ALAÏA 2

By radexn

6.2M 940K 5.3M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia kembali, membawa... More

Prolog
1. Aishakar X Atlanna
2. Bawel
3. Atmosfer Masa Lalu
4. Shocked
5. A Different Destiny
6. Moonstar
7. Masuk dalam Gelap
8. Sayang
9. Tak Seindah Lukisan
10. Hitam
11. Menyelam untuk Mati
12. Irvetta
13. Memang Seharusnya Jujur
14. Pengakuan
15. Sang Dewa Kematian
16. Bintang
17. Berharap yang Terbaik
18. Beku
19. It's a Bye
20. Snow
21. Our Beloved Atlanna
23. Satu yang Bersejarah
24. Kita
25. Ingin Melepas Rasa
26. Imitasi
27. Baby Winter
28. Aku Bukan Kamu
29. Hurt
30. Haruskah Kita Usai
31. Retak
32. Amatheia VS Aphrodite
33. Us
34. Dear You, Ale
35. Διαίσθηση
36. Andai Kita Abadi
37. The Mermaid
38. Hectic
39. Aesthetic
40. Chaotic
41. Luka dalam Memori
42. Light
43. A Frozen Heart
44. Skyïa
45. The Sea is Calling
46. The Blue Diamond: Goddess of The Sea
47. Happy Birthdae
48. Angel
49. Berharap Hanya Mimpi
50. Cahaya Mata
51. The Most Beautiful Moment
52. Justice
53. Laut yang Tenang
54. Moonlight [END]
pre-order ALAÏA 2
Extra Chapter
NEW STORY
⚠️ SECRET CHAPTER 🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
NOVEL AMBERLEY (cucu Aïa)
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

22. Insiden

105K 15.5K 45.1K
By radexn

follow instagram kami:
@alaiaesthetic
@langitshaka
@atlannaishakar
@ragascahaya
@nyxreaperr
@radenchedid (author)

instagram premium:
@alaianarelle
@moonstarvx

follow tiktok:
@radenze
@langitshakaa (2nd)
⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀

BABYGENG, UDAH SIAP?

absen sesuai zodiak kamu
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀



🔞🔞
Terdapat satu adegan dewasa ditandai "🔞". Mohon kebijakan kamu sebagai pembaca yang masih di bawah umur!
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀

gone - ROSÉ
still with you - Jungkook
winter bear - V

22. INSIDEN

Amora turun dari mobil bersama para pengawal yang menjaga langkahnya. Sebetulnya dia risih, tapi apa boleh buat bila ini semua perintah dari suaminya, Dae Lonan.

Perempuan itu memasuki lobby rumah sakit tanpa sadar melewati Aishakar dan Ale. Dia menunduk sepanjang jalan, terlihat sedang mengamati kaki jenjangnya yang terlindungi winter boots.

Beberapa saat sebelum meninggalkan Italia, Dae berpesan pada Amora untuk memakai pakaian yang lebih hangat. Di Italia memang dingin, tetapi Malverone jauh lebih dingin. Sekarang kedua tangannya berada di dalam saku mantel merah gelap yang ia kenakan.

Meskipun terkadang Dae bertingkah kejam dan seakan membenci Amora, kenyataannya dia sangat peduli.

Sayangnya, sebaik apapun sikap Dae terhadap Amora, perempuan itu tetap takut.

Amora kini memeriksa sekitar. Keadaan sangat sepi. Ini membuat rasa panik semakin menyerangnya karena akan bertemu Dae dalam suasana 'menyeramkan' semacam ini.

Mereka tiba di lantai empat. Saat baru keluar dari lift, di jarak sekian meter hadir seorang pria berperawakan tinggi dan kekar sedang berdiri. Ia mendatangi Amora dengan senyuman.

"Amora, mari ikut saya." Demian berujar.

Amora mengangguk samar. Ia dan Demian berjalan lebih cepat dari para pengawal tadi. Tujuan mereka tentunya ke kamar rawat Dae.

Sampai di tempat, Demian membukakan pintu kamar dan mempersilakan Amora masuk sendiri. Ia memberanikan diri untuk masuk walau tangannya mulai tremor. Melihat Dae terbaring di ranjang pasien berhasil bikin Amora meringis kecil.

Dae semula tidur. Kala Amora datang, dia langsung buka mata dan memperlihatkan senyum sangat-sangat tipis di bibir.

"Dae," sapa Amora seraya berhenti tepat di samping kanan ranjang.

"Wife," gumam Dae. "Baru banget sampe? Pusing, enggak?"

Amora menggeleng. Dae bertanya seperti itu karena kemarin saat terbang dari Malverone ke Italia, Amora langsung tumbang dan pusing berkepanjangan. Dia mengalami jet lag atau mabuk pascaterbang.

Dae segera menghubungi Demian yang menunggu di luar kamar. Hanya dalam dering ke tiga, panggilannya langsung terhubung.

"Rumah sakit ini mau dituntut, ya?" ceplos Dae dan otomatis Amora menegang mendengar nada geram lelaki itu.

