ALAÏA 2

By radexn

6.2M 940K 5.3M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia kembali, membawa... More

Prolog
1. Aishakar X Atlanna
2. Bawel
3. Atmosfer Masa Lalu
4. Shocked
5. A Different Destiny
6. Moonstar
7. Masuk dalam Gelap
8. Sayang
9. Tak Seindah Lukisan
10. Hitam
11. Menyelam untuk Mati
12. Irvetta
13. Memang Seharusnya Jujur
14. Pengakuan
15. Sang Dewa Kematian
16. Bintang
17. Berharap yang Terbaik
19. It's a Bye
20. Snow
21. Our Beloved Atlanna
22. Insiden
23. Satu yang Bersejarah
24. Kita
25. Ingin Melepas Rasa
26. Imitasi
27. Baby Winter
28. Aku Bukan Kamu
29. Hurt
30. Haruskah Kita Usai
31. Retak
32. Amatheia VS Aphrodite
33. Us
34. Dear You, Ale
35. Διαίσθηση
36. Andai Kita Abadi
37. The Mermaid
38. Hectic
39. Aesthetic
40. Chaotic
41. Luka dalam Memori
42. Light
43. A Frozen Heart
44. Skyïa
45. The Sea is Calling
46. The Blue Diamond: Goddess of The Sea
47. Happy Birthdae
48. Angel
49. Berharap Hanya Mimpi
50. Cahaya Mata
51. The Most Beautiful Moment
52. Justice
53. Laut yang Tenang
54. Moonlight [END]
pre-order ALAÏA 2
Extra Chapter
NEW STORY
⚠️ SECRET CHAPTER 🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
NOVEL AMBERLEY (cucu Aïa)
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

18. Beku

103K 16.2K 178K
By radexn

❄️
🤍
❄️

♪ Spring Day - BTS

18. BEKU

Tarian ombak belum kunjung berhenti. Alaia, Atlanna, dan Aishakar masih di posisi yang sama. Gerak kaki Atlanna membawanya mundur semakin jauh dari Alaia yang berposisi di ujung dermaga.

Aishakar memanggil adiknya untuk segera mendekat karena dia cemas bila ombak tinggi tiba-tiba menerjang mereka.

"Kamu balik aja sana!" Aishakar meninggikan intonasi demi mengalahkan seruan air laut.

Atlanna berbalik. Dia menghadap Aishakar yang duduk di atas kayu kokoh dan datar ini. Netra Atlanna berpindah melirik hamparan laut yang mengelilinginya, lalu terkejut ketika dirinya terciprat sedikit air.

Spontan Atlanna mengusap tangan serta wajahnya yang terkena air. Ia kemudian berlari meninggalkan Alaia dan Aishakar. Dua orang itu mampu berinteraksi dengan laut, tak seperti Atlanna yang melihat laut seakan musuhnya.

Atlanna sebetulnya suka laut. Namun, takdir tak memberinya izin untuk lebih dekat dan lebih menikmati keindahan Si Biru.

"Papiw!" Atlanna memanggil satu dari antara tiga lelaki yang tengah berkumpul.

Bukan cuma Langit yang menengok, Bintang dan Ragas pun ikut. Mereka lihat seorang perempuan datang sambil berlarian kecil. Pipi Atlanna agak bergetar ketika dia lari.

"Atana," sebut Langit. "Kenapa, Sayang?"

Atlanna berhenti di dekat mereka. Dia membuang napas panjang seraya mengelus dada. Sekarang ia menyesal sehabis lari-larian karena itu membuatnya mual serta jantung berdebar-debar terlalu cepat.

Bintang menyeletuk, "Kebiasaan lari. Nanti enek lagi kamu."

Ragas hanya senyum-senyum menilik Bintang dan Langit secara bergantian. Dua orang itu sama-sama bingung karena tingkah Atlanna. Terlebih Bintang yang tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya.

Atlanna beringsut mendekat ke Langit, langsung menempel ke badan sang ayah. Dia mengadu, "Lautnya serem banget, aku jadinya ke sini aja. Mamiw sama Abang masih di dermaga."

Sejak bermenit-menit lalu keadaan laut memang menyeramkan. Semua orang di pesisir pasti sadar akan perubahan cuaca dari terik menjadi mendung. Bahkan beberapa pekerja dari Wedding Organizer memilih untuk berhenti sejenak karena angin kencang memaksa mereka melakukan itu.

"Kenapa bajunya basah?" Langit menyadari adanya cipratan air di pakaian Atlanna.

"Kena air laut," jawab Atlanna.

Maka Langit memeriksa bagian lain tubuh Atlanna dan mengusap rambut panjang itu yang setengahnya basah. Langit bisa rasakan rambut Atlanna dingin, tapi bagian keringnya tidak.

Bintang tiba-tiba meraih tangan kanan Atlanna dan rasa dingin seketika berpindah ke telapaknya. Ia meyakini tangan Atlanna juga habis terkena air laut.

"Jangan ke sono lagi, Neng Geulis. Bahaya," lugas Ragas.

Atlanna menuruti semua pesan mereka yang menyuruhnya tidak ke dermaga lagi untuk sekarang. Kini Atlanna pergi sendiri ke Star Food & Bar untuk beristirahat sekalian menghangatkan tubuh di ruangan Bintang. Ia sudah meminta izin pada pemiliknya dan tentu disetujui.

"Pesen minuman anget, Na." Bintang berkata.

Atlanna mengangguk. "Aku mau ngemil juga, boleh?"

"Boleh, dong! Pesen aja semua yang Atana mau. Dibayar sama bosnya langsung kok," kekeh Ragas.

"Nanti Appa rugi." Atlanna menyahut.

"Buat Atana mah ga bakal rugi," balas Ragas lagi.

Tatapan Bintang untuk Atlanna menunjukkan betapa ia sayang perempuan itu. Sedangkan Langit melihat Atlanna dan Bintang dalam bungkamnya yang dihiasi senyum tipis. Senyum Langit terukir spontan karena putri tersayangnya nampak bahagia.

