The Twins' Obsession | MARKHY...

由 notfound_404

802K 104K 8.2K

{DILARANG SEBAR DI TIKTOK} (INI CERITA HOMO! JANGAN SALAH LAPAK! NGEYEL? SAYA BLOK KAMU!) ~•~•~•~• Lee Donghy... 更多

1. Seseorang Yang Mirip Dengannya
2. Ketakutan Kembali Menghampiri
3. Kembarannya
4. I Like Your Sexy Voice
5. Ayah Kembali
7. Aku Akan Kembali
8. Sebuah Permainan
9. Kejiwaan
10. Nyaman
11. Suka
12. Dia Yang Tak Kau Ketahui
13. Keinginan Untuk Memiliki
14. Alasan Mencintai
15. Orang Yang Dipercaya Adalah Yang Paling Berbahaya
16. Awal Bertemu Dirinya
17. Suara Yang Menggetarkan Hati
18. Menyukai dan Mengakui
19. Menunjukkan Pada Semua Orang Bahwa Kau Adalah Milikku
20. Akhir Dari Masa Lalu
21. Kebenaran Yang Membuat Hati Merasakan Kesakitan Yang Nyata
22. Ibu
23. Obsesi Keduanya
24. Study Tour 🔞
25. Menjadi Milikku 🔞
26. Dia kembali
27. Berbagi Kehangatan 🔞
28. Ayah dan Anak
29. Dulu Yang Mana?
30. Lee Min Hyung
31. Mark Lee
32. Tiga Kepribadian
33. Godaan
34. Lucas (1)
35. Lucas (2)
36. Lucas (3)
37. Mengingat Kenangan Masa Lalu
38. Egois
39. Psikiater dan Pasien
40. Kebohongan (1)
41. Maukah Kau Menerimanya?
42. Demam
43. Lemah
44. Heart Attack
45. Kebohongan (2)
46. Kebohongan (3)
47. Kebohongan (4)
48. Kebohongan (5)
49. Cinta yang Berlebihan
50. Meninggalkan Cinta
51. Sakit Yang Terlalu Dalam
52. Kembalinya Masa Lalu
53. Mencoba Untuk Mencintai Diri
54. Memori Lama
55. Teman Lama
56. Bertemu
57. Menerima dan Memeluknya
58. Tidak Peduli Siapa
59. Selamat Tinggal
60. Kehidupan dan Kematian
61. Pertemuan Terakhir [End]
Extra [1] : Cinta Remaja
Extra [2] : Family Time
Extra [3] : Happy Ever After
Seribu Patah Kata Penulis
Special Chapter : Merawat Orang Sakit

6. Jadilah Ayahku

16.7K 2.3K 265
由 notfound_404

Haechan menutup pintu dengan keras, tangannya sebelah menarik lengan Jisung. Membawanya ke ruang tengah. Haechan melihat ke arah Jisung yang sedang menahan emosi karena Haechan menarik paksa dirinya yang masih memeluk Mark.

"Kenapa? Kenapa Ibu menarikku? Aku masih ingin bertemu Ayah!" Jisung ingin kembali keluar, tapi Haechan menahan lengannya dan memaksa Jisung menghadap ke arah dirinya.

"Dia bukan Ayahmu! Dia adalah kembaran Ayahmu. Mark Lee. Kenapa kau langsung percaya pada orang yang baru kau temui?"

Haechan menjelaskannya dengan bahasa isyarat dengan cepat. Jisung mengerutkan keningnya, "Ibu! Apa Ibu harus berbohong seperti ini untuk menjauhkan Ayah dan aku? Kenapa Ibu seperti ini?"

Haechan menghela napas kuat, tangannya dia letakkan di pinggang, kepalanya terangkat ke atas membuang napas.

"Ibu tidak pernah berbohong padamu. Dia bukan Ayahmu, dan sekarang masuk ke kamarmu," kata Haechan dan mendorong Jisung untuk ke arah tangga.

Jisung tidak lagi menjawab Ibunya. Dengan kesal dia berlari menaiki tangga dan masuk ke kamar dengan membanting pintu.

Helaan napas Haechan terdengar. Dia menunduk karena air matanya kembali jatuh.

Kembaran atau bukan, mereka sama-sama memiliki sifat yang serupa.

Egois dan pemaksa.

Keesokan harinya, Mark telah menunggu Haechan dan Jisung di depan rumah mereka di pagi hari.

"Ibu, aku berangkat!" teriak Jisung sambil membuka pintu, ketika dia melihat ke depan, wajah Jisung berubah menjadi senang.

"Ayah!"

