Ruang Jeda

By Tannaku

12.7K 1.8K 637

"Lo mau kita udahan?" Pertanyaan yang akhirnya keluar susah payah dari mulut Gammario mampu membuat mata Azad... More

/.
/satu
/dua
/tiga
/empat
/lima
/enam
/tujuh
/delapan
/sembilan
/sepuluh
/sebelas
/dua belas - first met/
/tiga belas
/empat belas
/enam belas
/tujuh belas
/delapan belas
/sembilan belas
/dua puluh
/dua puluh satu
/dua puluh dua
/dua puluh tiga

/lima belas

381 40 50
By Tannaku

"Bubur diaduk atau gak diaduk?"

Azady merengut heran begitu mendengar pertanyaan yang Gamma tanyakan. Pasalnya ini masih jam enam pagi dihari sabtu, tapi telepon dari cowok itu yang membangunkannya dari tidur dan ia malah menanyakan mengenai bubur? Mengesalkan sekali bukan seorang Gammario itu.

Azady mengerjapkan matanya beberapa kali, kemudian mengucek matanya sesaat. Berusaha membuat pandangannya lebih jelas. Ia berdeham pula agar suaranya tak terdengar terlalu parau. "Is this another random you again?"

Ditempatnya, Gamma malah tertawa kecil begitu menyadari Azady baru saja terbangun karenanya. "Did i wake you up?"

"Masih perlu nanya lo?" Sahut Azady yang kemudian bangkit dan duduk bersandar pada dinding kamarnya. "Lo nelpon gue cuma buat nanyain bubur aja Gam? Like, really?"

Cowok itu menggumam mengiyakan, membuat Azady benar-benar tak habis pikir. "Ampas banget lo."

"Pagi-pagi udah sumpah serapah aja." Balas Gamma yang sebenarnya malah tertawa mendengar Azady berujar demikian."So what's your answer?"

Perempuan itu menghela napas pelan, berusaha menghilangkan perasaan kesal karena Gamma mengganggu tidurnya. Ini hari sabtu, Azady ingin akhir minggunya berjalan lancar tanpa perasaan kesal dan keributan. Sehingga ia sebisa mungkin menjawab pertanyaan Gamma dengan lembut. "Bubur diaduk."

"Kenapa lo lebih milih bubur diaduk?"

Azady tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. "Ya karena biar bumbu dan toppingnya tercampur rata aja. Udah kan? Lo nanya itu aja. Gue mau lanjut tidur lagi nih."

"Eh, eh, tunggu dulu Dy." Sambar Gamma langsung, berusaha menahan perempuan itu untuk mematikan sambungannya. "Gue udah di luar rumah lo nih. Sini kebawah."

Mendengar Gamma berujar demikian, Azady lantas terperanjat kaget. Bola matanya langsung membulat besar seraya dirinya buru-buru turun dari kasurnya dan bergerak ke jendela kamarnya. Hendak mengecek kebenaran dari perkataan cowok itu.

Ketika ia membuka jendelanya dan melihat kebawah, benar saja, cowok itu sudah bertengger diluar mobilnya. Gamma pun tengah menatap balik dirinya seraya tersenyum simpul dan tangannya mengisyaratkan agar dirinya segera turun.

"Lo ngapain?!" Seru Azady karena terkejut sekaligus terheran-heran membuat Gamma lantas menjauhkan ponselnya dari telinganya. "It's six in the morning, Gammario. Matahari juga belum naik sepenuhnya."

Gamma malah tertawa. "Gue cuma mau ngajakin lo nyobain makan bubur diaduk kayak pilihan lo."

"Gamma, seriously." Azady tak bisa berkata-kata lagi. Ia mendesah pelan. "Tunggu, gue kebawah." Ujarnya pada akhirnya sebelum mematikan sambungan teleponnya dengan Gamma.

Namun, bukannya segera turun, perempuan itu memilih untuk menuju kamar mandi, membasuh muka dan sikat gigi. Setelahnya ia mengambil hoodie berwarna mint dan memakainya seraya menyemprotkan parfum cukup banyak. Meskipun Azady terlihat cuek, tapi tetap saja perempuan itu tidak ingin terlihat terlalu kucel di depan pacarnya itu.

