BUKAN CINTA TERLARANG {END}

IndahTriFadillah द्वारा

178K 19.3K 4.7K

Kisah Vano si murid nakal, yang mencintai Jisya si guru dingin di sekolahnya. Berkali-kali penolakan yang dib... अधिक

TRAILER
CAST
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45 "RADEVA"
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
EPILOG
New Story "BBM"
New Story "DIVIDED LOVE"
New Story : "Langit Favorit Arthur"

Chapter 46

2.7K 323 120
IndahTriFadillah द्वारा

"Happy Reading"



Vote dan komen mulai berkurang, gada niatan ramein gitu?

Padahal berharap tembus 90 vote kemarin jadi mau up lagi, tapi kayaknya pada mulai mager vote dan komen nih:v

It's oke, yang ini ramein yaa....
Jangan lupa spam komen juga!!!
Kalau lebih rame dari kemarin janji deh cepet up akunya, hehehe...




Langkah Tama, Maya dan Bella terhenti saat melihat siapa yang berada di dalam rumah lelaki itu. Di ruang tamu kedua orang tua Tama serta orang tua Vano tengah berbincang bersama. Degup jantung Bella tidak dapat dia kendalikan. Sepertinya Tuhan ingin dia menyelesaikan segalanya malam ini.

"Hai semua" Sapa Tama hangat merangkul dan meyakinkan Bella untuk berjalan mendekat. Tidak heran untuknya kenapa ada orang tua Vano dirumahnya. Orang tuanya dengan orang tua Vano begitu dekat sejak bekerja sama dalam suatu bisnis yang mereka jalani.

Mata Miranda ibu Tama menyipit memandang Bella dan Maya bergantian. "Siapa mereka Tama?"

"Ada yang mau aku sampein ke mamah dan papah"

"Sepertinya hal serius. Kamu gak pernah memasang wajah seperti itu sebelumnya saat berbicara" Ucap Gio Papah Tama.

Alana berjalan mendekat merangkul Bella sambil tersenyum ramah. "Sayang kamu kenapa bisa sama Tama? Seharusnya kamu istirahat dirumah mengingat kondisi kamu sekarang"

"Boleh kita duduk dulu?" Sela Tama membuka suara. Dia ingin segera menyelesaikan masalah ini. "Ayo Bell" Tama melepas rangkulan Alana di bahu Bella digantikan dengan tangannya yang melingkar di pinggang Bella posesif.

Awalnya Alana dan Savian tampak cuek. Tapi melihat perubahan sikap Bella dan Maya yang tidak seramah biasanya membuat mereka saling memandang sebentar lalu mengikuti yang lainnya untuk duduk di sofa.

"Kebetulan disini ada Tante Alana dan Om Savian. Bella juga mau menyampaikan sesuatu ke kalian" Ungkap gadis ber pipi chubby itu lembut. "Mungkin ini terlalu terburu-buru, tapi maaf sebenarnya saya dan Bunda saya bukan berasal dari keluarga kaya raya seperti yang kalian kira selama ini. D-dan kak Jisya sebenarnya bukan maid dirumah kami, melainkan kakak kandung saya"

Seluruhnya yang berada disana terkejut setengah mati. Tidak terkecuali Savian dan Alana yang sudah melotot tajam tidak percaya.

"Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya karena telah membohongi keluarga kalian. I-ini semua karena kami dibutakan oleh kondisi kami yang hidup pas-pasan" Imbuh Maya menimpali.

Belum ada respon apapun dari kedua pasangan itu. Savian dan Alana masih tidak bergeming. Keduanya hanya memasang wajah datar namun tatapan tajamnya tidak berhenti menyoroti Maya dan Bella bergantian.

"Terus kenapa kamu membawa mereka ke sini Tama? Ini bukan masalah kita" Ucap Miranda membuka suara.

"Ini jadi masalah kita juga karena Tama udah menghamili Bella, Mah" Tama menunduk tidak berani melihat bagaimana respon mamah dan papahnya setelah pengakuan yang ia lontarkan.

