ALAÏA 2

By radexn

6.2M 940K 5.3M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia kembali, membawa... More

Prolog
1. Aishakar X Atlanna
2. Bawel
3. Atmosfer Masa Lalu
4. Shocked
5. A Different Destiny
6. Moonstar
7. Masuk dalam Gelap
8. Sayang
9. Tak Seindah Lukisan
10. Hitam
11. Menyelam untuk Mati
12. Irvetta
13. Memang Seharusnya Jujur
14. Pengakuan
15. Sang Dewa Kematian
17. Berharap yang Terbaik
18. Beku
19. It's a Bye
20. Snow
21. Our Beloved Atlanna
22. Insiden
23. Satu yang Bersejarah
24. Kita
25. Ingin Melepas Rasa
26. Imitasi
27. Baby Winter
28. Aku Bukan Kamu
29. Hurt
30. Haruskah Kita Usai
31. Retak
32. Amatheia VS Aphrodite
33. Us
34. Dear You, Ale
35. Διαίσθηση
36. Andai Kita Abadi
37. The Mermaid
38. Hectic
39. Aesthetic
40. Chaotic
41. Luka dalam Memori
42. Light
43. A Frozen Heart
44. Skyïa
45. The Sea is Calling
46. The Blue Diamond: Goddess of The Sea
47. Happy Birthdae
48. Angel
49. Berharap Hanya Mimpi
50. Cahaya Mata
51. The Most Beautiful Moment
52. Justice
53. Laut yang Tenang
54. Moonlight [END]
pre-order ALAÏA 2
Extra Chapter
NEW STORY
⚠️ SECRET CHAPTER 🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
NOVEL AMBERLEY (cucu Aïa)
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

16. Bintang

123K 18.1K 216K
By radexn

♪ Starlight - Cha Ni
♪  Still with You - Jungkook

16. BINTANG

Sampai hampir tengah malam Bintang tak kunjung siuman. Atlanna sudah membersihkan sekaligus memberi obat tetes pada luka di tangan dan sudut bibirnya. Lelaki itu nampak tidur pulas, tidak lagi pucat seperti sebelumnya.

Atlanna beranjak dari duduk di lantai beralas karpet bulu tebal. Ia pergi ke dapur untuk menukar air di dalam gelas yang telah menjadi dingin. Semula Atlanna menyediakan air hangat buat Bintang, namun sampai sekarang belum juga sadar dan membuat air tersebut berangsur dingin.

Tak lama berlalu, Atlanna balik lagi. Ia menaruh gelas di atas meja kaca dan kembali duduk lesehan di karpet. Ia mendongak, menatap keluarganya yang juga mengkhawatirkan Bintang.

"Kalian bobo aja, biar aku yang di sini nunggu Appa bangun." Atlanna berkata.

Langit menyahut, "Papiw aja. Kamu bobo duluan."

Ibu muda itu menggeleng pelan. "Aku takut Nyx Reaper berulah lagi nanti, Piw. Aku rasa cuma aku yang bisa jinakin dia."

Semuanya berpikir. Apa yang Atlanna bilang memang ada benarnya, bahwa amarah Nyx Reaper sulit dipadamkan bila bukan Atlanna yang menanganinya. Namun, siapa yang tega membiarkan Atlanna sendirian menunggu Bintang bangun.

"Ya udah, Papiw temenin, ya?" tawar Langit.

"Abang juga ikutan." Aishakar nimbrung.

"Enggak usah, Ata bisa sendiri kok, Piw, Bang," tanggap Atlanna dengan kilau mata penuh harap.

Alaia memahami maksud tatapan Atlanna. Anaknya itu butuh waktu berdua Bintang, apalagi mereka mulai sulit bertemu sekarang-sekarang ini. Pastinya Atlanna rindu, terlebih ia tengah mengandung calon bayinya bersama Bintang.

"Kalo Appa udah bangun, aku langsung balik ke kamar. Enggak ngapa-ngapain lagi," tambah Atlanna.

Langit bisa saja menolak keinginan Atlanna, mengingat masalah apa yang terjadi di dalam keluarganya ini mengenai putri dan sepupunya. Tetapi, cara Atlanna memandangnya membuat dada Langit menghangat sekaligus sedikit sesak. Lebih sesak saat Langit melirik perut Atlanna.

"Enggak boleh, ya?" Atlanna bertanya karena semua orang diam, sama sekali tak menanggapi ucapannya tadi.

"Kalo enggak boleh, gapapa." Atlanna pun bangkit dari duduknya. "Aku titip air hangat buat Appa. Kalo airnya dingin lagi, tolong ganti sama yang hangat."

Atlanna memberi senyum pada semuanya sebelum ia meninggalkan ruangan dan minggat ke kamar. Namun, sebelum ia pergi, Langit mengatakan hal yang tak terpikir oleh Atlanna.

"Kalo kamu pengen nunggu Appa sendiri, gapapa, Atana." Langit bertutur. "Tapi kalo kamu udah ngantuk, langsung ke kamar aja, ya. Biar Papiw gantian nunggu Appa."

Atlanna mengangguk antusias.

Ragas menyambar, "Nanti kalo Appa bangun, jangan suruh pulang dulu, Na. Nginep aja di kamar Daddy."

Sekali lagi, Atlanna mengangguk. "Siap! Ata bakal lakuin semuanya."