Atlanna nyengir, dan lanjut ke tempat kesukaannya. Dia tidak sabar mau menikmati waktu tenang bersama banyak camilan.

Usai Atlanna menghilang dari pandangan, Langit bergegas mendatangi Alaia di dermaga. Bintang dan Ragas menyusul juga karena penasaran apa yang sedang terjadi.

Bertepatan mereka datang, Aishakar berhasil menghabiskan jajanannya. Dia melipat-lipat bungkusan itu sampai menjadi kecil, terus disimpan ke saku hoodie sebelum membawanya ke tempat sampah.

Langit mempercepat langkah menghampiri istrinya di sana. Sebelum Langit memanggil, Alaia sudah menoleh lebih dulu. Langit tidak kaget lagi kala mengetahui mata Alaia berubah putih sekilas.

"Kenapa?" tanya Langit.

"Aku rasa ada yang berniat buruk terhadap laut Irvetta." Alaia bertutur rendah.

"Aku harus cari tau biar bisa mencegah sebelum bahaya dateng," tambah Alaia. "Tapi, aku enggak dapet jawaban apapun dari lautan."

"Kamu enggak coba renang? Siapa tau kalo kamu nyebur, kamu bisa lebih peka sama kode alam." Langit menanggapi setenang mungkin, bersamaan memegang bahu Alaia agar tidak bertambah panik.

Sejak awal Alaia memang berkeinginan masuk ke air. Akan tetapi, perasaannya tak karuan sehingga Alaia bimbang harus berganti wujud menjadi mermaid atau tidak. Setelah Langit datang, akhirnya Alaia menemukan jawaban atas kegelisahannya.

"Aia berenang, ya," pamit Alaia.

Langit mengangguk pelan. "Aku tunggu di sini."

"Jagain Atlanna, jangan deket-deket sama laut." Alaia mengingatkan.

"Iya. Atana udah aman di resto," ucap Langit.

Bintang baru saja mau mendekat ke Alaia dan Langit untuk memberi tau sesuatu, namun Alaia sudah keburu melompat dan hilang tertelan gelapnya laut.

Sekilas Alaia naik ke permukaan dengan ekor cantiknya yang memesona. Ia menyelam lagi sampai bermeter-meter dalamnya. Perlahan-lahan amukan laut mereda ketika Sang Dewi pulang.

"Baru aja mau ngomong," ceplos Bintang.

Langit kontan menoleh ke sepupunya yang berdiri di samping dia. "Naon?"

Bintang menyetus, "Ieu pasti kalakuan budak lalaki kamari. Yakin pisan da aing mah." (Ini pasti kelakuan anak cowok kemaren. Yakin banget gue.)

"Dae Lenon?" tebak Langit. "Kalo bener, udah gila kali, ya, dia! Ngeselin banget."

"Ngeselin gitu umurnya panjang." Bintang menyahut.

"Pendekin atuh, Bi."

Bintang mengalihkan arah pandang ke laut di depannya. Seraya itu ia membalas ucapan Langit, "Dae bukan Dewa, ga ada keturunan Dewa, tapi dia kuat. Gue enggak ngerti dia pake ilmu apa."

"Ilmu ghaib. Kan, bener. Anak setan dia tuh!" maki Langit.

Ragas bersama Aishakar nimbrung obrolan Langit dan Bintang. Mereka berempat sibuk membicarakan cuaca yang buruk padahal acara pernikahan Ragas dan Lana tinggal menghitung jam. Tidak ada yang bisa menebak cuaca akan seperti apa besok.

"Kalem, Gas. Alaia udah masuk ke laut, itu artinya semua bakal lebih aman." Bintang menenangkan.

"Besok enggak usah takut bakal turun hujan, Dad. Kan kita punya pawang hujan," sambar Aishakar.

"Siapa pawang hujan?" Ragas mengangkat satu alis.

"Tuh, bapakku." Aishakar dengan bangga menatap Langit.

Ragas dan Bintang terbahak barengan. Kalau Langit yang mengurus langit ketika hujan, sepertinya hujan malah akan turun makin-makin lebat disertai geledek yang memekak telinga.

Langit itu masih noob, dia selalu mengacaukan keadaan langit.

❄️ 🤍 ❄️

Daisha menaruh sepiring roti bakar isi cokelat dan keju di atas meja. Aromanya masuk ke hidung Ale dengan sempurna. Ketika ibunya masih tinggal bersama Ale, anak itu sering dibuatkan makanan ini.

Ah, Ale makin merindukan ibunya.

"Tante tau, Ale suka banget roti bakar isi cokelat keju. Tante buatin, deh." Daisha tersenyum lebar.

Wanita itu mengambil satu roti untuk diberikan ke Ale. Ia menerima dengan senang beserta senyum semringah. "Makasih, Tante!"

Daisha juga meraih roti. Mereka makan bersama diiringi gerimis yang mulai turun di luar. Udaranya dingin, tapi suasana rumah ini selalu hangat.

"Ale mau susu atau teh? Tante punya dua-duanya," kata Daisha.

"Aku mau susu aja, Tante." Ale menjawab.

"Oke, berarti Tante teh, ya ...," ucap Daisha sambil menggeser segelas susu ke dekat Ale.

Ale memakan rotinya sangat lahap. Diam-diam Daisha memerhatikan dengan mata berbinar. Ia sungguh sayang Ale dan rasanya ingin meminta Ale tinggal di sini untuk waktu yang lama.

Daisha pernah dengar Ale akan mencari rumah baru ketika sudah punya biaya yang cukup.

"Tante," panggil Ale setelah beberapa saat terlewat.

"Iya, Sayang?" Daisha menyahut.

Ale meraba sisi kosong sofa di sebelah kirinya dan menangkap benda kecil yang tergeletak di situ. Ia menyerahkan ponselnya ke Daisha. Janda cantik itu sedikit bingung.

"Tante, tolong cek tabungan Ale," pintanya. "Aku kasih tau password-nya."

"Oh ... Ale nabung, ya." Daisha baru mengetahui hal itu.

"Iya, Tante. Selama jadi model di Baby Moonlight, bayaran perharinya sengaja Ale simpen terus. Enggak tau sekarang udah ada berapa."

