Voice Of Love

By Alena_Koa

19.2K 1.6K 322

Drama percintaan di dunia penyiaran radio.. Cerita ini hanya karangan fiksi belaka... πŸ”žπŸ”žπŸ”ž IN YOUR AREA!! B... More

Bab 1 - A Galileo Manoban
Bab 2 - Jane
Bab 3 - New Comer
Bab 4 - Bitter Encounter
BAB 5 - Affair?
Bab 6 - Confession
Bab 7 - Mengikhlaskan
Bab 8 - I feel The Pain
Bab 10 - Hari Patah Hati Jennie
Bab 11 - Misunderstanding
Bab 12 - She said yes?
BAB 13 - Jennie's Misery
Bab 14 - Backstreet
Bab 15 - Trouble Maker
Bab 16 - Give Him A Chance
Bab 17 - Better With You
Bab 18 - Better With You II
Bab 19 - Bucin
Bab 20 - Full of Hope
Bab 21 - Precious
Bab 22 - Menantu Idaman Bapak

Bab 9 - Under Pressure

675 72 30
By Alena_Koa


Derap langkah tergesa dua pasang kaki beradu dengan lantai rumah sakit. Tak lama terdengar pintu terbuka dari salah satu kamar rawat. Dua pasang kaki itu lantas masuk ke dalam kamar rawat itu.

Wajah yang menyiratkan kekhawatiran ada pada dua sosok pria paruh baya dan wanita paruh baya, saat melihat putri sulungnya terkapar di bangsal rumah sakit dengan selang infus di tangannya. Mereka buru-buru mendekat.
Mengabaikan beberapa orang yang ada disana. Seorang pria yang sedari tadi duduk menunggu lantas berdiri memberikan tempat duduk bagi wanita paruh baya itu.

"Teteh..." Ucap Wanita itu saat sudah berada di dekat sang anak.

"Mama.." Ucapnya lemah. Ia baru saja terbangun dari tidurnya karena mendengar panggilan saat sang mama datang.

"Teteh ga papa kan?? Teteh baik-baik aja kan?" Ucapnya setelah memeluk sang anak.

Sang mama tak kuasa menahan tangis melihat putri tercintanya pucat dan lemas.

"Dedek kuat banget ma.. Teteh bangga sama dia. Dia bisa bertahan meskipun mamanya sempat mengalami pendarahan.." Tangannya menepuk pelan perutnya. Rose tersenyum haru menceritakan keadaan sang jabang bayi.

Mamanya mengusap air matanya.

"Mama senang kamu dan dedek ga papa teh.." Ucapnya.

"Gimana keadaan kamu teh?" Ucap suara barito yang sedari tadi hanya diam sembari mengelus lembut tangan putrinya yang terdapat selang infus.

"Aku udah ga papa kok pa.. Papa sama mama kenapa bisa sampai sini sih? Terus gimana sama pekerjaan papa?" Tanya Rose.

"Gimana papa bisa tenang kerja kalau anak papa masuk rumah sakit!" Ucapnya. Tangannya mengusap lembut kening Rose.

"Siapa yang ngasih tahu papa sama mama pasti Echan ya?" Tanya Rose.

"Echan khawatir sama teteh, dari tadi pagi udah teleponin mama sambil nangis. Jadi mama sama papa langsung pesan tiket kesini meskipun baru bisa sore karena penerbangan pagi sampai siang udah penuh.."

"Oh iyaa. Echan kemana teh?" Tanya papa Rose.

"Echan aku suruh jalan-jalan tadi Pa. Aku suruh ikut keliling naik kereta wisata Solo daripada dia disini cuma ngeluh bosen." Ucap Rose.

"Oh hahaha" Mama dan papa Rose kompak terkekeh.

"Hmm. Om tante!" Ucap Jennie menyalami kedua orang tua Rose, sedari tadi dia hanya menatap interaksi sahabatnya dengan kedua orang tuanya.

"Jennie ya?" Tanya Papa Rose.

"Iya om.." Ucap Jennie ramah.