"Kenapa, Dae?" Demian kaget bercampur bingung. Di luar sana, dia menatap pintu kamar dan bersiap untuk masuk kalau-kalau Dae mengamuk.

Dae menyahut kesal, "Enggak ada tempat duduk buat istri saya."

Maka dari itu, Demian cepat-cepat melapor pada pihak rumah sakit untuk sekilat mungkin menyediakan kursi tinggi dan dibawa ke kamar rawat Dae. Di kamar itu hanya ada sofa. Dae tidak mau Amora duduk di sofa yang pendek dan berposisi jauh dari ranjang.

"Payah. Enggak ada persiapannya sama sekali," cetus Dae sembari menaruh ponsel di samping badannya.

Amora merasa tak enak hati pada Demian yang kena marah Dae. Ia berkata, "Dae, aku enggak apa-apa berdiri. Nanti kan bisa duduk di sofa itu. Kamu jangan marahin orang lain lagi, ya? Kasian mereka."

Dae melirik tajam dan tidak mau mengindahkan ucapan Amora. Wajahnya ditekuk pertanda Dae tak menyukai momen ini. Perkara tempat duduk membuatnya ingin menghancurkan dunia.

Kurang dari sepuluh menit, pintu kamar terbuka setelah sebelumnya diketuk. Dua orang pihak rumah sakit masuk membawa kursi tinggi dengan alas yang nyaman buat bokong. Amora berucap terima masih, sedangkan Dae melotot pada dua orang itu.

"Udah, kalian boleh lanjutin kerjaan lain lagi." Amora berujar sopan. "Maaf, ya, bikin repot. Terima kasih udah mau bawain kursinya."

"Mereka yang bikin repot," sambar Dae yang bikin dua cowok itu makin merasa nyawanya terancam.

Amora memberi kode pada mereka buat keluar tanpa mendengarkan omongan Dae. Mereka membungkuk, lalu pergi. Usai terbebas dari kamar Dae, mereka kompak membuang napas lega dan melangkah lebar-lebar ke lift.

Saking terburu-burunya langkah kaki mereka, Demian sampai tidak sempat mengucapkan terima kasih.

Sesudah itu semua, Amora pun naik ke kursi. Kursinya sudah dipastikan bersih tanpa adanya setitik noda di sana. Bahkan diam-diam mata Dae bergerak memindai kursi untuk memastikan benda itu tidak bernoda.

"Kamu udah makan?" tanya Amora, berusaha memecah keheningan.

Dae mengangguk. Ia sudah sarapan meski harus terjadi drama karena menu yang datang salah. Dae mau teh hangat dengan kehangatan yang sama seperti buatan Amora, namun yang datang tidak sama persis. Cuma beda sedikit.

Dikarenakan Dae masih terus cemberut, Amora berinisiatif menenangkan hati lelaki galak itu. Dia menyingkirkan rasa takut demi berperan sebagai istri yang baik. Amora menyentuh tangan Dae menggunakan kedua tangannya, kemudian tersipu.

Dae spontan melirik tangan mereka dan tatapan hantunya perlahan menjadi malaikat baik. Memang betul, perlakuan Amora sangat berpengaruh bagi mood Dae.

"Dae, jangan marah lagi. Ayo, senyum." Amora berkata.

Butuh perjuangan agar senyum Dae kembali. Dia itu sengaja tetap manyun karena betah menikmati sikap Amora yang seperti sekarang. Dia mati-matian menahan tawa ketika istrinya merengek karena usahanya tak kunjung berhasil.

"Dae ...," lelah Amora. "Senyuuum."

Tiba-tiba Amora berhenti merayu. Dia beralih menilik wajah tampan itu dan sedikit memajukan badannya karena ingin menghitung ada berapa luka di muka Dae.

Lantas, mereka saling bertatapan untuk berdetik-detik yang terasa lama. Amora menggunakan dua mata, sedangkan Dae hanya satu. Dada Amora hangat selama mereka tak menghentikan tatapan itu.

"Dae, kamu bisa enggak, ya, kabulin permohonan aku?" Amora menyeletuk.

"Apa?" tanya Dae.

"Jangan ketemu Fe Elata lagi. Jangan berbuat aneh-aneh di laut," ungkap Amora kikuk.

Dae mendesah berat. "Yang aku lakuin di laut enggak aneh, Mora."

"Kamu mau racunin laut. Itu jahat," tutur Amora yang kini melepas pegangannya dari tangan Dae.

"Ramuannya disebut racun tapi aku bukan mau racunin laut. Aku mau matiin pelindung gaib di sana. Kamu enggak paham," cetus Dae lagi.

"Tetep aja aku enggak suka kamu apa-apain laut. Liat sekarang, kamu jadi kecelakaan. Mata kamu luka parah." Amora berkata dengan suara agak berat karena kerongkongannya tersendat.

"Kamu itu enggak sayang sama diri sendiri, gimana kamu mau sayang sama aku?" lanjut Amora.

