ALAÏA 2

By radexn

6.2M 940K 5.3M

[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia kembali, membawa... More

Prolog
1. Aishakar X Atlanna
2. Bawel
3. Atmosfer Masa Lalu
4. Shocked
5. A Different Destiny
6. Moonstar
8. Sayang
9. Tak Seindah Lukisan
10. Hitam
11. Menyelam untuk Mati
12. Irvetta
13. Memang Seharusnya Jujur
14. Pengakuan
15. Sang Dewa Kematian
16. Bintang
17. Berharap yang Terbaik
18. Beku
19. It's a Bye
20. Snow
21. Our Beloved Atlanna
22. Insiden
23. Satu yang Bersejarah
24. Kita
25. Ingin Melepas Rasa
26. Imitasi
27. Baby Winter
28. Aku Bukan Kamu
29. Hurt
30. Haruskah Kita Usai
31. Retak
32. Amatheia VS Aphrodite
33. Us
34. Dear You, Ale
35. Διαίσθηση
36. Andai Kita Abadi
37. The Mermaid
38. Hectic
39. Aesthetic
40. Chaotic
41. Luka dalam Memori
42. Light
43. A Frozen Heart
44. Skyïa
45. The Sea is Calling
46. The Blue Diamond: Goddess of The Sea
47. Happy Birthdae
48. Angel
49. Berharap Hanya Mimpi
50. Cahaya Mata
51. The Most Beautiful Moment
52. Justice
53. Laut yang Tenang
54. Moonlight [END]
pre-order ALAÏA 2
Extra Chapter
NEW STORY
⚠️ SECRET CHAPTER 🔞
AMBERLEY
ALAÏA 3
NOVEL AMBERLEY (cucu Aïa)
ALAÏA UNIVERSE: "SCENIC"

7. Masuk dalam Gelap

174K 22.2K 114K
By radexn

⚠️ WARNING ⚠️
Chapter ini mengandung muatan dewasa. Bagi yang belum cukup umur, dianjurkan tidak membaca bagian yang ada tanda 🔞 nya. Harap bijak!

♪ playlist: Blood Sweat & Tears
- BTS

07. MASUK DALAM GELAP

Lelaki dengan pakaian formal berjalan melewati lorong pendek menuju ruang bawah tanah. Di belakangnya terdapat tiga pria tinggi dan besar berpakaian serba hitam yang merupakan pengawalnya.

Mereka menuruni anak tangga dan berhenti di depan pintu tanpa gagang. Hanya keluarga Lonan yang mampu mengaksesnya. Dae berdiri di depan pintu dan wajahnya dipindai tiga detik. Otomatis pintu terbuka lebar untuknya.

Langkah mereka berlanjut sampai ke ruangan yang berada sangat jauh dari pintu masuk. Ruang bawah tanah terlihat megah dan elegan meski tak banyak kegiatan yang dilakukan di tempat ini. Dae membenci ruangan gelap, sumpek dan kotor. Jadi, dibuatlah ruang senyaman mungkin untuknya.

Jangan lupa, di tiap tempat milik Dae harus ada aquarium besar.

Bunyi pantofel itu lenyap bersamaan Dae menghentikan gerak. Dia diam menghadap pintu hitam, lagi-lagi melakukan scan wajah sebagai persyaratan masuk. Usai itu, masuklah dia tanpa tiga orang pengawalnya.

Dae menyalakan lampu dan membuat ruang serba putih ini menjadi terang. Dia menghampiri bilik kecil di pojokan yang dibuat dari kaca transparan sangat tebal. Tidak akan pecah bila ditinju sekalipun.

Bilik itu merupakan kurungan untuk pria tua yang ditahan oleh Dae atas perbuatan liciknya terhadap keluarga Lonan.

Kedatangan Dae membangunkan dia yang semula tidur. Dia terkesiap saat Dae menekan salah satu tombol pada dinding kaca yang fungsinya mengaktifkan sengatan listrik pada borgol di tangannya.

Dae hanya iseng. Dia tak akan membunuh pria itu dengan sengatan tersebut. Mungkin tidak sekarang.

"Sembri felice," kekeh Dae. (Kau terlihat bahagia.)

Padahal pria tersebut sangat kurus yang awalnya bugar. Wajahnya kuyu, pucat, tatapannya tidak bergairah. Dia tak memiliki semangat untuk melanjutkan hidup.

