Garis Luka

By khairanihasan

10.7M 1.1M 455K

{Sudah tersedia di toko buku seluruh Indonesia} "Lo suka sama gue kan?" Zeta mengangguk cepat dengan matanya... More

Awal
1. Fakta Menyakitkan
2. Luka
3. Membenci
4. Leander dan Kejelasan
5. Bekas Luka
6. Mencari Perhatian?
7. Merasa kehilangan?
8. Takut Gelap
9. Sudah mulai peduli?
10. Mana Mungkin Berubah
11. Mulai
12. Perasaan Bersalah
13. Kemarahan Sakha
14. Marah
15. Tentang Kia
16. Masih Tentang Kia
17. Maaf
18. Satu Fakta Tentang Dia
19. Meluluhkan
20. Mengalah
21. Penangkal Mimpi
22. Gagal
23. Pulang Bareng
24. Tekanan Baru
25. Supermarket dan Belajar Bareng
26. Musuh tersembunyi
27. Belum saatnya
28. Terlalu Banyak
29. Kejujuran
30. Nama si pengkhianat
31. Penyesalan
32. Perjodohan
33. Perasaan Aneh
34. Tinggal Bareng
36. Tinggal bareng part 3
37. Sumber Masalah
38. Perlahan-Perlahan Terungkap
39. Kemunculan
40. Yang Tidak Terlihat
41. Terlambat
42. Sosok Agra
43. Harus tetap hidup
44. Perasaan Yang Berubah
47. Hal baru
Agra Zeta Novel
DISKON HARI INI AJA!!!
Agra Zeta kembali
Cerita Baru

35. Tinggal Bareng part 2

134K 20.3K 11.6K
By khairanihasan

Happy reading 💙

13,8k vote dan comment 16k buat next part cepat.

***

Agra sampai di rumah pukul lima sore. Dia berjalan ke pintu utama rumahnya setelah memarkirkan motornya di depan garasi. Berhenti saat melihat Mbak Siti---salah satu pekerja di rumahnya sedang menyapu taman.

“Zeta udah ada di rumah Mbak?” Agra bertanya.

Mbak Siti berhenti menyapu. Melihat ramah anak dari majikannya.

“Udah, Den, dari tadi siang udah di sini.”

Agra mengangguk paham. Lantas kembali melangkah dan masuk ke dalam rumah.

Kamar tamu berada di lantai dua, sebelah kiri dari kamarnya. Agra memutuskan menghampiri kamar itu dulu sebelum ke kamarnya. 

Tok... Tok... Tok!!! 

Suara Agra mengetuk pintu. 

"Zeta," panggilnya. 

Berapa lama tidak ada jawaban. Agra kembali memanggil. 

"Zeta?"

Tidak ada jawaban juga. Agra meraih gagang pintu dan memutarnya. Saat pintu itu terbuka, Agra dapat melihat Zeta yang sedang duduk di depan meja belajar. 

Ini bukan kali pertama Zeta menginap di rumahnya. Beberapa kali Zeta juga tinggal di rumahnya saat orang tua cewek itu ada urusan mendadak di luar kota. Itu sebabnya ada meja belajar di kamar tamu. Karena ibunya yang menaruh.

"Lo lagi belajar?" Agra jelas tahu pertanyaanya sangatlah tidak berguna. Dari melihat saja sudah jelas cewek itu sedang belajar. Tapi untuk memulai pembicaraan semua orang perlu berbasa-basi di awal.

Basa-basi Agra tidak ada hasilnya. Jangankan menjawab, menoleh pun Zeta tidak. Karena sudah terbiasa diabaikan. Agra biasa saja. Lagipula Agra yakin hal ini akan terjadi. Tidak akan mudah membuat Zeta merespons sekalipun berada di rumahnya.

“Kalo lo butuh sesuatu panggil aja Bi Izah.” Agra mengatakan sesuatu yang tidak penting lagi. Tentu saja cewek itu akan memanggil Bi Izah jika memerlukan sesuatu. Zeta bukan orang asing di rumah ini, cewek itu mengenal semua orang.

Agra menutup kembali pintu kamar Zeta. Lalu pergi ke kamarnya.

Sekitar pukul tujuh Agra turun ke bawah, menuju ruang makan dan menemukan Bi Izah yang sedang menyiapkan makan malam.

“Makan malamnya udah siap, Bi?” tanya Agra.

“Udah, Den. Ini Bibi mau panggil Non Zeta.”

Agra mengangguk. Mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin. Lalu menarik bangku dan duduk. Mengecek ponselnya selagi Bi Izah memanggil Zeta.