Sehabis Amora mengatakan kalimat tersebut, Dae terdiam sejenak. Dia sama sekali tak berkeinginan untuk membentak, marah, atau membuat kerusuhan di sini. Dae hanya bungkam.

"Aku suka laut, Dae. Kamu enggak tau, kan?" lirih Amora sambil menunduk. "Jadi, jangan dirusak."

"Tapi, ada yang perlu aku urus di laut. Sekali lagi aku bilang, kamu enggak paham." Dae membalas.

Saat itu juga, Amora menangis. Hatinya sesak menahan kesal, juga ia merasa ada perasaan menggebu-gebu dalam dirinya yang mendorong dia untuk melawan Dae perihal rencananya terhadap laut.

Amora bukan seseorang yang sangat-sangat menyukai lautan. Ia sekadar suka biasa. Tetapi, rasanya batin dia tersiksa karena Dae berlaku kurang baik ke laut Irvetta.

"Kamu enggak ngertiin aku juga!" Amora terisak kuat.

Dae jadi bingung. Dia meraih jemari Amora dan memintanya menghentikan tangisan itu. Bukannya berhenti, tangisnya bertambah keras yang diiringi napas tersendat-sendat.

"Kamu berisik—" Dae baru saja bicara dan langsung diselak.

"Kesel!" Amora memukul tangan Dae.

Tidak menyerah, Dae masih terus menggenggam jemari lentik Amora yang berhias cincin berlian. Lelaki itu beranjak duduk padahal badannya sangatlah sakit ketika digerakkan, termasuk duduk tanpa bersandar.

"Gimana caranya biar kamu diem?" Dae frustrasi.

Hidung Amora menyedot cairan bening yang meleleh. Sekarang dia sesenggukan tanpa air mata. Tatapannya begitu sendu saat memandang Dae.

"Jangan jahatin laut," pinta Amora.

Dae menjawab kalem, "Aku dari awal enggak jahat sama laut."

"Jawab aja iya!" Amora bersedih. "Bilang iya ...."

Dae terheran akan situasi ini. Dia tidak mengira Amora bakal meledak cuma gara-gara laut. Ternyata sepenting itu laut sampai Amora bisa berani mengekspresikan diri di hadapan lelaki yang sering bikin dia parno.

"Iya." Dae menuruti Amora.

❄️ 🤍 ❄️

Lana dan Ragas berada di perjalanan pulang sehabis mengunjungi keluarga Alaia. Mereka nampak senang karena Atlanna sudah kembali, walaupun dalam wujud yang berbeda. Biarpun luarnya disebut beda, isinya tetap sama.

"Atlanna lucu banget! Langit sama Alaia berasa ngerawat Atlanna pas kecil lagi kali, ya?" Lana berseru girang.

"Aku pikir-pikir, hidup mereka tuh penuh kejutan terus. Entah datengnya dari Alaia atau Langit atau anak-anak mereka. Pokoknya selalu ada yang bikin kaget dan enggak masuk akal," papar Lana.

"Aku udah mulai mikir hal-hal aneh tapi keren tentang Alaia sejak ketemu dia dulu banget. Waktu Langit sama Alaia baru-baru pacaran." Lana menyeletuk kembali.

"Eh—mereka dulu pake acara pacaran enggak, sih, Gas?" tanya Lana.

"Lupa aku. Kayaknya sih enggak. Nyai langsung diajak nikah," kekeh Ragas.

"Hmmm." Lana berpikir dan mencoba mengingat kejadian yang sudah berlalu puluhan tahun itu. "Aku ingetnya tiba-tiba kamu ngundang aku dateng ke pantai buat nontonin Langit ngelamar Alaia. Ah, iya, masih inget banget yang itu!"

Maka, mengalirlah cerita di masa lalu ketika mereka semua masih benar-benar muda. Bukan cuma muda wajahnya, tapi juga usianya. Lana bertambah senang mengenang banyak kejadian itu, apalagi Ragas yang selalu mengejek ketika membahas pertemuan perdana mereka.

"Kamu inget enggak, aku pernah bilang Langit itu mukanya adem banget enggak kayak kamu? Terus aku bilang kamu Jamet Elegant?" Lana terbahak keras.

Ragas tak akan melupakan memori yang satu itu. Ia membalas ucapan Lana, "Aku paling inget ada cewek datengin aku di bar ujug-ujug minta nomor hape. Ngomongnya dimanja-manjain gitu lagi. Terus aku disebut baby boy. Hiiii, merinding."

"Agas, diem!" Lana memekik dan menutup telinga dengan kedua telapak tangan. Mukanya seketika merah sampai ke leher.

Ragas tertawa puas melihat reaksi istrinya. Ia mengelus perutnya yang berguncang akibat tawa. Semakin Lana mengomel, maka semakin gencar Ragas bikin dia bertambah panas.

Obrolan penuh kenangan itu berakhir saat mereka tiba di rumah yang nyaman ini. Mobil telah terparkir di garasi, dan mereka masuk ke rumah lewat pintu di dalam garasi yang tembus ke lantai atas.