Meski kaca itu tebal, ucapan orang di dalam dan di luar bilik tetap bisa didengar karena kaca tersebut dirancang untuk dapat mengirim maupun menerima suara. Pintunya ada tapi didesain seakan-akan tak terlihat, untuk membukanya memerlukan sidik jari Dae Lonan. Lubang udara sudah tentu ada agar orang di dalamnya bisa bernapas, tetapi bentuknya kecil nyaris tidak nampak.

Dae mengelilingi bilik kaca sambil mengamati dia yang terduduk lemah di lantai. Ia lalu berseru keras, "Berdiri! Saya dateng bukan buat nontonin Anda duduk santai di situ."

Pria itu beranjak perlahan dan berdiri dengan bersandar ke dinding. Tubuhnya lemas karena belum makan selama tiga hari. Dia enggan menyicip makanan dari orang-orang suruhan Dae karena selalu curiga ada racun di dalamnya. Terakhir kali ia makan, lambungnya langsung bergejolak hebat seperti ada bom yang hendak meledak di situ.

"Saya enggak suruh Anda bersandar. Berdiri tegap!" sentak Dae.

Pria itu mencoba memenuhi titah Dae. Sekarang dia berdiri berhadapan lelaki muda itu dan hanya terhalang kaca. Dae tersenyum miring dengan tatapan tajam yang tak luntur.

Dae mengangkat satu tangan, bermaksud memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya. Ia berujar, "Lihat. Bagus, 'kan?"

"Ini sebagai bukti seseorang menjual anak gadisnya ke saya. Ah, demi harta dia rela jual anak ke orang lain." Dae menyindir pria itu.

"Saya enggak jual Amora! Kamu yang mengancam saya!" Dia tidak terima.

"Oh, ya?" Dae mengangkat dagu. "Terus, siapa orang yang ngaku enggak mampu tebus kesalahannya terhadap keluarga saya dan akhirnya nyerah?"

"Siapa juga yang kasih tawaran buat serahin semua harta, termasuk anaknya buat saya? You," lanjut Dae.

"Anda juga yang nangis-nangis di depan Amora. Kalo Amora tau ternyata ayahnya penjahat, dia bakal sekecewa apa, ya? Mungkin Anda langsung di-blacklist dari hidupnya. Betapa malu punya ayah tukang tipu." Di kalimat akhir Dae mengejek.

"Nipunya enggak pinter, lagi. Bodoh jangan dipelihara, Tua. Itu bikin malu," cibir Dae terus menerus.

"Enggak mau mati, tapi pengen keluarganya mati perlahan. Itulah Anda." Dae menambahkan lagi.

Lalu Dae maju selangkah seraya mempertajam mata elangnya. "Anda pikir omongan Anda itu bisa hilang gitu aja dari otak saya? Anda bukan berurusan sama anak kecil. Anda berurusan dengan Dae Lonan. Paham?"

"Jangan memutarbalik fakta kalo Anda enggak mau saya puter-puter sampe muntah darah di situ," ketus Dae.

Pria yang diketahui bernama Dani dari nama lengkap Daniel Webb itu tidak membalas perkataan Dae. Mulut dan otaknya terlalu capek untuk berdebat. Bunyi yang berasal dari perutnya mendadak terdengar menandakan ia semakin lapar.

Suara itu tertangkap telinga tajam Dae. Ia menyeletuk, "Mogok makan? Anda memang orang tua banyak drama."

"Ck, buang-buang waktu ada di sini." Dae melirik arloji di pergelangan tangannya.

Sebelum meninggalkan tempat, Dae menanyakan satu hal lain. Ini cukup memancing kemarahan Dani. Kata Dae, "Di mana letak sumber intan itu?"

"Kamu udah ambil semua harta dan anak saya! Buat apa nanya itu lagi?" cecar Dani.

"Hey, Tua. Perempuan itu bukan dinilai dari nominal harga. Mereka bukan barang. Itu artinya, saya menikahi Amora sama sekali enggak mengurangi uang yang harus Anda kembalikan." Senyum Dae terukir setengah.

"Kamu mau bodohi saya? Kamu bilang serahin semua yang saya punya biar urusan kita selesai. Biar enggak ada korban meninggal lagi. Tapi, apa sekarang?!" Dani marah-marah.

"Siapa yang minta Anda serahin Amora? Saya 'kan enggak minta," sahut Dae kelewat tenang sampai Dani naik pitam. "Tapi, lumayanlah ... dia cantik, lembut, cocok buat saya jadiin boneka."

"Jangan coba-coba kamu berlaku kurang ajar ke anak saya!" pekik Dani.