Haechan yang baru saja membuka pintu untuk memberikan bekal pada anaknya terkejut ketika mendengar Jisung memanggil Mark dengan sebutan ayah.

Haechan memukul kuat lengan Jisung, membuat dia menjerit kesakitan.

"Dia bukan Ayahmu."

Haechan memberi isyarat kembali, tapi di abaikan oleh Jisung. Lelaki remaja itu berlari mendekati Mark yang sedang tersenyum padanya.

"Ayah! Sedang apa di sini? Apa Ayah menjemputku?" tanya Jisung senang. Mark tertawa lalu mengacak rambut Jisung.

"Iya. Ayah ingin mengantarmu ke sekolah."

Jisung berteriak girang, lalu dia memutari mobil Mark dan masuk ke dalamnya. Haechan menghampiri Mark dengan wajah memerah karena marah.

"Kenapa kau melakukan ini? Katakan padanya bahwa kau bukan Ayahnya!"

Haechan meletakkan kotak bekal Jisung di atas mobil Mark, kemudian menggerakkan tangannya di depan wajah Mark.

"Kenapa? Kau tidak lihat anakmu sangat senang? Kau ingin membuat dia sedih dengan mengatakan bahwa aku bukan Ayahnya?"

"Dia akan lebih sedih nanti. Aku sudah mengatakan padanya, tapi dia tidak percaya padaku. Kumohon! Jangan permainkan anakku, katakan padanya jika kau bukan Ayahnya."

"Aku akan mengatakannya jika kau tidak takut lagi padaku. Tidak menghindariku dan hilangkanlah bayang-bayang Min Hyung jika kau bertemu denganku. Aku bukanlah Min Hyung. Dia dan aku berbeda, aku tidak akan menyakitimu."

Haechan terdiam. Benar apa yang dikatakan Mark. Dia dan Min Hyung berbeda, walaupun ada beberapa hal yang membuat mereka terlihat sama selain wajah mereka.

"Baiklah. Katakan padanya nanti dan tolong berikan ini pada Jisung."

Haechan mengambil kotak bekal yang dia letakkan di atas mobil Mark tadi, lalu menyerahkannya pada Mark.

Mark tersenyum dan menatap Haechan.

"Baik. Aku akan mengatakannya. Jangan lupa apa yang kukatakan tadi."

Haechan mengangguk. Mark memasuki mobilnya, memasangkan sabuk pengaman dan mulai menjalankan mobilnya.

Dalam perjalanan, Mark memberikan kotak bekal yang dititipkan Haechan untuk Jisung. Remaja itu menerimanya setelah mengatakan terimakasih.

Mark melirik Jisung, kemudian mulai berbicara,

"Jisung ... Aku ingin minta maaf. Sebenarnya apa yang Ibumu katakan itu benar."

Jisung yang sedang menikmati pemandangan dari jendela, menoleh untuk melihat Mark.

"Tentang ... apa?" Jisung tahu apa yang dimaksud oleh Mark, tapi dia tidak ingin mengatakannya. Jisung ... takut kecewa.

"Tentang aku yang bukan Ayahmu."

Jisung terdiam. Hatinya terasa sakit, ibunya memang tidak pernah berbohong dan dia tidak pernah percaya perkataan ibunya.

Jisung menahan air matanya, lalu dengan suara serak bertanya pada Mark,

"Lalu, apa kau adalah Pamanku? Kembaran Ayah? Dan apakah benar Ayah telah tiada?"

Mark mengangguk pelan, "Iya. Semuanya benar."

Jisung menunduk, "Dimana makam Ayah?"

"Kanada. Setelah dia dikabarkan meninggal, Ayahku membawanya kembali ke Kanada."

Jisung semakin menunduk. Air matanya mulai terjatuh. Jisung bukanlah anak yang kuat, dia anak yang mudah terluka. Apalagi jika itu menyangkut orangtuanya.

Mark merasa bersalah setelah mengatakannya, tapi dia telah berjanji pada Haechan.

"Lalu, kenapa Paman berbohong?"

Jisung menoleh dengan mata yang memerah.

Mobil mereka berhenti karena lampu sedang merah. Mark menoleh, menghadap Jisung. Menatap tepat di kedua matanya.

"Maafkan aku yang berbohong padamu. Sejujurnya, aku menyukai Ibumu ketika pertama kali melihatnya, tapi Ibumu terus menghindariku karena aku adalah kembaran Ayahmu. Jadi, ketika kau memanggilku Ayah, aku ingin memanfaatkannya. Maafkan aku."

