Restoran ramai seperti biasa. Jam makan siang memang sering dipenuhi oleh orang-orang yang bekerja di kantor. Meskipun jaraknya jauh, mereka tetap memilih restoran Jaemin untuk memenuhi rasa lapar di siang hari.
"Haechan, hari ini kau jadi menemaniku 'kan?" Sungchan datang dari arah dapur. Dia memakai baju seragam yang bertuliskan namanya di dada sebelah kanan. Bibirnya melengkung membentuk senyuman ketika mendapat anggukan dari Haechan.
Dari pintu masuk restoran, tampak Mark yang berjalan santai dengan Jisung di belakangnya. Hari ini dia menjemput Jisung karena remaja itu pulang lebih cepat dari biasanya.
Mark mengambil meja kosong yang berada di sudut berdekatan dengan dinding kaca restoran, sementara Jisung berlari ke dapur untuk menemui Haechan.
"Ibu." Haechan dan Sungchan menoleh saat mendengar suara seseorang.
Haechan tersenyum dan menyuruh Jisung untuk masuk, sedangkan Sungchan pergi untuk melayani pelanggan.
"Ibu! Hari ini aku dan Ayah akan pergi. Ayo, ikut."
Jisung menarik-narik baju Haechan yang telah berbalik untuk memotong lobak. Haechan menggeleng membuat Jisung mendesah kecewa.
"Kenapa?"
Haechan berhenti memotong lobak untuk menjawab pertanyaan Jisung yang terdengar menyedihkan.
"Ibu sudah berjanji dengan Paman Sungchan hari ini. Kau pergi saja dengan Mark."
Kepala Jisung memproses isyarat Ibunya. Beberapa saat kemudian sesuatu kalimat muncul di kepalanya.
Ini tidak baik untuk hubungan Ayah dan Ibunya.
Tanpa menanggapi Haechan, Jisung langsung keluar dan pergi menemui Mark yang duduk sendirian di meja belakang.
"Ayah!" teriak Jisung. Mark mengangkat wajahnya dari ponsel dan melihat Jisung.
"Kenapa teriak?"
Jisung duduk di hadapan Mark dengan wajah kesal.
"Ini tidak baik. Ibu akan pergi bersama Paman Sungchan."
"Sungchan?" Dahi Mark berkerut. Dia ingat ada seseorang yang memiliki nama Sungchan. Seorang pekerja di restoran Jaemin.
Jisung mengangguk, "Mungkin mereka akan berkencan."
Ekspresi Mark berubah saat Jisung selesai berbicara. Kakinya bergerak tidak tenang. Perasaannya mendadak berubah. Menjadi kesal dan dipenuhi amarah.
"Aku akan membantumu. Jadi, kita tidak perlu pergi hari ini. Ayah pergi saja bersama Ibu dan juga Paman Sungchan."
Mark melihat Jisung sebelum dia mulai tertawa dan memuji ide Jisung. Kemudian dia melihat Haechan yang berjalan menghampiri mereka dengan dua gelas berisi air putih.
"Ibu! Ibu! Aku tidak jadi pergi dengan Ayah karena ada kerja kelompok. Jadi, karena Ayah sudah di sini, bolehkah Ayah pergi bersama Ibu?"
Mark bertepuk tangan dalam hatinya. Jisung memang bisa diandalkan.
"Boleh. Ibu bilang dulu pada Paman Sungchan."
Mark melihat gerakan tangan Haechan yang memiliki arti dia boleh ikut. Setelah itu, Haechan pergi dan memutar tanda di depan pintu restoran dari "Buka" menjadi "Tutup".
"Aku sudah menghubungi Jaemin untuk menutup restoran lebih awal."
Sungchan menghampiri Haechan yang berada di pintu masuk setelah dia menghubungi Jaemin.
Dari tempat meja Mark duduk, dia dapat melihat tatapan Sungchan pada Haechan berbeda. Haechan mengangguk dan mengambil notesnya untuk menulis sesuatu di sana. Mark melihat wajah Sungchan berubah sekejap, tapi dia langsung mengangguk dan tersenyum kecil. Tampak seperti sebuah senyum yang dipaksakan.
Setelahnya, Haechan dan Sungchan kembali melanjutkan kegiatan mereka. Bersiap-siap untuk menutup restoran. Sementara Jisung telah pergi beberapa waktu lalu.
