ARRAFFA | Selesai |

By alloo_raa

1M 93.2K 12.1K

[ Belum revisi! ] Arraffa Pratama, remaja yang berusia 13 tahun ini hidup dalam ruang lingkup yang cukup meny... More

S A T U
D U A
T I G A
E M P A T
G A B U T!
E N A M
T U J U H
D E L A P A N
P R A N K!
S E M B I L A N
S E P U L U H
S E B E L A S
D U A B E L A S
T I G A B E L A S
E M P A T B E L A S
L I M A B E L A S
E N A M B E L A S
T U J U H B E L A S
D E L A P A N B E L A S
S E M B I L A N B E L A S
D U A P U L U H
D U A P U L U H S A T U
D U A P U L U H D U A
D U A P U L U H T I G A
D U A P U L U H E M P A T
D U A P U L U H L I M A
D U A P U L U H E N A M
D U A P U L U H T U J U H
DELETED SCANE
DELETED SCANE [ 2 ]
EXTRA PART
Invitation 1

L I M A

48.4K 4.7K 585
By alloo_raa

Double up ye!

Yang malam mingguan cuma rebahan doang, cung angkat kaki.😭
___________

Gadis tersebut berteriak ketika melihat ada anak kecil di dalam kamar abang nya, Rangga.

Kedua orang tua nya langsung tersedak makanan di bawah sana ketika mendengar teriakkan milik putri nya yang begitu menggema di seluruh mansion, kedua nya langsung meninggalkan meja makan kemudian berlari menuju lantai dua.

Begitu juga dengan pemuda yang baru melangkah keluar dari kamar nya, ia begitu terkejut mendengar teriakkan kakak perempuannya.

Rangga sang pemilik kamar hanya menatap adik perempuannya dengan tatapan tajam miliknya, sedangkan bocah yang masih ia suapi langsung memegang dadanya, ia juga sangat terkejut mendengar teriakkan tersebut.

"Ngapain sih teriak-teriak" ujar Rangga ketus.

"Bang, Abang udah punya anak?"

"Sayang ada ap-

Wanita paruh baya tersebut langsung terdiam ketika melihat anak kecil di dalam kamar putranya.

Kedua nya mendekat ke arah kasur, sedangkan Rangga ia langsung menghentikan suapan nya pada bocah mungil yang ada di depan nya.

Begitu juga dengan pemuda yang baru masuk ke dalam kamar Rangga, ia mendekat ke arah kasur kemudian...

"Raffa?" Panggil nya, Ya! bocah yang di tolong oleh Rangga adalah Raffa.

"Kakak baik" Raffa mengerjap beberapa kali, kakak baik nya ada di sini sekarang, Rasya.

Rasya mendekat ke arah Raffa kemudian memeluk nya dengan erat, sedangkan kedua orang tua nya serta kakak perempuan nya menjadi semakin bingung dengan apa yang mereka lihat.

"Akh... sa-sakit kak hiks...hiks...hiks...hiks.." Raffa menangis ketika Rasya memeluk nya dengan erat, punggung nya terasa perih di saat bersamaan.

Rasya langsung melepas pelukannya ketika mendengar suara tangis Raffa, dengan tiba-tiba ia mengangkat baju Raffa hingga lolos dari kepala nya.

"Akhh... Sa-sakit

Rangga mematung, ternyata yang ia lupa lakukan semalam ialah melepas pakaian Raffa sehingga ia tidak tahu ada bekas cambukan di punggungnya.

Raina mendekat ke arah Raffa setelah melihat bekas cambukan di punggungnya, sedangkan Pram ia menekan earphone yang sudah terpasang di telinga nya agar terhubung dengan seseorang.

Raina menenangkannya dengan mengelus surai hitam milik Raffa, tidak mungkin jika ia mengelus punggung nya dengan keadaan seperti itu.

"Apa-apaan ini Raffa!!" Bentak Rasya pada Raffa, Raffa semakin mengeraskan tangis nya mendengar bentakan Rasya.