Lana pergi ke dapur untuk membuat minuman hangat. Ragas menjadi ekor yang selalu ikut ke mana Lana gerak. Cowok itu tidak banyak bicara tapi tiba-tiba menempel di punggung Lana yang tengah menyiapkan dua cangkir buat sajian mereka.

"Gas, aku kayak ketempelan kalo kamu begitu terus," celetuk Lana.

Ragas menyahut, "Mending ketempelan setan atau aku?"

"Emang apa bedanya?" Lana terkikik geli.

Spontan Ragas mencubit pelan pinggang Lana penuh rasa gemas. Dia lalu menghirup aroma leher Lana yang selalu harum, kemudian menjauh dari istrinya dan beralih ke kulkas.

Baru sedetik buka kulkas, Ragas langsung menutupnya lagi karena embusan es dari dalam benda itu bikin lobang hidungnya langsung mengembang mencari udara.

"Kamu nyari apa di kulkas?" Lana menertawakan tampang lucu Ragas.

"Enggak tau. Iseng aja ngebuka," kata Ragas.

Lana sudah selesai membuatkan minuman. Ia menyuruh Ragas segera menghabiskannya karena mereka sama-sama kedinginan dan butuh sesuatu yang menghangatkan badan. Ragas menyesap cokelat sedikit demi sedikit, lalu mengecap lidahnya berulang kali.

"Nuhun, neng geulis." Ragas berterima kasih pada Lana karena dibuatkan minuman seenak ini.

"Sawangsulna," balas Lana.

"Sawangsulna, A' Agas Kasep." Ragas mengajari.

Lana pun meniru. "Sawangsulna, A' Agas."

"Mana kasepnya?"

"Kasepnya buat Langit."

Ragas tertawa lagi. Dia mencolek dagu Lana dan tak henti memandang kagum perempuan itu. Setiap ditatap seperti ini, Lana mau berubah menjadi kupu-kupu dan terbang tinggi di udara. Dia tidak kuat akan tatapan Ragas yang sangat mendalam.

Lana memalingkan pandangan. Ia lanjut menghabiskan cokelat tanpa melihat Ragas.
Karena terlalu memahami gerak-gerik Lana, jadilah Ragas makin anteng menatap Lana terus.

"Dugong blasteran avatar kalo lagi malu lucu pisan," ceplos Ragas.

"Kebiasaan ih diomongin. Jadi makin malu!" Lana sudah tidak tahan.

"Biar enggak malu lagi, kita bikin bayi-bayi avatar aja, yuk?" Ragas mengajak.

Lana tidak diberi waktu untuk protes karena Ragas langsung merebut cangkirnya yang sudah kosong dan dibawa ke wastafel pencucian alat makan. Ragas berjalan di belakang Lana sambil memegang kedua bahunya. Lana di depan dan terpaksa mengikuti arahan Ragas.

"Gas, besok aku ada pemotretan, tau! Harus istirahat dari sekarang." Lana berusaha cari celah.

"Alasan tidak diterima," tolak Ragas.

Lana memelas ketika mereka berbelok ke arah kamar. Alasan utama mengapa Lana panik diajak main adalah ... peliharaan Ragas terlalu besar!

❄️ 🤍 ❄️

Sore menjelang malam. Amora mengikat rambut panjangnya yang terawat sedemikian rupa sehingga menjadi sangat halus. Ia lalu menepuk-nepuk pipinya yang merah karena dingin.

Dae muncul dari balik pintu toilet dan segera Amora mendatanginya. Amora sigap memegang lengan Dae yang membutuhkan penopang ketika ia berjalan. Kakinya timpang, membuat Dae sesekali meringis sakit.

Tangan Dae berpindah merangkul Amora. Mereka jalan bersama ke ranjang dengan terhati-hati. Kalau posisinya sedekat ini, Amora bisa mencium amat jelas wangi tubuh Dae.

Sudah beberapa hari Dae dan Amora merenggang. Dae bersikap cuek ke Amora, memberi hukuman dengan mengurungnya di kamar, lalu meninggalkan Amora di Italia sedangkan Dae melesat ke Malverone.

Hari ini, sikap dingin Dae tertutup dengan kehangatannya walau tidak begitu hangat.

"Gendong," ucap Dae tiba-tiba.

Amora membulatkan mata.

"Bercanda." Dae terkekeh kecil karena reaksi Amora yang sekaget itu.

Amora kontan mengembus napas panjang. Dia lanjut membantu Dae naik ke ranjang sampai mendapat posisi paling nyaman. Sesudahnya, Dae rebahan lagi dan menarik selimut.

Perempuan itu tau-tau mematung di tempat. Dia berdiri di sisi kanan ranjang dengan mata mengarah ke Dae, tapi tatapannya kosong. Dae belum menyadari karena dia sedang memejamkan mata upaya meredam nyeri di sekujur badan.

Amora belum pernah dirawat karena sakit parah, namun ia memiliki ingatan pernah berada di rumah sakit dalam kondisi kacau.