Daisha mulai mengakses ponsel Ale. Ia mengisi password sesuai yang Ale sebutkan. Ketika sederet angka muncul, Daisha nampak terkejut.

Nominalnya sangat banyak. Lebih banyak dari yang Ale kira.

"Masih sedikit, ya, Tante?" tanya Ale.

"Ale, ini banyak banget." Daisha berkata.

Ale bersyukur dan berantusias. "Apa cukup buat operasi mata dan bayar tempat tinggal baru?"

Senyum Daisha perlahan pudar. Ia senang bila Ale melakukan operasi mata. Yang menjadi masalah hanya ... ia tidak siap berpisah dengan Ale.

"Cukup, Ale. Kalo kamu pake buat itu semua, kayaknya masih ada sisa juga." Daisha tersenyum tulus.

"Berarti banyak bangeeet, ya, Tan?!" Ale bertambah semangat.

"Iya. Ale hebat bisa nabung sebanyak ini," puji Daisha begitu bangga.

Ale bertepuk tangan kecil. Ia lalu mengulurkan tangan untuk mencari susu. Daisha membantu hingga akhirnya Ale bisa meneguk susunya sampai habis.

Setelah minum, Ale berdeham. Ia mengubah arah duduknya jadi serong ke Daisha yang berada di samping kanan. Tampang Ale berubah lebih serius dari sebelumnya.

"Ale seneng tabungannya bisa cukup buat operasi mata dan cari tempat tinggal baru. Itu artinya tabungan Ale banyak," tutur Ale.

"Tante, sebenernya Ale udah mikirin ini dari kemarin. Kalo Ale tunda operasi dan pindah rumah, gimana?" Ale melanjutkan.

"Loh? Kenapa, Le?" heran Daisha.

"Ale mau sumbangin ke Yayasan Our Hope, banyak orang yang lebih butuh tabungan itu. Ale juga mau kasih ke tempat penampungan hewan terlantar." Ale berkata.

"Sepuluh persennya buat Ale simpen lagi. Kalo Tante mau pake enggak apa-apa," imbuh Ale.

Daisha terharu dan tidak terpikir Ale memiliki rencana semulia itu. Mata Daisha berkaca-kaca, lantas ia mengelus rambut lembut Ale penuh kasih sayang.

"Ale baik banget," kata Daisha.

"Tante juga baik. Ale numpang tinggal di sini lagi, ya." Cewek itu terkekeh.

Daisha membalas, "Ale mau tinggal sampe lama juga Tante enggak masalah. Betah-betah, ya, Le."

Perbincangan mereka terjeda saat makhluk kecil berbulu putih melintas dengan bokong geal-geol. Bagian atas badannya sedikit basah karena diterpa gerimis. Flowy datang membawa mainan empuk menggunakan mulutnya. Entah itu mainan dia ambil dari mana dan punya siapa.

"Ya ampun, Flowy basah. Flowy, itu punya siapa?!" Daisha berseru dan seketika Flowy kabur ke kamar Ale.

❄️ 🤍 ❄️

Alaia masih di laut. Bintang bersama tiga lelaki lainnya juga masih di dermaga. Kala mereka asyik mengobrol, Bintang pamitan tanpa bilang tujuannya untuk mengecek Atlanna di restoran.

Ia jalan cepat memasuki restoran yang cukup ramai pengunjung. Senyum Bintang terpampang ketika melewati banyak manusia. Itu memberi kesan baik tentang dirinya di mata orang lain.

Bintang naik ke lantai tiga. Di sini suara-suara pengunjung tidak kedengaran lagi. Ia masuk ke ruangannya dan ternyata dikunci dari dalam.

"Na," panggil Bintang barengan mengetuk pintu.

Perlu menunggu hampir dua menit sampai pintu dibuka. Atlanna muncul dengan mata menyipit. Ternyata dia ketiduran dan terbangun karena kedatangan Bintang.

Bintang masuk ke ruangan ini. Ia mengunci pintu, kemudian mengikuti langkah Atlanna ke kasur. Di atas nakas terdapat minuman hangat dan kentang goreng. Ada krim sup yang tersisa setengah.

Atlanna meringkuk di kasur dan itu membuat Bintang berinisiatif mengambil selimut di laci nakas. Ia melebarkan selimut untuk ditaruh ke badan Atlanna.

"Oh, ternyata ada selimut," ujar Atlanna.

"Aku lupa kasih tau kamu selimut ada di laci. Nyariin, ya?" Bintang berkata seraya merebahkan diri di samping Atlanna.

"Iya. Kamarnya dingin," pungkas Atlanna.

"Matiin aja AC-nya?" Bintang bertanya sembari mencari remote.

"Enggak usah. Sekarang udah enggak terlalu dingin." Atlanna mencegah. Ia mendekat ke tubuh Bintang yang lebih besar darinya lalu menempelkan wajah ke dada bidang itu.

Wangi Bintang tidak pernah membuat Atlanna bosan. Ia semakin nyaman ketika diberi belaian di kepala oleh Bintang. Rasa kantuk Atlanna mendadak hadir lagi.

"Appa, laut masih serem?" tanya Atlanna.

"Udah enggak. Mamiw nyelem," jawab Bintang.

Atlanna memahaminya. Ia selalu kagum terhadap ibunya yang mampu menaklukan laut. Semoga saja firasat buruk itu tak muncul lagi.

"Appa," panggil Atlanna kemudian.

"Mmh?" Bintang membalas.

Atlanna mengubah posisi. Ia telentang dan Bintang tetap berposisi miring ke arah Atlanna. Selimut itu Atlanna turunkan mencapai perut.

Dengan malu Atlanna berucap, "Dada aku kayaknya mulai bengkak."

Bintang spontan menatap dada Atlanna. Lalu, Atlanna mengangkat baju untuk menunjukkan perut beserta dadanya yang membesar itu.

"Aneh, enggak?" tanya Atlanna canggung.

"Enggak." Bintang tersenyum simpul.