Savian menggebrak meja kaca didepannya membuat seluruh pasang mata disana terkejut setengah mati. "Kamu bercanda?! Bukannya Vano yang menghamili Bella?"

"Semua salah Bella om, karena awalnya aku berbohong sama Bunda soal ayah dari anak yang aku kandung. Saat itu Bunda marah dan meminta pertanggung jawaban ke Vano karena kebohongan yang aku buat" Jawab Bella menahan rasa takutnya. Ia terus mencengkram kalung milik Jisya untuk mengingat kalimat penenang dari kakanya saat masih dirumah tadi.



Plak


Entah sejak kapan Alana sudah berdiri tepat di hadapan Bella. Wanita itu menampar wajah Bella sekuat tenaganya melampiaskan rasa marah karena telah ditipu oleh orang-orang yang selama ini di percayainnya.

"KURANG AJAR KAMU!! BERANINYA KAMU BERMAIN-MAIN API DI KELUARGA KAMI!!!" Bentak Alana meraih pipi Bella untuk di cengkramnya.

Maya panik melihat putrinya diperlakukan seperti itu. Mati-matian dia dan Tama berusaha menjauhkan Alana namun harus berakhir percuma karena kemarahan wanita itu yang tidak dapat mereka tahan.

"Maaf Tante, Hiks, hiks.... Saya minta maaf...."

"APAPUN YANG KELUAR DARI MULUT KOTOR KAMU ITU TIDAK BISA LAGI SAYA TERIMA!! KAMU DAN BUNDA KAMU SAMA SAJA! SAMA-SAMA PEMBOHONG BESAR!!!"

"Alana saya mohon lepaskan putri saya" Pinta Maya memohon menarik tangan Alana dengan air mata yang berderai deras.

Dengan sekali hentakan tangan Maya terhempas membuat tubuh wanita itu terhuyung ke belakang dan jatuh ke lantai. "INGAT INI BAIK-BAIK! KALIAN BUKAN HANYA MENIPU KELUARGA SAYA TAPI JUGA BERHASIL MENGHANCURKAN KAMI!!! BAHKAN SAYA DAN SUAMI SAYA HAMPIR MENIKAHKAN ANAK KOTOR MU ITU PADA PUTRA KELUARGA KAMI!!"

Bella berlutut di kaki Alana memohon maaf sambil menangis tersedu-sedu."Jangan salahkan Bunda saya Tante, saya mohon. Ini semua kesalahan saya hiks, hiks......"

"Beraninya kamu menyentuh saya!!!"



Brugh


Tubuh Bella terhempas ke belakang hampir mengenai meja kaca dibelakangnya. Beruntung Tama sempat menahannya hingga hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.

"KAMU HARUS MENDAPAT PELAJARAN GADIS MURAHAN!!" Alana menarik kasar rambut Bella, menyeretnya tanpa perasaan. Bella meringis sakit saat tarikan itu seperti tusukan pisau di kepalanya.

"Tante lepasin Bella!! Dia lagi hamil!" Tama masih terus berusaha melepaskan tangan Alana namun usahanya sia-sia. Semakin dia mendekat semakin kasar juga Alana memperlakukan Bella.

"Jangan membela dia Tama!! Dia saja bisa membohongi saya. Bagaimana jika dia membohongi kamu dan keluarga kamu?! Orang-orang miskin seperti mereka memang selalu membuat ulah!!!"

"CUKUP!! LEPASKAN GADIS ITU!!" Perintah Gio tegas membuat Alana menghentikan langkahnya menyeret Bella. Maya berlari berhambur memeluk putrinya sambil terisak. Bella terlihat sangat kacau dan hal itu membuatnya hancur.

"Sudah cukup yang kamu lakukan, Alana. Gadis itu manusia! Kenapa kamu menyeretnya seperti binatang?"  Marah Miranda. "Dia salah, tapi yang kamu lakukan juga salah! Apakah pantas keluarga berpendidikan seperti kamu bersikap seperti itu?"