Ingatan itu datang tanpa permisi dan seketika Amora terbatuk, lalu menyentuh perutnya yang mendadak mual.

"Sayang?" Dae menoleh cepat.

Amora kembali tersadar. Dia mengambil sebotol air mineral di atas nakas dan meneguknya sampai habis. Sekelebat ingatan tadi membuatnya pening.

"Pusing?" tanya Dae ingin memastikan.

Amora mengangguk lemah. Maka, Dae membiarkan Amora pindah ke sofa yang dapat diubah menjadi kasur. Amora beristirahat di sana dan berusaha melupakan memori asing.

Cuplikan itu terlalu jelas seakan nyata, namun ia tidak bisa mengatakan ini pada orang lain, termasuk Dae.

❄️ 🤍 ❄️

Malam bertabur banyak bintang menjadi panorama indah yang sayang bila dilewatkan. Atlanna berdiri di dekat jendela sambil menyaksikan keindahan di depan mata. Satu tangan terangkat ke udara, lalu menempel di kaca jendela.

Atlanna menyukai salju. Sekarang dia suka segala sesuatu yang berhubungan dengan es. Melihat salju-salju turun dari langit bikin dia berimajinasi menari di bawah rintiknya.

Pupilnya membesar sebagai tanda Atlanna menyukai apa yang ia lihat.

Dan pupil itu bertambah besar saat Atlanna mengingat Bintang. Dia mundur seraya berputar badan. Atlanna pengin keluar dari kamar untuk menunggu Bintang datang.

Ia membuka pintu tanpa menutupnya lagi. Ujung rambutnya terseret-seret di lantai, tetapi Atlanna nampak tak peduli. Justru malah Alaia dan Lana yang tadi kelimpungan menguncir rambut Atlanna supaya bagian bawahnya tidak kotor.

Atlanna menepi di ambang pintu yang terbuka setengah. Dia mengamati pagar, kemudian beralih ke sekitar rumah. Sepi sekali.

"Bi," panggilnya dengan suara kecil.

Alaia dan Langit berada di ruang keluarga, sedang menonton film animasi yang berkisah tentang persahabatan dua anak laki-laki. Satu di antaranya merupakan monster laut remaja.

Kalau kalian menanyakan keberadaan Aishakar ... anak itu tidak ada di rumah. Ia pamitan untuk mengantar Ale pulang dan sudah tiga jam terlewat dia belum kembali. Kemungkinan Aishakar masih singgah di rumah Ale.

"Bi ...." Atlanna berkaca-kaca karena Bintang tidak kunjung datang.

Di satu waktu, Langit bergerak cepat ke dapur tanpa menyadari kehadiran Atlanna di ambang pintu. Tujuannya ke dapur menyeduh susu buat istri dan anaknya. Dua perempuan itu harus memiliki nutrisi yang tepat untuk janin di kandungan mereka.

"Anak sama cucu bakal lahir barengan, nih." Langit mesem-mesem sendiri.

"Nanti aing enggak mau dipanggil kakek ah," katanya. "Apa, ya, yang keren?"

"Grand-papiw." Langit menertawakan celetukannya.

Terkadang, Langit memang suka bicara sendiri. Menurut dia seru. Tapi, tidak seru lagi kalau tiba-tiba ada yang menyahut tanpa wujud.

Selesai membuatkan susu, Langit minggat ke ruang keluarga. Ia memberikan satu gelas ke Alaia, selanjutnya ia ke kamar Atlanna. Langkah Langit terinterupsi karena ternyata Atlanna ada di ambang pintu utama.

"Neng," panggil Langit.

Karena Atlanna tidak menyahut, ia memanggil sekali lagi. "Atlanna."

Anak itu menoleh dan bergerak menghadap Langit. Ia menerima susu yang diberikan sang ayah. Atlanna meneguk susu dengan perasaan sedih karena apa yang ia tunggu sampai detik ini tidak muncul.

"Nunggu siapa?" Langit bertanya.

Atlanna menginginkan Bintang datang. Langit yang memahami itu langsung menelepon Bintang untuk sesegera mungkin kemari. Usai mengetahui Bintang sedang dalam perjalanan ke sini, Atlanna merasa sedikit lebih tenang.

"Sambil nunggu Bintang, kita ke Mamiw aja, ya?" ajak Langit yang tentunya Atlanna mau.

Atlanna menggenggam jemari Langit sangat erat ketika mereka jalan bersama ke ruang keluarga. Langit membalas pegangannya, dan tangannya yang lain memegang gelas kosong bekas Atlanna.

Sampai di ruangan itu, Alaia menyambut riang putrinya. Ia mengajak Atlanna duduk di sofa tepat bersebelahan dengannya. Di kala Alaia dan Atlanna berduaan, Langit jalan-jalan lagi membawa dua gelas ke dapur.

"A," ucap Atlanna yang selalu senang ketika berada di dekat Alaia.

Alaia memeluk Atlanna seraya menempelkan pipi mereka. Seperti induk kucing, Alaia tak henti menjamah wajah Atlanna menggunakan hidung dan bibir. Ia mencium, mengusap, dan lain sebagainya atas dasar gemas.