"Sebelah mbak Jennie mas Jisoo pa ma.. Bapaknya dedek.. Dan sebelahnya mas Jisoo mamanya." Papa mama Rose kompak menoleh ke arah Jisoo yang tengah tertunduk.

Papa Rose menatap Jisoo dengan geram hingga tangannya mengepal ke bawah. Namun dia tahan, karena ia tahu latar belakang Jisoo bukan orang sembarangan dari cerita yang pernah dia dengar dari Rose.

Jisoo menyalami mama Rose dan berakhir menyalami papanya. Papa Rose mengeratkan jabatannya hingga membuat Jisoo kesakitan.

"Kamu Jisoo?" Tanyanya.

"I..Iya Om.." Papa Rose mengangguk dan mendekatkan kepalanya seolah hendak memeluk Jisoo.

"Kamu berani macam-macam sama anak saya, saya penjarakan kamu! Inget saya lawyer yang sudah lama di dunia hukum.." Ancamnya seraya berbisik di telinga Jisoo. Sontak Jisoo merasa takut.

"Ng..Ngga om.." Ucap Jisoo terbata.

Papa Rose lantas melepas jabatan tangannya seraya tersenyum.

"Hmm Om Johnny tante Joy. Saya pamit dulu yaa karena sebentar lagi ada jadwal siaran." Ucap Jennie menyalami mama Rose. Dilanjut papa Rose diikuti Jisoo.

"Oh iyaa. Makasih sudah menjaga Rosie nak Jen.." Ucap Mama Rose.

"Sama-sama tante."

"Rosie.. Gue pamit yaa."

"Makasih mbak.. Lo dianter mas Jisoo kan ke radionya?" Tanya Rose.

"Iyaa" Jawab Jisoo.

"Hati-hati mas. Jangan ngebut." Ucap Rose kepada Jisoo.

🎙🎙🎙

"Mas.. Aku boleh tanya sesuatu ga sama kamu?" Tanya Jennie saat keduanya sudah berada di perjalanan menuju radio.

"Tanya apa?" Tanya Jisoo datar.

"Kenapa mas pengen banget Rosie menggugurkan kandungan?"

Jisoo dengan cepat menoleh ke arah Jennie.

"Tahu darimana kamu?"

"Echan adik Rosie. Kenapa??" Jennie membalas tatapan Jisoo. Jisoo menghembuskan nafas kasar.

"Kenapa kamu pengen banget ngebunuh makhluk ga berdosa? Calon anak kalian?"

"Aku belum siap punya anak. Aku juga ga mau nikahi Rosie. Karena aku ga pernah cinta sama dia.. Yang aku cinta itu cuma kamu Jenn..." Ucap Jisoo.

"Cinta... Cinta.. Cinta... Selalu pakai alasan itu.. Terus kenapa kalau kamu cinta sama aku tapi kamu berani berkhianat di belakangku?" Tanya Jennie.

"Ya.. Itu karena..."

"Karena kamu cuma mencari pelampiasan nafsu seksualmu aja?" Ucap Jennie memotong pembicaraan Jisoo.

"Dan sekarang wanita yang menjadi budak seksmu itu sedang hamil anak kamu... Kamu harusnya tanggung jawab dong mas. Bukan lari atau malah ingin menyingkirkan bayi itu."

"Kamu ga lihat tadi?? Mama papa Rosie, bahkan Rosie sendiri sangat menyayangi bayi yang ada dalam kandungan Rosie. Mereka sangat sayang meskipun bayi itu ada karena sebuah kesalahan."

"Kamuu harusnya..."

"Oke cukup Jennie!! Aku sudah ga mau denger apapun lagi..." Ucap Jisoo tajam.

Sontak Jennie pun menjadi bungkam. Dia pun membuang pandangannya ke luar jendela. Keheningan meretas di dalam mobil Jisoo hingga akhirnya mereka sampai di radio.

Jennie keluar terlebih dahulu diikuti Jisoo yang lantas melangkah ke lantai dua sementara Jennie, tengah mengisi absen dengan access cardnya.