Savian bangkit dari duduknya memasukkan tangannya ke dalam saku celana melangkah santai mendekati istrinya. "Untuk apa kalian membela dia? Atau kalian juga ingin terjebak kebohongan orang-orang rendah itu?"

"KELUAR DARI RUMAH SAYA! SAYA TIDAK MEMBUTUHKAN ORANG-ORANG TIDAK MEMILIKI HATI SEPERTI KALIAN!!" Bentak Gio mengusir.

"APA KALIAN TIDAK BISA MEMBEDAKAN YANG MANA KEBOHONGAN DAN MANA YANG MEMANG JUJUR MENGATAKAN KEBENARAN?! PANTAS SAJA SEBELUMNYA KALIAN DAPAT DITIPU. MEMBEDAKAN HAL SESEDERHANA ITU SAJA KALIAN BERDUA TIDAK BISA!!"

"Saya memutuskan kontrak kerja sama kita mulai sekarang" Kalimat Gio terdengar tegas tidak bisa diganggu gugat. "Pergi dari sini!!"

Ego Savian dan Alana terasa tersentil mendapat perlakuan seperti ini. "Baiklah Tuan Gio yang terhormat! Tanpa harus ada pengusiran saya juga tidak berniat menginjakkan kaki dirumah ini lagi!" Balas Savian tidak kalah tegas. "Ayo sayang" Sambungnya merangkul Alana untuk pergi dari sana.

Alana memberontak tidak terima diperlakukan dengan cara tidak hormat. Dia berteriak marah mencemoh semua yang berada disana. "INGAT BAIK-BAIK! SAYA AKAN MEMBERI PELAJARAN PADA KELUARGA KAMU MAYA KARENA TELAH BERANI MEMBOHONGI KELUARGA SAYA!!!"

Kedua pasangan itu sudah menjauh menghilang dari balik pintu menyisakan suara isakan tangis diruangan luas rumah keluarga Gio.

"Ayo saya bantu. Kita duduk di sofa untuk menyelesaikan masalah tadi" Miranda mengulurkan tangannya membantu Maya untuk berdiri. Ragu-ragu wanita itu menerima, namun melihat senyum hangat wanita didepannya ia luluh.

Tama berlutut memeluk Bella erat lalu mencium puncak kepala gadis itu menyalurkan ketenangan. "Aku bantu berdiri dan jalan ya"

Bella mengangguk berjalan tertatih dibantu oleh Tama. "Makasih ya" Ucapnya pelan setelah duduk di sofa.

"Apa bukti kuat yang menunjukkan bahwa kalian tidak membohongi keluarga kami seperti kalian membohongi keluarga Savian?" Tanya Gio tidak ingin berbasa-basi lagi.

"Tama mengingat semuanya Pah.... Itu udah jadi bukti yang cukup" Jawab Tama yakin.

"Kamu tidak diancam mereka kan sayang?" Telisik Miranda.

"Mah.... Apa mamah baru ngenalin aku? Mamah bisa liat dimata ku apakah aku jujur atau berbohong"

"Tapi kenapa sampai sejauh itu? Mamah gak pernah mengajarkan kamu untuk jadi laki-laki yang berperilaku brengsek Tama" Nada suara Miranda melirih. Dia tidak menyangka putranya akan melakukan hal kotor yang sangat dilarang baik di mata hukum dan agama.

"Kamu punya adik perempuan, bagaimana jika di London sana Qiara diperlakukan seperti kamu memperlakukan Bella? Mamah takut apa yang kamu lakukan berakibat pada adik kamu yang sedang menempuh pendidikan disana"

"Maafin Tama, Mah.... Pah...."

"Sejujurnya papah kecewa sama kamu. Tapi papah mengapresiasi karena kamu berani bertanggung jawab dengan berkata jujur" Gio melirik ke arah Bella dan Maya lalu kembali menatap putranya. "Apa yang kamu inginkan setelah ini?"

"Menikahi Bella Pah...."

"Apa Bella mau menerima itu?"

"Saya siap om. Ini udah jadi kesepakatan saya dan Tama" Jawab Bella memberanikan diri membuka suara meski pelan sekali.