Alaia tidak sadar dia juga menggemaskan. Sepertinya keluarga ini dipenuhi makhluk-makhluk gemas.

Lewat beberapa menit, Langit balik ke ruangan ini. Dia gabung di sofa, dan dengan penuh percaya diri Langit duduk di tengah-tengah dua bumil.

Tangan kanan Langit mendarat di paha Alaia, dan tangan kirinya merangkul Atlanna. Alaia bersandar ke dada bidang Langit sambil menatap Atlanna yang ikut nemplok di lengan ayahnya.

Entahlah, Langit merasa dirinya punya dua istri atau dua bayi besar.

"Aiw." Atlanna bicara.

Langit refleks nengok dan mengecup puncak kepala Atlanna. "Mamiw Papiw," tutur Langit agar Atlanna mengikutinya.

Alaia memerhatikan dua orang itu. Senyum tipis terukir di wajahnya, disusul sebuah ide datang dalam benak. Ia lalu menjauh dari badan Langit dan pindah posisi ke samping Atlanna lagi.

"Kamu mau pake cara itu?" Ternyata Langit paham situasi.

"Aku mau coba. Angit izinin?" ungkap Alaia.

Langit mengangguk singkat. Ia setuju bila Alaia ingin mengirimkan asap biru dari mulutnya ke mulut Atlanna. Asap itu bisa mengembalikan memori yang hilang, namun Alaia belum tahu apakah akan berpengaruh pada Atlanna yang kehilangan sedikit memori dengan sendirinya, bukan karena diambil Alaia.

"Atlanna, buka mulut kamu." Alaia meminta.

Maka muncullah asap yang berkilauan dari mulut Alaia. Ia memberinya ke Atlanna sambil melafalkan kalimat panjang bahasa asing di dalam hati. Sekilas bola mata Alaia memancarkan sinar biru, disertai simbol bulannya menyala.

Selesai itu, Atlanna mematung sebentar dan perlahan-lahan kesadarannya hilang.

❄️ 🤍 ❄️

⚠️🔞
WARNING!
Mengandung konten dewasa.

Terhitung sudah hampir dua jam Ragas dan Lana anteng di kasur. Mereka tak banyak melakukan kegiatan, hanya cuddling di bawah selimut tebal. Keduanya kompak tidak memakai pakaian atas.

Lana memeluk badan Ragas yang posisinya lebih rendah dari dia. Kepala Ragas berada di bawah dagu Lana. Tak jarang lelaki itu memainkan bibir serta ujung hidung di leher istrinya.

Sesuatu yang lembut dan basah mulai terasa di leher Lana. Ragas mengisap kulitnya pelan sampai beberapa detik terlewat. Mata Lana terpejam rapat menikmati permainan Ragas.

Tangan liar Ragas menjelajahi lekuk tubuh Lana tanpa perlu melihatnya. Ia berhenti di pinggang, kemudian menurunkan karet celana yang masih melekat. Lana spontan menyentuh tangan Ragas dan menyingkirkannya dari situ.

"Atuh ih," gerutu Ragas.

Wajah melas Ragas bikin Lana menahan tawa. Tetapi, ekspresinya langsung berubah kala Ragas bergeser turun menghadap buah dada Lana. Dia mencaplok putingnya seperti bayi yang haus.

"Gas ...," bisik Lana tertahan.

"Emm?" sahut Ragas.

Lagi, Ragas menyentuh pinggang Lana tanpa menyudahi aktivitas pertama. Ia menarik celana itu, namun tak melucutinya. Tangan kekar Ragas menyusup ke celana untuk mencari sesuatu.

Lana panas dingin. Ia diminta melebarkan paha dan ia penuhi. Tubuh Lana menguarkan hawa panas saat jari Ragas masuk ke sana. Ia tidak bisa mengontrol diri, sehingga dengan tiba-tiba pahanya menutup rapat dan menekan tangan Ragas.

"Kejepit, Lanang," ceplos Ragas.

"Ah ... enggak bisa." Lana mendesah.

Ragas masih memainkan jarinya di area intim Lana. Ia mempercepat tempo dan Lana semakin menggila. Badan Lana awalnya miring ke arah Ragas, dan sekarang dia telentang dengan paha kembali terbuka.

Jantung Lana mencelos saat Ragas menjauhkan tangan dari situ. Tak sampai di sana, Ragas bangun dan melepas celana. Lana juga membuka celananya demi keadilan bersama.

Selimut telah hilang dari badan mereka. Lana menatap Ragas yang berada di atasnya dengan tatapan sangat berarti. Lelaki itu membungkuk untuk mengulum bibir Lana. Mereka berciuman panas sampai rasanya tak ada udara di sekitar.

Ciuman Ragas turun ke leher, ke dada, dan berhenti di perut Lana. Ia kembali ke atas untuk merasakan hangatnya lidah Lana lagi. Di bawah sana, milik Ragas berulang kali menyentuh kepunyaan Lana.