"Saya suaminya. Dia berhak penuhi semua perintah saya," papar Dae sembari bersedekap dan anteng menyaksikan Dani kelabakan di dalam bilik.

Dani menendang dinding kaca sambil teriak dan memaki Dae. Pria itu baru sadar dirinya masuk semakin dalam ke jebakan Dae Lonan. Dia pikir, dia hanya perlu menunggu beberapa waktu sampai dibebaskan dari ruang bawah tanah usai memberikan segala yang ia punya.

Nyatanya, Dae membuat perangkap baru untuk dirinya dan kali ini melibatkan Amora.

"Ada cara mudah kalo Anda mau Amora aman. Tinggal sebut letak sumber intan terbaik di dunia, maka Amora enggak bakal saya siksa. Ini demi kelangsungan hidup Anda juga, Dani."

"Saya enggak percaya sama kamu, Dae! Kata-kata yang keluar dari mulut kamu itu tipuan semua!"

"Enggak. Saya enggak bohong kalo saya bilang di rumah saya tersedia borgol, suntikan, bor, hard sex toys—"

"Keparat!" maki Dani.

"Saya tunggu jawaban Anda. Semakin Anda ulur waktu buat kasih informasi, semakin enggak aman hidup Amora, dan makin deket ajal Anda." Dae memberi ancaman terakhir seraya meninggalkan ruang.

Tidak lupa, ia sengaja memencet tombol untuk menyetrum Dani sambil tertawa singkat.

Dani teriak frustrasi. Satu hal yang ia sesali seumur hidup adalah berjumpa dengan keluarga Lonan, terlebih anggota termudanya yaitu Dominic Varddae Lonan, yang dikenal paling "berbahaya" melebihi pendahulunya.

❄️ 🤍 ❄️

Pintu ruang kerja Aishakar terbuka setelah diketuk tiga kali. Dia terkejut melihat siapa yang datang. Langit, Ragas, dan manusia menyebalkan di matanya bernama Ale.

Langit menghampiri meja panjang itu dan duduk di kursi tepat di depan anaknya. Ia langsung menyetus, "Ada masalah apa, Kasep Mini? Kenapa sampe bikin cewek nangis?"

Ragas ikut masuk bersama Ale yang sembunyi-sembunyi di belakangnya. Dia pura-pura takut padahal diam-diam memamerkan ekspresi paling mengesalkan ke Aishakar. Salah satunya menjulurkan lidah.

"Ini bocah nangis kejer di depan kantor. Kayak anak telantar, ditambah cintanya ditolak, Shak." Ragas menyambar.

"Katanya kamu nolak dia," imbuh Langit.

Aishakar spontan melotot ke arah Ale dengan tatapan menuduh. Ale menunduk, menghindari mata tajam itu.

"Piw, dia tuh maksa buat dijadiin model Baby Moonlight. Aku bilang sekarang lagi enggak butuh model baru, tapi dia tetep maksa. Kalo dia nangis, bukan salah aku." Aishakar mengatakan hal yang sebenarnya.

"Oh? Bukan ditolak cintanya?" Langit mengerutkan alis.

"Itu mah udah dari tahun-tahun lalu, Piw," celetuk Aishakar.

"Shaka!" Ale refleks bersuara karena kejadian itu sangat menyakitkan untuk diingat.

"Naon? Lo 'kan suka sama gue dari dulu. Emangnya gue enggak peka?"

"Kalo peka, kenapa dari dulu sok enggak tau?!" kesal Ale.

"Gue tau. Buktinya lo gue tolak terus. Siapa suruh gatel," seloroh Shaka tanpa pikir dulu.

Mendengar itu, Langit juga Ragas merespons dengan mimik muka beda-beda namun dalam detik yang sama. Langit membulatkan mata, sedangkan Ragas membuka mulut cukup lebar.

"Shaka," tegur Langit.

Ale barusan mau bicara, tapi tertahan. Kali ini ucapan Aishakar benar-benar menusuk ke hatinya. Kalimatnya singkat, tapi sangat membekas di benak Ale.

Aishakar cuek, bahkan sama sekali tidak peduli pada Ale yang matanya kembali berkaca-kaca. Cowok itu beralih ke laptop untuk mengurus pekerjaannya. Malah Langit dan Ragas yang merasa bersalah terhadap Ale.

"Neng, maapin omongan Shaka, ya. Emang suka nyeplos gitu kalo lagi pusing mikirin kerjaan," tutur Ragas.

"Ho'oh. Tuman ih, Shaka!" Langit menyentil laptop Aishakar sampai layarnya bergetar. "Bikin cewek nangis sama aja kamu bikin Mamiw sedih!"