Netra Rangga menggelap dengan rahangnya yang mengeras, begitu juga dengan Rasya. Sedangkan gadis yang masih berdiri mematung di sana terisak pelan, ia sungguh tidak tega melihat bocah semenggemaskan Raffa terluka seperti itu. Entahlah ia juga bingung mengapa ia bisa seperti itu, Pram langsung mendekat ke arah istrinya yang sedang menenangkan Raffa.

"Raffa!" Panggil Rasya, masih dengan tersulut emosi.

"Sayang tenang dulu" ujar Raina pada putra nya.

"Raffa?" Panggil Raina ragu, ia hanya mendengar putra nya memanggil bocah yang sedang ia peluk ini dengan nama tersebut.

Raffa menghentikan tangis nya meskipun masih sesenggukan, Raina menatap takjub ketika melihat wajah Raffa. Benar-benar menggemaskan, hidung nya memerah serta netra nya masih mengeluarkan liquid bening membuat nya semakin terlihat menggemaskan.

Raffa menatap Raina yang tadi memanggil nama nya.

"Raffa nakal?" Pancing Raina agar Raffa mau menceritakan apa yang sudah terjadi.

Raffa menggeleng.

Rasya meremas kuat tangan nya, ia benar-benar emosi sekarang. Rasya tiba-tiba bangkit melangkah ke arah pintu keluar, ia bahkan tidak menatap Raffa sedikit pun.

"Ka-kakak baik" panggil Raffa tepat ketika Rasya hampir melangkah dari pintu kamar, Rasya yang mendengarnya menghentikan langkah nya.

Rasya menoleh, ia kembali berjalan ke arah kasur.

"Ceritakan, kami akan melindungi mu." Perintah Pram mutlak, entah mengapa seluruh darah nya terasa berdesir.

"Raffa" panggil Rasya dengan nada lembut nya, semua yang ada di kamar tersebut menoleh ke arah Rasya. Sungguh! Ini kali pertama Rasya bicara dengan nada seperti itu.

"Ceritakan" sahut Rangga tegas, sedangkan Raina dan putrinya hanya diam.

"Siapa yang membuat ini hm?" Tanya Rasya, ia meniup tanda merah di punggung Raffa.

"Pa-paman Laffa hiks..hiks.."

Rasya mengangguk, "lalu ini?" Tunjuk nya pada pipi Raffa yang tercetak jelas bekas tamparan.

"Bi-bibi"

Raffa menceritakan semua kejadian kemarin, dimana ia di fitnah mencuri hingga bagaimana bisa ada bekas cambukan pada punggungnya.

"Tenanglah, sekarang kamu aman disini. Kamu akan tinggal disini" ujar Pram, Raina tersenyum ke arah suami nya.

"Dad"

Pram yang mendengar panggilan Rasya hanya menaikkan alis nya, apakah putra nya tidak setuju? Namun pikiran nya salah setelah mendengar ucapan Rasya.

"Makasih Dad" ujar Rasya tulus, Pram sedikit kaget mendengar nya. Selama ini putra nya bahkan tidak pernah berterima kasih pada nya.

Raffa melihat ke arah Rasya, Rasya mengangguk seakan mengerti akan tatapan Raffa.

"Sayang" panggil Raina, ia mengusap pipi Raffa yang memiliki bekas telapak tangan.

Raffa mendongak melihat ke arah Raina "Panggil Mommy hm" ujar Raina lagi.

"Mommy?" Panggil Raffa ragu, Raina mengangguk.

"Ya, Mommy. Kau putra Mommy"

"Nah itu suami Mommy, panggil Daddy sayang."

"Da-daddy?"

"Putra bungsu Daddy" ujar Pram, Rasya tersenyum mendengarnya, sekarang ia sudah memiliki adik.

"Jangan menangis" ujar gadis di samping Raina, melihat air mata yang mulai mengalir dari netra Raffa membuat dada nya terasa sesak.

"Nama kakak Rere" ujar Rere memperkenalkan dirinya.

"Kak Lele"

"Rere"

Raffa mengangguk, "Kak Lele" ujar nya lagi.

Rasya menatap ke arah kakak perempuannya, ia mengangguk membuat Rere yang ingin bicara langsung terdiam.

"Kakak ba-

"Rasya, Panggil kakak." ujar Rasya.

"Kak Lasya?"