Selang beberapa menit Bi Izah kembali. Agra melihat penuh tanya wanita tua itu yang datang sendiri.

“Aden makan aja duluan. Non Zeta nggak lapar katanya.” Bi Izah memberi laporan.

Alis Agra tertaut. Tanpa perlu mengeluarkan suara untuk bertanya, Bi Izah kembali mengatakan sesuatu.

“Sebenarnya dari tadi siang Non Zeta belum ada keluar dari kamar. Pas Bibi tanya perlu sesuatu, pasti bilangnya nggak ada.”

Agra berpikir sejenak. Sepertinya dia paham kenapa cewek itu bersikap seperti sekarang. Sebagai tindakan keberatan karena disuruh tinggal di rumahnya dalam beberapa hari ke depan.

Agra segera bangkit dan pergi ke kamar Zeta.

Seperti tadi Agra mengetuk pintu lebih dulu sebelum memanggil nama Zeta. Memanggil berkali-kali tapi tidak ada jawaban. 

"Zeta?" panggil Agra seraya mengetuk pintu lagi. 

Tidak juga dijawab. Agra memutar knop pintu. Dikunci! 

Kenapa cewek itu bersikap seperti ini hanya karena tidak mau melihat wajahnya. 

Agra menghela napasnya. Tidak punya pilihan lain selain mengetuk pintu lagi. 

"Zeta?" Agra memanggil nama itu lagi. "Lo nggak mau keluar sampe orang tua lo pulang? Sampe berapa hari ke depan lo bakal bersikap kayak gini terus? Jangan karena nggak mau ketemu gue lo menyiksa diri lo sendiri. Zeta?" Agra memanggil frustrasi nama itu. 

Tetap tidak ada respons yang ia terima. Agra kembali menghela napas. Memandang pintu putih yang tertutup rapat di depannya. Lalu kembali mengatakan sesuatu. 

"Nanti kalo lo lapar turun ke bawah. Kalo nggak nanti gue suruh Bi Izah yang antar makanannya ke sini kalo lo memang nggak mau keluar kamar." 

Agra memperhatikan knop pintu. Tidak ada tanda Zeta akan keluar ataupun membuka pintu kamar untuk merespons perkataannya. Dia lantas berbalik dan melangkah pergi.

Agra melupakan sesuatu. Bukan hanya tidak akan merespons ucapannya. Selama di rumahnya, Zeta juga bisa bersikap seperti ini agar mereka tidak pernah bertemu.

Situasi ini lebih sulit dibandingkan dengan Zeta yang tidak mau meresponsnya. Agra lebih baik tidak direspons. Tapi cewek itu tetap mau beraktivitas seperti biasa. Tidak menganggapnya. Daripada seperti sekarang. 

***

Karena besok tidak sekolah. Agra menggunakan waktunya untuk begadang semalaman, MABAR game online sepuasnya hingga pagi. Tapi tentunya setelah menghabiskan waktu tiga jam untuk belajar.

Sekitar pukul tiga pagi Agra keluar kamar, air putih di dalam gelasnya habis. Itu sebabnya dia terpaksa keluar.

“Lo belum tidur?” Agra tidak sengaja bertemu Zeta saat berjalan di anak tangga. Cewek itu ingin kembali ke lantai dua.

“Udah makan?” tanya Agra lagi. Terakhir kali Agra meminta Bi Izah mengantarkan makanan ke kamar Zeta. Tapi dia tidak tahu Zeta menerimanya atau tidak. 

Agra memperhatikan termos kecil yang Zeta genggam menggunakan kedua tangan. Sepertinya cewek itu baru kembali dari dapur.

“Buat apa air panas?” Agra menjadi sangat penasaran. Dia menahan tangan Zeta sebelum cewek itu melewatinya. Memperhatikan wajah Zeta yang tampak pucat.

“Lo sakit?” Agra hendak menaruh tangan di kening Zeta. Tapi dengan cepat tangannya langsung ditepis.

Zeta menarik tangannya dari genggaman Agra. Lalu melewati Agra begitu saja.

Mana mungkin Agra biarkan. Jika cewek itu kenapa-kenapa dia yang akan mendapatkan masalah. Agra pergi menyusul, saat Zeta akan meraih knop pintu kamarnya, saat itu Agra menarik tangan Zeta hingga membuat cewek itu kembali menghadapnya.

“Lo kenapa? Kali ini jangan diam Zeta. Kalo lo kenapa-kenapa gue yang bakal dapat masalah,” ucap Agra langsung.

Zeta menarik tangannya sekuat mungkin dari genggaman Agra. Menatap tidak suka cowok di hadapannya.

