Park Jaehyung : Not Mine? (Ja...

De asyhwi13

12.9K 1.7K 70

Bagaimana jika pernikahan yang diimpikan selama ini malah berakhir kacau dan tak memiliki arah akan kemana ru... Mais

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38 (END)
Bonus Chapter

Chapter 32

229 34 2
De asyhwi13

Happy reading gais...


***


Rasanya semakin hari Divanka merasakan adanya perubahan drastis dari Jae, dimulai dari sikapnya, cara berbicaranya dan juga lebih sering pulang tengah malam disaat Divanka sudah tidur. Namun Divanka hanya diam, dia hanya memperhatikan segala gerak-gerik Jae meskipun terlihat mencurigakan dan ucapannya tak patut dipercayai.

Setiap hari alasan Jae selalu sama, yaitu rapat dan rapat sehingga Divanka benar-benar muak mendengarnya. Untung saja ada seorang anak yang ia kandung jadi dia dapat mengontrol emosinya, jika tidak? Mungkin Divanka telah mengeluarkan segala cacian dan umpatannya untuk Jae seperti dulu.


“Jae mana?” Divanka mengedikkan bahunya pertanda ia tak tahu dan tak ingin tahu dimana keberadaan Jae sekarang, waktu sudah menunjuk kearah pukul sebelas malam tapi suami-nya itu belum kunjung pulang ke rumah.


Sedangkan Dowoon yang sudah paham bagaimana keadaan rumah tangga Divanka hanya bisa diam, ia tak ingin ikut campur dan mengadu domba keduanya, karena bagaimanapun Divanka itu adik-nya dan Jae itu sahabat sekaligus ipar-nya. Dia menjadi team netral, tak memihak siapa-siapa walaupun dia juga emosi dengan tingkah Jae.


“Udah telfon dia?” tanya Dowoon sembari duduk disamping Divanka yang tengah asyik menyaksikan kartun malam kesukaannya.

“Enggak penting sih telfon dia.” jawab Divanka.


Divanka itu keras, begitupun juga dengan Jae. Anehnya lagi mereka disatukan dalam suatu ikatan pernikahan, Dowoon tak bisa membayangkan betapa tentramnya kehidupan rumah tangga mereka ketika sedang bertengkar.


“Ego nya enggak pernah diilangin, capek gue lihat tingkah lo berdua.” ucap Dowoon.


Divanka spontan mendelik sebal, ia menatap Dowoon dengan datar, ingin menghabisi sang kakak detik ini juga karena telah membuatnya kesal. Dia sudah lelah menunggu Jae, ditambah kelakuan Dowoon yang membuatnya ingin gantung diri saja di ruang tengah ini.


“Heran gue sama lo, bacot mulu. Enggak capek?” ejek Divanka.


Beginilah Divanka saat diingatkan sesuatu malah melawan, Dowoon sebenarnya kesal jika sifat itu muncul dari Divanka, tapi dia mau bagaimana lagi, watak Divanka memang begitu dan entah kapan hilangnya.


“Laki lo diambil orang, gue mampusin!” tegas Dowoon.


BUG


Dengan spontan Divanka melayangkan bantal sofa kearah wajah Dowoon dan berhasil mendarat sempurna, ayunan bantal itu lumayan keras sampai-sampai menghasilkan suara yang nyaring ditempat sepi ini. Sang korban pun hanya bisa meringis dan mengelus wajah tampannya tanpa protes apapun.


“Kalau bicara suka sembarangan! Lo mau lihat gue jadi janda?!” bentak Divanka.

“Gue enggak bahas sampai sana loh,” ujar Dowoon.

“Tapi itu akhirnya kalau Jae diambil cewek lain.” gerutu Divanka.

“Ya, makanya lo jaga baik-baik suami lo, jangan sampai ada cewek yang rebut. Mana akhir-akhir ini dia sibuk banget, lo enggak curiga apa-apa sama dia gitu?” tanya Dowoon.


Divanka menarik nafas pelan dan ia hembuskan secara perlahan agar emosinya dapat dikontrol, jangan sampai bayi-nya yang dapat hal negative akibat ulah Divanka sendiri. Ia ingin anak-nya itu lahir tanpa ada kekurangan apapun, termasuk berat badannya.


“Ya, masa gue mau ikutin dia ke kantor? Enggak lucu anjir, dia bawa gue yang lagi hamil gini.” omel Divanka.