Aishakar melirik Ale dan seketika anak itu berpamitan, lanjut cepat-cepat keluar dari ruangan Aishakar. Ale sempat memberi senyum ramah ke Langit dan Ragas, serta mengucapkan terima kasih karena telah membawanya bertemu Aishakar di sini. Ia berusaha menutupi suaranya yang getir dengan cara tertawa kecil.

"Ale permisi," ucapnya sopan.

"Yah ... tuh 'kan!" Ragas panik. "Nangis lagi pasti tuh. Yakin pisan aing mah!"

"Shaka, kejar atuh. Minta maaf," suruh Langit.

"Mbung. Dia ganggu aku mulu. Biarin aja." Aishakar masih bergulat dengan laptop.

"Ga boleh gitu, oneng. Beneran Papiw aduin ke Mamiw, ya? Biar kamu digulung ombak," cetus Langit yang terdengar sadis di telinga Aishakar.

"Atuhlah ... kalo aku kejar, nanti dia mikirnya aku suka sama dia. Nanti aku disebut kasih harapan padahal enggak. Males, Piw. Cewek kayak Ale tuh bikin risih." Aishakar berujar.

"Risih gimana? Baik gitu keliatannya," kata Langit.

"Dia deketin aku mulu. Tiap aku mau negor pasti ditahan Ata. Tapi sekarang ga ada Ata jadinya aku bisa bebas negor dia," ungkap Aishakar.

"Omongan lo bakal diinget dia sampe empat puluh tahun ke depan, Shak. Percaya sama aing," tutur Ragas.

"Bagus, lah. Biar sadar." Aishakar menjawab sambil mengetik sesuatu di laptopnya.

Langit cuma bisa geleng-geleng samar. Perkara ini mengingatkannya pada kejadian masa lalu ketika dirinya dikejar cewek-cewek yang membuat hidupnya tidak tenang. Sama seperti yang Aishakar lakukan, dia menolak semua cewek itu bahkan tak segan menyetus kata-kata pedas.

"Ah, dapet tawaran kerja sama. Model." Aishakar mengatakan itu tiba-tiba.

"Apa tuh? Model terkenal?" tanya Langit.

"Aku kurang kenal, tapi pernah liat berita tentang dia yang katanya pesugihan awet muda." Aishakar tertawa. "Kurang percaya, sih."

"Siapa?" Kali ini Ragas yang nanya.

"Anak emas Black Angels Management. Shaelana Claretta," jawab Aishakar.

"Shae—hah? SIAPE?" Ragas membelalak.

"Shaelana Claretta," ulang Aishakar.

"HAH?" Ragas semakin melotot. "Mana mukanya? Aing mau liat."

"Sabar, koneksi internet tiba-tiba lambat." Aishakar mengamati lingkaran yang berputar di layar.

Langit mendengkus. "Hadeh, kantor gede, tapi Wi-Fi lemot."

"Biasanya enggak, Piw," bela Aishakar.

"Waduh, mana ya chargeran?" Aishakar pun kelimpungan mencari benda itu.

Ternyata bukan internet yang loading lama, melainkan laptopnya nyaris mati kehabisan baterai! Aishakar baru saja meraih kabel charger, tapi layar laptop seketika redup dan Ragas tidak bisa melihat foto model tersebut.

"Daddy cari aja di hape. Pasti ketemu," kata Aishakar.

"Enggak jadi, deh. Namanya mirip cewek aing dulu. Nanti makin susah move on." Ragas berujar diselingi curhat.

"Betah amat, sih, Gas? Gue udah otewe punya tiga anak nih, lo masih aja sendiri." Langit terbahak keras.

"Iya, gue tau. Gue udah denger lo sama Alaia." Ragas otomatis ingat suara-suara yang berasal dari kamar Langit dan Alaia kemarin. Suara yang membuat dia menerima mimpi buruk pada malamnya.

"Denger apa, Monyet?" Langit was-was.

"Ah, emh, ceplak-cepluk." Ragas menahan tawa.

"Bangsat!" Langit menepak bahu Ragas penuh rasa kesal.

Aishakar kelihatan sibuk mengisi daya laptop, tapi ternyata dia ikut tergelak mendengar obrolan dua bapaknya. Sekarang mereka cekikikan terus sampai percakapan mengalir makin jauh. Biasalah, pikiran lelaki langsung ke satu arah kalau ada yang membahas topik ini.