Maka, mereka pamit ke kamar masing-masing. Aishakar jalan menunduk dengan mata belernya, Ragas pergi seraya mengamati lantai untuk memastikan tidak ada sisa pecahan kecil pajangan keramik hasil amukan Nyx Reaper, dan Alaia bersama Langit jalan paling akhir.

"Mamiw duluan, ya, Ata. Dadah ...," ucap Alaia.

"Dadah, Mamiw." Atlanna membalas. "Oh iya! Pibi ketinggalan."

Atlanna meraih boneka gurita yang tertindih oleh satu kaki Bintang di sofa. Ia mengambilnya pelan-pelan hingga akhirnya Pibi selamat dari penderitaan itu. Kepala Pibi sedikit gepeng.

"Yah, Pibi gegar otak deh." Langit takjub.

Alaia memeluk Pibi dan mengelus kepalanya yang gendut. "Angit, kesian Pibi," tuturnya sedih.

"Aku turut berduka atas gepengnya kepala Pibi." Langit berucap. "Ayo, kita benerin di kamar."

Alaia angguk-angguk dan melenggang dari sini bersama Langit. Ketika mereka tiba di depan ruangan, Alaia menyerahkan Pibi ke Langit, lalu memeluk lengan Langit erat-erat dan membuat tubuhnya menjadi sangat lekat dengan sang suami. Wajahnya ia tempelkan ke lengan kekar itu.

Langit menoleh. "Apa, nih? Kalo udah ndusel-ndusel gini pasti ada yang Aia mau."

Alaia cuma memamerkan senyum manis sampai matanya menutup. Pipinya merona karena malu bila harus mengatakan apa yang ia ingini.

"Mau apa, Aia?" Langit terlanjur gemas.

"Aia enggak mau jalan," kata Alaia.

"Oh ... mau gendong?" tebak Langit. "Bilang atuh, ih. Mau depan atau belakang?"

Alaia pindah ke depan Langit tanpa menjawab. Langit sudah sangat paham tabiat istrinya ini. Lantas Langit mengembalikan Pibi ke pemilik aslinya agar ia lebih mudah mengangkat tubuh Alaia yang mini.

Langit menaruh kedua tangan di bawah paha Alaia, sedangkan Alaia memeluk leher Langit dan mendaratkan kepalanya di samping wajah Langit.

Bila kalian ingat, Alaia pernah minta digendong seperti ini ketika hamil muda di ALAÏA season 1.

"Sampe Aia ngantuk, ya, Angit." Alaia meminta.

"Iya, Sayang." Langit menuruti sambil terus berjalan menuju kamar mereka.

Di ruang keluarga, Atlanna masih setia menunggu Bintang buka mata. Ia menyentuh pipi Bintang yang merah dan kemungkinan besok jadi kebiruan. Atlanna baru tau ternyata Nyx Reaper bisa segila itu ketika marah dan menjadikan Bintang samsak.

"Aku kompres lagi aja, deh." Atlanna berinisiatif ke dapur mengambil barang yang diperlukan buat mengompres luka lebam Bintang.

Ia mengurungkan niat pergi karena mendengar Bintang bersuara. Lelaki itu melenguh dan membuka mata. Objek yang pertama kali Bintang lihat adalah istrinya sendiri.

"Appa," refleks Atlanna. "Akhirnya bangun."

Bintang mengembalikan fokus mata yang semula berbayang, lalu mengamati sekitar. Ia mengernyit dan bertanya, "Ini kenapa kayak di rumah kamu?"

Atlanna belum menjawab, malah menyodorkan segelas air hangat untuk Bintang. "Minum dulu," ucapnya.

Bintang segera duduk. Ia menerima air tersebut dan langsung dihabiskan. Atlanna menaruhnya lagi ke atas meja sembari pindah ke sofa tepat bersebelahan dengan Bintang.

"Appa, tadi Nyx Reaper ngamuk. Dia bikin kamu mukul diri sendiri, terus ninju pajangan keramik sampe pecah. Tangan kamu luka," ujar Atlanna. "Pasti besok muka kamu biru-biru."

Bintang mengamati buku tangannya yang memang terdapat banyak luka. Ia baru merasakan perih sekarang, terlebih sudut bibirnya yang sobek. Bintang spontan meringis sakit.

"Udah aku obatin," kata Atlanna. "Luka lebamnya juga udah aku kompres. Tadi mau kompres lagi, tapi kamu keburu bangun."

"Makasih, Na." Bintang berujar.

Atlanna mengangguk disertai senyum. Ia menilik secara lekat keseluruhan wajah Bintang. Laki-laki itu sedang menunduk dengan sesekali meniup luka di jemari tangan. Ada satu luka sobek kecil karena tersentuh ujung keramik tajam.

"Nyx ngamuk kenapa?" tanya Bintang kemudian.

Atlanna angkat bahu. "Enggak ngerti."

Kini Bintang menekan pelipis menggunakan tangan. Ia berusaha mengingat kejadian tersebut, tapi sama sekali tak ada yang menempel di benaknya. "Aku ga bisa inget. Cuma inget tadi aku ke sini buat anter keperluan kamu terus aku titip ke Papiw."

"Iya, aku udah simpen di kamar. Thanks, Appa." Atlanna menyahut.