Dowoon menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali melainkan dia bingung harus menjelaskan seperti apa pada Divanka agar wanita itu bisa mengerti apa yang ia maksud, terkadang Divanka sangat lemot bahkan dengan hal kecilpun dia lama mencernanya untuk bisa paham.


“Gue enggak suruh lo buat ikutin dia ke kantor bego! Cara gampang bisa kok, periksa isi handphonenya. Gampang, ‘kan?” usul Dowoon.


PLAK


Spontan Divanka menampar keningnya sendiri karena tak berpikir kearah sana, padahal hampir setiap hari dia melihat ponsel milik Jae terkapar dihadapannya tanpa pengaman password sekalipun. Divanka seakan-akan diberi akses oleh Jae untuk memeriksa segala isi ponselnya, tapi Divanka selalu tidak enak dan mengganggap jika ponsel itu hak pribadi. Namun, jika sudah mendadak dan perlu, tidak salah ingin mengecek isi ponsel suami sendiri demi kebaikan rumah tangga.


“Gapapa kalau gue periksa handphonenya Jae?” tanya Divanka.

“Iyalah! Jangan bilang lo enggak pernah buka-buka isi handphonenya?” balas Dowoon.


Divanka menggeleng pelan sebagai jawaban dan membuat Dowoon menggeleng heran, kenapa bisa adik keras kepalanya ini jinak pada Jae? Sedangkan pada Dowoon dia benar-benar beringas, saat mengamuk bagaikan macan yang kelaparan.


“Udah, saran gue cuma itu. Enggak usah dibawa stress, santai aja. Kalau mau bantuan, gue siap!” seru Dowoon.


Jika seperti ini, rasanya beban Divanka yang ia pikul di pundaknya hilang dalam sekejap. Walaupun pikiran didalam otaknya masih dihantui oleh Jae, tapi setidaknya ia bisa lebih tenang karena ada sang kakak yang setia menemaninya meskipun agak menjengkelkan bagi Divanka.


---


Jae tak pernah menyangka jika dia bisa merasakan dengan yang namanya sibuk. Tak ada waktu untuk istirahat, jangankan istirahat, makan siang saja dia sering terlambat jika tidak diingatkan oleh Sungjin. Perusahaannya sedang kesulitan dan rugi besar, ia membutuhkan banyak dana tapi dia bingung harus mencari dana kemana lagi selain ke Ayah-nya sendiri.

Jam tidur Jae pun berkurang, sudah hampir dua bulan dia terlambat pulang dan berakhir melihat Divanka tertidur pulas di ranjang. Ia jadi tidak enak sendiri dengan sang istri karena tak memiliki waktu untuk Divanka lagi saking sibuknya, mereka berbincang disaat pagi hari menyapa, itupun karena ingin sarapan atau membahas hal yang biasa.


“Lo hari ini pulang sore aja, biar gue yang lembur di kantor.” ucap Sungjin.


Jae langsung mendongakkan wajahnya menatap Sungjin yang sama lelahnya juga, dia mana tega membiarkan Sungjin mengerjakan semua berkas sedangkan Jae bersantai ria di kamar. Jae bukan atasan yang kejam atau seenak jidat menyuruh apapun, karena ia tahu rasanya bekerja tanpa ada istirahat.


“Enggak, kita kerjain ini berdua. Gue target jam sembilan udah selesai, gimana?” usul Jae.

“Tapi, Jae, istri lo lagi hamil, dan lo belum pernah berinteraksi sama dia. Gue kasihan sama Divanka dan juga anak lo,” ucap Sungjin.


Jae mengakui hal tersebut, baru kali ini ia benar-benar mengabaikan Divanka terlebih lagi wanita itu tengah hamil. Bahkan usia kandungan Divanka pun tak ia tahu sudah memasuki bulan keberapa, ia mengecap dirinya sendiri suami yang tak bisa menjaga istri-nya dengan baik.


“Gue jahat enggak sih?” tanya Jae.

Kening Sungjin mengernyit, lalu bertanya, “Jahat gimana?”

“Gue enggak pernah ada buat Divanka saat dia kesulitan karena hamil, bahkan dia ngidam pun yang turutin kemauannya hanya Dowoon atau enggak Brian.” ucap Jae.


Sungjin menghela nafas berat dan menepuk pundak Jae berniat memberikan sahabat sekaligus atasannya itu kekuatan, posisi Jae saat ini benar-benar sulit sehingga Sungjin tak bisa membayangkan peran Jae yang begitu berat.