❄️ 🤍 ❄️

Matahari bersembunyi seiring cahaya langit pudar. Alaia duduk berduaan bersama Aishakar sambil menikmati hasil pemotretan anak-anaknya. Dia nampak bangga melihat kesuksesan mereka.

Aishakar ataupun Atlanna terkadang bentuk wajahnya berubah-ubah. Di satu waktu mereka bisa menjadi sangat mirip Langit, dan di waktu lain orang akan menyebut mereka persis Alaia. Ini merupakan kombinasi yang pas.

Jemari lentik Alaia memindahkan lembaran ke halaman foto lain. Ada satu foto di mana ia merasa Atlanna adalah kembarannya, hanya warna mata yang membedakan.

Begini bila wajah keduanya disandingkan;

"Besok aku sama Atlanna ada sesi photoshoot lagi. Mamiw mau ikut?" Aishakar selalu bicara selembut mungkin pada ibunya.

"Mamiw mau. Tapi, kalo Papiw enggak sibuk," jawab Alaia.

Kebetulan Langit datang sambil membawa segelas susu untuk istri mungilnya. Dia duduk di samping Alaia dan memberikan gelas itu. Jiwa bayi Alaia muncul tiap ia melihat susu.

Pandangan Langit beralih ke majalah berisi foto-foto tadi. Dia mengambilnya dari tangan Alaia ketika sang istri asyik meneguk susu. Aishakar yang duduk di sofa seberang hanya diam menunggu respons Langit mengenai deretan foto tersebut.

"Piw, aku mau ajak Mamiw ke Baby Moonlight besok. Seumur-umur Mamiw belom pernah ke sana," ujar Aishakar.

"Jangan. Ini berlian berjalan, kalo lecet dikit bisa bahaya." Langit melirik Alaia saat menyebut berlian berjalan.

"Aku jagain. Aku yang jamin enggak ada satupun orang sentuh Mamiw." Aishakar berusaha meyakinkan ayahnya.

"Aishakar, perhatiin muka Mamiw." Langit membentuk kotak dengan kedua tangannya yang bertujuan membingkai wajah Alaia dari jarak jauh. "Sempurna banget. Enggak ada manusia secantik ini."

Alaia yang lagi minum itu mendadak jadi patung dengan pipi mengembung berisi susu. Tatapan polosnya mengarah ke Langit dan Aishakar bergiliran. Dia seperti bayi kucing yang imut nan lucu.

"Saking sempurnanya sampe Papiw enggak rela muka Mamiw diliat banyak orang. Takut orang-orang jadi kaget, terus penasaran, terus akhirnya ganggu Mamiw." Langit berpikir terlalu jauh.

"Enggak, ah. Takut berefek buruk," pungkas Langit disusul menutup majalah.

"Papiw tega liat Mamiw ngerem terus di rumah? Mamiw pasti bete," sahut Aishakar, lalu menatap Alaia. "Iya, 'kan, Miw?"

"Enggak kok," celetuk Alaia disertai senyuman manis yang menenangkan jiwa dan pikiran.

"Atuh, Miw, bilang aja 'iya' biar Papiw izinin pergi." Aishakar kalut.

Langit tertawa lepas melihat tampang anaknya yang pusing menghadapi kejujuran sang ibu. "Udahlah, ajak aja si Ale. Kesian tuh, lagi butuh kerjaan. Kamu belom minta maaf juga."

"Kenapa jadi bahas Ale?" Aishakar pundung.

Alaia langsung menimbrung. "Shaka buat kesalahan apa?"

"Dia bikin cewek nangis, Miw. Ha! Mamam tuh Papiw aduin," cetus Langit yang senang menyiksa anaknya.

"Aih, Papiw!" Aishakar berdecak.

"Hukum, Sayang. Lelepin di laut dua puluh empat jam." Langit sok bisik-bisik ke Alaia, nyatanya suara dia besar, dan bermaksud mengompori.

Alaia menghela napas banyak-banyak dan membuangnya perlahan agar lebih rileks. Kemudian, ia menaruh gelas kosong itu ke atas meja. Ia lanjut mengucap kata-kata untuk anak lelakinya.

"Apapun kesalahan yang kamu lakuin, kecil atau besar, harus ada permintaan maaf. Kalo kamu enggak mau lakuin itu, sekarang masuk ke kamar dan kunci. Renungin itu semua." Alaia bertutur jauh lebih serius.

"Nah. Dengerin, Shaka," sambung Langit.

"Jangan jadi lelaki pecundang yang bisanya bikin cewek nangis, terus enggak bertanggung jawab. Di mana hati nurani kamu?" Alaia menambahkan lagi.