Cowok itu menurunkan baju Atlanna dan menarik selimut untuk menutupi badan istrinya. Namun, satu tangan Bintang masuk ke pakaian Atlanna dan berhenti di permukaan perut.

Usia janin Atlanna masih sangat muda, tapi ukurannya cepat besar. Bintang menikmati pergerakan tangannya menyentuh perut itu. Dadanya menghangat ditambah hatinya berbunga.

Rasa nyaman membuat mata Atlanna terpejam.

Tangan Bintang pelan-pelan naik menuju dada. Ia memberi sentuhan lembut mengusap buah dada Atlanna yang terlindungi bra. Atlanna meringis padahal Bintang berlaku selembut mungkin.

"Pengap?" Bintang bertanya.

"Lumayan," kata Atlanna.

"Buka aja bra-nya," usul Bintang.

Atlanna segera beranjak duduk dan dibantu Bintang melepas benda tersebut. Dadanya langsung lega. Sebelum meninggalkan ruangan ini, Atlanna akan tetap melepas bra.

Bintang mengundang Atlanna tiduran lagi. Ia menawarkan, "Mau pake sweater aku? Di sini kayaknya ada."

"Nanti aja kalo mau keluar dari sini," papar Atlanna.

"Ya udah." Bintang tersenyum simpul.

Atlanna kembali bergelung di bawah selimut tanpa berbagi dengan Bintang. Lengannya yang tertutup kain itu memeluk Bintang, menjadikannya boneka besar.

Dalam sekejap, Bintang balas memeluk juga bersamaan satu kakinya naik ke kaki Atlanna dan mengunci pergerakan cewek itu.

"Appa, kakinya berat." Atlanna menyeletuk tapi tak diindahkan Bintang.

Bintang mengecup kening Atlanna berulang kali, dan berhenti ketika mereka saling pandang. Iris gold milik Atlanna senantiasa membuat Bintang terpesona. Bibirnya yang kecil, hidung mancung, pipi yang mulai chubby, itu semua merupakan kesukaan Bintang.

"Tembem." Bintang menoel pipi itu.

Atlanna nanya, "Emangnya aku tembem?"

"Iya. Tadi pas kamu lari, pipinya gempa." Bintang cekikikan, ia nyaris menggigit pipi itu kalau Atlanna tidak menghindar.

"Menurut kamu, aku setembem itu?" Atlanna memegang wajah.

Bintang mengamati Atlanna yang kini memencet-mencet pipinya sendiri. Faktanya, Atlanna belum begitu chubby. Kehamilannya membuat dia memiliki pipi yang mulai membulat. Justru itu bikin Bintang tambah gemas.

Jemari Bintang menyisir rambut panjang Atlanna. Ia menyudahi kegiatan Atlanna yang memencet pipi terus. Atlanna bungkam dengan senyum hangat hanya untuk Bintang. Dia menatap lelakinya tanpa henti.

Sejenak, mereka mengisi waktu dengan ciuman singkat di bibir. Kehangatan itu menjalar sampai ke seluruh tubuh. Cengkraman Atlanna pada kaus Bintang memiliki arti ia mau cowok itu bergeser lebih rapat.

Sesudahnya, Bintang memandangi Atlanna lagi. Kalau setiap hari mereka bisa berduaan seperti ini, tentu saja janin di perut Atlanna lebih bahagia. Ibu bahagia, calon bayinya juga pasti bahagia.

"Appa, aku mau sesuatu." Atlanna berkata.

"Apa?"

"Tapi, takut enggak dibolehin Papiw," kata Atlanna.

"Emangnya kamu mau apa?" tanya Bintang.

Atlanna senyam-senyum seraya mengeratkan pegangannya di baju Bintang. Awalnya tatapan Atlanna biasa saja, tetapi tiba-tiba ia berkaca-kaca.

"Apa, Sayang?" Bintang mengulang pertanyaannya. Ia sadar adanya perubahan air muka Atlanna.

"Nanti pas perut aku besar, aku mau foto bareng kamu. Aku mau pajang fotonya di ... kamar kita?" Atlanna terkekeh malu.

"Atau aku simpen di hape aja. Pokoknya mau foto sama kamu," lanjut Atlanna.

Bintang terenyuh mendengar permintaan sederhana itu. Dan ternyata keinginan Atlanna tak itu saja. Ia menyebutkan satu hal lain.

"Aku juga mau kamu ada waktu aku lahiran nanti. Aku mau ditemenin kamu di detik-detik sebelum dia lahir," ungkap Atlanna. "Masih lama, sih ... tapi aku suka ngebayangin."

"Appa tetep sama aku, kan? Jangan jauh-jauh dari Nana." Atlanna menatap Bintang penuh harap.

Segera Bintang merengkuh Atlanna dan mengusap punggungnya. Semua keinginan Atlanna sudah pasti ia sanggupi bahkan sebelum cewek itu meminta.

Tak hanya Atlanna yang menginginkan itu, Bintang juga berharap mereka dapat hidup bersama dalam satu atap.

❄️ 🤍 ❄️

Sebelum terlalu malam, Aishakar berkunjung ke sebuah rumah dengan ditemani Atlanna yang duduk di sampingnya sambil menikmati permen kapas.

Mobil Aishakar melaju lebih cepat membelah jalan raya yang lenggang. Lampu-lampu tepi jalan menjadi teman setia para pengemudi. Alunan lembut dari radio menambah kesempurnaan suasana.

"Abang, aku mulai ngantuk." Suara Atlanna kecil seperti berbisik.

"Jangan bobo dulu. Temenin Abang ketemu dia," ucap Aishakar.

"Enggak ah, aku mau bobo aja." Sekarang Atlanna menutup mata sambil mendekap bungkusan permen kapasnya.

Aishakar panik. "Atuh enggak sopan mampir ke rumah orang tapi kamu diem di mobil."

Atlanna mengelus perutnya dihiasi senyuman lucu. "Baby aku minta aku bobo kalo permennya udah abis. Aku harus nurutin dia."

Lelaki itu cemberut. "Ish, Atana ...."