Ia kemudian dengan segera menghampiri Gamma yang masih dengan setia menunggu diluar mobilnya begitu Azady baru saja membuka gerbang rumahnya.

"Lama." Protes Gamma membuat Azady lantas mencibir. "Lo juga lagian aneh, kesini pagi-pagi."

"Gue kan mau ngajakin lo sarapan, masa dibilang aneh?" Balas Gamma tak mau kalah. "Soalnya kebiasaan lo kalau akhir minggu biasanya bangun siang trus kelewat makan deh."

"Makanya ini gue ngingetin lo buat sarapan, sekalian gue temenin." Tambah Gamma seraya menjentikkan jarinya pelan di dahi Azady yang membuat perempuan itu meringis pelan dan menatapnya sinis setelahnya.

"Ya tapi nggak perlu jam enam pagi juga, Gammario." Protes Azady lagi, ia kemudian menunjuk kearah langit yang masih berwarna biru gelap. "Tuh liat! Langit juga masih gelap."

"Gapapa, gue mau ganggu tidur lo aja." Gamma tersenyum geli. "Sekalian lo ngehirup udara pagi sih. Udah jarang juga kan lo keluar jam segini."

"Rese ah lo."

"Yaudah ayo berangkat, sebelum makin siang." Ajak Gamma masih tersenyum geli. Ia kemudian mendorong pelan pundak Azady menuju mobilnya.

"Eh-eh Gamma-" suara Azady cukup memekik begitu Gamma mendorongnya untuk segera masuk ke dalam mobilnya. "Gue belum mandi tau!"

"Iya udah sih emang kenapa?"

"Jelek, ntar malu juga kalo diliatin orang." Sahut Azady memprotes. "Lo nya rapih masa guenya gini?"

"Gini gimana? Cantik kan maksud lo?" Azady lantas memutar bola matanya kesal atas jawaban Gamma, jelas-jelas ia masih terlihat baru bangun tidur dan kucel.

"Ngeselin deh lo pagi-pagi."

Gamma terkekeh. "Gausah mandi, udah cantik."

"Ya, ya, ya. Terserah lo aja, dasar tukang gombal." Balas Azady malas sekaligus pasrah, mengikuti kemauan cowok yang sekarang malah terkekeh geli karenanya.

"I love you deh." Ujar Gamma sebelum  menuju kursi kemudi yang kini gantian membuat Azady mendengus geli. Anehnya, bahkan kini senyumnya malah mengembang begitu kata-kata tadi terputar kembali di otaknya.

Dasar Gammario, I love you, katanya?

•••••

"Hasil revisi maket lo kemarin jadinya gimana? Udah ada masukan balik?" Tanya Gamma seraya menyuap satu sendok bubur ayam ke mulutnya.

Azady yang sedang mengigit kerupuk itu menggeleng sebagai jawaban. "Hari selasa mungkin baru dikasih tau revisinya apa sama dosen. Semoga sih nggak ada revisi lagi." Jelasnya menambahi.

"Asik, akhirnya nggak sibuk banget nih?" Gamma bertanya lagi dengan nada riangnya. "Kemarin-kemarin gue dicuekin lo terus soalnya."

Azady mendengus geli. "Lo rese sih."

"Bukannya rese tapi kangen." Gamma membenarkan. "Tapi malah hampir ribut lagi."

Azady lantas meletakkan sendoknya begitu mendengar Gamma berujar demikian. Ia kemudian menatap cowok itu lekat. "Ya lagian gue lagi hectic lo minta ini itu, gue tuh kesel tau nggak?"

"Iya tau. Gue nggak pengertian banget ya?" Gamma membalas miris seraya melirik perempuan itu sekilas. Membuat Azady entah mengapa jadi merasa bersalah karena sudah berujar demikian. "Maaf ya, Dy."