"Hm, adik manis kakak"

"Sayang, dia Rangga. Abang sulung mu" ucap Raina, Rangga sedari tadi hanya memperhatikan tanpa ingin buka suara.

"Abang yang bawa Laffa kesini"

Rangga mengangguk, "sekarang Raffa istirahat dulu, dokter akan segera kesini"

Raffa menggeleng "punggung Laffa sakit kalo tidul" sekarang ia baru merasakan sakit di punggung nya ketika bergesekan langsung dengan seprai.

Raina menuntun Raffa agar tengkurap di paha nya, tidak tega melihat putra nya yang masih ingin istirahat.

"Adek cepet sembuh ya, nanti main sama kakak"

"Iya kak Lele" Rere hanya terkekeh mendengar panggilan Raffa untuknya, Pram mengkode kedua putra nya agar segera keluar dari sana.

* * *

"Ruang bawah tanah, Gio sudah membereskan nya" ujar Pram begitu ia dan kedua putra nya sampai di depan pintu.

Gio, tangan kanan Pram sudah melaksanakan tugas yang sudah di dengar nya melalui earphone yang tersambung.

Rangga dan Rasya berlalu dari hadapan Pram menuju lorong panjang yang ada di belakang mansion, di belakang Rangga sudah ada Ken yang mengikuti.

Bodyguard yang melihat tuan muda nya berada di sana segera menunduk hormat, bodyguard di sana membuka pintu ruang bawah tanah untuk Rangga dan juga Rasya.

"Lepas"

"Lepas"

"Lepas"

Rasya mendekat ke arah tiga orang yang sudah terikat di tengah ruangan, Rangga tersenyum miring.

"Lepasin! Kami gak punya salah sama kalian" ujar Ardi lantang.

"Ken, urus anak ini" perintah Rangga pada Ken.

"Baik tuan muda"

Ken melepas ikatan pada tangan serta kaki Adam, ia mengambil suntikan berwarna bening yang di sudah di siapkan Gio.

"Lepasin bangsat!" Adam terus meronta, namun Ken tidak mempedulikan nya.

Ardi dan Lilis yang melihat putra nya di seret terus mencoba membuka ikatan tangan nya, namun sia-sia ikatan nya terlalu kuat.

"AKHH SAKIT" Adam berteriak kesakitan, setelah nya tubuh nya kaku dengan mata nya yang tertutup sempurna.

"Aku sudah mengirim putra mu ke neraka dengan tenang, apakah kalian ingin menemui nya?" Ujar Rasya, Lilis yang mendengar nya menangis kencang. Putranya sudah menghembuskan nafas terakhirnya, putra nya sudah tidak ada di dunia.

"Brengsek, bajingan!. Kami tidak mengenal kalian brengsek!" Lirih Lilis sambil terus menangis.

Rangga mendekat ke arah Lilis, tangan kekar nya mencekram kuat dagu Lilis.

"Ken" panggil Rangga, Ken menekan tombol kecil yang sedari tadi ia pegang.

"Kau mengenal nya?" Tanya Rangga, foto Raffa sudah terpampang dengan jelas di layar yang sudah di siapkan Ken.

"Anak pembawa sial!" Ujar Lilis

"Dia pasti sudah mati sekarang" Sahut Ardi.

Bugh

Pukulan keras membuat Ardi tumbang seketika, Rasya tidak tahan untuk segera membunuhnya.

"Pelan-pelan saja" ujar Rangga memberi tahu adik nya.

"Mari mengisi ruangan ini dengan cairan berwarna merah" rentina Rasya mengkilat tajam.

"Ah ya! Aku akan membuatmu mencoba cairan yang paling mahal ini"

"Gio, berikan" perintah Rasya, Gio segera menyuntikkan cairan yang dimaksud oleh Rasya kepada tubuh Ardi.