Aishakar tertegun mendengar penuturan itu. Ia tidak bersuara dan hanya menunduk. Tidak berani menyahut omongan orang tuanya.

"Mamiw ... Mamiw sedih jadinya." Tiba-tiba Alaia cemberut dan menyeka sudut mata. "Sakit rasanya kalau dibikin nangis."

"Aduh, Sayang." Langit segera mendekap Alaia dan mengusap-usap kepalanya. Seketika, Langit melotot garang ke Aishakar.

"Miw, jangan nangis." Aishakar beranjak dan menempatkan bokong di sebelah Alaia. "Maafin, Shaka. Iya, abis ini Shaka merenung."

"Sekarang. Sana pergi," usir Alaia disela tangis kecilnya.

"Oke. Shaka langsung ke kamar. Mamiw jangan nangis lagi." Aishakar menghapus jejak air mata dari wajah ibunya.

Alaia mengangguk sambil peluk Langit dari samping. Aishakar lari cepat ke kamar untuk mematuhi permintaan Alaia. Setelah Aishakar pergi, senyum Alaia kembali merekah dan Langit menutup mulut rapat-rapat agar tawanya tidak merebak keluar.

Seraya itu, Alaia menatap pintu ruang keluarga dan bertanya, "Abang mana? Tumben jam segini enggak berisik."

"Lagi mandi. Kalo kamu keluar dari sini, langsung kedengeran tuh konser dadakan di dalem sono," kata Langit.

Alaia ketawa lagi dan makin nyaman memeluk Langit. Dia diam tiba-tiba, matanya juga tertutup ketika merasa sedikit mual. Ia yakin rasa mual ini muncul karena minum susu sehabis makan banyak, bukan yang lain.

"Enek?" Langit menyadari itu dan sigap memijat leher Alaia.

Alaia menggeleng. Ia minta ke kamar karena ingin segera tidur. Langit setuju. Setibanya di kamar, Langit menunggu Alaia cuci muka sambil mengecek ponsel. Langit berniat menghubungi dua orang yang bikin kepikiran terus.

Langit mengirim chat ke Atlanna berisi;

LANGIT:
Atana, langit malem ini lebih gelap ya.. Bulan sama bintang ketutup awan tebel. Sama kayak hati papiw kalo kamu ga di rumah. Suram. Besok pulang ya sayang

Ia juga kirim chat untuk Bintang;

LANGIT:
Anak aing udah molor? Kamarnya pisah kan? Bersih?

LANGIT:
Jaga jarak paling deket 3 meter dari Atlanna.

LANGIT:
Melanggar = kholivar mini aing rebus 🍆✂️

LANGIT:
😄

❄️ 🤍 ❄️

🔞🔞🔞
Bagi yang di bawah umur, harap bijak ya!
Jangan salahin aku dengan adanya adegan ini. Ini demi kepentingan alur cerita. Setelah scene Bintang-Atlanna, ada kelanjutan adegan yang aman. Jangan sampe kamu skip bagian itu.
🔞🔞🔞

Malam makin larut ketika Bintang baru menyadari ada notifikasi dari Langit yang diterima sejak empat jam lalu. Kekehannya terdengar saat membaca chat itu. Bintang membalas singkat yang intinya Atlanna baik-baik saja, dan diperlakukan selayaknya ratu.

Bintang sempat tidur tiga jam, hingga akhirnya terbangun seperti sekarang. Dia menggulir timeline tanpa tujuan jelas. Bintang melakukan itu karena mata tidak bisa diajak merem lagi.

Samar-samar suara terdengar dari Atlanna yang lelap di seberang sana. Bintang di tepi kanan, Atlanna di tepi kiri. Tengah-tengah mereka boneka dino kuning yang wilayahnya luas sendiri.

"Appa," panggil Atlanna dalam tidurnya.

"Iya." Bintang menyahut tanpa berhenti melihat layar ponsel.

"Appa ...," sebut Atlanna lagi, kali ini sedikit meringik.

Maka Bintang menjawab menggunakan nada lebih-lebih lembut, "Iya, Sayang."

"Ke sini." Atlanna membuka sebelah mata. Satu matanya lagi terhalang guling karena dia sedang pelukan dengan guling itu.

Bintang bergeser. Dia menepikan boneka yang belum ada namanya itu, lanjut menyingkirkan guling yang dipeluk Atlanna. Tangan Atlanna menyentuh kulit badan Bintang yang hangat. Cowok itu tak memakai baju, cuma celana.