🎙🎙🎙

Setelah absen, Jennie melangkah menuju pantry karena jadwal siarannya masih 2 jam lagi. Samar-samar Jennie mendengar percakapan dari dalam pantry.

"Isunya sih karena Mas Jisoo menghamili Teh Rosie. Makanya mbak Jennie minta putus.."

"Gue juga ga nyangka sama Teh Rosie. Bener-bener diem-diem menghanyutkan.. Iya kan mbak Krystal?" Lanjut orang itu.

"Lagian ya Rin. Siapa juga yang ga kepincut sama Jisoo, anak tunggal, bokapnya kaya raya. warisan juga ga bakal habis 7 turunan." Ucap Krystal.

"Kok Rosie mau-maunya sih jadi...." Ucap Yoona mengambang karena Jennie sudah lebih dulu ada di pintu. Mereka pun salah tingkah.

"Jennie.. Mau siaran yaa?" Tanya Yoona. Jennie tersenyum tipis.

"Oh gue balik dulu deh udah jam segini!" Ucap Krystal bangkit dari duduknya. Diikuti Yoona.

"Gue juga mau balik.. Mau jemput anak gue ke tempat penitipan." Ucap Yoona.

"Gue balik duluan ya Jen.. Karina.." Pamit Krystal.

Tinggalah Jennie dan Karina yang masih salah tingkah. Jennie menatap tajam Karina.

"Lo penyebar gosip.. Dapet info dari mana lo??"

"Awas ya kalo sampai gue denger lo nyebar gosip lagi! Gue ga akan segan-segan buat laporin ke Pak Mino.  "

"Ke.. Kenapa bisa sampai ke Pak Mino mbak?"

"Lo lupa siapa Pak Mino?? Pak Mino adik mamanya Mas Jisoo. Dan mas Jisoo adalah cucu kesayangan keluarga Pak Mino. Jadi bisa aja kalau sampai Pak Mino tahu gosip ini dia ga akan tinggal diam!"

Jennie membalikkan badannya meninggalkan pantry lantas menuju studio siaran.

🎙🎙🎙


Keesokan paginya...

Jisoo meletakkan tas ranselnya di bawah meja kerjanya. Tak lama ia menjatuhkan tubuhnya di kursi lantas memutar untuk melihat pemandangan diluar jendela. Pemandangan jalanan kota Solo yang lengang jauh dari kepadatan.

Jisoo menghela nafasnya pelan. Beberapa hari ini semenjak kejadian Rose pingsan dan harus dibawa ke rumah sakit, banyak sekali hal yang mengganggu pikirannya. Jisoo tengah berada di bawah tekanan sekarang.

Tok.. Tok.. Tok..

Sebuah ketukan pintu menyadarkan Jisoo dari lamunannya.

"Masuk!" Teriak Jisoo.

"Heylo Whats up Broo!! Seulgi In the house yoo" Sapa Seulgi. Jisoo memutar bola mata malas.

"Biasa juga asal masuk aja.. Gaya banget pakai ketuk pintu dulu!"

"Weis.. Gue ga mau kejadian kaya Bobby terulang lagi.."

"Kejadian??" Tanya Jisoo seraya mengernyitkan dahi.

"Masa lo lupa sih.. Yang lo lagi skidipapap sawadikap sama Rosie!"

"Aaah.. Udah ga usah lo bahas lagi.." Ucap Jisoo seraya mengayunkan jari telunjuknya.

"Gimana keadaan anak lo? Gue denger-denger Rosie sempet ngalami pendarahan?" Tanya Seulgi. Jisoo menghela nafas berat.

"Dia kuat banget anaknya.. Bahkan disaat mamanya pendarahan si bayi masih mampu bertahan."

"Btw bro. Lo udah tahu belum isu yang merebak di seisi kantor ini?"

"Isu?? Isu apa?" Tanya Jisoo.

"Isu lo menghamili Rosie.. Udah sempet heboh banget kemarin."

Jisoo memelototkan matanya.

"Dari mana asal isu itu?"

"Biasa.. Mulut si biang gosip kita Karina." Ucap Seulgi.

"Pak Mino udah tahu.. Bahkan sekarang dia lagi manggil Karina."