Ini adalah detik-detik permainan mereka mendekati puncaknya. Ragas berhenti mencumbu Lana, ia memandang lekat paras cantik yang tak membosankan itu. Napas Lana terdengar berat, begitu pula Ragas.

"Aku bakal pelan." Ragas berkata.

"Pelan atau enggak tuh sama aja," balas Lana.

Ia tidak berani berbicara soal ukuran Ragas. Melihatnya saja sudah bikin nyalinya ciut. Lana menelan salivanya karena Ragas terlihat tidak sabar untuk melakukannya lagi.

Bulu kuduk Lana meremang saat Ragas memperlebar jarak kedua pahanya. Ragas mengambil tempat yang paling tepat. Ia diam di antara paha itu sambil terus meyakinkan Lana bahwa kali ini tak akan sesakit kemarin.

"A—ah ...." Lana meringis kuat kala Si Jagoan perlahan masuk ke bagian itu.

Milik Ragas berhasil masuk setengah. Baru setengah sudah bikin Lana kepanasan. Ragas menariknya pelan, lalu mendorongnya setengah lagi. Ia tarik lagi, dan didorong lagi.

"Agas," racau Lana. "Mmh ... ah, ah, sakit!"

Ragas masih terus bergerak maju dan mundur. Istrinya mendesah keras, maka Ragas tertular mengeluarkan suara seraknya juga.

Semakin lama, makin bertambah cepat gerakan Ragas. Ia tidak lagi memasukannya setengah, melainkan penuh. Lana tidak bisa tenang. Dia meremas bantal dan suaranya makin berisik.

"Sayang," sebut Ragas.

"Ah ...," lelah Lana.

"Kekencengan?" Ragas bertanya.

Lana menggeleng. Ia tidak bisa berpikir jernih untuk sekarang. Rasa nikmat membuyarkan konsentrasi Lana, sehingga cuma ada nama Ragas yang memenuhi otak.

Sekarang kamar ini diisi oleh suara-suara dari kegiatan olahraga malam mereka. Ragas ingat, ia pernah mendengar suara semacam ini yang berasal dari kamar Langit dan Alaia. Ternyata seginilah kecepatan Langit saat itu.

Senyum miring hadir di wajah Ragas. Dia menangkup kedua payudara Lana dan memainkannya sekilas. Lanjut, Ragas mempercepat lagi sampai badannya terasa melayang jauh ke langit.

"Agas!" Lana tidak tahan.

Ragas menghentak miliknya dan mengeluarkan banyak sperma di dalam Lana.

Untuk sejenak, mereka istirahat dan akan melanjutkannya nanti. Ragas merebah di samping Lana seraya menarik istrinya buat direngkuh. Dia masih sesekali meringis, tak seperti Ragas yang tersenyum lebar lalu mencium pelipis Lana.

"Gimana rasanya?" Ragas iseng bertanya.

Lana belum menjawab, justru dia balas memeluk Ragas dengan jantung yang masih berdebar-debar kuat.

"Ya gitu, Gas," gumam Lana.

Ragas berucap lagi, "Kamu mau tau, enggak?"

"Mmm?" Lana menatap intens wajah ganteng itu.

"Kamu testimoni pertama aku. Harus jadi yang terakhir juga," kekeh Ragas.

❄️ 🤍 ❄️

Sebuah mobil melaju terlalu cepat melebihi batas normal. Benda besar itu menghantam tumpukan salju yang menghalangi jalan, dan yang lebih parah hampir menabrak kendaraan lain.

Nyx Reaper menguasai raga Bintang yang sedang berkemudi. Ia tak akan membiarkan Bintang pergi ke rumah Atlanna. Nyx kalau menginginkan sesuatu, pasti dia akan berlaku sekeras mungkin untuk menggapainya.

Ketika melihat jalanan di bawah sana gelap dan penuh pepohonan yang tertutup salju tebal, roh Nyx langsung lenyap dan berganti Bintang. Detik itu juga Bintang terbelalak karena mobil sudah lepas kontrol. Mau menginjak rem pun percuma karena jalanan sangat licin dan terjal.

"Nyx, lo bukan babi lagi! Lo bandot!" Bintang misuh-misuh.

Dia panik, namun bersikap setenang mungkin dan membuka pintu. Dia nekat melompat keluar di kondisi mobil yang melesat turun sangat kencang. Tubuhnya seketika menghilang ditelan lautan salju.

Tebalnya salju menyelamatkan Bintang yang seharusnya menghantam aspal keras. Dia tengkurap di dalam salju dan meringis ringan. Terus, Bintang bangkit sembari membersihkan pakaiannya. Rambutnya juga menjadi putih karena salju-salju tersebut.

Dalam sekejap, Bintang lari ke ujung jalan dan menemukan Jeep kesayangannya berciuman dengan pohon besar. Dia mengepal tangan disertai hidungnya mengeluarkan asap.

"NYX!!!" Bintang mengamuk.