Usai itu, topik kembali ke Nyx Reaper. Bintang meyakini, raganya sempat dikuasai sepenuhnya oleh Dewa Kematian itu sehingga Bintang tidak mampu mengingat apa yang terjadi tadi. Tak satupun tersangkut di otaknya.

"Appa, Nyx kalo marah selalu lampiasin kemarahannya ke kamu, ya?" tanya Atlanna.

Bintang jawab, "Sejauh ini, baru sekarang aku dapetin luka gara-gara dia. Sebelomnya enggak pernah."

"Aku takut kamu diperlakuin kayak gini lagi." Atlanna menatap Bintang. "Padahal dia pake tubuh kamu buat tetep hidup, tapi malah nyakitin kamu."

Mata Atlanna berkaca-kaca ketika mengatakannya. Maka Bintang nanya lagi, "Dia marah gara-gara apa?"

"Aku bingung, Appa. Nyx bilang kamu cuma jembatan buat ngehubungin aku sama dia. Aku disebut istrinya, bukan istri kamu. Dia juga bilang mau bawa aku ke tempatnya." Atlanna membeberkan kejadian itu.

"Jembatan?" ulang Bintang.

"Hooh. Emangnya dari awal yang ada rasa ke aku, siapa? Bukan kamu?" Atlanna memiringkan kepala.

Bintang terheran. Selama ini Nyx Reaper tau segalanya tentang dia, dan baru sekarang roh itu marah sampai-sampai mengakui Atlanna istrinya. Bahkan menyebut Bintang 'jembatan'.

"Dulu, aku nikah sama kamu, 'kan? Bola matanya normal kok, enggak hitam kayak Nyx ...." Atlanna ingin memastikan hari spesial mereka.

"Iya, aku." Bintang menjawab.

Lalu, Bintang menggapai pinggang Atlanna dan ia membawa tubuh itu lebih dekat dengannya. Atlanna pun peluk Bintang dari samping dan mendapat kecupan singkat di kening. Bibir Bintang perih, tapi rasa sakitnya terkalahkan oleh kerinduan dia terhadap Atlanna.

"Omongin Nyx Reaper nanti lagi aja. Aku pengen puas-puasin waktu berdua sama kamu," ungkap Bintang.

Atlanna mengukir senyum tipis. Ia menikmati kesempatan yang ada selagi Bintang masih di rumah ini. Takutnya besok mereka dipisahkan lagi.

"Gimana kamu sama Baby Moonstar? Sehat?" tanya Bintang yang membuat wajah Atlanna merona lucu.

"Sehat. Mualnya berkurang, enggak separah kemarin-kemarin." Atlanna bertutur ceria. "Badan aku lebih fit, padahal hari-hari lalu bawaannya lemes terus."

Bintang lega mendengarnya. Walaupun ia tidak diizinkan memantau Atlanna secara nyata, Bintang tetap senang melihat senyum Atlanna yang lebar dan berseri-seri. Itu sudah sangat jelas menunjukkan bahwa Atlanna baik-baik saja. Kabar baik Atlanna dan Baby Moonstar lebih penting dari yang lainnya.

"Kamu gimana?" Atlanna balik bertanya.

"Baik juga," jawab Bintang dan kembali menghirup aroma rambut Atlanna.

Sekarang Bintang balas memeluk Atlanna lebih rekat seakan ada lem di antara mereka. Atlanna bisa rasakan detak jantung Bintang yang cepat namun nyaman didengar. Di detik yang sama, mereka melepas napas lelah.

"Appa, kamu harus pegang Baby Moonstar. Biar dia happy," pinta Atlanna.

Bintang menunggu ketika Atlanna angkat baju sampai perutnya terpampang. Perut Atlanna sedikit lebih maju dan agak keras ketika Bintang sentuh. Ukurannya memang masih sangat kecil, namun rasa bahagia mereka luar biasa besar.

"Dia perempuan atau lelaki, ya?" Atlanna menebak-nebak.

"Apa aja, aku enggak sabar liat dia. Anak pertama kita." Bintang makin betah mengelus perut itu.

Atlanna tersenyum haru. Dia lihat Bintang dalam bungkam, dan air mata mulai tergenang ketika Bintang bicara sangat lembut penuh kasih sayang pada calon bayi mereka. Meskipun Bintang tau suaranya belum bisa didengar Baby Moonstar, tetapi dia yakin rasa sayangnya pasti terasa.

"Maafin Appa enggak bisa ada di deket kamu terus. Tapi, Appa bakal usahain buat sering-sering nengokin kamu. Jangan lupain Appa, ya," papar Bintang.

Atlanna menarik napas barengan air matanya rembes tanpa mengeluarkan suara tangisan. Ia menghapus jejak air dengan jari, dan hal tersebut mencuri perhatian Bintang. Cowok itu kontan menengok, seketika Atlanna menangis lebih kuat.

"Loh, Sayang," gumam Bintang, bingung.

Atlanna masuk ke dekapan Bintang. Ia tutup mulut agar suaranya redam. Usapan Bintang di punggungnya tak berhenti sampai Atlanna kembali tenang.

"Kenapa?" tanya Bintang pelan.

Atlanna menggeleng, terus mengangkat kepala agar bisa menghadap Bintang. Mereka saling pandang. Bintang menyeka air mata Atlanna dan menuturkan kalimat manis untuk menenangkan istrinya.