Jisung termenung mendengar penjelasan Mark, kemudian suatu ide muncul dalam pikirannya.

"Jika Paman menyukai Ibuku, aku bisa membantumu," kata Jisung membuat bibir Mark bergerak ke atas.

"Benarkah? Tapi kenapa?"

"Aku tidak ingin Ibu bersama orang lain. Jika itu Paman, tidak masalah. Karena wajah Paman mirip dengan Ayahku. Aku tidak masalah. Bukankah kita sama-sama diuntungkan?"

Mark bertepuk tangan dalam hatinya. Dia ingin memanfaatkan anak di depannya ini malah dirinya yang dimanfaatkan. Mark juga tidak keberatan.

"Baiklah. Sekarang kau bisa memanggilku Ayah," kata Mark yang diangguki Jisung dengan senang.

Lampu merah telah berganti dengan warna hijau. Mark kembali melajukan mobilnya hingga mereka tiba di depan gerbang sekolah Jisung.

Jisung dan Mark keluar secara bersamaan. Hal itu mengundang perhatian banyak orang dan menimbulkan bisikan.

'Hei! Itu Jisung? Dengan siapa dia? Apa itu Ayahnya?'

'Mobilnya sangat mewah dan mahal. Apa itu Ayah Jisung? Mereka terlihat mirip.'

'Hei, jika itu Ayah Jisung, kenapa juga dia masuk ke sini dengan beasiswa?'

'Itu karena dia pintar. Mungkin saja dia tidak ingin dibiayai orangtuanya.'

'Wah, Ayahnya sangat tampan. Pantas saja Jisung tampan.'

Mark mengacak rambut Jisung dan memberikan beberapa uang untuknya. Jisung awalnya menolak, tapi Mark terus memaksanya. Akhirnya, Jisung menerima uang tersebut untuk dia tabung nanti.

Jisung melambaikan tangannya saat mobil Mark berputar arah dan mulai pergi.

Jisung mendengar semua bisikan kagum dan penuh tanda tanya dari para murid.

Bisikan hina dan cibiran tentangnya kemarin, kini berubah menjadi bisikan pujian dan kekaguman.

Jisung tertawa dalam hatinya, orang-orang itu memang cepat berubah.

Di dalam kelas Jisung, terlihat Chenle yang seperti biasa melihat ke arah jendela luar sambil termenung dengan earphone berwarna oranye di telinganya.

Siapapun yang melihat Chenle akan merasa risih sendiri karena kesendiriannya. Chenle tidak peduli, lagipula dia tidak melakukan apapun.

Jika Ayah Chenle bukanlah salah satu donatur sekolah, sudah dipastikan Chenle akan mendapat siksaan fisik dan pembullyan secara terang-terangan. Yang mereka lakukan hanyalah mengucilkan dirinya dan tidak berinteraksi dengannya. Chenle juga tidak peduli karena dia tidak ingin berteman dengan siapapun.

Kecuali satu orang yang telah menarik perhatiannya.

Chenle memejamkan matanya, kembali mengingat kejadian semalam, dimana dia bermasturbasi hanya karena mendengar suara Jisung yang dia rekam.

Suara Jisung kembali dia dengar. Chenle berusaha untuk tidak menggigit bibir bawahnya karena dia tengah berada di kelas.

Suara bel masuk terdengar membuat Chenle harus mematikan nada indah dari earphone-nya dan mulai memerhatikan guru.

Ketika bel pulang sekolah berbunyi, Chenle segera mengejar Jisung yang telah sampai di depan gerbang.

"Hei, Jisung," panggil Chenle. Orang-orang di sekitar melihat Chenle terkejut. Baru kali ini mereka mendengar suara Chenle setelah mereka mulai belajar di sana.

"Ada apa?" tanya Jisung setelah berbalik.

"Ingin bermain ke rumahku?" tanya Chenle. Jisung ingin mengangguk, tetapi suara ayah barunya itu memanggil dirinya.

"Oh? Ayah?"

Chenle melihat lelaki yang mirip dengan Jisung mendatangi mereka.

Mark tersenyum, kemudian mengacak rambut Jisung gemas.

"Aku ingin menjemputmu. Tidak mungkin 'kan aku hanya mengantarmu saja?"

Jisung tertawa, menyetujui perkataan Mark.

"Dia temanmu?" tanya Mark. Jisung melihat Chenle yang diam memerhatikan Mark dengan wajah datar.

"Iya, Ayah. Namanya Chenle."

"Salam kenal," kata Mark. Chenle hanya diam dan mengangguk.

"Maaf, Chenle. Aku tidak bisa ke rumahmu hari ini. Lain kali saja, ya?"