Kali ini Atlanna tidak menanggapi Aishakar, malahan dia menutup mata rapat-rapat sambil mengeluarkan suara khas orang tidur pulas. Atlanna mendengkur.

Sampai mobil ini berhenti di tempat tujuan, Atlanna tetap tidur dan tidak mendengarkan celotehan abangnya yang minta dia bangun. Selain sengaja membiarkan Aishakar masuk ke rumah itu sendiri, Atlanna juga betulan lelah dan mau beristirahat.

"Ata," panggil Aishakar. "Temenin Abang."

Tidak ada respons dari Atlanna. Alhasil Aishakar terpaksa keluar mobil sendirian. Tak lupa ia meraih tas kanvas berwarna hitam yang isinya beberapa wadah berisi makanan. Ini merupakan titipan Alaia untuk Ale dan tantenya.

Aishakar menenangkan dirinya yang mendadak gugup. Ia berdiri di luar mobil sembari memandangi rumah milik Daisha. Setelah rasa yakinnya penuh, Aishakar pun melangkah mendekat.

Dia baru akan mengetuk pintu ketika pintu itu terbuka di waktu yang bersamaan. Seorang wanita muncul dan terkejut melihat ada tamu. Paras tampan Aishakar membuat Daisha ternganga.

"Shaka!" Daisha berseru senang.

Ale berada di sofa dan kaget mendengar seruan tantenya. Ditambah lagi Flowy mendadak pergi meninggalkan Ale di sofa dan menggonggong ke arah Aishakar. Flowy tidak mengusir, melainkan ia berantusias seraya memeluk kaki Aishakar.

"Ayo, masuk, Nak!" ajak Daisha.

Aishakar mengangguk. Ia masuk mengikuti Daisha menuju ruang tamu. Rumah ini selalu rapi dan membuat siapapun betah berlama-lama di sini.

"Ale, tebak siapa yang dateng?" Daisha berucap kala mereka sampai di ruang tamu.

Ale nervous. Meski begitu, dia mencoba menepis rasa gugupnya dengan cengiran dan sikap ramah seperti biasa. Sayangnya ketika ia mencium aroma Aishakar yang mendekat dan berhenti tepat di sebelahnya, Ale seketika mati gaya.

Aishakar duduk bersebelahan dengan Ale. Jaraknya hanya terpisah setengah meter. Itu termasuk sangat dekat bagi Ale.

"Tante, ini saya bawa titipan dari Mamiw." Aishakar bertutur dan menyerahkan tas tadi ke Daisha.

"Oh, baiknya ...." Daisha makin-makin senang. "Makasih banyak, ya, Shaka. Salam buat Mamiw."

Aishakar mengangguk sopan. Daisha melipir ke dapur untuk menaruh titipan tadi sekaligus mengambil minuman dan makanan ringan buat Aishakar. Daisha menghilang, membiarkan keponakannya berduaan sang gebetan.

"Uhuy," sapa Aishakar dan iseng meniup telinga Ale dari samping.

Ale bergidik. "Bumi!"

Perhatian Aishakar teralih ke Flowy yang baru datang. Anak anjing itu naik ke pangkuan Ale dan melingkarkan tubuhnya di situ. Flowy tidur dengan tenang.

Aishakar membungkuk untuk mendekatkan mukanya ke Flowy. Ia mengelus kepala Flowy dan cengar-cengir gemas. Aishakar tidak tau, posisinya yang seperti itu dapat dirasakan Ale dan ini bikin jantungnya bergetaran hebat!

"Hey, gendut." Aishakar mengamati Flowy yang kini menatapnya sambil tetap rebahan.

Ekor Flowy mengibas kencang sebagai tanda ia senang. Ale mengelus badan Flowy yang dipenuhi bulu bersih, kemudian naik ke kepalanya dan tersentak ketika tangannya bertemu tangan Aishakar. Ale tidak tau Aishakar juga sedang memegang kepala Flowy.

Ale menarik tangannya dan tak lagi mengusap badan Flowy. Aishakar juga kembali duduk tegap saat Daisha datang. Ia diberikan minuman dan makanan enak.

"Dihabisin, ya, Shaka! Tante tinggal dulu ... ada yang perlu diurus." Daisha kabur lagi dan membuat Ale disergap rasa tak tenang berada sedekat ini dengan Aishakar.

Aishakar mengiyakan ucapan Daisha. Ia lalu meraih segelas minuman itu dan ia coba. Aishakar menawarkan Ale, namun cewek itu menolak halus.

"Lo sendiri aja?" tanya Ale setelahnya.

"Gue dateng bareng Atlanna. Dia di mobil, katanya ngantuk." Aishakar menjawab.

Ale memahami. Dia mengepal tangannya saat rasa gugup makin menggila. Ale bingung, kenapa ia sulit sekali menghapus kegugupan itu.

Aishakar sedikit merunduk dan menyentuh tangan Ale menggunakan kelingkingnya. Ale merasakan itu, dalam sekejap getaran jantungnya bertambah tidak terkontrol. Ini bikin perutnya mulas dan berkeinginan buang angin.

"Kosong." Aishakar menatap jari Ale.

"Isiin," sahut Ale.

Aishakar tersenyum miring. Telapak hangatnya bertemu tangan dingin Ale. Kelakuannya buat Ale ketar-ketir.

"Lo ngapain?" tanya Ale.

"Katanya mau diisiin. Diem, biar gue isi." Aishakar membalas.

Ia kemudian mencomot satu makanan kecil berbentuk donat kecil dan memasukkannya ke jari manis Ale. Ia tidak sangka ternyata ukurannya pas di jari Ale. Cewek itu tergelak karena tau yang Aishakar pakai sebagai cincin adalah camilan.

"Konyol!" sorak Ale.

"Pemanasan," kekeh Aishakar.

Dada Ale sangat hangat. Aishakar masih memegangi tangannya, bahkan cowok itu mengangkat tangan Ale untuk memakan camilan tadi. Aishakar menggigit, hidung mancungnya tak sengaja menyentuh jari Ale.

"Bumi ... gue capek." Ale resah.

"Hm? Capek kenapa?" tanya Aishakar bersamaan mengunyah.