"Bintang," sebut Atlanna.

"Iya?" Bintang menyahut.

"Kamu nginep di sini aja, tidur di kamar Daddy." Atlanna berkata diselingi isak.

Bintang menurut. "Iya, aku nginep."

Padahal Bintang sudah memenuhi kemauannya, namun Atlanna masih bersedih. Bibirnya bergerak ingin mengatakan sesuatu tapi dipendam lagi. Bintang gelisah bila Atlanna bersikap seperti ini.

"Na, kenapa?" Bintang penasaran tapi juga cemas.

"Enggak," bohong Atlanna. "Appa cepet tidur, ini udah larut."

Bintang ingin sekali bertanya lebih jauh agar mendapat jawaban paling jelas atas sesuatu yang Atlanna sembunyikan. Sayang, Atlanna sepertinya belum mau mengungkapkannya. Dari pada memaksa dan bikin Atlanna kehilangan mood, lebih baik Bintang menuruti ucapan istrinya yang menyuruh tidur.

"Kamu balik ke kamar sana. Jangan suka mikir macem-macem. Langsung tidur," ujar Bintang.

"Iya," sahut Atlanna. "Appa dulu yang ke kamar Daddy, abis itu aku masuk kamar juga."

Bintang hanya mengulum senyum untuk Atlanna. "Oke, Nana."

Bintang jalan agak sempoyongan ke kamar Ragas di lantai atas. Tiga menit setelah itu, Atlanna meninggalkan ruang keluarga. Ia memastikan Bintang sudah masuk ke kamar Ragas dan mengunci pintu. Mereka pasti membicarakan sesuatu penuh keseruan, dalam sekejap merasa di dunia ini hanya ada mereka berdua.

Dalam kesempatan itu, Atlanna pergi ke kamar orang tuanya. Ia mengetuk pintu dan diam sejenak sampai pintu terbuka. Sebenarnya Atlanna berharap Alaia masih terjaga, namun nyatanya sudah terlelap.

"Papiw," sapa Atlanna ketika berhadapan dengan ayahnya. "Appa udah bangun dan pindah ke kamar Daddy."

Langit mengiyakan informasi tersebut. "Atana bobo gih. Mamiw udah pules, tuh."

Atlanna meyakinkan diri bisa mengatakan ini pada Langit. Ia takut, tetapi mencoba melawan rasa takut itu. Terlalu gugup membuat Atlanna sulit berpikir jernih.

"Papiw." Atlanna memanggil.

"Iya, Sayangnya Papiw," sahut Langit.

"Aku boleh ajuin satu permintaan, enggak?"

"Boleh. Atana mau apa?"

"Tapi, Papiw jangan marah dulu, ya ...."

Langit mengulas senyum hangat. "Iya."

Atlanna mengelus perutnya dengan segaris senyum di bibir. Telapak tangannya mulai dingin pertanda rasa gugup sedang menyerang. Atlanna mencoba rileks bagaimanapun caranya.

"Piw, boleh enggak nanti pagi aku ketemu Appa lagi?" tanya Atlanna.

"Aku pengen banget dibikinin susu sama Appa. Aku mau ngerasain kayak ibu hamil lainnya," lanjut Atlanna.

"Abis itu Appa boleh pulang kok, Piw. Atana enggak bakal minta yang lain-lain. Cuma mau itu."

❄️ 🤍 ❄️

Bintang bangun lebih awal, mendahului anggota keluarga lainnya. Ia telah mandi dan meminjam pakaian Ragas tanpa bilang karena cowok itu masih mengorok dengan nikmat. Ragas itu akan selalu berisik bahkan saat ia tidur.

Pintu kamar terbuka. Bintang keluar, ia jalan melewati kamar Langit dan Alaia yang berjarak sekian meter dari kamar Ragas. Kala Bintang baru akan menuruni anak tangga, ia dengar seseorang memanggil.

"Bi!" Suara Langit.

Bintang menoleh otomatis. "Oit?"

"Lo langsung pulang?" tanya Langit seraya mendekat. Ia sangat segar karena baru mandi juga. Harumnya menyebar ke mana-mana.

"Iya, ini mau langsung aja." Bintang menjawab.

"Jangan! Ngapain dulu kek. Masa langsung balik," cetus Langit. "Belom sarapan, 'kan? Hayu, ke dapur."

Langit merangkul Bintang dan jalan bersama ke dapur. Bintang mengerutkan kening, namun tidak bisa menahan senyumnya. Sikap Langit berubah tak sedingin malam tadi.

"Ngit, kok lo jadi sweet gini." Bintang cengengesan. "Pasti lo udah buka hati buat gue."

Langit berdecih. Ia tidak menjawab bahkan ketika mereka sudah sampai di dapur. Langit melepas rangkulannya, ia beralih menyambar kaleng susu bubuk punya Atlanna.

Kaleng itu ia berikan ke Bintang. "Bikinin susu buat Atana," kata Langit.

Bintang senang hati menerima. "Siap, Papiw."

Langit bergeser ke ujung meja. Ia menyiapkan sayur dan segelintir bahan buat masak. Nanti Alaia yang akan memasaknya, namun Langit yang memotong-motong sayuran.

Bintang sibuk mengisi gelas kosong dengan susu bubuk. Ia menuang air dan mengaduk-aduk sampai merata. Aromanya enak, tercium tidak terlalu manis.

"Gue ke Nana dulu." Bintang pamitan.

Lelaki itu mengunjungi kamar Atlanna yang bersebelahan dengan kamar Aishakar. Bintang berhenti di depan pintu, lalu mengetuknya. Ia ulang berkali-kali.

"Nana," panggil Bintang.

Atlanna baru bangun dua menit setelahnya. Ia keluar dan bertemu Bintang di sana. Pupil matanya seketika lebih lebar melihat lelaki itu berdiri tepat di hadapannya dan membawakan segelas susu.

"Buat kamu." Bintang menyerahkan susunya ke Atlanna.

"Appa yang bikin?" tanya Atlanna dengan senyum merekah, dan Bintang mengangguk.

Atlanna meminumnya. Ia sangat puas bisa minum susu buatan Bintang. Usai habis, Bintang meminta gelasnya untuk ia bawa ke dapur.

Sebelum ditinggal Bintang, Atlanna menyentuh ujung kaus hitam yang Bintang pakai dan ia remas ringan.

Segera Bintang peluk Atlanna dan cewek itu diam merasakan harum tubuh Bintang yang manis bercampur wewangian segar. Bintang tiba-tiba mengendus leher Atlanna, membuat istrinya tergelak kecil.

"Mmm ... Nana bau acem," celetuk Bintang.

"Ih, enggak!" Atlanna protes.

"Belom mandi, sih." Bintang mengejek sambil mengerutkan hidung.

Atlanna melepas pelukan mereka, lalu mencium pakaiannya dan menjadi bingung. "Emangnya aku bau?"

"Iya." Bintang tidak serius. "Sana atuh mandi dulu."

"Ya udah, aku mandi, ya ...." Atlanna mundur, ia cengar-cengir malu. "Appa pulang kapan?"

"Aku masih lama di sini. Tenang aja." Bintang memainkan alis naik-turun.

Atlanna terbahak lucu. Ia cubit perut Bintang saking gemasnya, tapi itu bikin Bintang mengaduh kesakitan. Selagi pintu masih terbuka setengah, Atlanna mengucapkan sesuatu untuk Bintang.

"Appa, hari ini anniversary pernikahan Mamiw dan Papiw. Kamu ikut rayain, ya!"

Bintang mengiyakan. Maka untuk sementara mereka berpisah di sini. Atlanna mandi, sedangkan Bintang ke dapur.

❄️ 🤍 ❄️

Siang itu Amora berada di kamar dalam keadaan terkunci dari luar. Dae mengurungnya di sini karena kemarin Amora telah nekat kabur sampai Dae kewalahan mencarinya. Sekarang, Amora mendapat hukuman.

Amora menggedor pintu tebal mungkin sudah ratusan kali. Ia teriak-teriak namun tak sekalipun diindahkan orang yang lewat di depan kamarnya. Amora hampir menangis.

"Tolongin aku ... aku mau bebas," lirih Amora.

Bunyi yang berasal dari interkom membuat kepala Amora tertoleh ke sana. Ia menatap benda kecil nan canggih itu tanpa berpijak dari tempat. Suara-suara mulai terhubung, dan terdengar suara berat milik Dae yang sangat khas.

"Amora." Dae memanggilnya.

Amora tidak menyahut, malahan dia makin menempel di pintu dan menggenggam erat gagang besar itu.

"Aku pulang sore ini. Setelah itu kita langsung terbang ke Italia," ketus Dae.

"Ga mau!" Amora berkaca-kaca.

"Aku enggak butuh jawaban kamu." Dae membalas yang kemudian sambungan ia akhiri.

Saat itu juga Amora menangis. Ia berjalan lemah mendekati jendela kamar yang super besar dan tertutup rapat. Kacanya dilapisi pelindung kokoh agar Amora tidak mudah keluar melalui jendela.

Ia pikir seiring berjalannya waktu, ia bisa meluluhkan kerasnya hati Dae. Ternyata, lelaki itu makin beku terhadapnya.

Amora tidak sadar bahwa Dae seperti itu karena ia tak mau menuruti omongan suaminya. Dae hanya ingin Amora bersikap manis, bukan membangkang. Dae keras dan akan semakin keras bila ucapannya disepelekan.

Apalagi kemarin Amora kabur ke tempat mantan pacarnya, itu cukup menyakiti perasaan Dae.

❄️ 🤍 ❄️

Di kamar, Alaia dan Langit baru saja meninggalkan kasur. Mereka sudah bangun tidur sejak tadi ... hanya memang habis melakukan sesuatu menyenangkan di sini.

"Aia mandi lagi?" tanya Langit.

"He'em. Dada aku basah gara-gara kamu," ceplos Alaia.

Langit terkikik. Dia mendekap Alaia yang telanjang dada dari belakang seraya mengecup pundak mulusnya. Sambil terus memeluk, Langit berjalan maju dan otomatis Alaia maju. Mereka bergerak sampai mendekati kamar mandi.

Alaia melangkah masuk ke situ, Langit pun ikut.

Ale dan Lana diundang ke acara ulang tahun pernikahan Alaia dan Langit yang diselenggarakan di rumah. Tetapi, Lana baru akan datang sekitar satu jam ke depan.

