Life Acha

By wdysftri

27.4K 4.1K 1.3K

[ END ] [sebelum baca follow dulu. Terima kasih] WARNING! Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan kekerasan... More

Prolog
01. SMA DERLANGGA
02. childhood friend
03. Pelecehan
04. Dia siapa?
05. Cowok sinting!
06. Tanda tanya
07. Menghabiskan waktu
08. Kenyataan pahit
09. Kartu Undangan
10. You Are Mine
11. Jebakan
12. Keributan
13. Tantangan
14. Kutub aneh
15. Pingsan
16. Dipermalukan balik
17. Nikah sama gue
18. Siswi baru
19. Aksi gila
20. Kerkom
21. Menunggu
22. Bullying
23. Taman
24. Kepergian
25. Surprise
26. Realita
27. Menjauh (?)
28. Mimpinya dihancurkan
29. kesalahan
30. Perasaan Acha
31. Miss him?
32. Perbedaan
34. Girlstime |Part 1|
35. Girlstime |Part 2|
36. Piknik
37. Perasaan tak enak
38. Bukan Acha
39. Goodbye
40. Deja vu
41. Panic attack
42. Teka-teki
43. Aneh
44. Jatuh cinta
45. Sekolah baru
46. Tekanan
47. Pacar
48. Tentang Arthur & Angel
49. Strategi
50. Sadar
51. Fakta
52. Paman
53. Mencoba jelaskan
54. Terungkap
55. Kasus dibuka
56. Tidak ditemukan
57. Awal mula
58. Epilog

33. Sapaan singkat

297 42 9
By wdysftri







"Karena hanya di luar, dengan orang sekitar, setidaknya membuatku lebih nyaman dari dunia yang kelam."


























Ahh, kisah cinta yang keduanya impikan.


Wajah Acha menyamping, mulai akan menerima ciuman Arthur yang mengecup bibirnya...












BRUGH!

"Akh!" Arthur terbangun, terkejut. Nyeri di bagian pinggul dan punggung lebih terasa.

Hal pertama yang ia lihat hanya nuansa kamar berwarna hitam dan abu.

Bukan Acha.

"Sial! Gue mimpi." Lelaki tanpa baju atasan memperlihatkan perut sixpacknya itu menggerutu.

Terlihat menghela nafasnya, Arthur yang hanya mengenakkan celana pendek berwarna abu itu bangkit berdiri. Mengacak rambutnya yang acak-acakkan, sembari menggusar wajahnya frustasi.

Kenapa harus mimpi hampir cipokan sama Acha coba?!

Mengacak-acak kembali rambutnya lebih frustasi sambil menggeram kesal. "Sial!" Arthur membanting tubuhnya ke atas kasur dengan posisi tengkurap. Untuk kembali tidur.

BRAK!

Tangan Arthur terkepal kuat. Baru saja menutup kelopak matanya, ada orang yang berani menggebrak pintu kamar. Bahkan suara derap langkah seseorang kini terdengar mendekat padanya.

Tanpa aba, Arthur menarik guling melemparnya ke belakang. Tepat mengenai perut orang itu. Cukup kuat. Terasa begitu ngilu.

"Njing!" Dua kali lipat Dion terkejut bukan main. Memegangi perutnya, menyorot sewot pada Arthur. "GILA YA LO?!"

Dengan posisi masih tengkurap, Arthur menoleh sedikit ke belakang, menatap dingin pada Dion. "Balik. Ganggu."

Belum juga merespon, Dion sudah mendapatkan kekerasan dua kali. Kali ini tampolan pada kepalanya oleh Dimas.

"Bener. Balik aja lo sono. Beban."

Bunuh temen sendiri dosa gak, sih?

"Ck! Sadis banget sama gue lo pada!" Kesal Dion mengusap kepala yang terkena tampolan temannya. Mengikuti langkah Dimas yang mulai mendudukkan diri di tepi kasur, tepat sisi Arthur.

"Punya salah apasih gue, HAH?!"

"Anjirr! Bau azab!" Menutup hidungnya akibat teriakan Dion yang tepat di depan wajahnya. Dimas menatap tajam pada Dion yang sengaja terus menghembuskan nafas di depannya.

Sialan nih anak yang gak diadzanin!

Tahu apa yang selanjutnya terjadi? Untuk ketiga kalinya Dion mendapatkan kekerasan. Tendangan maut yang diberikan oleh Arthur membuat kedua tangan Dion memegangi bagian selangkangnya dengan mengaduh kesakitan.