"Aku bahkan tidak mengetahui nama cairan itu, yang terpenting bisa membunuhmu. Efeknya bahkan sangat bagus untukmu, sel otak mu tidak akan bekerja hingga kau tak dapat pingsan atau tertidur sekalipun. baiknya kau bisa merasakan segala penyiksaan ku padamu"

"Let's try, apa yang harus aku lakukan pertama kali?" Tanya Rasya pada diri nya sendiri, mata tajamnya mengedar memilih-milih alat yang sedang digenggam Gio. Pilihannya jatuh pada satu benda yang terlihat berkarat, tangannya terulur meraih benda tersebut.

sedangkan Rangga hanya menyaksikan apa yang akan di lakukan oleh adik nya. Ia hanya menunggu giliran saja, bahkan mulut Lilis yang sedari tadi berteriak sudah di sumpal dengan sapu tangan oleh Ken.

Kini di telapak tangan Rasya sudah tersedia pisau lipat kecil yang terlihat sudah berkarat, akibat terlalu lama tidak dipakai.

"Brengsek, kau tahu? Aku akan melakukan hal lebih dari yang kau lakukan pada adikku."

Sreet!

Satu tarikan kuat, robekan di kulit perut Ardi menganga dan menciptakan luka berlubang. Ardi terbatuk, mulutnya mengeluarkan cairan pekat berwarna merah. Rasya menjentikkan jari memerintahkan Gio untuk menjahit luka tersebut, jika tidak, sampaikan mungkin Ardi akan tewas kehabisan darah.

Rasya menyeringai, ia masih belum puas dengan apa yang sudah ia lakukan.

Rasya mengiris daun telinga Ardi sebelah kiri, ia juga memotong jari-jari Ardi menggunakan gunting khusus. Darah sudah membanjiri lantai yang dingin, namun Rasya tetap menyiksanya. Bahkan teriakan kesakitan Ardi ia hiraukan.

Bibirnya kembali menyeringai, terlalu berisik mendengar teriakan korbannya. Rasya memotong ujung lidah Ardi, mulut pria yang sudah mengatakan hal buruk tentang adiknya.

Selama melakukan penyiksaan di tubuh Ardi, Gio tetap melakukan perintah Rasya untuk menjahit perut Ardi.

Ardi terus mengerang kesakitan, air matanya sudah turun dengan derasnya. Tak kuasa menahan rentetan penyiksaan yang tak ada akhirnya.

Kulit perutnya dijahit tanpa dibius, merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya, ia berharap penyiksaan nya segera berakhir.

para bodyguard yang melihatnya segera memalingkan wajahnya ke arah lain, tak kuasa melihat penyiksaan yang dilakukan oleh Rasya. Bahkan ada yang hampir memuntahkan isi perutnya.

"Gio, berikan ia cairan istimewa yang ada di sini" ujar Rasya.

Gio menghentikan jahitannya pada perut Ardi, ia menyuntikkan cairan sesuai dengan perintah Rasya. Dalam hitungan detik kedua tangan Ardi serta kedua kakinya terlepas dari tubuhnya, ia sudah menghembuskan nafas terakhirnya detik itu juga.

Air mata Lilis semakin derasnya turun, ia tak kuasa melihat penyiksaan terhadap suaminya.

Rasya bangkit dari posisinya, melepas sarung yang membungkus tangannya. Kini saatnya melihat pertunjukan abangnya, Rangga.

Rangga melangkah kearah Lilis yang masih menangis sesegukan, retina matanya berkilat tajam.

"Hm?"

Rangga berdahem, menatap kearah Ken. Ken mengangguk paham, Rangga memintanya menjelaskan kesalahan yang dilakukan oleh Lilis.

"Selalu menyiksa tuan muda Raffa dengan menyuruhnya melakukan pekerjaan rumah, selalu menyuruh tuan muda Raffa untuk mengamen, tuan muda selalu dipukuli dan terakhir kemarin hingga tuan muda Raffa diusir." Jelas Ken.

Rangga tersenyum miring, ia menaikkan satu salah satu alisnya. Ini akan menyenangkan untuknya, kini salah satu bodyguard mendekat ke arahnya membawa nampan berisi permen warna-warni.

"Kau tahu? Jika ini dijual, kau bahkan bisa membeli apapun yang kau inginkan. aku akan memberikannya secara percuma untukmu" ujarnya, ia mengambil permen berwarna Biru kemudian menyerahkannya pada Ken.