"Besar kemungkinan dia akan manggil lo."

Jisoo menangkupkan tangannya di kening.

"Terserah.." Ucap Jisoo dengan tatapan kosong menatap meja.

"Gue udah capek.. Gue udah dapet tekanan dari Jennie dan nyokap gue, ancaman dari bokapnya Rosie, tuntutan dari bokap buat nikahin Rosie juga.. Gue capek gue pusing Seul.." Curhat Jisoo.

"Yah kalau gue jadi lo sih, gue bakal pilih nikahin Rosie daripada lo pusing sendiri dan merasa tertekan ya kan? Lagian Rosie juga cantik, badannya oke, jago juga kalo urusan di ranjang, kurang apalagi?"

"Gue belum siap punya anak Seul.."

"Hadeuh bro... Lo tuh mau enaknya ga mau anaknya!"

Tok tok tok..

"Masuk.."

"Mas Jisoo. Lo dipanggil Pak Mino."

"Nah kaan!" Ucap Seulgi menatap Jisoo dengan senyum seringainya.

"Oke Rin gue kesana sekarang.."

"Kalau gitu gue cabut bro!!" Ucap Seulgi berpamitan.

🎙🎙🎙

Jennie keluar dari ruang siaran bersamaan dengan Leo. Leo yang berjalan di belakang Jennie sembari bersenandung kecil.

"Habis ini lo ke kampus Kak?" Tanya Leo.

"Ngga... Gue free hari ini."

"Ah.. Ya udah gue ajak ke suatu tempat yuk!! Gue kebetulan habis ini juga free."

"Boleh.."

"Ya udah yuk cabs!" Ucap Leo. Jennie mengangguk.

Leo memberhentikan motornya di tempat parkir alun-alun kidul Surakarta atau anak-anak Solo lebih sering menyebutnya ALKID. Jennie turun dari motor Leo dengan keheranan. 

"Kok berhenti disini sih Le? Mau ngapain?" Tanya Jennie seraya menyerahkan helm kepada Leo. 

"Gue mau ngajak lo street feeding kak!" Ucap Leo sembari membuka tasnya untuk mengambil beberapa botol plastik berisi makanan kucing dan beberapa lembar kertas. 

"Kebetulan di Alkid ini banyak banget kucing liar, dan ga ada yang ngerawat maupun ngasih makan jadinya gue inisiatif ngasih makan ke mereka." Jelas Leo. Jennie mengangguk kagum.

Leo mengajak Jennie berjalan menelusuri alun-alun kidul mencari keberadaan kucing-kucing liar. Saat Leo melihat salah satu kucing Leo lantas memanggilnya seraya memperlihatkan makanan yang dia bawa. Kucing itu lantas berlari kearah Leo dan mengeong tepat di kakinya seolah dia telah akrab dengan Leo.

Leo berjalan diikuti kucing itu hingga menemukan kucing-kucing yang lain. Leo menata dan memberi jarak kertas-kertas itu ke atas tanah. Leo pun mulai memberikan makan kepada kucing-kucing itu. Jennie memperhatikan Leo dengan penuh rasa kagum, melihat bagaimana Leo memperlakukan kucing-kucing liar itu penuh dengan kasih sayang membuat Jennie tanpa sadar mengulum senyumnya. Leo menoleh ke arah Jennie yang masih betah memperhatikan Leo dari tempatnya berdiri. 

"Mau ikut ngasih makan juga?" Tanya Leo. Jennie mengangguk. Leo memberikan dua botol pakan kucing kepada Jennie. 

Jennie menaruh pakan kucing ke kertas yang masih kosong, sontak kucing-kucing liar itu berlari ke arah Jennie. Jennie mengusap gemas kucing kecil yang diperkirakan usianya masih 3 bulan. 

"Gue baru tahu kalo lo penyayang kucing Le.." Ucap Jennie sembari memberi makan kucing itu. Leo tersenyum.

"Lo udah lama ngejalanin street feeding ini?" Tanya Jennie.

"Udah, sejak kelas 12 SMA."