Acaranya sederhana. Mereka hanya akan berkumpul sampai malam nanti. Yang paling penting, ada banyak makanan di sini.

Ale dijemput Aishakar atas permintaan Atlanna. Anak itu memohon pada Aishakar dan mengancam akan ngambek enam bulan penuh kalau kakaknya tidak mau menyetujui keinginan dia.

Jadilah Aishakar terpaksa jemput Ale. Di sepanjang jalan, Ale berkicau terus. Di rumah pun Ale tetap bawel, dan makin-makin bawel saat bergabung dengan Atlanna.

Kini merada kumpul di ruang besar rumah keluarga Langit. Semua anggota ada, termasuk Bintang, hanya Alaia dan Langit yang masih sibuk di kamar.

Atlanna duduk di samping Ale dan berujar, "Ale! Kamu mau makan apa? Ada kue tar, cupcakes, puding, pizza, bola-bola keju—"

"Dia suka semua." Aishakar menyeletuk.

"Cie, Abang tau aja. Keseringan makan bareng Ale, ya?" Atlanna menggoda hingga Aishakar mulai salah tingkah—terlebih Ale.

Bintang yang duduk di sofa seberang bersama Ragas itu ikut menjaili Aishakar.

"Oh, cewek ini yang sering lo ceritain, Shak?" Bintang menyahut yang bikin Ale berdebar-debar tak tenang.

Spontan Aishakar melotot karena dia tidak pernah cerita apapun ke Bintang soal Ale. "Enggak pernah—"

"Oooh, yang pernah ketemu Daddy di kantor Baby Moonlight, kan? Ternyata Shaka diem-diem suka ...." Ragas mengangguk paham. "Pantesan tiap hari ngomongin Ale mulu."

"Ih, pada fitnah." Aishakar melas.

Atlanna tertawa keras dan menularkannya ke Bintang dan juga Ragas. Wajah Ale bersemu merah, kalau Aishakar malah kupingnya yang merah. Mereka sama-sama tersipu digoda seperti ini.

Aishakar bangkit dari single sofa untuk mengambil makanan lain dari dapur. Sekalian dia mencari udara bebas dengan menjauh dari para makhluk yang mengesalkan itu. Sayangnya, semua sajian sudah ditaruh ke ruang tadi.

Ah, Aishakar bisa mati gaya kalau kembali tanpa membawa apapun!

Untungnya Alaia datang di waktu yang tepat. Ia baru turun dari kamar sehabis mempersiapkan diri. Alaia teramat cantik dengan berbalut simple dress pendek berwarna soft purple. Rambutnya digulung ke atas dan dihias jepitan imut.


"Mamiw." Aishakar memamerkan cengiran.

"Aka," balas Alaia, menyebut anaknya dengan panggilan ketika kecil.

"Mamiw ngapain di dapur? Cari apa?" tanya Aishakar karena Alaia terlihat celingukan mencari sesuatu.

"Cari jodohnya Ale." Candaan Alaia mengejutkan Aishakar.

"Hihihi ... kamu persis Papiw kalau malu. Mukanya jadi imut mirip bayi kucing," kekeh Alaia dan meraih pipi Aishakar untuk dicubit.

Selanjutnya Alaia menarik Aishakar keluar dari dapur. "Atana bilang, kamu kabur ke dapur buat menghindar dari Ale. Enggak boleh gitu, Shaka. Ale itu tamu kita, harus dihormati."

"Ata boong, Shaka enggak kabur, Mamiw." Aishakar lelah.

Di ruang keluarga, Alaia segera menghampiri Langit yang duduk sendirian di sofa tempat Bintang dan Ragas berduaan sebelumnya. Aishakar hendak menempati salah satu single sofa, tapi keburu direbut Ragas. Dia mau ke single sofa satunya, namun diambil Bintang.

Jadi, Aishakar mau tidak mau harus duduk bersebelahan dengan Ale. Atlanna sengaja bergeser ke pojokan biar Aishakar tidak duduk di sebelahnya.

Ale berada di tengah-tengah Si Kembar.

Langit mengamati Ale dan tidak menyangka gadis itu datang membawa tongkat ajaib. Pandangan Ale selalu ke bawah, serta sangat-sangat jarang berkedip.

Atlanna menjawab kebingungan Langit dengan bicara tanpa suara. Ia komat-kamit, "Ale kecelakaan yang bikin dia jadi buta. Sssst."

Langit membulatkan mulut, sementara Alaia menyentuh dada karena sedih melihat keadaan anak itu.

"Ini yang waktu itu nangis di depan kantor Baby Moonlight, ya?!" Langit mengingat Ale.

Ale seperti tidak asing dengan suara Langit. Ia menyeletuk, "Oh, temennya Shaka? Wah, kita ketemu lagi!"

Semuanya terkekeh mendengar omongan Ale. Ini sudah menjadi hal biasa ketika Langit ataupun Alaia dikira teman sebaya Atlanna dan Aishakar. Ale bukan orang pertama yang tertipu akan paras mereka.

"Saya papanya Shaka dan Ata, bukan temen." Langit berkata.

Ale terperangah. Ia tidak tau itu candaan atau fakta. Kalau betulan, Ale berpikir mungkin ibunya Aishakar dan Atlanna menikah lagi dengan brondong.

