D-Day
Menggertakkan giginya marah, pria itu berpaling kearah jendela untuk mengeluarkan kepalanya dan berteriak marah. Semua terdiam ketakutan, tidak tau harus melakukan apa setelah membawa Reon pulang dalam keadaan kehilangan dua matanya.
"Tuan" panggil Werry pelan bermaksud meredakan amarah Javier yang hampir meledak.
"Ini semua karena gadis itu" desisnya mengepalkan tangannya sangat erat hingga darah keluar dari sana.
Pergi begitu saja dari hadapan semua orang, Javier membanting pintu kamar Reon keras. Menghiraukan Werry yang memanggilnya beruntun.
Ada satu hal yang pria itu sembunyikan dari Reon saat menolak gelar Alpha yang sebentar lagi akan didapat, dia merasa tidak layak untuk itu. Sifat pemberontak dan pendendam miliknya tidak patut dimiliki oleh seorang Alpha, maka dari itu Reon lebih pantas mendapatkannya.
Dan dia akan membalasnya sama dengan kondisi adiknya, tanpa terkecuali seorang gadis sekalipun.
.
.
.
Beberapa minggu sudah berlalu, menatap lama langit biru cerah tanpa sedikitpun awan diatas sana, Erza memejamkan matanya merasakan angin mulai berhembus pelan. Berharap jika angin itu bisa membawa pergi semua masalah dan apapun yang sedang dipikirkannya sekarang.
Entah kenapa, terkadang dia merasa penat tanpa alasan yang jelas. Kepalanya terasa sakit beberapa hari ini, dan dia tidak ingin memakan apapun selain tidur. Dia bahkan sudah tidak ingat berapa lama dirinya sudah terjebak ditempat ini.
Sudah 2 kali dia mencoba untuk kabur, tapi karena enchanter milik Alex semuanya menjadi sia sia. Apa yang sudah dia rencanakan sedari lama ternyata tidak membuahkan hasil yang memuaskan.
"Nona, ingin kami ambilkan payung?" tanya seseorang, Erza membuka matanya melihat 3 warrior berdiri tidak jauh darinya.
Tersenyum kecil, dia menjawab. "Tidak perlu" sambil mengalihkan pandangannya.
"Anda bosan nona?" tanya mereka lagi membuat Erza mendudukkan dirinya, menoleh kearah mereka.
"Aku tidak bosan, aku hanya merindukan rumahku" jawab Erza jujur, dia sangat ingin bertemu dengan papanya, Amon, dan yang lainnya.
Dilain sisi dia juga sangat ingin bertemu dengan Reon, setelah kejadian dihutan itu Erza tidak pernah menemukan Reon mengunjunginya lagi. Erza juga ingin meminta maaf, karenanya dia terluka.
Mendengar jawaban Erza, mereka terdiam sejenak untuk memikirkan apa yang harus mereka katakan selanjutnya. Tentu saja mereka tidak membiarkan Erza pulang tanpa seizin Alex. "Anda ingin kami antarkan jalan jalan dipinggir perbatasan?" tanya mereka, berharap gadis itu menerima tawaran mereka dan merasa terhibur sedikit.
Beberapa menit berselang, mereka tidak mendengar sahutan apapun dari Erza yang membelakangi mereka. "Kalian mengajakku jalan jalan" ulang gadis itu segera mendapatkan jawaban iya.
Bangkit dari duduknya, gadis itu berbalik menampilkan raut senang. "Sekarang?"
"Tentu saja nona, apa ada yang ingin anda bawa? Kami akan mengambilkannya" jawab mereka ikut senang melihat luna mereka kembali bersemangat.
"Tidak ada, ayo kita berangkat sekarang" seru gadis itu menarik narik mereka untuk segera berangkat.
Sejak kejadian itu, luna mereka tidak diperbolehkan keluar dari gerbang. Yang awalnya Erza hanya terjebak, sekarang terkurung ditempat yang lebih kecil lagi.
Mereka yakin gadis itu sedang memikirkan banyak hal sekarang, terlihat dari sifat pendiamnya beberapa minggu ini. Walaupun hal itu tidak mengganggu sedikit kinerjanya, mereka yakin gadis itu lelah terus terkurung tanpa melakukan apapun yang membuat hatinya senang.
Beberapa menit setelah kembalinya Sergye meminta izin untuk membawa luna keluar, dia menatap senang kepada Erza yang menunggunya dengan wajah tidak sabar didepan gerbang bersama 2 warrior lainnya.
"Mari nona" ucapnya mengulurkan tangannya kepada gadis itu, setelah Erza menyambut tangannya dia menaikkan gadis itu keatas kuda.