Jisung ingin berbalik, tapi Chenle menahan lengannya.

"Aku ingin bermain ke rumahmu."

Jisung melihat Chenle. Kemudian dia berpikir, tidak masalah jika membawa Chenle ke rumahnya bukan?

Jisung mengangguk, kemudian Chenle meminta izin untuk menghubungi Ibunya sebentar. Setelah itu mereka memasuki mobil dan berjalan pulang.

"Terimakasih, Ayah. Kau tidak mampir dulu?" tanya Jisung. Mark menggeleng, "Aku harus kembali ke kantor.

Jisung mengangguk, kemudian melambaikan tangannya pada Mark.

Chenle masih melihat Mark dengan tatapan datar. Jisung memerhatikan Chenle yang terus menatap Mark dengan aneh.

"Apa kau mengenal Ayahku?" tanya Jisung.

"Mungkin. Ayo, masuk saja." Jisung tidak memperpanjang perkataan Chenle. Dia membuka pintu dan memasuki rumahnya yang sederhana.

"Maaf, rumahku tidak senyaman rumahmu."

"Tidak apa. Aku suka," kata Chenle tersenyum.

Mereka duduk di sofa kecil yang berada di ruang tengah. Jisung memasak ramen untuk dirinya dan Chenle sambil mengerjakan tugas bersama.

"Chenle, ini sudah hampir malam. Kau tidak pulang?" Chenle menggeleng, "Aku ingin menginap. Bolehkah?"

"Ha? Kau yakin?" Chenle mengangguk.

Jisung merasa Chenle benar-benar orang yang aneh dan sulit ditebak. Jarang ada orang kaya yang mau menginap di rumah kecil seperti ini.

"Baiklah, aku akan bertanya pada Ibuku nanti. Kau sendiri minta izin dulu pada orangtuamu."

"Sudah."

"Ha? Kapan?"

"Tadi."

Jisung membuka sedikit mulutnya. Dia tidak bisa membalas jawaban Chenle lagi. Baginya dan mungkin bagi semua orang, Chenle benar-benar aneh.

Sementara, Haechan yang baru saja mengunci pintu restoran dan akan berjalan pulang, bertemu dengan Mark yang sudah berdiri di samping mobilnya.

"Sepertinya kau tidak memiliki kesibukan hingga bisa datang ke sini," isyarat Haechan ketika Mark berjalan mendekatinya.

"Aku punya banyak kesibukan. Bertemu denganmu adalah salah satu kesibukanku."

Haechan hampir tersenyum mendengar perkataan Mark, tapi dia dengan segera menutupinya.

"Ada perlu apa kau bertemu denganku?"

"Tentu saja untuk mengenalmu. Aku sudah mengatakannya pada Jisung dan dia bilang tidak masalah. Dia akan tetap memanggilku Ayah."

Haechan harus memukul kepala Jisung setelah tiba di rumah. Bisa-bisanya anak itu bertingkah seperti ini.

"Ayo ku antar pulang." Haechan ingin menolak, tapi Mark kembali berkata membuat dirinya dengan terpaksa menerima tawaran Mark.

"Jika kau menolak, berarti kau tidak menepati apa yang telah kau katakan sebelumnya."

Haechan masuk ke rumahnya setelah diantar pulang oleh Mark.

Ketika dia masuk, Haechan melihat seorang lelaki yang memiliki usia seperti Jisung tengah duduk menonton televisi sendirian.

Chenle menoleh ketika merasa ada yang berjalan. Lelaki itu berdiri dan menundukkan tubuhnya, memberi salam pada Haechan.

"Ibu sudah pulang? Oh ya, Ibu, temanku ingin menginap. Bolehkah?"

Haechan terkejut ketika Jisung memanggil dirinya dengan sebutan Ibu di depan temannya.

"Jisung. Apa tidak masalah kau memanggilku Ibu di depan temanmu?"

Jisung berjalan dengan tenang dan duduk di samping Chenle yang masih berdiri.

"Tidak apa. Ibunya juga seorang lelaki," kata Jisung. Haechan melihat Chenle yang tersenyum padanya dengan tak percaya.

Haechan berjalan mendekati mereka dan duduk di sana, diikuti Chenle.

Haechan mengeluarkan notes dan menuliskan beberapa kata di sana. Lalu menyerahkannya pada Chenle.

Chenle menerimanya dengan lembut sambil tersenyum.

"Ibumu seorang lelaki? Siapa namanya?"

Chenle tersenyum dan melihat Haechan, "Zhong Renjun."