Bintang menatap sedih Jeep. Selain karena Jeep itu merupakan sahabatnya di jalanan, perawatannya pasti akan sangat mahal untuk memperbaiki kerusakan di body mobil. Perkiraannya mencapai puluhan sampai ratusan juta.

"Excuse me?"

Suara itu berasal dari arah belakang. Bintang mengernyit, tapi ia penasaran dan menoleh. Ada seseorang melangkah takut-takut ke dekatnya. Orang itu memakai winter dress dengan kepala terlindung topi bulu-bulu.

"Kamu baik-baik aja?" Gadis itu bertanya. "Aku liat kamu dilempar dari mobil."

"Oh, enggak dilempar. Gue keluar sendiri," jawab Bintang menanggapi kesalahpahaman itu.

Gadis tadi mengamati Bintang penuh kecemasan. "Ada cedera?"

Bintang menggeleng kaku. Dia merasa canggung berada di sini bersama seseorang yang tak dikenalnya. Hanya berdua. Karena Bintang terlihat kurang nyaman, gadis tadi tersenyum tipis dan memperkenalkan diri.

Dia menyentuh dada seraya membungkuk sedikit. "Aku Magellanic Helia. Singkatnya Hel."

Bintang membalas singkat, "Gue Bintang."

Hel melirik Jeep Bintang yang berasap tipis. Bintang juga menengok ke sana dan bersicepat mengambil ponsel dari saku celana. Namun, Bintang melongo bersamaan ritme jantungnya bergetar hebat.

"Asu, hape gue di mobil!" Bintang kelabakan.

Ia hanya bisa memandang malang Jeep yang terperangkap di ujung jalanan yang curam. Lokasinya seperti jurang, tapi tidak sedalam itu. Bintang tidak bisa tenang kalau sudah begini.

"Aku bisa pinjemin kamu hape. Kamu mau?" Hel menawarkan.

Bintang tidak menolak. Ia meminjam ponsel Hel untuk menelepon Atlanna. Cuma nomor Atlanna yang paling dia hafal.

Berkali-kali ditelepon, Atlanna tak menerima panggilannya. Ponselnya tergeletak tidak berdaya di kasur kamar, sedangkan Atlanna berada di ruang keluarga. Lagipula, sejak kembali dari laut, Atlanna belum pernah menyentuh ponselnya lagi.

"Enggak diangkat." Bintang hampir menyerah.

"Coba terus aja." Hel pengertian. "Aku bakal temenin kamu di sini. Aku tau rasanya kesepian."

TO BE CONTINUED

⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀

terima kasih buat 1,8m reads dan 330k votes!!! 🤩🤩🤩

━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━━🤍━━━━━━━

━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━━━━━━━━━

⚠️⚠️⚠️
DILARANG MEMAKAI NAMA LENGKAP TOKOH-TOKOH ALAÏA BUAT ROLEPLAY DI LUAR ROLEPLAYER ASLI ALAÏA

━━━━━━━━━━━━━━━

I N F O :
bagi kalian yang mau beli novel ALAÏA 1 dan pastinya ori, langsung klik ajaa link yang ada di bio wattpad atau instagram aku

atau beli langsung di gramedia juga bisaaa! harganya 99.500 💜

JANGAN BELI NOVEL BAJAKAN!

kalian harus tau, penghasilan penulis dari penjualan buku umumnya cuma 10%. kalo harga novelnya 99.500, dia cuma kebagian 9.950 (itupun belom dipotong ppn lagi) 🥲 jadi, yuk beli yang ori aja...

DAFTAR OLSHOP SHOPEE YANG JUAL NOVEL ALAÏA 1000% ORI:
loveablestore.id
novelyyoung
tokotmindo

kalo Alaïa 2 terbit akhir tahun, aman ga nih babygeng?! 💅🏼✨💜

━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━━━━━━━━━━

make sure kamu udah follow kami!

JOIN GRUP TELEGRAM @BABYGENG + subscribe channel @BABYG3NG
free buat bayi-bayi mamigeng🤰🏼🤍

note:
kalo kamu mau share cerita ini ke sosmed (cuplikan kecil atau ss (jangan terlalu spoiler)) silakan aja ya! aku malah seneng kalo ALAÏA 2 disebar ke mana-mana 😄🤍

🌬 THANK YOU, BABYGENG! 🤍
see you asap!

Continue Reading

You'll Also Like

2.8K 1.8K 11
"Menurut studi numerologi, nama 'Cada' mempunyai kepribadian Peduli sesama, dermawan, tidak mementingkan diri sendiri, patuh terhadap kewajiban." "Ta...
186K 5.2K 28
Cover by: @oldmixtape Seorang perempuan mengubah gayanya, karena suatu rahasia dimasa lalunya. Rahasia yang hanya diketahui olehnya. Tapi, apakah dia...
79.7K 3K 27
Kisah seorang gadis bernama Luna yang mengidap Social Anxiety Disorders (SAD) atau Gangguan Kecemasan Sosial dan takut terhadap sentuhan atau Hapheph...
4.6K 1.4K 22