"Apasih? Udah lewat juga." Balas Azady pada akhirnya berusaha tak mengambil pusing serta berusaha tak membuat suasana menjadi canggung.

Namun entah mengapa, kini pikirannya malah kembali pada malam itu. Malam ketika ia hampir kembali bertengkar dengan Gamma di telepon dan nama Alaska kembali tersebut.

Kalau dipikir-pikir, hingga kini Azady memang masih belum mengetahui alasan mengapa Alaska yang menjadi penyebab sikap perhatian berlebihan milik Gamma. Tak jarang, perempuan itu selalu ingin bertanya alasan dibaliknya namun selama ini semua pertanyaan itu selalu tertahan sampai di tenggorokannya saja.

Bahkan hari ini pun sampai keduanya sudah kembali masuk di mobil milik Gamma yang melaju pulang, pertanyaan itu masih tak keluar juga dari mulut Azady.

Namun setelah merenung cukup lama, akhirnya ia menoleh kearah Gamma sekilas. "Gam," panggil Azady pelan.

"Iya?"

"Don't you mind to tell me about Alaska?" Gamma yang sebelumnya fokus menyetir itu kini menoleh pada Azady dengan heran. Tak menyangka perempuan itu tiba-tiba bertanya mengenai Alaska.

Melihat raut wajah Gamma yang seperti keheranan, Azady langsung menambahi kalimatnya. "Maksud gue, lo yang malem itu bilang sendiri kan kalau gue nggak tau apa-apa soal Alaska. Jadi lo berkenan untuk cerita ke gue nggak?"

"Lo penasaran sama Alaska ya selama ini?" Gamma kini menatapnya, tidak lekat, namun tetap membuat Azady kehabisan kata-kata. Perempuan itu akhirnya mengangguk mengiyakan meskipun ragu-ragu.

Gamma akhirnya tersenyum geli dan tampak berpikir sejenak sebelum mengambil keputusan. Ia melirik Azady kembali. "Kalau gitu besok lo ada acara nggak? Mau temenin gue?"

Sesaat Azady menatapnya heran. Pasalnya Gamma jarang sekali bertanya demikian jika ingin mengajaknya pergi, biasanya cowok itu tiba-tiba sudah ada di depan rumahnya dan memaksanya untuk keluar, seperti yang dilakukannya tadi pagi.

Jika cowok itu memintanya seperti ini, pasti tempat yang akan dikunjunginnya bukan merupakan tempat yang santai. Akhirnya ia berdeham sebelum balik bertanya. "Lo mau gue temenin kemana? Ada acara formal?"

"Nggak, gue mau ke tempat Alaska aja kok." Azady langsung terdiam membisu ketika Gamma kembali menyebutkan nama yang beberapa saat lalu ia tanyakan. Masih tentang Alaska. "Sekalian biar lo tahu Alaska. Katanya lo penasaran kan?"

Azady hampir saja tersedak saking tak percayanya dengan situasi ini, dimana Gamma dengan terang-terangan mengajaknya menemui mantannya itu. Sadar Azady belum menjawab apapun, cowok itu kini bertanya kembali. "Lo keberatan ya kalau ikut?"

Ditanya seperti itu, Azady sedikit merasa gelagapan sebelum berdeham kecil. Mengatur suaranya senormal mungkin. "Gue boleh ikut? Nanti Alaska keberatan nggak kalau lo ngajak gue?"

"Nggak kok, gue rasa dia malah bakal seneng kalau ngeliat gue bawa pasangan. She's kind, Dy."

Azady termenung sesaat entah mengapa. Ia kemudian berusaha mencari alasan lain yang bisa membuatnya terlepas dari ajakan itu, karena berapa kali pun ia pikirkan pertemuan itu sungguh akan membuatnya berada di situasi canggung tak tertahankan dan Azady harus sebisa mungkin menghindarinya.

Padahal Azady kan hanya bertanya, tapi mengapa kini ia harus bertemu?

"Ehm.. emang lo nggak mau ngobrol berdua aja sama Alaska? Gue takut ganggu serius."