"Bagaimana dengan sekolah kalian?"

"A-aku siap kalau harus putus sekolah. Tapi Tama, aku rasa dia harus tetap melanjutkan pendidikannya"

"Baiklah, tapi pernikahan kalian akan dilakukan secara tertutup. Dan itu juga butuh proses yang cukup lama mengingat umur kalian. Tunggu beberapa hari sampai saya menyelesaikan segalanya untuk memperlancar pernikahan ini"

Bella dan Tama mengangguk bersamaan. "Makasih Pah...." Ucap Tama bersujud di kaki Gio. "Maaf udah buat Papah dan Mamah malu. Maaf udah ngelakuin dosa besar ini"

"Sudah" Gio menepuk-nepuk pundak Tama menarik putranya agar bangkit berdiri. "Setelah ini jadilah laki-laki yang bertanggung jawab dan dewasa. Sekarang bukan hanya Bella tapi juga ada anak kalian yang harus dijaga"




•••••



"Deva, bunga-bunga apa yang suka berubah warna? Jawabannya bungalon"

"Kenapa mata kita gunanya untuk melihat? Kalau mendengar namanya telinga sayang"

"Jangan tidur dulu, Dev. Papah punya tebak-tebakan lagi nih" Perintah Vano menoel-noel pipi bayi itu yang semula ingin terpejam jadi kembali membuka matanya. "Apa persamaan tukang sate dan tukang soto? Sama-sama gak jualan bakso lah masa gitu aja kamu gak tau"

"Sya, kenapa udara gak terlihat tapi bisa dirasakan?"

"Saya bukan guru IPA" Balas Jisya jengah tanpa menoleh karena fokus mencuci piring bekas makan mereka.

Dia tidak habis pikir dengan kalimat-kalimat aneh yang sejak tadi terlontar dari mulut Vano. Jika Vasya bisa berbicara mungkin dia akan membentak laki-laki itu agar diam dan membiarkan nya tidur dengan tenang.

Tidak berhenti sampai disitu Vano terus meneror Jisya dengan pertanyaan anehnya. "Sya, kenapa anak kucing dan anak anjing sering berantem?"

"Mana saya tau, Saya bukan bagian dari mereka"

"Ah kamu mah payah jawab gitu aja gak bisa! Ya namanya juga mereka masih anak-anak, maklum aja kalau suka berantem"

"Terserah kamu! Saya pusing"

"Pusing mikirin aku ya?"

Jisya memilih abai tidak ingin merespon ucapan Vano lagi karena hanya akan membuatnya naik darah. Dia melangkah mendekati Vano dengan sepiring makanan dan meletakannya diatas meja.

"Ini saya buatin roti selai. Siapa tau kamu mau ngemil lagi. Tenang aja isinya bukan selai kacang"

"Gamau ngemil roti maunya ngemilikin kamu" Goda Vano tersenyum miring.

"Dasar labil! Tadi bilangnya gak akan ada kemungkinan buat kita sama-sama lagi"

Vano tertawa renyah. "Kamu anggap ucapan aku serius? Yaampun Sya, itu cuma gombalan"

Sudah! Sudah kesekian kalinya Jisya diajak terbang tinggi oleh Vano dan disaat yang bersamaan dijatuhkan oleh realita. Nyatanya laki-laki ini berubah, tidak seperti dulu yang selalu bersemangat untuk memilikinya.



Tok tok


Suara ketukan pintu menyadarkan Jisya dari lamunanya. Segera ia bergegas membukanya dengan perasaan gelisah. Bagaimana jika yang datang adalah Bunda dan adiknya?

Benar saja dugaannya. Saat pintu terbuka terlihat Bunda, Bella dan Tama dengan raut wajah tidak terbaca. Jisya mundur beberapa langkah mempersilahkan ketiganya masuk.

Maya dan Bella terkejut saat melihat keberadaan Vano. Laki-laki itu menghampiri mereka dengan wajah tersenyum kecil. Hati Maya teriris saat mengingat bagaimana dia menuduh anak itu. Seharusnya Vano marah padanya, bukan malah menebar senyum seperti itu.