“Jangan ganggu gue. Jangan ngetuk pintu kamar sesuka hati lo meski ini rumah lo. Dengan begitu lo nggak akan dapat masalah apa pun,” ucap Zeta dengan nada yang dingin.

Tidak habis pikir Agra dengan respons cewek di depannya itu. Memang dia sedang melakukan kesalahan apa.

“Sekarang untuk hal-hal kecil lo marah sama gue ya? Gue cuma mau tau lo kenapa,” balas Agra.

“Gue nggak kenapa-kenapa! Waktu itu lo udah bilang mau bersikap nggak saling kenal sama gue. Jadi jangan bicara sama gue.” Zeta hendak mendorong pintu di belakangnya. Lalu berhenti ketika mengingat sesuatu.

“Lo ada nolak pas gue disuruh tinggal di sini?” ujar Zeta.

Alis Agra tertarik tampak tidak paham. Karenanya Zeta berbicara lagi.

“Gue udah coba nolak tapi Mama gue tetap kekeh gue harus tinggal di sini. Kalo gue pikir-pikir, Mama gue nggak akan maksa kalo baik lo maupun gue sama-sama nolak.”

“Memang gue nggak nolak,” sahut Agra cepat. Karena dia sudah paham ke mana arah perkataan Zeta.

Zeta menatap sangat sinis.

“Dasar nggak bisa dipercaya. Lo bilang sama gue bakal coba nolak apa pun itu biar kita nggak pernah ketemu lagi. Bohong.”

Setelah mengatakan itu Zeta menutup pintu dengan keras. Seolah ingin memberi tahu kepada Agra perasaan kesalnya saat ini.

Perkataan terakhir Zeta membuat Agra terdiam. Berdiri memandangi pintu kamar Zeta.

Setelah berapa lama cowok itu pergi. Turun ke bawah, menuju dapur seperti tujuan awalnya.

"Den Agra perlu sesuatu?" Bi Izah bertanya saat berpapasan dengan Agra di depan pintu. Wanita tua itu mengekori Agra dan masuk kembali ke dapur.

Agra menggeleng. Membuka kulkas, tapi ketika penasaran akan sesuatu dia menutupnya kembali dan menoleh pada Bi Izah yang masih memperhatikannya. 

“Bibi tau kenapa Zeta perlu air panas tengah malam kayak gini?” tanya Agra.

“Oh itu, Non Zeta sakit perut," jawab Bi Izah. 

Alis Agra berkerut. Begitu cepat kembali merespons. “Sakit perut karena telat makan?” 

Bi Izah tersenyum melihat raut kekhawatiran di wajah anak majikannya. “Bukan. Wajar kok buat perempuan yang lagi datang bulan,” ucapnya dengan lembut.

Mendengar itu kepala Agra mengangguk pelan. Sepertinya dia sudah bersikap sangat berlebihan tadi.

***

Dari pagi Agra tidak di rumah dikarenakan adanya pertemuan dengan anak-anak basket. Selain latihan seperti biasa, mereka juga mulai membahas pergantian kapten basket yang sudah harus Agra lepaskan karena telah menjadi siswa kelas tiga.  

Hampir pukul lima sore Agra baru kembali ke rumah. Badannya yang sudah sangat lelah ingin cepat-cepat merasakan kasur yang empuk. Agra tidak sengaja melihat kamar Zeta yang terbuka saat akan masuk ke dalam kamarnya. Biasanya pintu itu akan selalu tertutup rapat. Terakhir kali Zeta bahkan mengunci pintu itu. Aneh jika sekarang Zeta membuka pintu kamarnya. 

Agra menutup kembali pintu kamarnya dan pergi ke kamar Zeta. Meski kamar itu tidak tertutup, Agra tetap mengetuk pintu. Bagaimana pun itu kamar perempuan, jadi sudah seharusnya sebelum masuk ke kamar itu semua orang harus mengetuk lebih dulu.

“Zeta?” panggil Agra. Dia mengedarkan mata ke seluruh sudut ruangan, tapi cewek itu tidak ada. Buku-buku di atas meja belajar pun sangat rapi.

Cewek ini ke mana.

Agra segera pergi setelah memastikan Zeta benar-benar tidak ada di dalam kamar.

"Zeta ke mana, Bi?" tanya Agra saat bertemu Bi Izah yang sedang melakukan bersih-bersih di ruang tamu. 

Pertanyaan Agra membuat wanita tua itu berhenti mengelap guci besar. 

"Di kamarnya Den," jawab Bi Izah. 