"Tapi di rumah lo pelihara kucing kan?" Tanya Jennie.

"Ga... Nyokap gue punya alergi bulu kucing, jadi dia ga suka kucing. Gue tiap mau ijin pelihara kucing di rumah, nyokap selalu ga ngebolehin." Cerita Leo.

"Makanya sebagai gantinya gue street feeding ke kucing-kucing liar. Tiap ada yang sakit, gue bawa mereka ke klinik. Gue juga udah langganan sama klinik hewan di Solo." Ucap Leo seraya memangku salah satu kucing liar. Jennie mengangguk kagum.

"Lo tiap hari ngasih makan kucing-kucing liar?" Tanya Jennie. Leo mengangguk.

"Iya hampir tiap hari, dan gue juga kadang suka ngasih makan ke tempat lain juga, ga cuma di alkid."

"Terus lo gimana kalau pas lagi sibuk?" Tanya Jennie.

"Biasa gue sempetin pagi, sebelum gue mulai kesibukan, atau ya pas gue pulang." Ucap Leo.

"Kalau seharian itu lo sibuk banget sampai ga bisa street feeding?" Tanya Jennie lagi yang sudah diliputi rasa penasaran.

"Kalau emang kepepet gue biasa minta tolong ke teman gue yang juga suka sama kucing." Jennie mengangguk.

'Gue ga nyangka lo punya hati selembut itu Le.. Lo peduli sama kehidupan kucing-kucing ini.' Batin Jennie dengan senyum kagumnya seraya menatap Leo.

Usai dengan melakukan street feeding Leo mengajak Jennie untuk melakukan street feeding di tempat lain, di sepanjang jalan menuju rumah Leo.

"Kak Jen.. Mau mampir ke rumah gue sekalian? Lumayan dekat dari sini, cuma berjarak 100m doang kok.."

"Hmmm,, Gue pulang aja deh Le.." Ucap Jennie sungkan.

"Pulang? Ga mau ke rumah gue dulu?" Tanya Leo. 

"Hmm ga usah aja gimana gue ga enak sama nyokap lo." Ucap Jennie.

"Nyokap gue ga papa kok Kak Jen.. Malah dia senang kalo ada temen gue yang mampir. Mas Jeffry juga pernah ke rumah gue pas pulang malem habis kita ada event radio di Jebres dulu. Malah dia nginep juga karena kemaleman pulangnya sementara rumah dia jauh di Colomadu." 

Jennie tampak menimang keputusannya.

"Et tapi gue juga ga mau maksa lo Kak Jen.." 

"Hmm.. Ya udah yuk mampir rumah lo bentar.." Ucap Jennie akhirnya. Leo tercengang hingga membelalakkan matanya.

"Serius lo mau mampir ke rumah gue?" Tanya Leo. Jennie mengangguk. 

"Oke yu.." Ucap Leo senang seraya menaiki motornya.

"Helmnya?" Tanya Jennie menyodorkan tangannya meminta helm.

"Oh iya hampir lupa.." Ucap Leo lantas memberi helm kepada Jennie.

Tak lama mereka sampai di sebuah rumah sederhana dengan cat dinding berwarna putih, tembok pagar berwarna senada dengan dinding rumah, dan pagar besi bercat hitam. Leo mengklaksonkan motornya saat melihat sang ibu tengah mengantri membeli siomay gerobak di depan gerbang rumahnya.

ilustrasi rumah Leo

"Assalamu alaikum Bun.." Ucap Leo.

"Yaa waalaikum salam.. Mau dipesanin siomay juga gak Le?" Tanya Ibun.

"Boleh Bun.. Dua sama temanku." Ucap Leo.

"Iyaa pasti Ibun pesanin sekalian sama temanmu. Ya udah sana temanmu bawa masuk dulu. Sama bilang ke mbak Ayu suruh bawain dua piring lagi ke depan." Ucap Ibun seraya merogoh uang yang ada di kantong dasternya, menghitung apakah uang yang dibawanya cukup. Leo mengangguk lantas memasukkan motornya ke dalam.

Jennie turun lantas memberikan helm kepada Leo.