"Ayo kembali duduk" Perintah Maya.

Suasana berubah tegang saat tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Hingga akhirnya Vano memilih untuk segera menyelesaikan semua masalahnya malam ini.

"Maaf saya berkunjung kesini tanpa izin" Ucap laki-laki itu tepat menatap Maya.

Maya mengangguk ragu. Bukan karena marah melainkan malu berinteraksi dengan seseorang yang dituduhnya habis-habisan. "Tidak masalah. Seharusnya saya dan Bella yang meminta maaf karena sudah membawa kamu masuk kedalam masalah kami"

"Bagi saya itu bukan apa-apa. Yang terpenting....." Vano mengarahkan pandangannya pada Jisya sebentar lalu kembali menatap Maya. "Yang terpenting kalian gak lagi bersikap kasar pada Jisya. Itu sudah lebih dari cukup membuat saya lega"

"Terimakasih nak, kamu udah berada disamping Jisya dan menemaninya selama dia mengalami masa sulitnya. Maaf karena saya sudah memisahkan kalian"

"Ini semua gak sepenuhnya salah kalian. Orang tua saya ikut andil memisahkan saya dengan Jisya"

"Apa sekarang kalian masih menjalani hubungan itu?"

"Hubungan kita udah berakhir Tante. Saya datang kesini cuma mau meluruskan semuanya dan menemui Deva"

Semua yang berada disana terkejut mendengar pernyataan Vano barusan. Tidak terkecuali Bella yang menutup mulutnya masih tidak percaya.

"Saya gak akan lagi melarang hubungan kalian. Tapi jika orang tua kamu melarang, lebih baik berhenti Vano. Saya gak mau Jisya ngerasain sakit lagi akibat penghinaan dari orang tua kamu" Maya meraih tangan Vano untuk digenggam. Menatap laki-laki itu sebagai seorang ibu.

"Kalau suatu saat takdir mempersatukan kalian. Saya titip Jisya ya. Anak saya yang satu ini kelihatannya saja cuek, egois, dan dingin. Dia hanya perlu dicairkan agar bisa ramah dan hangat pada orang-orang" Ujar Maya mengusap air matanya yang jatuh menetes di pipi.

Wanita itu memandang Vano dan Jisya bergantian dengan sendu. "Saya ke kamar dulu kalau gitu" Lanjutnya beranjak pergi.

"Vano lo bohong kan? Bilang sama gue lo bohong! Kenapa putus, Van?!" Cecar Bella. Mata gadis itu berkaca-kaca merasa marah pada dirinya sendiri.

"Gak ada lagi yang bisa dipertahankan Bell! Gue gak mau Jisya lebih terluka lagi karena orang tua gue" Jawab Vano dengan nada meninggi.

Bella mengusap wajahnya kasar. Menatap Vano penuh keseriusan. "Lo mau tau hal apa yang buat gue sadar dan memilih mundur untuk dapetin hati lo, Van? Bahkan gue juga udah jujur soal identitas gue ke nyokap dan bokap lo" Gadis itu tidak berhenti mengeluarkan air matanya. Dia merasa sangat menyesal sudah membuat kekacauan ini.

"Ngelihat tangisan lo dan kak Jisya saat harus dipaksa berpisah, itu alasannya!! Sakit, Van. Hati gue bener-bener sakit..... Gue memilih mundur supaya lo dan kak Jisya masih bisa bersama, tapi kenapa akhirnya gini?"

"Kakak yang meminta untuk berpisah, Bella" Ucap Jisya membuka suara. "Kakak tau ini salah, tapi Vano berhak bahagia dan nemuin wanita yang lebih baik dari kakak, begitupun sebaliknya. Iya kan Van?"

Alis Vano terangkat sebelah merasa terganggu atas ucapan Jisya."kenapa?"

"Bukannya itu yang kamu bilang ke saya tadi?"

Laki-laki itu bungkam tidak dapat membantah. Sekarang perkataannya malah menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.

"Kalau kamu ngerasa selama kita memiliki hubungan hanya berjuang sendiri. Kamu gak salah, Van. Sejujurnya saya tipikal orang yang susah percaya sama sesuatu yang kaitannya perihal rasa dan cinta" Ujar Jisya. "Dulu bagi saya gak ada pernyataan cinta yang masuk akal kecuali pernikahan. Itu sebabnya saya pernah memaksa kamu untuk memberitahu alasan kamu mencintai saya"

"Semua berubah sejak kamu membuat saya mencintai diri saya sendiri. Dari hal sederhana itu saya juga jadi lebih bisa melihat ketulusan kamu"

Jisya tersenyum memandang Vano lalu terkekeh kecil setelahnya. "Masih inget waktu kamu bilang, mencintai diri saya sendiri aja saya gak bisa gimana mau mencintai kamu. Dan lihat, saya mulai mencintai diri saya sampai akhirnya saya juga mencintai kamu"

"Berhasil? Tapi terlambat" Ucap Vano penuh sesal tersenyum miris. "Semua udah berakhir kan?"

"Saya harap belum, karena masih menunggu kamu untuk kembali meminta saya menjadi pendamping kamu"

Balasan Jisya membuat bola mata Vano sedikit melebar. "Serius?"

"Terdengar bercanda?" Ucap Jisya balik bertanya.

"Maaf, Sya. Gak sekarang, kalaupun kamu mau kita sama-sama lagi aku mau waktu itu adalah waktu yang udah bener-bener tepat. Aku gak lupa kalau kamu juga pernah bilang mau menjalani hubungan bukan lagi karena ingin sekedar bersenang-senang melainkan untuk membangun masa depan bersama"

"Jadi?"

"Aku mau coba mengikhlaskan sesuatu yang mungkin memang bukan untukku. Kamu mau jadi pasangan aku lagi, tapi apa kamu siap kalau ternyata lagi jagain jodoh orang lain?"

"Bacot deh lo Van! Ke intinya bisa gak?! Mendadak bijak habis makan apaan lo? Minyak cumi?" Celetuk Tama kesal. Sejak tadi dia serius mendengarkan tapi kata yang Vano ucapkan membuatnya pusing.

Harus kalian ingat Tama benci melakukan atau memikirkan hal yang tidak disertai niat, karena memang kehadirannya disini bukan untuk mendengar kalimat sok bijak sahabatnya. Meski dia tau apa yang Vano sampaikan sepertinya memiliki makna dalam hingga otaknya tidak bisa sampai memikirkan hingga kesana.

"Lebih baik gini dulu ya, Sya. Entah kenapa aku ngerasa Tuhan lagi ngerencanain sesuatu yang indah buat aku dan kamu. Kamu gak papa kan?"

Jisya menghembuskan nafas beratnya pelan. "Saya tau kamu juga butuh waktu setelah rasa sakit karena pernah diragukan. Gak masalah, saya baik-baik aja" Ucapan dan hati Jisya sangat berkebalikan. Tangannya mencengkram dress yang ia gunakan begitu erat menahan sakit di hati.

Jadi begini rasanya ditolak? Ternyata dia tidak sekuat Vano.







Jangan lupa vote dan komen!!!



Ayo spam komen banyak-banyak!!!Boleh kok, gak dilarang. Vote nya juga jangan lupa oke...




See u next chapter 💕













पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

104K 11.3K 34
Jaemin dikejutkan ketika sang pacar menyatakan bahwa bayi merah yang digendong oleh ibunya adalah anaknya. Sementara sang pacar sudah menghilang enta...
Adopted Child k द्वारा

फैनफिक्शन

188K 29.3K 53
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
772K 49.4K 95
Cerita sekuel dari 'Katakan: karena sebuah cerita berawal dari sebuah kata Meraih cinta itu mudah, tidak semudah itu memang. Mungkin tampak lebih mud...
210K 23.3K 16
[Brothership] [Re-birth] [Not bl] Singkatnya tentang Ersya dan kehidupan keduanya. Terdengar mustahil tapi ini lah yang dialami oleh Ersya. Hidup kem...