Si anjing tuh si Arthur nendang adik kecil Dion tidak berperikemanusiaan!

"GOBLOK LO ANJING!" Murka Dion menggeram. Ah sial, sakitnya bener-bener kelewatan!

Lebih kelewatan liat si Dimas yang ketawa sampe keluar air mata, saking ngakaknya. Biadab!

"Mampus, kan. Siapa suruh bangunin singa dari tidurnya." Dimas kembali tertawa. Menikmati wajah penuh kenikmatan Dion.

Gak kebayang sih gimana sakitnya.

Eh si doi pelakunya malah terduduk bersedekap dada, menatap datar pada Dion dan Dimas bergantian. Tuh si Arthur jadi gak jadi, kan, mau tidur laginya.

Dia lagi pengen ngelanjutin mimpinya, anjir! Sumpah, dia penasaran kelanjutannya bersama Acha.

Haha... Otak mesum tuh si Arthur!

"Balik lo berdua." Titah Arthur dingin.

Dimas berhenti tertawa. Menyatukan tangan ke atas, menunduk pada Arthur. "Ampun suhu!"

"Tapi serius. Lo harus cepet-cepet mandi sekarang. Gue mau ngajak lo ke suatu tempat, di mana lo bakal ketemu sama seseorang yang gak bakal lo percaya," lanjut Dimas mengajak.

"Gak. Pergi," tolak tegas Arthur. Menatap tajam pada Dion yang menyengir kepadanya. Gak jelas tuh si buaya!

"Beneran gak mau, nih?" tawar Dion seakan ini adalah penawaran yang menggiurkan, sangat sayang kalo ditolak.

"Pergi babi."

Dimas berdecak kesal. "Ck. Gak asek lo!" Lelaki itu bangkit dari duduknya.

"Udah jam sembilan, nih, Thur. Mau bobo lagi? Yakin? Gak mau ikut?" tanya Dion menaikturunkan alisnya.

"Bodo!"

Dimas merangkul Dion, mengajaknya berbalik badan untuk melengos pergi dari kamar Arthur.

"Gapapa Yon. Kita pergi berempat aja sama si Fadli dan Alfa buat nyamperin si Acha di danau," suara Dimas yang sengaja ditinggikan, keluar kamar Arthur bersama Dion di rangkulannya.

Sesuai prediksi. Arthur langsung melengos pergi ke dalam kamar mandi. Tak lupa menutupnya dengan kencang.

Biar temen-temennya pada tahu kalo Arthur udah masuk kamar mandi, yang artinya mandi terus siap-siap, gass-in ke danau buat liat gadis yang saja Arthur impikan.

Ah ngakak nih si Arthur, sampe Dion dan Dimas tertawa di luar sana.

Beneran sebucin ini ya Arthur sama Acha?

Geli anjir.







•••


"Bener, kan, apa kata gue. Gue anak baik gak pernah ngebohong. Emangnya si Dion."

Nama yang dibawa-bawa, mendongak dengan tampang penuh kesewotan. "Lah, kok bawa-bawa gue?"

"Kenapa tahu?" Tanya Arthur. Memandangi gadis yang selama ini sangat ingin ia hampiri, berada di sisi danau. Bersama sang supirnya, yaitu Pak Somad.

"Tempe dong. Tadi rencananya gue dipaksa sama si Dion buat nemenin tuh bocah nemuin pacarnya ke sini. Eh, malah liat si Acha. Ya gak jadi, gue seret si Dion buat ke rumah lo ngasih tahu ada Acha di sini," jawab Dimas menerangkan.

Si Dion melirik Dimas sinis. "Gara-gara lo, ya, gue gak jadi ketemu sama pacar baru gue."

"Pacar ke berapa lagi, sih, hah? Gak cukup lo punya pacar dua puluh lima?" sebal lelaki yang memakai sweater hitam itu.

"Nggaklah."

"Gue doain lo segera kena azab."

"Amin." Dion langsung menatap tak terima pada Arthur.

"Jangan lo aminin lah, Thur. Ahh lo mah. Bukan bestie gue!" Rajuk Dion sok imut.