Restoran telah ditutup dan kunci di bawa pulang oleh Haechan. Mereka bertiga bersiap-siap untuk pergi. Awalnya Mark menawarkan untuk pergi dengan mobilnya, tapi Haechan dan Sungchan menolaknya. Mark tidak masalah jika Sungchan menolak. Tapi, karena Haechan juga menolak maka terpaksa dia meninggalkan mobilnya di parkiran restoran Jaemin.
"Ngomong-ngomong, kita akan kemana?"
"Pemakaman orangtuaku dan juga Haechan."
Mark melihat ke arah Sungchan dengan mimik tak suka yang terlihat jelas di wajahnya. Dia jelas bertanya pada Haechan bukan pada Sungchan.
"Hari kematian orangtua kami sama. Jadi, setiap tahunnya aku dan Sungchan pergi bersama. Jisung juga ikut, tapi sepertinya dia lupa hari ini. Tidak masalah, aku akan mengajaknya besok."
Haechan menambahkan sebelum Mark bertanya kembali. Mark mengangguk paham dan melihat ke depan.
Mereka pergi menggunakan bus umum. Hari sudah mulai petang ketika mereka tiba di area pemakaman. Di rumahnya, Haechan juga membuat tempat kremasi kecil untuk orangtuanya. Setiap pagi dia akan memberi salam dan mendoakan mereka. Seperti sebuah rutinitas sejak dulu.
Mereka bertiga terlebih dahulu pergi menuju pemakaman orangtua Sungchan karena duluan mereka jumpai. Setelahnya, mereka pergi menuju pemakaman orangtua Haechan.
Haechan meletakkan sebuket bunga di tengah-tengah makam Ayah dan Ibunya. Haechan menangkup tangannya di depan dada. Matanya tertutup dan mulai berbicara dalam hati. Mark memperhatikan Haechan dari samping.
Wajah Haechan tampak begitu lembut. Matanya yang tertutup menunjukkan betapa lelahnya dia. Setiap napas yang dia keluarkan memperlihatkan bahwa dirinya telah banyak melalui hari-hari yang berat.
Mata Haechan terbuka secara perlahan. Dia melihat ke arah makam kedua orangtuanya dengan sebuah senyuman di bibirnya.
Mark terkejut ketika Haechan tiba-tiba melihat ke arahnya. Mark hampir salah tingkah karena ketahuan memperhatikan Haechan.
"Kau tahu kapan Min Hyung meninggal?" tanya Haechan tiba-tiba. Mark menggeleng meski ada rasa aneh dari dalam dirinya ketika Haechan bertanya.
"Dua minggu kedepan, di hari Senin. Kau tidak kembali ke Kanada untuk mengunjungi makamnya?"
Mark terdiam sejenak. Dia tidak tahu jika Haechan mengingat tanggal kematian Min Hyung. Bukankah Haechan takut pada Min Hyung? Kenapa dia masih mengingat segala hal tentang Min Hyung? Pertanyaan-pertanyaan yang membuat Mark kesal muncul secara acak dan menghantam otaknya.
"Mungkin ... tidak. Ada yang harus kuurus di hari itu."
Haechan mengangguk kemudian dia beralih melihat Sungchan yang tengah membersihkan rumput di makam orangtuanya.
Haechan menarik tangan Sungchan, menghentikannya yang sedang mencabut rumput. Sungchan selalu melakukan ini setiap tahun. Haechan merasa tidak enak. Dia memasang wajah cemberut pada Sungchan.
Sungchan tidak dapat menahan rasa gemasnya. Dia mengacak rambut Haechan dan berkata, "Jangan menatapku seperti itu. Matamu sangat imut kau tahu? Berapa umurmu, sih?"
Mark melihat apa yang dilakukan oleh Sungchan pada Haechan. Mereka terlihat akrab di mata Mark. Saat dia melihat Haechan tersenyum pada Sungchan hingga gigi-giginya terlihat, hati Mark mengeras. Sesuatu yang tajam seakan memberontak untuk keluar dari dalam jantungnya. Bersiap untuk merobek dan membuat organ dalamnya berdarah.
Tatapan Haechan yang lembut ... yang dia tujukan pada Sungchan. Bukan pada dirinya.
Mark tidak suka.
Dia membencinya.
Selama perjalanan kembali ke restoran, Mark hanya diam dan membiarkan Sungchan berbicara pada Haechan. Apa yang Mark lihat hari ini, membuat perasaannya benar-benar dongkol. Ada keinginan untuk menyingkirkan Sungchan, tapi dia masih punya kesadaran untuk tidak bertindak di luar batas.
Karena rumah Sungchan yang jauh dari restoran, dia pamit pulang terlebih dahulu dan menyisakan Haechan bersama Mark pergi menuju restoran untuk mengambil mobil Mark.