"Agra udah ke sana tapi Zeta nggak ada."

"Mungkin di dapur," tunjuk Bi Izah ke arah dapur. Tidak menunggu lama Agra langsung melangkah ke sana. 

"Den Agra butuh sesuatu?" tanya salah satu pekerja lain yang Agra temukan di dapur. Agra mengabaikan, mengedarkan matanya ke setiap sudut dapur. Tidak menemukan Zeta, dia dengan cepat kembali. 

"Nggak ada Bi. Memangnya Bibi nggak tau Zeta ke mana? Tadi pas Agra pulang pintu kamarnya kebuka." Agra mengoceh panjang saat berjalan kembali ke tempat Bi Izah. 

Mendengar pernyataan dari anak majikannya. Bi Izah kembali berhenti bekerja. Wanita tua itu tampak mengingat-ingat sesuatu. "Bibi baru ingat Non Zeta pergi pas Bibi bersihin kamar. Bibi pikir Non Zeta turun ke dapur makanya pintu kamarnya Bibi biarin kebuka," kata wanita tua itu setelah mengingat.

"Jadi Zeta ke mana?" Agra menjadi khawatir. Jika cewek itu pergi tanpa bilang-bilang begini, dia harus mencari ke mana. 

"Mungkin pergi ke taman belakang, Den," ujar Bi Izah kembali. 

"Cari siapa Bi di taman?" Mbak Siti yang baru datang menyahut, membuat Agra dan Bi Izah kompak menoleh. 

"Non Zeta."

"Non Zeta nggak ada di taman. Barusan Siti habis dari sana."

Agra mengusap tengkuknya. Mencoba berpikir dalam situasi yang sebenarnya tubuhnya sudah sangat lelah. Niatnya yang ingin beristirahat dibuang jauh-jauh. Agra tidak mungkin mengabaikan begitu saja situasi seperti ini. Dia sudah berjanji pada ibunya untuk menjaga Zeta dalam tiga hari ke depan. Apa pun itu yang berhubungan dengan Zeta maka akan menjadi prioritasnya untuk saat ini.

"Coba hubungi aja Den," kata Bi Izah memberi saran. 

Agra tidak memberi respons. Bagaimana mau menghubungi kalau nomornya diblokir. 

"Memangnya Non Zeta pergi nggak ada bilang mau ke mana, Bi?" Mbak Siti bertanya pada Bi Izah. Sedangkan Agra sibuk dengan pikirannya.

"Nggak ada bilang. Makanya Bibi pikir cuma mau ke dapur."

"Udah lama, Bi?" Agra bertanya saat terpikirkan sesuatu. 

Pekerja senior di rumah Agra itu mengangguk. "Kalo dari Bibi bersihin kamar, berarti nggak lama Aden pergi Non Zeta juga pergi."

Agra kembali terpikirkan sesuatu karena penjelasan Bi Izah. Suatu tempat yang bisa membuat Zeta betah berlama-lama. Mata Agra sedikit membesar ketika menemukan jawabannya.

Mungkinkah cewek itu pulang ke rumahnya?

***


Kecurigaan Agra benar, Zeta memang pulang ke rumahnya. Walaupun tidak bermaksud kembali karena Agra sempat bertanya pada Pak Eman---satpam rumah Zeta, pria tua itu sempat menyapa Zeta di depan pagar dan tidak melihat Zeta membawa apa pun.

Agra tetap memanggil nama Zeta sekalipun untuk mendapatkan respons sangat tidak mungkin. Dia berdiri lama di depan kamar Zeta. Benar-benar menunggu cewek itu membalasnya. Setelah dirasa sia-sia saja, Agra coba memutar gagang pintu. Tidak dikunci. Agra sempat berpikir akan kembali jika terus memanggil tapi tidak ada hasil. Mendapati pintu yang tidak terkunci, membawa keuntungan untuknya. Setidaknya sebelum kembali dia harus melihat wajah itu dulu, memastikan Zeta memang ada di rumahnya.

Agra melangkah masuk dan menemukan Zeta yang sedang tertidur sangat pulas. Jalan mendekat, Agra memandang wajah Zeta yang sedang terlelap. Zeta tidur dengan damai, tapi tidak membawa kedamaian untuk Agra. Jika Zeta pulang ke rumahnya, lalu tertidur seperti ini. Dengan kata lain,  Zeta tidak nyaman saat tinggal di rumahnya.

Agra mengedarkan pandangan, melihat-lihat kamar Zeta. Agra lupa kapan terakhir kali dia melihat kamar Zeta, tapi dia ingat terakhir kali di dinding kamar Zeta tidak ada lagi poster-poster idol grup dari Korea itu. Tapi sekarang sudah seperti pameran, di mana-mana ada poster cowok-cowok dari Korea.

Agra berjalan ke tempat meja belajar Zeta, mengambil benda berwarna hijau lemon terang dengan bentuk kubus yang terletak di antara tempat pulpen. Kalau Agra tidak salah namanya lightstick. Tapi jangan tanya lightstick milik idol grup yang mana, Agra sempat tahu namanya tapi sekarang dia tidak ingat.

Kenyataan Zeta masih menyimpan benda itu memberikan perasaan lega. Dia pikir Zeta akan membuangnya, mengingat cewek itu sangat membenci kehadirannya sekarang.

Agra meletakkan kembali, memastikan sama seperti tadi. Lalu lanjut melihat-lihat. Mendekat ke tempat tidur, Agra mengambil kotak musik yang berbentuk komedi putar di atas nakas. Kemudian duduk di pinggir tempat tidur, tepat di samping Zeta yang sedang terlelap.

Agra selalu ingat apa yang dia berikan kepada Zeta. Termasuk kotak musik di tangannya, yang dia berikan sebagai hadiah ulang tahun saat Zeta berumur lima belas tahun. Waktu itu Agra berikan saat Zeta sedang menemani ibunya memasak.

Agra memandang wajah Zeta, cewek itu masih sangat terlelap, tidak terganggu dengan keadaan apa pun.

Dia mengerti, Zeta mulai merasa tidak nyaman berada di rumahnya. Alasannya mungkin karena mereka tinggal berdua saja. Walaupun banyak pekerja, Zeta tetap merasa tidak senang.

Agra mencari nama Sakha di kontak ponselnya. Lalu menghubungi. Saat panggilan tersambung Agra bangkit, meletakkan kembali kotak musik ke atas nakas. Kemudian melangkah ke luar kamar.

“Nanti malam ke rumah gue,” ucap Agra saat menempelkan benda yang mahal itu ke telinganya. Menutup pintu kamar Zeta, dan beranjak pergi.

“Mendadak banget. Lo mau main game semalaman atau gimana nih?" Sakha membalas.

“Gue malas jelasin panjang-panjang,” tutur Agra. Satu per satu anak tangga dia lewati. Lalu berkata lagi, “Zeta ada di rumah gue. Mungkin sampe hari selasa.”

“Jadi lo mau gue ke sana biar dia nggak cuma berdua aja sama lo di rumah?"

"Itu lo cepat paham," balas Agra dan langsung menutup sambungan telepon.

***

Pasti banyak yg bertanya-tanya. Loh bukannya Agra nggak suka kalo Zeta suka yang berhubungan dengan K-pop. Kok di bagian ini malah Agra pernah beliin Zeta lightstick.

Kalau dari awal udah menunjukkan sisi Agra yang baik. Ini cerita nggak akan seru!

Sebagian pasti kesal sama Zeta dibagian ini 🤣

Mau bilang apa sama Zeta?

Mau bilang apa sama Agra?

Mau bilang apa sama Sakha?

Kalo punya unek-unek, curhat tentang cerita ini. Atau ingin memberi pandangan apa pun untuk para karakter silakan di sini ya 👉

Kenapa kalo judulnya 'Garis Luka' endingnya harus nggak bahagia? Sepertinya banyak yang berpikir endingnya bakal berakhir nggak baik nih cuma karena judulnya.

Kalo ini lapak buat spam next 👉

Ikuti instagram di bawah ya 👇

~ Wattpadrani (hanya fokus ke semua hal yang berbau cerita)
~ khairanihasan (aku)
~ Agramegantara
~ sakhamegantara
~ rezetaivana

Dan tiktok : Wattpadrani

Semangat buat vote dan commentnya ya. Biar cepat baca bagian selanjutnya!

Khairanihasan
13 Juli 2021

Continue Reading

You'll Also Like

3.8M 297K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
14M 89.1K 11
#rank 1 kategori fiksi remaja ( 5sep2019) #rank 1 kategori remaja (7sep 2019) # rank 1 kategori school (26 Novr 19) Sani delva adhitama, lelaki yan...
4.4M 340K 34
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] "Lo nganggep gue ini apa?" "Pacar," "Yang nggak pernah gue anggap." --- Di mata semua orang, Be...
17.3M 1.6M 37
SUDAH TERBIT TERSEDIA DI GRAMEDIA DAN TBO [Sebelum baca follow akun ini dulu biar lebih enak, bro. Terima kasih] ____________________________________...