"Tingkah lo yang begini bikin bahaya jantung gue. Sadar!" dongkol Ale.

Aishakar membersihkan noda di jari manis Ale penuh kelembutan. Usai itu, ia menaruh tangan Ale ke atas badan Flowy. Aishakar minum dulu sebelum membalas omongan cewek ini.

"Harus kebiasa. Lo kan temen gue, Le." Aishakar memancing.

Teman. Bagi Aishakar, Ale hanya sebatas itu.

"Iya." Ale menanggapi singkat.

Dalam kesunyian, Aishakar melihat perubahan raut muka Ale. Tadinya cerah, sekarang perlahan muram. Ternyata satu kata itu mampu menghilangkan sedikit mood Ale.

Namun, secepat itu juga Ale bisa mengubah ekspresinya jadi kembali bahagia.

"Tadi Tante bawa minuman buat gue, enggak?" tanya Ale, mengalihkan topik.

"Iya, bawa." Aishakar berujar.

Ale meraba udara hingga bertemu meja. Tangannya bergeser mencari minuman. Aishakar merebut minuman Ale untuk sekadar ia lihat bersih atau tidak. Mengetahui minuman itu bersih, ia langsung menggesernya ke tangan Ale.

Perempuan itu meminumnya hanya dua tegukan. Ia menaruh gelasnya lagi dan hampir jatuh bila Aishakar tak cekatan membantu.

"Yah! Tumpah, ya?" refleks Ale.

"Enggak." Aishakar menyeletuk sembari ia mengambil dua lembar tisu pelan sekali agar tidak kedengaran Ale.

Minuman itu tumpah sedikit ke pinggiran meja dan karpet bulu. Aishakar membersihkannya tanpa meninggalkan jejak, kecuali di karpet yang menjadi agak basah.

Waktu tak henti bergulir. Ale menyuruh Aishakar pulang karena sudah semakin malam. Ale juga kepikiran Atlanna yang ditinggal di mobil.

"Jangan ngebut, Bumi." Ale berpesan.

"Siap." Aishakar menyanggupi.

Layaknya seorang ayah, Aishakar membelai Flowy yang terlelap di paha Ale. Ia menunduk untuk mengecup jidat Flowy dan berkata, "Dadah, anakku."

Ale spontan tertawa. Ia mau menepak lengan Aishakar, tapi salah sasaran dan tepokannya mendarat di pipi. Aishakar segera menjauhi Flowy lalu beranjak dari sofa.

"Bye, Shaka."

"Enggak mau itu."

"Apanya?"

"Bumi-mu."

Ale tak bisa mengendalikan debaran itu lagi. Ia mengulang, "Bye, Bumi-ku."

Maka, Aishakar lari keluar dari ruang tamu untuk menemui Daisha dan pamitan pulang. Ale kontan menekan dadanya yang bergemuruh tak henti-hentinya.

Malam ini Aishakar sukses membuat Ale makin sulit menghapus perasaannya.

❄️ 🤍 ❄️

Hari berganti.

Sepasang kaki berbalut heels cantik melangkah mendatangi lelaki yang menunggunya di altar. Lana sangat anggun dengan gaun putih bertabur kristal, dan rambut yang ditata persis seorang ratu.

Ragas berdeham. Ia menatap Lana dengan mata berlapis genangan air. Senyumnya mengartikan betapa Ragas mengagumi sosok cantik itu.

Ia mau ketawa, tapi mau nangis juga. Langit, Alaia, Bintang, Atlanna, dan Aishakar sungguh terharu. Ale ikut merasakan euforia ini.

Saking bahagianya, Alaia sampai menangis.

Saat Lana berhenti di hadapan Ragas, mereka saling pandang dan tertawa kecil. Pastor mulai berbicara di hadapan kedua mempelai dan para hadirin. Mereka mendengarkan dengan baik, juga tenang.

Hampir setengah jam berlalu, kini saat-saat yang menengangkan. Semua orang menunggu bagian ini. Ragas dan Lana harus bergantian mengucapkan janji suci sesuai kepercayaan mereka.

"Saya, Ragas Cahaya Raja, berjanji di hadapan Tuhan bahwa sesuai dengan kehendak-Nya saya menerima engkau, Shaelana Claretta, sebagai istri yang sah dan satu-satunya mulai saat ini sampai selamanya. Saya berjanji untuk selalu menjaga dan menghormatimu. Saya berjanji akan mengasihimu, baik dalam suka maupun duka, saat kekurangan maupun berkelimpahan, saat sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan kita." Ragas bercuap tegas tanpa keliru satupun kata.

Air mata Lana meleleh namun dengan cepat ia hapus pakai tisu di kepalannya. Raquel, asisten pribadi Lana, juga menangis penuh haru. Semua orang berbahagia menyaksikan mereka.

"Akhirnya Daddy lepas masa bujang." Aishakar berantusias.

"Abang kapan?" sahut Atlanna.

"Udah di depan mata tuh, Shak." Bintang melirik Ale. "Sikatlah!"

Atlanna mengeratkan pegangan di tangan Bintang. Ia dan suaminya menertawakan kejombloan Aishakar. Karena diejek terus, Aishakar pun pindah ke dekat orang tuanya. Namun, Langit dan Alaia juga sibuk berduaan dan pada akhirnya Aishakar menyendiri lagi.

Seusai sesi pemasangan cincin, mereka semua bersorak riang menyambut pasangan sah yang baru. Dan untuk pertama kalinya di depan umum, Ragas mencium Lana tepat di bibir. Itupun keduanya malu-malu.

Saking bersemangat, Ragas hampir salto kalau tidak dicegah Lana. 🤸🏻

Acara selanjutnya masih berjalan aman bahkan ketika sore telah berganti malam. Walaupun para sahabat Ragas tidak ada yang hadir, kebahagiaannya tidak susut sebab impian menikahi perempuan tercintanya menjadi nyata.

❄️ 🤍 ❄️

Amora kalut. Ini adalah hari di mana Dae akan bertemu lagi dengan Fe Elata. Amora ditinggal di Italia, sedangkan Dae akan langsung melesat ke Malverone untuk mematangkan rencananya terhadap pantai Irvetta. Butuh waktu satu hari agar persiapan lancar.