"Masuk dulu yuk kak.." Ucap Leo yang tanpa sadar menggandeng tangan Jennie. 

Hingga terperanjat saat melihat sang ayah tengah duduk di sofa ruang tamu, selepas pulang kerja. Dengan refleks Leo melepas tangan Jennie.

"Assalamu alaikum."

"Waalaikum salam.." Ucap Ayahnya setelah menoleh ke sumber suara.

"Ayah udah pulang?" Tanya Leo. Ayahnya mengangguk. Leo pun menyalami sang ayah sembari mencium tangannya. 

"Sama siapa Le?" Tanya Ayah.

"Jennie yah.. Senior aku di radio." Ucap Leo. Ayah Leo pun tersenyum ramah terhadap Jennie. 

"Duduk nak.. Anggap aja rumah sendiri ya!" Ucap Ayah kala Jennie menyalaminya.

"Makasih om!" Balas Jennie ramah.

Setelah Jennie duduk, Leo segera pergi menuju dapur. Tak lama Leo datang membawa camilan dan tiga cangkir teh yang dia hidangkan untuk Jennie, sang ayah, dan Leo sendiri.

"Ah Ayah juga dibuatin nih? Makasih ya.." Leo mengangguk.

"Ayo nak Jennie diminum tehnya." Ucap ayah seraya mengangkat cangkirnya untuk meminum teh. 

"Maaf ya nak, cuma dihidangkan sama keripik kulit melinjo. Leo suka dadakan sih kalo ngajakin temannya main." Ucap sang Ayah.

"Ah tidak apa-apa Om." Ucap Jennie.

"Leo!! Mana mbakmu? Ibun suruh ngambilin piring kok ga keluar-keluar." Ucap Ibun membawa dua piring siomay yang sudah jadi.

"Mbak ayu lagi mandi Bun... Aku lagi bikinin teh buat ayah sama Jennie." Ucap Leo. 

"Jennie udah dipesanin sekalian Bun?" Tanya Ayah.

"Udah yah.. Ini yang sudah jadi biar buat Jennie dulu sama ayah, Leo kalo mau sana ambilin piring dulu, terus ambil lagi yang satunya. Cepat ya.. Kasian abangnya udah nunggu."

"Iyaaa..." Ucap Leo sambil berlalu ke dapur dan setelah mengambil piring Leo lantas keluar untuk mengambil piring siomay. 

Sementara sang ibu ikut duduk di ruang tamu mengobrol kecil dengan Jennie. Selang beberapa saat, Leo datang membawa 3 piring siomay diatas nampan. Setelah menaruh di meja, Leo pun mengembalikan nampan milik abang siomay.

"Mbak mau kemana?" Tanya Leo saat kakaknya terlihat hendak pergi.

"Mau bayar tagihan wifi, air, sama pulsa listrik." Ucap Ayu.

"Mbak, beli martabak sekalian ya buat tamu kita.." Ucap Ayah yang membuat Ayu tersadar dan menoleh ke arah Jennie. Jennie memberikan senyumnya ke arah Ayu.

"Pacarnya Leo?" Tanya Ayu.

"Bukan" "Bukan"

Ucap Leo dan Jennie serempak.

"Kompak banget cuma jawab pertanyaan gue aja.." Goda Ayu dengan senyum lebarnya.

"Apa sih mbak..." Ucap Leo.

"Le.. Gue pinjem kunci motor lo dong!"

"Kenapa pakai motor gue?" Tanya Leo.

"Motor gue kehalang mobilnya ayah.." Ucap Ayu.

"Mana kunci motor lo?" Pinta Ayu.

"Nih.." Ucap Leo memajukan pahanya. 

"Idih gue disuruh ngeraba paha lo?" Tanya Ayu. Yang memunculkan kekehan dari ayah, ibu, dan Jennie.

"Kunci gue di saku celana.."

"Maaf ya nak Jennie, mereka tuh emang ga bisa kalo ga ribut tiap ketemu. Udah kaya kucing dan anjing." Ucap Ibun.

"Ga pa pa tante.." Ucap Jennie tersenyum ramah.