Haechan menyuruh Mark untuk beristirahat di rumahnya sebentar. Hari sudah berganti malam saat mereka kembali. Haechan tidak ingin membiarkan Mark pulang sebelum dia makan malam.
Jisung tidak kembali karena Chenle memintanya untuk menginap. Renjun sedang pergi ke luar kota bersama Jeno. Chenle kesepian dan mengajak Jisung untuk menemaninya di rumah yang besarnya melebihi rumah Haechan, bahkan dua kali lipat besarnya.
Haechan meletakkan panci berisi sup kimchi yang memiliki tahu didalamnya. Dia memberikkan mangkuk kecil pada Mark dan diterima oleh lelaki itu meski wajahnya masih diam.
Haechan merasa aneh dengan sikap Mark yang tiba-tiba menjadi diam. Mereka berdua menikmati makan malam dengan tenang.
Setelah selesai, Haechan membersihkan semua peralatan makan dan duduk di samping Mark ketika dia selesai.
"Ada yang mengganggu pikiranmu?"
Haechan bertanya ketika dia baru saja duduk. Mark melihat ke arahnya dan memberi senyuman kecil. Mark menggeleng untuk menanggapi Haechan.
Meskipun Mark menggeleng dan berkata tidak apa-apa, tapi wajahnya menunjukkan hal sebaliknya. Haechan menaruh kedua tangannya di pipi Mark dan menggerakkannya untuk melihat dirinya.
Mark melihat ke arah mata bulat Haechan. Mata itu selalu terlihat indah setiap kali mereka bertatapan tanpa sengaja.
Haechan tak mengatakan apapun, tapi Mark tahu jika Haechan khawatir padanya.
Suasana begitu hening. Mark dan Haechan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya saling bertatapan untuk waktu yang lama.
Tatapan mata Haechan yang terlihat lembut dan tenang membuat Mark terjatuh semakin dalam. Tanpa sadar dia berkata,
"Bolehkah kuambil matamu dan ku simpan untuk diriku sendiri?"
Apa ... yang kukatakan?
Mark terkejut dengan perkataannya sendiri. Dia melihat Haechan juga sama terkejutnya dengan dia. Secara perlahan Haechan menurunkan tangannya dari pipi Mark.
"Aku ..." Mark tidak tahu harus berkata apa.
Haechan masih terlihat terkejut. Tapi dia berhasil mengendalikannya. Tangannya bergerak dengan senyum kecil di wajahnya.
"Mataku bukan barang yang bisa diambil begitu saja. Candaanmu sungguh mengerikan, Mark." Haechan tertawa tanpa suara. Mark tahu jika Haechan berpura-pura, tapi dia juga tidak bisa menganggap serius perkatannya tadi.
"Haha, matamu terlihat seperti permen. Terlihat nikmat. Hahaha ...."
Mark tertawa dengan canggung. Tangannya mengusap-usap pahanya yang terbungkus celana. Matanya bergerak-gerak menghindari tatapan Haechan.
"Ah, aku harus kembali sekarang. Sampai jumpa besok."
Tanpa sempat Haechan menjawab, Mark telah berlari menuju pintu dan menutupnya dengan terburu-buru.
Haechan yang awalnya tersenyum secara perlahan menurunkan bibirnya. Kalimat Mark tadi membuatnya terkejut.
Dulu ... ketika dirinya masih bersekolah dan memiliki suara. Min Hyung pernah mengatakan hal yang sama, tapi memiliki sedikit perbedaan.
Jika Mark menginginkan matanya maka saat itu yang Min Hyung inginkan adalah ...
"Bolehkah kuambil suaramu dan ku simpan untuk diriku sendiri?"
Tbc
Uee lagi gak enak badan. Ujan di luar tpi Uee malah sakit kepala kayak kenak ujan. Huhuhu mengsedih.
Makin sakit makin pengen lanjut wkwkwk. Uee pen cepet tamat. Penasaran juga endingnya bakal gimana. Makin banyak chapternya semakin mengerikan tebakan kalian.
Uee jadi merinding baca tebakan kalian.
Btw udah mulai kebaca alurnya? Hmmm pastinyaa. Hauahauahauahau udah mendekati ending soalnya.
Selamat membaca semua. Btw jaga kesehatan kalian yaaa.
PENGUMUMAN! CERITA INI BERBAYAR!
TIAP CHAPTER WAJIB BAYAR DENGAN VOTE DAN KOMEN!
TERIMA KASIH.