“Ya, makanya lo pulang cepat aja hari ini. Biar gue yang urus sisanya, paling selesai jam sepuluh kok. Tenang, lo cukup kasih gue bonus, ya?” ujar Sungjin.

“Sialan lo! But, thank you, gue enggak tahu harus gimana lagi sekarang. Kepala gue rasanya mau pecah, gue yakin sih Divanka udah berprasangka buruk ke gue karena enggak pernah ada waktu buat dia.” ucap Jae.

“Lo jelasin dong ke Divanka, dia bakal paham nantinya,” balas Sungjin.


Jae mengangguk paham, dan mulai melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Ia memutuskan untuk pulang lebih awal dan memberikan segala pekerjaan itu pada Sungjin, tak masalah, ia bisa menambah bonus di rekening Sungjin karena telah membantunya banyak hal termasuk tentang tata cara merawat Ibu hamil. Jae heran sendiri, darimana Sungjin paham hal seperti itu padahal dia belum menikah.


“Naura udah enggak pernah hubungin lo lagi, ‘kan?” tanya Sungjin.


Pergerakan tangan Jae yang tengah mengetik sesuatu di keyboard laptopnya otomatis terhenti dan berpikir sejenak apa akhir-akhir ini ia saling mengabari dengan Naura atau tidak, setelahnya ia menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Sungjin tadi.


“Dia sering spam, ajakin gue jalan tapi gue tolak. Waktu buat Divanka aja enggak ada, apalagi buat jalan sama dia.” ucap Jae.


Sungjin merasa bangga mendengar ucapan Jae barusan, sisi cool Jae benar-benar keluar ketika dia setia dengan istri-nya tanpa tergoda gadis manapun. Ya, Divanka itu memang cantik, wajar jika Jae tak selingkuh, walaupun Divanka itu menyeramkan sebenarnya.


“Dia nyariin lo apalagi sih? Bukannya dia udah dibikin malu sama Divanka, ya?” tanya Sungjin.

“Enggak tahu, amukannya Divanka enggak mempan buat dia mungkin.” jawab Jae.


Sungjin bergedik ngeri dan membayangkan amukan Divanka pada Naura, tatapan wanita itu saja sudah menyeramkan apalagi melihatnya mengamuk. Mungkin Sungjin lebih memilih kabur daripada ditelan hidup-hidup oleh Divanka.


“Ya udah, gue mau keluar lanjut kerjaan. Eh, by the way, lo udah tahu belum kalau Daniel ajuin berkas ke Ayah lo?” ujar Sungjin.


Fokus Jae otomatis pecah ketika mendengar pernyataan Sungjin barusan, ia menatap tak percaya kearah Sungjin seakan-akan meminta kalau yang dia ucapkan itu hanyalah bohong semata. Karena kalau Tuan Park sudah turun tangan, Jae tak bisa berbuat apa-apa selain menyetujui keputusan Ayah-nya.


“Kapan dia ajuin?” tanya Jae.

“Hm, dua hari lalu mungkin. Gue juga cuma dengar dari pihak HRD, kalau lo mau lebih jelas, mending lo datang ke Ayah lo.” usul Sungjin.

“Gue pertimbangin, thanks infonya.” ucap Jae.

“Okay.” balas Sungjin.


Kedua mata sipit Jae terus memandangi punggung lebar Sungjin yang mulai menghilang dari pandangannya, ia mengusap wajahnya pertanda ia benar-benar lelah dengan semua yang terjadi padanya. Masalah yang satu belum selesai, muncul masalah lain lagi.


“Gue mati aja kali, ya? Tapi, entar anak gue gimana dong? AH, SIALAN!” ujar Jae yang diakhiri teriakan disertai umpatan aesthetic-nya.


***


Bersambung...

Gaje? Maafkan diriku gais, gak ada ide huhu..

Maaf jika ada salah kata atau cerita tydak menarik

Jadilah pembaca yang menghargai penulis dengan cara Vote+Komentarnya ditunggu

Terima kasih dan sampai jumpa 🙏❤️❤️


Continue lendo

Você também vai gostar

338K 60K 45
📌 OUT NOW @universe_publisher (shopee) Jadi Arindia nggak selalu seindah pandangan orang-orang. Kemana pun dia pergi, kelima masnya akan selalu ngin...
78.9K 7.7K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
100K 17.8K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
REVENGE De naisss

Ficção Adolescente

523 75 9
Dia bukanlah manusia sempurna, Dia juga bukanlah manusia hina, Dia hanyalah manusia biasa yang ingin mengeluarkan semua emosi yang sudah membuat bati...