Atlanna membuka kedua mata dan sedikit mendongak memandang wajah tampan itu. Dia nanya lagi, "Kamu kenapa enggak bobo?"

"Udah tadi. Kebangun," terang Bintang.

"Ini jam berapa?"

"Setengah dua. Bobo lagi gih," bisik Bintang yang suara rendahnya bikin resah.

Pipi Atlanna ia tempelkan ke dada Bintang. Satu pipinya lagi dimainkan Bintang, dicubit dan diputar-putar ringan. Mereka menikmati waktu tanpa banyak meracau. Sayup-sayup Atlanna terpejam lagi, namun kembali terbuka di lima detik setelahnya.

"Mana?" celetuk Atlanna.

"Apanya?" Bintang tidak mengerti.

"Our first night," lontar Atlanna. Ia melawan malu untuk mengungkapkannya.

Bintang menatap Atlanna terlebih dahulu sebelum menanggapi. Dia hampir gelagapan, namun bisa menetralkan rasa groginya. "Enggak ada. Udah lewat setahun lalu."

Atlanna menjadi sendu. Dia menikmati degup jantung Bintang dengan pikiran yang berkelana. Perubahan raut Atlanna membuat rasa sesal dan bersalah datang lagi dalam diri Bintang. Ia pun menangkup tengkuk Atlanna, meminta perempuan itu membalas tatapannya.

Mereka sama-sama melempar pandang hampir satu menit. Selanjutnya, Bintang menghapus jarak wajah, menyatukan bibirnya dengan bibir Atlanna. Ciumannya lembut dan penuh perasaan.

Bintang menekan kepala Atlanna demi memperdalam ciuman itu. Lidah mereka bersatu dan menjelajahi masing-masing rongga. Perlahan, Bintang bergerak dari posisi awal menjadi ke atas tubuh Atlanna tanpa mengakhiri permainan mereka.

Atlanna membuka mulut mencari oksigen saat wajah Bintang pindah ke lehernya. Bibir lembabnya meninggalkan jejak-jejak di sana yang bikin Atlanna menggeliat dan panas-dingin.

Tangan Bintang meremas piyama Atlanna dan menggulungnya ke atas. Atlanna menarik piyama itu hingga terlepas dari badan. Bra berwarna nude melindungi buah dadanya yang terbilang berisi dan penuh.

Mata Bintang tidak bisa berhenti mengamati getaran dada Atlanna, yang akhirnya cewek itu melepas pengait bra dan mengizinkan Bintang membukanya.

Bintang menelan saliva. Ini pertama kalinya ia melihat Atlanna tanpa pakaian atas. Mau sentuh, tapi masih ada rasa segan.

"It's yours," gumam Atlanna.

Tangan Bintang kaku ketika bergerak mendekati dada Atlanna. Tetapi, jantungnya seperti merosot dari tempatnya saat tangan dia memegang benda empuk itu serta meremasnya pelan.

"Ah." Atlanna spontan mengeluarkan suara.

"Sakit?" tanya Bintang terhati-hati.

Atlanna menggeleng.

Momen ini berlanjut tanpa adanya penghambat. Keduanya bertambah panas dan tidak tenang di atas ranjang. Bintang membungkuk, langsung mengulum payudara Atlanna seperti sudah pro melakukan itu. Kenyataannya, ini first time Bintang, begitu pula Atlanna.

Bintang turun menjalankan kecupannya ke perut hingga bagian paling sensitif. Ia selalu meminta izin sebelum melanjutkan aksinya. Termasuk izin melepas celana Atlanna secara menyeluruh.

Muka Atlanna sangat merah kala Bintang ternganga melihat bagian itu. Bintang nyengir, sekaligus gugup karena tidak menduga Atlanna sangat memukau bahkan tanpa busana di badannya.

"Kamu cantik banget," puji Bintang.

Bintang meminta Atlanna menekuk lutut. Ia menurunkan celana pendeknya sampai mereka sama-sama tak terbalut sehelai kain. Bintang pegang lutut Atlanna, terus membukanya bersamaan memperlebar jarak antar paha.

"Kalo kamu mau tunda lagi, gapapa, Na." Bintang berujar demikian karena takut Atlanna tiba-tiba berubah pikiran atau merasa kurang nyaman.

"Aku mau sekarang." Atlanna membalas.

"Serius? Bekasnya bakal ada terus." Bintang berkata lagi.

"Kamu bilang kayak gitu seakan-akan aku orang asing."

"Bukan gitu, Nana."

"Aku siapanya kamu?"

"Istri."