Ramuan itu bersifat menghancurkan perlindungan laut yang pernah Alaia dan Aishakar sebar untuk keamanan Irvetta. Perlindungannya berupa glitter biru di bawah permukaan air. Itu yang menyebabkan kapal selam Dae tidak bisa menyelam lebih dari dua puluh meter.

Dae akan menggunakan empat jet sekaligus buat menyemprot ramuan jahat itu ke laut dan dalam hitungan detik perlindungan Dewi Laut akan lenyap. Dae rela melakukan segala cara untuk menyelamatkan sumber intan yang diincarnya.

Bila rencana Dae berhasil, Alaia tidak bisa masuk ke laut Irvetta lagi karena sudah terkontaminasi oleh cairan pembunuh makhluk hidup yang sifatnya beracun. Ikan-ikan yang berenang mendekati permukaan air bisa mati.

Di kamar yang terkunci ini, Amora memikirkan cara untuk mencegah Dae.

"Aiutami per favore!" mohon Amora sambil menggedor pintu. (Help me please!)

Ia sedikit demi sedikit belajar bahasa Italia dari Dae yang sering menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.

Tidak pernah ada yang berani menolong Amora karena Dae telah mengingatkan mereka semua. Beberapa dari mereka tidak tega mendengar seruan Amora, namun mereka lebih takut kehilangan pekerjaan. Selain pekerjaan, nyawa mereka bisa terancam.

Amora teringat akan satu hal. Ia bergerak ke lemari besar dan membuka salah satu pintu. Amora memindai sidik jari pada laci untuk mengambil sebuah benda.

Laci terbuka. Tangannya masuk ke situ dan menggapai ponsel yang ia simpan. Dae tidak mengizinkan Amora memakai ponsel tersebut bila ia sendirian di rumah. Kalau Amora nekat, ia akan menerima hukumannya.

Karena semua yang Amora lakukan terpantau Dae dari jarak sejauh apapun.

Amora pernah meminta Dae untuk membiarkannya selalu terhubung dengan sang adik. Dae memenuhi permintaan Amora meski dengan banyak syarat.

Interkom menyala pada detik yang sama ketika Amora menghubungi nomor Ale.

"Amora, matiin telepon kamu sekarang." Dae berucap melalui alat itu.

Amora gemetaran sambil menatap layar ponsel. Ale menerima panggilannya. Suara adiknya terdengar dan bertanya.

"Amora!" Dae menyentak.

"Ale ...," bisik Amora ketakutan.

❄️ 🤍 ❄️

Atlanna keluar dari gedung pernikahan tanpa ditemani orang lain. Ia mencari Bintang yang tadi pergi mencari penjual kelapa. Cowok itu pergi bareng Aishakar.

Ternyata di luar banyak orang-orang berseragam rapi nan gagah yang menjaga keamanan acara Lana dan Ragas. Mereka ditugaskan mengatur ketertiban agar tidak ada penggemar dan media yang meliput kegiatan Shaelana Claretta, salah seorang model ternama di negara ini.

Sembari menunggu Bintang kembali, Atlanna menjauh dari gedung. Ia berpindah tempat ke dermaga yang sepi. Sederet lampu remang menyinari langkah Atlanna ke ujung sana.

Ombak laut bergelora stabil dan tak terlalu tinggi membuat Atlanna berani mendekat. Ia berhenti, lalu menyapukan pandangan ke sekeliling. Ia lihat mercusuar tidak menembak cahaya.

Atlanna belum menyadari ketika air laut menyusut tanpa sebab. Gemuruh berdatangan disusul kilat yang berkali-kali menghiasi langit malam. Napas Atlanna berat, ia otomatis menengadah ke langit.

Di tempat lain, Aishakar dan Bintang baru saja balik membawa kelapa pesanan Atlanna. Mereka tidak menemukan Atlanna yang sebelumnya ada bersama Ale.

Sesaat kemudian, Ale menerima panggilan telepon. Ia merogoh tas kecilnya dan mengambil ponsel. Ale tidak tau siapa yang menghubunginya.

"Bumi, tolong liat namanya." Ale meminta.

Aishakar melirik layar itu dan menyebut, "Unknown Number."

"Siapa, ya?" gumam Ale. Ia pun mengangkat dan bertanya-tanya dalam hati.

Ketika sudah diterima, suara perempuan yang cukup ia kenal langsung mengisi saluran suara. "Ale ...," panggil Amora gemetaran.

"Amora?" kejut Ale.

"Ale, Dae mau ngelakuin hal jahat di laut Irvetta. Dia punya racun. Tolong kasih tau Shaka. Aku tau Shaka suka laut, mungkin dia bisa bantu cegah," lirih Amora.

"Ale, aku takut banget! Dae marah."

"Aku tutup ya teleponnya."

Suara Amora hilang seiring sambungan telepon mati. Ale masih mencerna seluruh ucapan Amora, kemudian ia beberkan ulang di hadapan Aishakar dan Bintang. Di detik yang sama, mereka dengar deburan ombak besar.

Alaia seketika berhenti tertawa saat telinganya menangkap suara laut. Ia sigap menjauh dari Langit, Ragas, dan Lana untuk melihat keadaan di luar gedung. Langit mengikuti Alaia karena tidak akan membiarkan istrinya pergi sendiri.

"Miw!" Aishakar memanggil.

Alaia menoleh dan menunggu anak lelakinya datang. Aishakar mendekat lalu bertanya, "Mamiw Papiw liat Ata?"

"Enggak. Bukannya sama kalian?" Langit membalas.

Di dermaga, perempuan yang tengah dicari-cari itu tetap berdiam di sana. Atlanna belum pernah mengeluarkan kekuatannya sebagai Dewi Matahari. Ia ingin sekali bisa membantu keluarganya melindungi lautan dari penjahat.

"Kenapa firasat aku selalu jelek tiap ke dermaga?" tanya Atlanna pada diri sendiri.