"Jijik. Bestai kali!" Sewot Dimas menyahut. Saat Dion akan berteriak memprotes, Dimas lebih dulu menutup mulut si buaya itu. "Ssstt! Jangan berisik, buaya. Nanti kedengaran sama si Acha sama tuh Bapak-Bapaknya juga."

Menyentak kasar tangan Dimas, Dion berpakaian santai itu memasang wajah jijik. "Tangan lo bau terasi."

Sontak saja Dimas langsung mencium telapak tangannya. "Kagak anjirr!"

Arthur mengabaikan teman-temannya yang tidak berhenti terus berdebat. Kebiasaan. Gak di mana-mana, anying!

Stress si Arthur yang ada.

Lebih baik lelaki dingin itu fokus memandangi Acha dari jauh. Yang kini mereka bertiga sedang berada di balik pohon, bersembunyi.

Terlihat gadis itu sedang mengajak bicara Pak Somad, namun tidak jelas terdengar ke arah mereka bertiga karena jarak. Pak somad nampak mengusap pundak Acha.

Bahkan wajah Acha terlihat seperti sedang menangis.

Apa gadis itu sedang menenangkan dirinya dengan pergi ke sini?

Apalagi yang sedang terjadi pada Acha?



•••

Di sisi lain, Acha menatap tenang danau di depan matanya. Tapi, tidak setenang isi pikirannya saat ini.

Rindu.

Itulah yang selalu Acha rasakan.

Sesak.

Terasa begitu lebih menyakitkan, dengan keadaan yang semakin mencekik sampai saat ini.

Acha merindukan sosok Bi Ina yang selalu ada di sampingnya. Gadis itu merindukan Bi Ina yang cerewet waktu dirinya tidak ingin makan, cerewet saat dirinya lupa minum obat, cerewet saat membangunkan dirinya setiap pagi yang susah dibangunkan. Wanita itu selalu mengingatkan agar Acha tidak berlarut dalam memikirkan sikap Bimo terhadapnya, dan tidak boleh terlalu terpancing emosi oleh Karina juga Bella.

Ia merindukan pelukan hangat yang begitu menenangkan.

Ia merindukan usapan penuh kasih sayang yang begitu menenangkan.

Ia merindukan semuanya dari Bi Ina.

"Bibi ... kapan pulang?" Air mata yang mulai menggenang, secara perlahan turun ke pipi, bersamaan dengan bibirnya yang bergetar serta isakan kecil.

Hati Pak Somad ikut sesak. Pria paruh baya itu sedari tadi hanya berdiam diri di samping sedikit di belakang Acha. Pak Somad sengaja menemani Acha, takut gadis itu melakukan hal aneh jika sedang hancur seperti ini.

Bukan kenapa-kenapa, tapi emang takut kenapa-kenapa, mengingat bahwa Acha adalah orang yang selalu nekat jika sedang berada dalam kondisi mental dan fisik berantakan.

Faktanya, Pak Somad tidak terbayang saat Acha selalu kabur melalui balkon kamar yang terletak di lantai dua. Gak tau gimana Acha turunnya, soalnya Pak Somad gak liat ada tanda-tandanya bantuan saat Acha menuruninya.

"Bapak..."

"Iya, Non?"

"Bukannya Bapak sama Bi Ina akrab banget, ya? Pasti Bapak tahu kan di mana alamat rumah Bi Ina. Tapi Pak Somad gak mau buka suara, karna diancam Ayah Acha, ya?"!

Pak Somad menggeleng, meski Acha tidak melihatnya. "Nggak Non. Bapak beneran gak tau alamat rumahnya," soalnya alamat Bi Ina di alam yang berbeda.

Setelahnya, keheningan terjadi lagi

Namun hanya beberapa detik, sebelum akhirnya keheningan terpecahkan lagi oleh suara parau Acha.

"Pak Somad ... gimana rasanya disayang sama Ibu dan Ayah?"

Pak Somad menelan salivanya kasar. Dirasanya ucapan Acha begitu menusuk bagi sendirinya.

"Acha juga pengen ngerasainnya. Gimana punya Ayah dan Ibu yang begitu sayang sama Acha ... selalu mendukung dan perhatian sama Acha ... Acha juga pengen, Pak..."

Yang bisa dilakukan oleh Pak Somad hanya mengelus pundak Acha, menenangkan. Tidak lebih. Hatinya ikut sesak. Bayang-bayang melihat Bimo menganiaya Acha tidak berperikemanusiaan, ada di benaknya.

Dia saja sebagai seorang Ayah tidak pernah membentak putrinya. Apalagi berani memukul putrinya.

Pernah juga waktu itu, dirinya tidak sengaja membentak putrinya akibat ia kelewat lelah karna pekerjaan, tapi putrinya tidak mengerti. Hari itu pertama kalinya juga ia melihat putrinya menangis kesakitan

Iya, hatinya yang sakit.

Apalagi Acha. Hati dan fisiknya sakit banget.

"Pak Somad..." lirih Acha, mengusap ingusnya terlebih dahulu sebelum menoleh pada Pak Somad yang menatap tanya. "Kenapa gak angkat Acha jadi anak Bapak aja?"

Pak Somad malah terkekeh. "Gak boleh gitu, Non. Kalo jadi anak Bapak, ntar Non jadi orang susah. Sekolahnya juga gak bakal di tempat elit. Makan juga seadanya. Bapak mah beda jauh atuh sama Ayahnya Non. Yang ada Non makin menderita."

"Acha gak butuh harta."

"Percuma kalo kaya banyak harta, kalo di dalam keluarganya hancur. Tanpa adanya kasih sayang, perhatian, dan dukungan."

"Lebih baik sederhana, tapi punya keluarga yang lengkap. Saling menyayangi, saling memberi perhatian, saling mendukung, dan satu sama lain selalu ada bagaimanapun keadaan keluarga. Iya, kan, Pak?"

Okay, Pak Somad tidak bisa berkata apa-apa lagi.



•••

"BAKSO GUE BAJINGAN!" Teriak Titania. Memusatkan seluruh perhatian di kantin padanya.

Don't fucking care!

Masalahnya saat ini adalah baksonya yang habis dimakan oleh spesies buaya bernama Dion.

Lelaki itu bersendawa, sengaja mengusap perutnya yang kekenyangan di depan korban yang selalu ia habiskan baksonya. "Ahh... udah kenyang. Thanks, Tii. Bye sayang!"

Dengan tanpa dosanya, Dion berlalu pergi ke tempat duduknya bersama Dimas, Fadli, dan Alfa.

"ION BEBANNN!!! GUE SUMPAHIN LO DIPUTUSIN SAMA 25 PACAR LO!"

"HEH!" Tegur Dion dari kejauhan, tak terima.

Tia menyorot tajam tanda tidak takutnya. Bahkan tampang ia lebih menantang dan menakutkan. Membuat Dion langsung menyengir, mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, arti meminta kedamaian.

"Sabarr!" Riska mengusap punggung Tia menyabarkan. Namun langsung dibalas kesewotan.

"Mata lo sabar! Gue belum juga makan nih bakso! Lagian kenapa gak ada yang negur tuh si Ion buaya beban! Ini sering banget terjadi! Enak ya lo cuman bilang sabar?!"

Melinda, Acha, Bella, bahkan Riska yang duduk di samping Tia, kompak menerjapkan mata ditatapnya sosok Tia yang benar-benar berkobar api amarah.

Riska menggeser kursinya. Oke, dia tidak ingin terkena kobaran api amarah Tia lagi.

Serem kaya si Tuti, anjir!

"Lo ... oke? Mau gue pesenin bakso ... lagi?" tanya Melinda hati-hati.

"NGGAK! Diem lo! Mau apa lo?! Mau ngasihani gue karna bakso gue sering dihabisin sama si Ion beban, hah?!" Pelototan mata Tia menjelaskan semuanya.

Tidak boleh ada yang mengajak gadis itu berbicara.

"Tia." Giliran panggilan lembut dari si Alfa saja, ditatap biasa saja. Tanpa pelototan dan amarah.

"Mau aku pesenin lagi baksonya?"!Tia mengangguk. Tahu lah gimana ekspresinya. Yang di depan pacarnya kaya kucing, di depan temennya kaya anjing.

Jorokin aja udah di Tita ke jurang. Males banget, suer!

Berbeda dengan Melinda dan Riska yang memutarkan bola matanya malas. Acha bersikap acuh fokus pada ponselnya setelah memakan sedikit nasi gorengnya, Bella mengepalkan kedua tangannya di bawah meja.

Ada yang panas tapi bukan cuaca.

•••

Acha berdehem. Melewati koridor sepi yang pas ada Arthur berjalan seorang diri.