Setelah hampir dua jam Jennie main ke rumah Leo, Jennie pun berpamitan  pulang.

"Yah Bun, aku nganter Kak Jennie dulu ya.." Pamit Leo.

"Hati-hati ya Le bawa motornya..." Pesan Ayah. Leo mengangguk.

"Nak Jennie kapan-kapan kalau waktunya luang main kesini lagi ya Nak.." Ucap Ibun.

"Iya tante.. Lain waktu ya tan.." Ucap Jennie. Ibun mengangguk seraya tersenyum.

🎙🎙🎙

Langkah Jisoo terhenti saat hendak masuk ke ruangan kamar inap rumah sakit yang pintunya terbuka sedikit. Terlihat kedua orang tuanya dan kedua orang tua Rose, juga Echan adik Rose berdiri mengelilingi bangsal Rose. Sementara Rose menangis terisak di pelukan sang mama.

"Tapi aku udah putusin ga mau menikah dengan mas Jisoo maupun pria manapun sampai anak ini lahir." Ucapnya.

"Apa alasan kamu tidak mau menikah dengan Jisoo nak?" Tanya Topo.

"Tempo hari, mas Jisoo menyarankanku untuk menggugurkan kandunganku. Aku takut kalau menikah dengan mas Jisoo, nantinya mas Jisoo menyelakai anak ini.. Aku ga mau kehilangannya.." Ucap Rose seraya mengusap perutnya.

"Aku... Tidak akan mencelakai anak itu lagi." Ucap Jisoo saat melangkah masuk ke kamar inap Rose. Sontak semua mengalihkan pandangannya pada Jisoo.

"Aku sudah menyesal Rosie.. Maaf kalau tempo hari sikapku kasar.. Dan kurang ajar terhadap kamu dan..." Ucap Jisoo menjeda kalimatnya.

"Anakku.." Ucap Jisoo menahan pedih saat mengucapkan kata 'anakku'.

Rose mengusap air matanya, meskipun kembali air matanya turun. Jisoo mendekat ke arah Rose. Mama Rose pun melepas pelukan memberi ruang untuk Jisoo. Jisoo mengambil kursi yang diberikan Echan kepadanya. Jisoo duduk disamping bangsal Rose. Tangannya mengambil tangan Rose untuk digenggamnya. 

"Aku minta maaf.. Aku menyesal. Kamu ga boleh mikir yang gak-gak, kamu ga boleh banyak sedih. Karena itu akan mempengaruhi bayi kita.." Ucap Jisoo lembut, rautnya terlihat sendu.

Jisoo menghapus air mata di pipi Rose lantas bangkit untuk memeluknya. 

"Kamu mau kan maafin aku?" Tanya Jisoo. Rose tetap bungkam.

Jisoo melepas pelukannya lantas menundukkan badannya untuk mengelus perut Rosie yang sedikit membuncit. 

"Dek.. Daddy minta maaf ya.. Kamu mau kan maafin daddy?" Ucap Jisoo saat mendekatkan mukanya di depan perut Rose. Papa mama Jisoo tak kuasa menahan senyumannya begitu pula dengan Papa mama Rose.

"Kok Daddy?" Tanya Rose dengan sisa-sisa air mata.

"Aku pengennya dipanggil Daddy.." Ucap Jisoo setelah menegakkan tubuhnya menatap Rose.

 Namun kembali Jisoo membungkukkan badannya untuk berbicara dengan sang anak. Interaksi Jisoo dengan anaknya dia akhiri dengan ciuman di perut Rose. Sontak Rose pun dibuat haru dengan pemandangan di depannya. Hati Rose luluh seketika dengan perlakuan Jisoo.

"Mama sudah atur tanggal pernikahan kalian, 2 minggu lagi ya.. Dan karena kondisi Rosie yang tidak memungkinkan untuk perjalanan ke luar kota lagi. Mama, papa, dan calon mertua kamu sudah sepakat pernikahan diadakan di Kota Solo aja." Ucap mama Jisoo. 

"Terserah mama, baiknya gimana Jisoo cuma bisa nurut aja." Ucap Jisoo.