"Iya, itu Papiw, Papa aku dan Abang. Kamu pernah ketemu Papiw dan kaget karena terlalu muda, ya?" Atlanna menyambar. "Mamiw juga muda, loh. Mukanya kayak seumuran kita."

"Serius?" Ale tidak menyangka.

Ragas berimbuh, "Iya, Ale-Ale. Emangnya enggak dikasih tau sama Shaka?"

Ale menggeleng.

Lantas Ragas menepok paha Aishakar. "Kumaha, atuh, Shaka! Masa sama pacar enggak jujur-jujuran."

"Bukan pacar, Daddy!" Aishakar membela kebenaran.

"Hih, enggak diakuin. Kualat sia," seloroh Ragas.

Bintang biasanya ikut menjadi kompor karena dia dan Ragas selalu kompak dalam hal itu. Untuk sekarang, Bintang terlihat serius membicarakan sesuatu dengan Alaia lewat kekuatan pikiran. Bintang melirik Ale sekilas, begitu pula Alaia.

"Aku coba liat dulu," ucap Alaia dalam hati.

Bintang mengangguk.

Alaia berdiri dari sofa dan mendatangi Ale. Aishakar bergeser, memberi ruang bagi ibunya untuk duduk. Ale baru sadar Alaia datang ketika wanita itu menggenggam tangannya.

"Ale, boleh aku liat mata kamu?" izin Alaia.

Ale gugup. Ia menjawab, "Boleh, Kak."

"Itu Mamiw," bisik Atlanna.

"Oh—maaf, Tante!" Ale tengsin.

Kepala Ale bergerak serong mengarah ke Alaia. Kedua tangan Alaia menangkup wajah Ale dan ia perhatikan mendetail kedua bola mata itu. Mata Ale cantik, namun tidak berfungsi.

Alaia memiliki kelebihan mampu menyerap rasa sakit di tubuh orang lain. Tentu di tiap kelebihan, ada kekurangan. Alaia tak bisa menyembuhkan sakit yang berhubungan dengan organ vital.

Kebutaan Ale disebabkan cedera otak pasca kecelakaan, oleh sebab itu Alaia tidak bisa menyembuhkannya.

Tapi, bukan itu yang menjadi alasan Alaia mendatangi Ale.

"Ale, di mana orang tua kamu?" tanya Alaia.

"Papaku baru aja meninggal. Mama udah lama pergi dari rumah dan enggak pernah keliatan lagi." Ale berkata.

Alaia tersenyum hangat. Ia merasakan lembutnya rambut panjang Ale dan dadanya hangat setiap kali ia menatap wajah cantik itu. Ale memiliki kecantikan yang begitu memesona.

"Kamu secantik mama kamu," tutur Alaia.

"Tante kenal mamaku?" tanya Ale, menjadi sangat penasaran.

"Dia bersembunyi, Ale. Dia kecewa sama manusia, terlebih papa kamu." Alaia memberi tau.

Ale mencari tangan Alaia untuk dipegang. Ia bertutur cepat, "Tante tau Mama di mana? Aku mau ketemu Mama."

"Kamu enggak bisa temuin dia di sini. Dia jauh."

"Tapi, Mama baik-baik aja, kan, Tante?" Ale khawatir.

"Iya, kamu jangan khawatir ...." Alaia menenangkan. "Dia hidup abadi."

Ale nampak tidak percaya. "Tante enggak bercanda?"

Alaia membalas genggaman tangan Ale dan memperdalam tatapannya untuk gadis itu. Ale benar-benar memiliki aura positif dengan keelokan paras dan sifatnya. Ini pertemuan pertama mereka, tetapi Alaia sangat senang terhadap Ale.

"Kamu tau mama kamu itu sebenernya siapa?" ucap Alaia, suaranya memelan.

"Siapa? Maksud Tante?" Ale bertambah bingung.

Alaia belum menjawab kebingungan Ale. Ia beralih menatap Bintang dan mengirim telepati yang dikhususkan untuk lelaki itu. Langit tidak akan mendengar.

"She's daughter of Aphrodite," kata Alaia pada Bintang.

Aphrodite. Seorang dewi yang memiliki pesona luar biasa, yang mampu menghipnotis siapapun dengan kecantikannya.

Tak terkecuali sesama Dewa dan Dewi.

❄️ 🤍 ❄️

Satu minggu kemudian.

Hari pernikahan Ragas dan Lana semakin dekat. Mereka bergerak lebih gesit demi memenuhi segala keperluan. Semua sudah tersedia, baik itu lokasi dan prasmanan khusus keluarga.

Pantai Irvetta akan menjadi saksi bisu sahnya hubungan Lana dan Ragas yang sudah terjalin begitu lama.

Yap, mereka melangsungkan pernikahan di tepi pantai. Selain karena pemandangannya indah disertai suasana yang menyenangkan, alasan lain ialah Lana menyukai pantai. Kalian ingat, pantai adalah tempat kelahiran Lana.

"Abang, kelapa aku!" Atlanna memekik ketika minumannya direbut Aishakar dan dibawa lari.

Atlanna tidak bisa mengejar. Jadinya dia cuma diam menyaksikan Aishakar berlari cepat entah ke mana. Ketika sudah jauh, cowok itu duduk bersila berdekatan dengan air laut.