Berjalan berlawanan arah, dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana seragam, serta ketiga kancing baju seragam yang terbuka menampakkan dada bidang dan kalung liontin bulan. Apalagi dengan rambutnya yang disisir ke belakang.

Menambahkan ketampanan sosok Arthur Ariendra.

Kedua kaki melangkah membawanya lebih dekat dengan Arthur, semakin membuat pacuan degupan jantung Acha mempercepat.

Sialan, ia merasa serangan jantung dadakan!

Tepat berpas-passan, aroma parfum Arthur yang menyeruak masuk ke indera penciuman, lelaki itu terdengar berbisik dengan suara berat menyapanya.

"Hi."

Langkah Acha terhenti.

Namun tidak dengan Arthur. Lelaki itu sudah berbelok ke arah koridor kelasnya.

Acha kangeeeennnn Arthurrr ya Tuhan...

Jeritan suara hati Acha.

Ketermenungan Acha terbuyarkan. Teriakan melengking Riska memenuhi koridor sepi.

Kumat kesintingan temannya.

"ACHAZIA! CEPET SINI LO!" Kayanya si Riska kena virus Titania, deh. Soalnya yang biasa teriak-teriak kaya gini Tia.

Dengan malas Acha yang baru saja selesai dari toilet, melangkah mendekat pada teman-temannya yang berada di belokan koridor kelas 11.

"Kenapa?" Tanya Acha heran. Melihat ketiga temannya bersama di sini. Padahal jam KBM sudah berlangsung.

"Nanti pulang kita girlstime ke Mall," kata Melinda diangguki setuju oleh Riska dan Tia.

"Tapi gue gak punya duit," ujar Acha mengingat uang sakunya hanya punya dua puluh ribu. Itu pun tersisa tiga ribu lagi setelah tadi jajan di kantin. Cukup buat apa coba uang segitu main ke Mall?

"Kita traktir." Kedua bola mata Riska membulat pada Tia.

Tak urung Riska mengangguk menyetujuinya saja, saat Melinda berbicara lewat tatapan, "gapapa. Kali-kali kita traktir si Acha yang lagi kesusahan."

Begitu katanya.

"Beneran, nihh?" Mata Acha menyipit, memastikan ucapan temannya barusan itu benar.

Ketiga mengangguk meyakinkan.

"Oke, good. Gitu dong sama temen sendiri. Lain kali harus sering."

Oke, si Acha emang kebangetan! Dikasih hati minta jantung.

"Kalian gak masuk kelas?" Tanya Acha masih heran, yang tumben-tumbenan ketiga temannya yang tidak pernah melanggar aturan sekolah berada di luaran kelas saat jam KBM.

"Kelas kita lagi jamkos. Jadi kita jajan ke kantin," bisik Melinda di akhir kalimat. Sembari mengangkat kresek berisi jajanan mereka bertiga.

Melihat presensi Bu Tuti yang berjalan dari kejauhan nampak mau melewati ke tempatnya. Acha tersenyum miring. "Gue cepuin ahh," kata gadis itu mengerling jahil.

Sontak, ketiga temannya melirik ke arah yang Acha tuju. Ketiganya menggeleng tegas, menatap Acha penuh peringatan.

"Chaa..."

Justru, Acha semakin semangat untuk menjalani aksinya. "IBUUU!" Teriaknya melambaikan tangan, menyuruh Bu Tuti yang sudah menatapnya agar menghampirinya.

Langkah lebar Bu Tuti mendekati ke arah mereka. Ketiga gadis itu langsung berteriak tak terima.

"ACHAAA!"

Sudah sejak lama, mereka ingin melempar Acha ke dasar lautan terdalam dan tidak pernah kembali lagi!

Continue Reading

You'll Also Like

67.6K 7.4K 20
BLACKPINK WINTER WITH ROSIE Nama ku Jennie Kim.. Aku menyukai Rosie.. Haruskah aku seterus terang itu? Ya! Karena jika di depan nya sangat sulit untu...
83.2K 11.3K 48
Gadis bodoh, tidak punya bakat, sering mendapat julukan ratu nol, itulah JANE ALIZHA ZAHIRA. Kata orang dia adalah manusia paling tidak berguna di Ad...
1.4M 149K 30
"Bang, tau gak, gue sebel banget masa, tadi gue di omongin dari belakang sama Clara! temen baik gue sendiri!" "Ah, Lo yang salah kali. Gak mungkin Lo...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 115K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...