Menarik kudanya agar berjalan pelan, Sergye beberapa kali membuka pembicaraan untuk mencairkan suasana. Bukan hanya itu dia juga beberapa kali menawarkan makanan atau apapun kepada lunanya, namun tidak ada satupun yang dimintanya.
Hanya beberapa saat bersinggah, mereka berjalan keluar menuju hutan. Raut antusias gadis itu entah kenapa terlihat menyurut tanpa mereka ketahui.
"Boleh saya tanyakan sesuatu nona?" tanya Sergye setelah menurunkan gadis itu dari atas kuda, Erza hanya menjawabnya dengan anggukan singkat.
"Siapa roggue yang menemui anda waktu itu?" tanya Sergye pelan, dia tidak bermaksud mengali informasi atau ingin mencampuri urusan lunanya, dia hanya ingin tau apa hal itu yang menganggu pikiran lunanya belum lama ini.
Menghela nafas, Erza duduk digazebo yang dibuatnya sendiri dengan barang barang bekas. "Dia temanku, mungkin satu satunya" jawab Erza memainkan bunga bunga kecil yang bertebaran digazebonya.
Sergye terdiam, begitu juga dua warrior lainnya. "Jangan memandangku seperti itu, aku tau wajahku buruk rupa" ucap Erza memandang jengah ketiga warrior dihadapannya.
Tidak ada satupun dari mereka yang berbicara setelah itu, sama sama terdiam kebingungan harus mengatakan apa. Dan bagaimana cara mereka mengatakan jika luna mereka sangatlah cantik, tidak buruk rupa seperti yang gadis itu katakan.
"-Erza"
Ia menoleh seketika setelah sayup sayup mendengar suara papanya, berdiri dari duduknya dia mencoba mendengarkannya lagi. Dan benar saja dia mendengar suara papanya tidak jauh dari sini.
"Nona, anda ingin pergi kemana?" teriak Sergye juga dua warrior lainnya, terkejut melihat Erza tiba tiba lari meninggalkan mereka tanpa mengatakan apapun.
Sedangkan Erza terus masuk kedalam hutan, wajahnya terlihat sangat senang mengetahui papanya berada disekitar sini.
Erza mulai melambatkan larinya saat tidak lagi mendengarkan apapun, menoleh kearah rumput ilalang yang setinggi dirinya. Seketika dia kebingungan dengan arah datangnya, berjalan perlahan terus kedepan dia memanggil papanya.
Merunduk mengamati cairan apa yang membasahi sepatunya, Erza dengan segera menyibak rumput tinggi dihadapannya saat tau itu adalah darah.
Membeku ditempat, air matanya mulai mengalir deras tanpa suara. Disana, pria yang tergeletak penuh darah disana adalah papanya, sedangkan dihadapannya berdiri Alex yang dengan santai membersihkan pedangnya sebelum menoleh memberinya sebuah senyum.
"Kau datang rupanya" ucap pria itu lembut.
Detik berikutnya gadis itu berteriak marah sambil menangis. "Apa yang kau lakukan pada papaku!"
Menyadari dirinya tidak bisa mendekat karena terhalang sesuatu yang tidak terlihat, Erza mengedor gedor barrier dihadapannya sambil terus menatap papanya yang tergeletak.
"Shhht, ini adalah hari baik jadi tidak sepatutnya kau menangis" ucap Alex masuk kedalam barrier dengan sangat mudah, berniat mengusap air mata gadis itu namun ditepis dengan kasar.
"Keluarkan aku dari sini!" marah Erza mengusap pipinya kasar.
Tertawa, Alex menggeleng kecil sebelum menjawab. "Untuk apa, tempatmu adalah disini. Ayo kita pulang sekarang" dia ingin membawa Erza kembali ke pack, namun lagi lagi gadis itu memberontak dan menghindar, bahkan sekarang gadis itu merampas pedangnya.
"Keluarkan aku, sekarang!" teriak Erza mengarahkan pedang yang dibawanya kepada Alex, membuat pria itu seketika merubah raut lembutnya menjadi dingin.
"Tidak akan" jawab Alex tegas membuat Erza tersenyum remeh.
"Baiklah" setelahnya pria itu terbelak tidak percaya melihat Erza menusuk dirinya sendiri dengan pedang yang dibawanya.
'Panggil dokter, sekarang!' mindlink Alex kepada warrior yang berada dipack, mencabut pedang itu dari dada Erza dia segera membawanya kembali.
.
.
.
Tbc
Yes:') akhirnya yang terakhir, gk kepikiran lagi aku.