Atlanna memutar badan. Ia tak menemukan orang yang dikenalnya. Dipastikan mereka semua sedang makan di restoran milik Bintang. Malam-malam begini Atlanna ditinggal sendirian.

Enggak sendirian, sih. Ada banyak orang dari organisasi yang bekerja mendekorasi tempat resepsi Lana dan Ragas.

"Sayang!" Seseorang memanggil Atlanna.

Atlanna tersenyum senang mendengar panggilan itu. Ia mengulurkan kedua tangan yang langsung disambut oleh Bintang. Mereka berpelukan dengan kepala tetap saling berhadapan.

"Kenapa enggak ke resto? Mamiw, Papiw, Daddy, Mommy, semuanya di sana. Shaka doang yang enggak ada," tutur Bintang.

"Aku tadinya di sini berdua Abang. Tapi, kelapaku direbut terus Abang pergi." Atlanna mengadu.

Bintang selalu suka mendengar cerita Atlanna. Dia cium kening itu dan naik ke pucuk kepala. Rambut Atlanna yang terhempas angin segera Bintang rapikan. Jemari Bintang bergerak terhati-hati saat menyentuh rambut itu.

Atlanna nyaman mendapat perlakuan lembut dari Bintang.

"Abis ini makan, ya, aku temenin." Bintang bertutur.

"Iya," balas Atlanna disertai anggukan samar.

Habis itu, keduanya bungkam. Mereka tidak bicara, tapi senyam-senyum hanya karena menatap satu sama lain. Pipi Atlanna panas menerima tatapan mendalam dari Bintang.

"Bintang." Atlanna bersuara lagi.

"Bulan," balas Bintang.

Atlanna tak bisa menyembunyikan tawa kecilnya. Ia kembali berucap, "Aku kepikiran, deh. Berarti aku punya dua suami, ya? Kamu dan Nyx Reaper."

"Enggak, satu aja. Cuma aku." Bintang tidak terima 'berbagi' dengan sosok gelap itu.

"Nanti Nyx ngomel lagi. Serem, tau." Atlanna mengingat kejadian itu dan bergidik.

Bintang senyum kecil. Ia berpikir, ternyata ini alasan kenapa dadanya tidak pernah sakit lagi. Semua karena Nyx Reaper yang juga menyimpan rasa buat Atlanna.

Dalam satu raga ini ada dua jiwa, dua-duanya mencintai Atlanna.

Itu memungkinkan Bintang selamat dari kematian karena Nyx Reaper butuh tubuhnya buat selalu ada di dekat Atlanna. Walau demikian, Bintang harus lebih berhati-hati karena Nyx Reaper agresif.

Bintang itu lembut terhadap Atlanna, kalau Nyx Reaper gila. Begitu perbedaannya.

"Appa," panggil Atlanna.

"Hm?" Bintang semakin mengunci Atlanna dengan kedua tangan melingkar di pinggang rampingnya.

Mereka sama-sama melempar tatapan penuh perasaan. Bintang dan Atlanna tidak tau bahwa Alaia, Langit, Ragas, dan Lana yang tadi berada di restoran, kini serempak jalan menuju posisi mereka berada.

Tanpa menyadari kehadiran empat orang itu, Bintang berujar pada Atlanna, "Aku mau mereka tau kita udah nikah, Na."

❄️ to be continued ❄️

UPDATE LAGI DONG 😎

⭐️ sebelom next, vote dulu yaah ⭐️

━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━🤍🤍━━━━━━

━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━🤍🤍━━━━━━

⚠️⚠️⚠️
DILARANG MEMAKAI NAMA LENGKAP TOKOH-TOKOH ALAÏA BUAT ROLEPLAY DI LUAR ROLEPLAYER ASLI ALAÏA

contoh: RP telegram, tiktok, dll

THANKS

━━━━━━━━━━━━━━━

I N F O :
bagi kalian yang mau beli novel ALAÏA 1 dan pastinya ori (JANGAN BELI BAJAKAN), langsung klik ajaa link yang ada di bio wattpad atau instagram aku 🤍💜

atau beli langsung di gramedia juga bisaaa! harganya 99.500 untuk di pulau jawa 💗

━━━━━━━━━━━━━━━



JOIN GRUP TELEGRAM @BABYGENG + subscribe channel @BABYG3NG
free buat bayi-bayi mamigeng🤰🏼kita seru-seruan di sana bareng RP ALAÏA juga 🤍🤍🤍

note:
kalo kamu mau share cerita ini ke sosmed (cuplikan kecil atau ss (jangan terlalu spoiler)) silakan aja ya! aku malah seneng kalo ALAÏA 2 disebar ke mana-mana 😄🤍

🌬 THANK YOU, BABYGENG! 🤍
see you asap!

Continue Reading

You'll Also Like

6.5M 423K 33
[Tersedia di toko buku seluruh Indonesia] Saquel of If You Know Why Deja vu Mungkin itu pilihan kata yang tepat jika aku bertemu dengan pria bermata...
2.1M 237K 44
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
3.3K 373 11
18+ Lebih dari satu tahun Kaivan dan Laurin menjalani kehidupan rumah tangga mereka. Sepanjang waktu yang mereka habiskan, mereka isi dengan cinta da...
22M 2.2M 77
[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia pergi, membawa dan meninggalkan banyak kesalahan yang seh...