Ia mendongak, melihat langit pekat tak berhias bintang. "Padahal keliatannya cuaca baik-baik aja."

Atlanna mengamati laut lagi. Ia tidak bisa menyangkal bahwa penampakan laut yang tenang justru lebih menakutkan. Laut memang misterius, ia tak pernah bisa menebak apa yang selanjutnya akan terjadi.

Saat Atlanna berbalik badan, celaka tidak mampu dihindari. Ombak besar datang dan tingginya melebihi dermaga di atas permukaan laut. Tubuh Atlanna terseret hingga masuk ke air super dingin.

Atlanna kelabakan di dalam air. Ia tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di sekitarnya. Walau gelap, Atlanna mencoba berenang menuju tepi.

Gelombang besar lagi-lagi menarik Atlanna lebih jauh dari daratan. Ia sekuat tenaga mengayuhkan badan meski tubuhnya mulai mati rasa karena terlalu kedinginan. Tubuh Atlanna tidak boleh bertemu genangan air apalagi laut.

"Mamiw," gumamnya nyaris tidak bersuara ketika kepalanya keluar dari air.

Atlanna berhasil naik ke pasir. Gerakannya melambat dan mukanya sepucat tembok putih. Ia tersungkur di pasir dengan mata terpejam tanpa adanya embus napas dari hidung.

Dari kejauhan, seorang penjaga keamanan pesta melihat ada yang aneh di tepi sana. Ia berteriak, "Ada yang terdampar!"

Alaia menengok cepat. Ia langsung melepas sepatunya dan lari kencang ke air. Langit, Aishakar, dan Bintang ikut juga.

Bintang menambah kecepatan hingga lebih dulu sampai di dekat orang itu. Ia tidak mau perkiraannya benar bahwa perempuan itu adalah Atlanna. Sayang, perkiraan dia benar adanya.

Tiga orang lainnya sama-sama mengelilingi Atlanna. Kala wajah Atlanna ditangkup untuk dilihat, mereka kalap karena Atlanna begitu dingin bagai es. Dia putih sekali.

Langit meminta empat orang security yang ikut ke sini untuk kembali ke tempat mereka berjaga.

"Atlanna!" Alaia mendekap putrinya, segera mengeluarkan asap biru dari mulut untuk ia transfer ke mulut Atlanna.

"Sayang." Langit menggenggam tangan Atlanna yang kaku.

Bintang membungkuk, bibirnya mendekat ke satu telinga Atlanna untuk mengirim udara panas yang mampu menghangatkan tubuh istrinya. Namun, ia butuh peran Nyx Reaper untuk melakukannya.

"Nyx ... tolong bantu," ucap Bintang dalam hati.

Aishakar beralih ke laut. Ia berjalan sampai air mencapai paha dan celananya tentu basah. Tangannya menyentuh air laut sambil mengucapkan kata berbahasa asing yang artinya meminta laut untuk tenang.

"She's my sister. Please, stop." Aishakar berkata lagi.

Alaia tak henti berusaha menolong Atlanna. Ia terlalu takut kehilangan sampai tangisnya tidak terbendung. "Atana ... ayo, bangun."

Usaha Alaia dan Bintang yang ingin menghangatkan tubuh dingin Atlanna sepertinya sebentar lagi berhasil. Langit merasakan jemari Atlanna tidak sekaku sebelumnya, juga dadanya mulai bergerak menerima pasokan oksigen.

Sekian menit setelahnya, mata Atlanna terbuka. Kilau emas itu mengartikan ia baik-baik saja. Maka, Alaia memeluknya erat dengan tangisan masih berlanjut.

"Atana, jangan main di deket laut lagi. Kalo tadi enggak ada yang liat kamu gimana?" Alaia terlalu takut sampai terisak kuat.

Atlanna merasa lebih aman di dekat orang-orang yang menyayanginya. Ia bertutur lembut pada Alaia, "Maaf, Mamiw."

Lalu, Atlanna mencuri pandang ke arah laut dengan pikiran berkelana jauh mengenai sesuatu.

⚪️ TO BE CONTINUED
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀
UPDATE LAGI! 5000+ kata nih 😎
⭐️ sebelom next, vote dulu yaah ⭐️

━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━🤍🤍━━━━━━

━━━━━━🤍🤍━━━━━━
━━━━━━━━━━━━━━━

⚠️⚠️⚠️
DILARANG MEMAKAI NAMA LENGKAP TOKOH-TOKOH ALAÏA BUAT ROLEPLAY DI LUAR ROLEPLAYER ASLI ALAÏA

contoh: RP telegram, tiktok, dll

THANKS

━━━━━━━━━━━━━━━

I N F O :
bagi kalian yang mau beli novel ALAÏA 1 dan pastinya ori (JANGAN BELI BAJAKAN), langsung klik ajaa link yang ada di bio wattpad atau instagram aku 🤍💜

atau beli langsung di gramedia juga bisaaa! harganya 99.500 💗

━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━━━━━━━━━━

JOIN GRUP TELEGRAM @BABYGENG + subscribe channel @BABYG3NG
free buat bayi-bayi mamigeng🤰🏼kita seru-seruan di sana bareng RP ALAÏA juga 🤍🤍🤍

note:
kalo kamu mau share cerita ini ke sosmed (cuplikan kecil atau ss (jangan terlalu spoiler)) silakan aja ya! aku malah seneng kalo ALAÏA 2 disebar ke mana-mana 😄🤍

🌬 THANK YOU, BABYGENG! 🤍
see you asap!

Continue Reading

You'll Also Like

662K 69.5K 36
Sakia Paradista seorang sekretaris yang memiliki kemampuan indigo harus membantu bosnya-Bhaskara Dharmawangsa agar lepas dari gangguan arwah istrinya...
21.5M 159K 5
Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang periang, ceria, cerewet, ceroboh dan gak bisa diam, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang sangat pendiam, mu...
1.3M 22.3K 6
|| I was always alone || Copyright©2016 by SieraGrayen
3.3M 29K 29
Tentang jayden cowok terkenal dingin dimata semua orang dan sangat mesum ketika hanya berdua dengan kekasihnya syerra.