🎙🎙🎙

🔞🔞🔞 IN YOUR AREA!!!

"Mas.. Pelan-pelan.. Jangan terlalu dalem.. Takut kena dedek!" Pesan Rose disela-sela pergumulan mereka di atas ranjang rumah sakit. 

Malam ini keluarga Rose tidak menunggui Rose di rumah sakit, malam ini Echan, mama papa Rose pulang ke hotel. Sementara papa mama Jisoo pun memilih pulang karena esok hari mereka kembali disibukkan dengan pekerjaan, dan meeting dengan client sehingga membiarkan Jisoo menjaga Rose. Namun, bukannya menjaga, Jisoo malah mengajak Rose berhubungan badan.

"I..Iya.." Ucap Jisoo memaju mundurkan benda panjangnya ke dalam lubang kenikmatan milik Rose. 

"Aaaakhh.. Mas.. Aaaakkhhh" Ucap Rose dengan matanya terpejam menahan gejolak yang hendak keluar. 

"Cabut deh mas... Kasian dedek ntar kegencet!!" Ucap Rose khawatir. 

"Tapi aku belum nyampe sayang.." Ucap Jisoo. 

"Aku bantu oral deh.." Ucap Rose. Mata Jisoo pun berbinar.

"Yang bener??" Rose mengangguk pasrah.

Jisoo pun mencabut benda panjangnya. Dia bergerak ke sebelah Rose saat Rose menggeser sedikit tubuhnya di ranjang, Jisoo mengarahkan miliknya ke Rose. Rose menelan ludahnya menatap milik Jisoo yang sudah mengeras.

"Pakai tangan dulu.. Baru diakhir pakai mulut!" Instruksi Jisoo. 

Rose mengangguk dan tangannya pun mulai menjamah milik Jisoo sementara tangan Jisoo sudah meremas dua gundukan milik Rose.

Jisoo melemas disaat keduanya telah sampai pada klimaks. Jisoo memeluk Rose yang tiduran di atas dadanya, seraya memeluk Jisoo. Menyatukan tubuh polos mereka berdua.

"Mas.. Kita mau begini terus sampai besok pagi? Kalau tiba-tiba papa mamaku atau Echan masuk gimana?" Tanya Rose. 

"Pintunya udah aku kunci.. Kamu tenang aja! Nanti malam ga ada kunjungan dari perawat kan?" 

"Hmm.. Ini kan udah lewat jam 11 malam perawat ruang VIP biasanya kunjungan paling malam jam 9 dan tadi kan aku udah ada kunjungan perawat.." Jelas Rose berpanjang lebar. Jisoo mengangguk.

Jisoo mengelus surai panjang Rose hingga dia mendengar dengkuran halus dari mulut Rose. Jisoo sedikit menegakkan kepalanya menatap Rose.

'Sudah nyenyak' Batin Jisoo.

Jisoo kembali dengan kepiluannya, dia menatap kosong atap rumah sakit. Pikirannya kembali menerawang jauh, penyesalan itu datang seiring dengan keputusannya yang dia berikan kepada sang papa. Seolah ia telah mempertaruhkan hidupnya.

'Jika saja bukan karena papa gue ga bakal mau nikahin lo.. Gue juga ga bakal ngakuin anak itu anak gue. Karena gue pengen cuma Jennie yang jadi ibu dari anak-anak gue!' Ucap Jisoo dalam hati.

~𝐵𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑏𝑢𝑛𝑔~

Gue cuma mau bilang makasih banyak-banyak buat yang udah menyempatkan baca cerita ini dan memberikan apresiasinya berupa vote dan komen.. 

Makasih banyak atas apresiasinya buat cerita gue yang masih sangat berantakan ini!! Makasih banyak yaaaa! Support terus karya gue juga yaa!!

Sending love for you all.... 

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 18.4K 40
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING πŸ”ž!!! Yg penasaran baca aja Ini Oneshoot atau Twoshoot ya INI HASIL PEMI...
291K 29.9K 33
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
93.1K 14.3K 19
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
316K 23.9K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...