Gamma lantas tersenyum tipis mendengarnya. Sedikit banyak berharap apa yang dikatakan Azady bisa menjadi kenyataan. Mengobrol berdua dengan Alaska seperti dahulu.

Gamma juga ingin sekali hal tersebut terjadi, andai ia bisa dan mampu. Tapi kedua hal tersebut merupakan hal yang cukup mustahil baginya sekarang. Apalagi setelah perpisahan mereka setahun lalu. "Aku mau ngenalin kamu ke Alaska, sekalian ngasih tau kamu semuanya. Gapapa kan?"

"Yaudah boleh, aku ikut." Jawab Azady pada akhirnya, menyetujui. Toh ia juga sebenarnya sangat penasaran dengan sosok perempuan itu.

Sosok yang menjadi penyebab utama semua rasa perhatian Gamma yang terkadang berlebihan menurutnya.

Gamma meliriknya sekilas seraya sudut-sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman sebelum kembali fokus pada jalanan.

"Lo marah nggak kalo gue ngajaknya gini? Ketemu perempuan lain." Gamma kembali bertanya memastikan, sekaligus berusaha menggoda perempuan itu. "Cemburu nggak?"

"Ngapain gue harus marah?" balas Azady sesantai mungkin. "Lo pasti punya alesannya sendiri kan, and you know me. Gue bukan orang yang berpikiran sempit kok."

"Anak baik. Sayang deh gue sama lo." Gamma mengelus rambut perempuan itu sambil tersenyum, tulus memuji gadisnya itu.

Namun senyum itu malah terlihat seperti senyum sendu dimata Azady. Entah sejak kapan, tapi Azady baru-baru ini menyadari bahwa setiap topik tentang Alaska terangkat, senyum Gamma selalu seperti itu. Sendu. Apakah cowok itu masih belum bisa merelakan Alaska seperti Azady belum merelakan Sekala?

"Besok mau berangkat jam berapa? Biar gue bisa siap-siap." Tanya Azady lagi kini membuka obrolan. "Jangan pagi-pagi kayak hari ini ya!"

Gamma tertawa. "Enggak kok. Besok jam tigaan aja ya? Soalnya gue mau mampir dulu ke florist. Takut kesorean trus ntar kena macet."

Azady mengangguk menyetujui. "Lo ke florist mau ngapain? Ngambil pesenan Bunda?"

"Alaska suka bunga mawar," sahut Gamma yang cukup membuat Azady lagi-lagi terdiam bingung. Seperti jawabannya tidak nyambung dengan pertanyaan yang diajukannya. Namun sebelum ia sempat bertanya lagi, cowok itu lebih dulu melanjutkan perkataannya. "Gue mau ngasih dia buket bunga mawar, udah lama nggak ketemu juga. Gapapa kan?"

Mendengarnya Azady lagi-lagi termangu sesaat sebelum mengangguk menyetujui. "Iya boleh, nggak perlu pake persetujuan gue juga kali."

Gamma tak membalas apa-apa lagi setelahnya, membuat Azady menghela napas pelan tanpa sadar.

Azady tak munafik, tentu ada sedikit rasa cemburu ketika Gamma terlihat antusias untuk bertemu dengan Alaska sampai ia memesan sebuah buket bunga mawar untuk perempuan itu. Tapi Azady lagi-lagi berusaha menghilangkan perasaan seperti itu. Toh dia juga terkadang masih teringat Sekala, bukannya dia pun sama saja?

Sambil menyandarkan kepalanya pada kaca jendela mobil, pikirannya kini pergi berkelana mengenai sosok perempuan bernama Alaska. Tentang apa yang harus ia lakukan besok ketika bertemu dengannya, lalu bagaimana reaksi perempuan itu nanti, serta pikiran tentang apakah Gamma masih menyayangi Alaska hingga saat ini.

If he does, then what should Azady do?

•••••

Haiiiiii🥺


21.10 pm
26 Juli 2021

Continue Reading

You'll Also Like

860K 64.8K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3.4M 277K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
230K 21.9K 28
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
5.5M 398K 55
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...