Haechan menutup mulutnya dengan mata yang terbuka lebar.

"Ada apa Ibu?" tanya Jisung ketika melihat Haechan.

"Zhong Renjun? Benarkah? Bisa kulihat fotonya?" tulis Haechan.

Chenle mengangguk dan membuka ponselnya. Mencari foto ibunya di galeri dan menyerahkannya pada Haechan.

"Dia ... benar-benar Renjun! Temanku di JHS dulu. Ketika lulus Renjun kembali ke China karena dia dijodohkan dan harus menikah."

Chenle melihat Haechan sambil tersenyum, lalu mengangguk. Chenle tahu jika ibu dan ayahnya dijodohkan sejak mereka kecil. Chenle juga tahu jika keduanya saling mencintai walaupun tidak menunjukkannya.

Haechan hampir menangis. Renjun adalah satu-satunya teman yang mau menerima dirinya yang tidak memiliki siapapun. Ketika JHS dulu, Haechan masih bisa berbicara, dan setiap hari dia akan berkelahi dengan Renjun, lalu berbaikan. Setelah Renjun pergi, Haechan mendapat banyak teman di SHS karena dirinya yang pintar menyanyi dan kebanggaan sekolah, hingga dia bertemu Min Hyung yang membuat segalanya berubah.

"Menginaplah di sini. Lagipula sudah malam. Kau sudah minta izin pada Renjun?" tanya Haechan pada notes yang dia tulis.

Chenle mengangguk. Haechan kembali menulis.

"Jisung tidur seperti orang mati. Jadi, jika kau bergerak pun dia tidak akan terbangun. Semoga kau nyaman, ya."

Chenle merasa senang dalam hatinya, lalu dia mengangguk.

Jisung mengajak Chenle untuk tidur karena sudah lewat jam tidur untuk anak sekolahan.

"Ini bajuku. Maaf jika tidak sebagus bajumu."

Chenle menerima baju Jisung yang agak besar padanya. Chenle tersenyum melihat Jisung.

"Kau selalu membandingkan dirimu denganku. Berhentilah. Aku tidak ada apa-apanya."

Jisung mengangguk, kemudian membaringkan dirinya di ranjang. Chenle mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian Jisung. Setelah itu, dia membaringkan dirinya di samping Jisung.

Sejam terlewati, tapi Chenle belum memejamkan matanya. Dia melirik Jisung yang telah tidur dengan lelap.

Chenle membalikkan badannya menghadap Jisung. Memerhatikan mata Jisung yang terpejam. Matanya turun beralih pada hidung dan bibir Jisung. Napasnya tampak teratur dan tenang.

Chenle menyentuh pipi Jisung, mencoba membangunkannya. Seperti perkataan Haechan, Jisung tidak terganggu dengan gerakan apapun.

Chenle sedikit membangunkan tubuhnya, wajahnya perlahan mendekati Jisung.

Cup

Chenle menempelkan bibirnya pada bibir Jisung. Tidak ada pergerakan dari orang di bawahnya.

Chenle mulai sedikit berani, dia menggerakkan bibirnya, menyesap bibir bawah Jisung pelan.

Lalu, Chenle menarik dirinya. Kembali pada posisi awalnya. Chenle memerhatikan Jisung dari samping. Tersenyum lebar karena berhasil menyentuh Jisung.







Tbc

WOI INI KOK GK ADA YANG KOMEN KALO KALIMATNYA KEPOTONG😭😭😭😭😭  pliissss Uee mau lanjut chap baru, dan liat alur sebelumnya dan baru liat kalo chapter ini kepotong. Huweee syalang emg wattpad, untung ingat scenenya walau kalimatnya jadi beda.

Mengcapek 😫🖐🏻

繼續閱讀

You'll Also Like

301K 35.9K 32
-complete.- Kala itu, Haechan memilih mengungkapkan perasaannya pada Mark. lelaki yang 2 tahun diatasnya. Dengan bermodalkan nekat saja, Haidar yang...
239K 18.9K 33
[END] Follow Vi oke! Hari dimana Haechan yang seharusnya merasakan kebahagiaan, malah merasakan penderitaan. Dan sumber penderitaan itu adalah anak n...
813K 82.3K 20
"kalo kakak gak suka aku, ga perlu juga kan harus pake nyakitin hati aku"-Lhc Kisah 'one side love' seorang anak laki-laki pengidap penyakit jantung...
178K 13.5K 29
Lee Donghyuck atau kerap dipanggil Haechan, pemuda imut yang sangat fans dengan salah satu idol boy grup negaranya. SuperM nama boy grup itu. Haechan...