"Ini akan membuat tubuhmu melayang"

Ken memasukkan secara paksa permen tersebut pada mulut Lilis, setelah tadi ia melepas sapu tangan yang menyumpal mulutnya. Lilis terus menolak, namun semakin kuat pula Ken memaksanya.

Dalam hitungan detik, tubuh Lilis terasa rileks, tenang dan ahh melegakan.

Untuk kedua kalinya Rangga memberikan Ken permen berwarna merah.

"Efeknya akan mempercepat pompa oksigen di jantung mu" ujar Rangga.

Setelah Ken kemasukan secara paksa permen tersebut, kelopak mata Lilis langsung terbelalak. Jantungnya memompa dengan sangat cepat tapi pernapasannya seakan terhambat. Lilis terbatuk, cairan merah pekat menodai putihnya lantai. Demi apapun, jantungnya seakan di remat kuat.

Rasa sakit ini seharusnya bisa menghilangkan kesadarannya, akan tetapi untuk memejamkan matanya saja tidak bisa.

Rangga bangkit dari posisi jongkoknya, sepatu nya mengetuk-ngetuk lantai seakan membuat irama. Bodyguard di sana yang mendengar nya sudah sangat paham dengan nada yang di buat Rangga, nada yang mengiringi penyiksaan nya.

"Kau akan terus merasakan sakit karena permen sebelumnya akan membuat otakmu terus bekerja, bahkan matamu tidak akan bisa tertutup. Kau bisa merasakan sakit di tubuh mu, bukan kah itu hebat?" Tanya Rangga.

"Kau terlalu payah" ujar Rangga.

Ia memakai sarung tangan khusus, kemudian...

Krekk

Bunyi tulang patah membuat bodyguard di sana merinding, refleks tangannya memegang leher, meraba jika masih berada di tempatnya.

Kepala Lilis menggelinding di lantai dengan kedua kelopak mata nya yang terbuka.

"Ini terlalu membosankan" ujar Rangga, ia melepas sapu tangan yang ia pakai.

Rangga keluar dari sana diikuti Rasya, sedangkan Ken dan Gio membersihkan kekacauan yang telah di buat keduanya.

* * *

Pram kembali masuk menemui putra bungsu nya setelah tadi ia keluar untuk memberitahu kedua putranya.

Didalam sudah ada dokter Max yang sedang memeriksa keadaan Raffa, Raffa tidur dengan tengkurap karena punggungnya sangat sakit jika bergesekan langsung dengan seprai.

"putraku akan tersiksa dengan posisi seperti ini" ujar Pram, Raina yang mendengarkannya mengangguk membenarkan perkataan suaminya.

"Max, Bagaimana lukanya akan sembuh dengan cepat?" Tanya Pram pada dokter max.

"Ini tidak bisa sembuh dengan cepat, bekasnya sangat banyak" jawab dokter Max.

"Apakah dia putramu Pram?" Tanya Dokter Max.

"Ya, dia putra bungsu ku"

"Rupanya istrimu sudah melahirkan lagi"

"Ya, istriku melahirkan tadi malam"

Rere langsung tertawa mendengar perkataan Daddy nya, sedangkan dokter Max langsung tercengang mendengarnya.

* * *

Gak nyangka bangettttt antusias kalian sama cerita ini

Big Luv buat kalian♡

Mau bilang apa? Jangan ngajak gelud deh🤣😜


Continue Reading

You'll Also Like

161K 11.6K 30
cerita kedua ku ,dan mohon di maklumi ya kalo ngga sesuai SELAMAT MEMBACA DAN MENIKMATI SAYANGKU(⁠q⁠‒̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧ Author update sesuka hati author hehe...
DEWASA III [21+] By Didi

General Fiction

84.4K 200 41
[follow untuk bisa membaca part 21+] KUMPULAN NOVEL-NOVEL DENGAN TEMA DEWASA. BANYAK ADEGAN TAK LAYAK UNTUK USIA DI BAWAH 18 TAHUN. πŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”ž
STRANGER By yanjah

General Fiction

638K 72K 51
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...
588K 42.8K 21
Dunia anak kecil hanya tentang tidur, makan, bermain, dan belajar. Namun hal ini tidak berlaku pada Dio, seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang...