiyah. Hal itu hanya akan mengundang amarah Arsen.
"Ayah tidak pernah mengajari kamu untuk bolos sekolah! Kamu ingatkan kalau tadi kamu ada ulangan matematika?" Arsen berdiri dan Boo ingat jika tadi ada ulangan matematika.
"Maaf," gumam Boo. Hanya itu yang bisa ia katakan.
"Jawab, siapa pacar kamu sekarang? Sampai-sampai dia bikin kamu bolos hari ini!"
Pertanyaan Arsen membuat Boo terpaksa menatap ayahnya lama. Darimana Arsen tahu jika ia bolos bersama Saffiyah? Arsen menunggu jawaban dan Boo melirik pada Hara yang entah mengapa sangat Boo yakini bahwa gadis itulah yang memberitahu pada Arsen
"Namanya Saffiyah, Yah," jawab Boo.
"Ayah baru tahu kalau kamu punya pacar," balas Arsen. Setahunya anaknya ini tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun.
"Mas, udah. Al baru pulang. Bolos dia hari ini juga pasti ada alasan," Keira membela Boo, ikut berdiri dan mengelus lengan Arsen.
"APA ALASAN KAMU BOLOS?" tanya Arsen, kedua tangannya bersedekap dada.
Boo benar-benar tidak bisa memberi alasan kenapa ia bolos selain ingin bersama Saffiyah.
"Jawab, Al!" Arsen menekan setiap kata yang ia lontarkan.
"Karena Al ingin menghabiskan waktu sama pacar Al, apa itu salah?" Boo dengan bangga menjawab, dan membuat Hara yang masih setia duduk dan menyimak menggeram dalam diam.
"Ini akibatnya kalau kamu pacaran sama orang yang nggak bisa ngertiin kamu!"
"Nggak ngertiin gimana, yah?" tanya Boo. Masih menahan kekesalan di hatinya.
"Sudah tahu masih jam sekolah kenapa dia minta bolos?"
"Al yang ajak dia buat bolos!"
Arsen terdiam sejenak. Beberapa hari ini Al memang sering membantah ucapannya. Laki-laki berumur 42 tahun itu pasti berpikir bahwa Saffiyah telah meracuni pikiran anaknya.
"Ini semua pasti lo kan yang ngadu?" Tatapan Boo beralih menatap Hara berang.
Gadis itu menaikkan pandangannya pada Boo. Lalu mengangguk pelan.
"EMBER MULUT LO!"
"JAGA UCAPAN KAMU, AL!" Arsen membentak membuat Boo kembali menatap pada ayahnya.
"Mas, udah!" Keira melerai. Kemudian tatapan Keira beralih pada anak laki-lakinya.
"Al, kamu masuk ke kamar. Mandi habis itu kita makan malam."
Boo mengangguk patuh, berbalik badan, berjalan menuju tangga meninggalkan mereka bertiga. Hara benar-benar menjadi permasalahan untuknya.
Begitu sampai di kamar, cowok itu melempar kasar tasnya di ranjang. Ia tidak suka jika Hara tinggal bersama keluarganya. Gelagat ayahnya seperti sedang merencanakan sesuatu untuknya.
"Argh!" Boo mengerang marah sambil menghempas tubuhnya ke ranjang, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna hitam. Membiarkan kakinya menjuntai ke bawah.
Sedetik kemudian tatapan Boo beralih begitu mendengar decitan suara pintu kamarnya yang perlahan terbuka dan menampilkan sosok Hara di ambang pintu.
"Siapa suruh lo masuk?" tanya Boo galak sambil mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Tatapannya masih menyiratkan ketidaksukaan.
"Gue minta maaf kalau gue ngadu," lirih Hara sambil berjalan masuk.
"Keluar lo dari kamar gue!" sergah Boo membuat langkah Hara terhenti di dekat meja belajar.
"Maafin gue dulu, baru gue keluar."
"SINTING LO!" sembur Boo.
"Omongan lo kok jadi kasar gini sekarang?" tanya Hara.
"Kenapa?" Boo berbalik bertanya.
"Apa itu jadi masalah buat lo?"
Hara terdiam sambil menghela napas lelah.
"Lo budek?" tanya Boo lagi.
"Gue bilang keluar!"
Hara memutar bola matanya malas. Sikap Boo yang seperti ini membuat Hara harus ekstra sabar.
"Keluar atau sepatu gue melayang kena wajah lo?!" ancam Boo dan ampuh membuat Hara mengangguk.
"Lo makin menantang, Al."
..
Terimakasih sudah membaca :)
Jangan lupa vote ya.
Follow akun ig @pacarnyaboo ya
See u!