Atlanna pun mulai mencari selimut atau sprei untuk ia cengkram. Bintang sudah siap di sana. Ia tau, setelah ini masalahnya pasti menjadi jauh lebih berat.

Bola mata Bintang berubah hitam sekilas. Jiwa Bintang dan Nyx Reaper bergantian aktif dalam tubuh itu. Atlanna memejamkan mata, dan lama-kelamaan merasakan sesuatu yang keras dan cukup besar mencoba masuk ke organ intimnya.

Bintang mendorong lagi, mengulangnya beberapa kali, sampai ia berhenti karena Atlanna meringis makin kuat.

Terjadi jeda sejenak untuk ambil napas panjang dan memupuk keberanian. Setelah kembali siap, Bintang melakukannya ulang. Kali ini otot di lengan dan pundaknya timbul lebih besar. Dalam satu kali dorongan, Bintang berhasil menembusnya.

"Ah ...," eluh Atlanna dengan dahi mengerut dalam, menahan perih.

Perlahan-lahan Bintang bergerak maju dan mundur. Badan ramping Atlanna membusung ke atas menikmati gerakan Bintang. Desahan mereka seketika mengisi suasana kamar yang senyap.

Aktivitas mereka berlangsung selama satu jam lebih. Itupun sudah mandi keringat dan napas terengah. Di akhir permainan, Bintang melepas cairannya di dalam Atlanna. Total sebanyak tiga kali.

❄️ 🤍 ❄️

Dae tidak langsung balik ke rumah setelah berurusan dengan Dani. Dia pergi ke sebuah tempat mistis yang hanya bisa dikunjungi orang-orang tertentu. Biasanya mereka yang memiliki banyak harta untuk membayarnya.

Tiga pengawalnya menunggu di depan rumah tua itu. Dae masuk tanpa mengetuk. Dia nyelonong begitu saja bagaikan hantu.

Kedatangannya bikin kaget sang pemilik rumah. Dae diminta lepas sepatu, namun tidak menurut. Dia menyamper wanita tua itu sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Rumah ini teramat kumuh. Tidak layak disebut tempat tinggal.

"Aku bisa mendengar derap sepatumu. Tolong lepas," lontar wanita tadi yang ternyata buta.

"Enggak mau. Rumah Anda kotor." Dae menggerutu.

Tanpa mau duduk di sofa usang yang telah disediakan, Dae langsung melempar pertanyaan penting. Ia telah mengeluarkan uang sekitar €3000 untuk mendapat jawabannya. Itu mengapa Dae bisa ada di sini sekarang.

"Di mana letak sumber intan terbaik di dunia?"

Wanita tua itu tersenyum tipis. "Sebelumnya, biar kutebak. Apa kau Dae Lonan?"

Dae mengernyit. "Dari mana Anda bisa tau?"

"Suara dan auramu. Keluarga Lonan memiliki wangi yang khas. Tapi, sepertinya kamu sedikit berbeda. Kamu sangat keras bila dibandingkan dengan mendiang orang tuamu."

"Oke. Lanjut ke pembahasan pertama," sahut Dae yang tak ingin buang waktu.

Wanita tersebut mengangguk paham. "Pertama-tama, perkenalkan, saya Fe Elata. Saya memiliki kemampuan memprediksi masa depan, dan sanggup menjawab apapun pertanyaanmu."

Dae mengangguk meski tidak dilihat Fe Elata. Selanjutnya, wanita itu kembali ke pertanyaan awal Dae. Ia perlu berkonsentrasi selama kurang dari lima menit untuk mendapatkan jawaban. Sehabis itu, ia membeberkannya pada Dae.

"Sumber intan terbaik di dunia berada sangat jauh dari tempat tinggal kamu sekarang, Dae Lonan."

"Di mana?"

"Di dasar laut suatu negara," jawab Fe Elata.

"Bukan Italia?" Dae memastikan.

"Bukan."

"Dani bilang di Italia! Makanya saya balik ke sini," kesal Dae.

"Itu tidak benar. Kamu akan sulit menemukannya, Dae Lonan. Kamu tidak sebanding dengan para pelindung lautnya." Bahkan Fe Elata meringis ketika membaca ramalan itu.

"Siapa mereka?"

"Dewi laut, dewa langit, dewi matahari, dan dewa kematian," papar Fe Elata dan seketika Dae bungkam.

❄️ to be continued ❄️

GIMANA CHAPTER 7?!

mo curhat dikit.. sejujurnya ngerasa kurang leluasa nulis adegan 21+ itu. beban banget soalnya pernah dikomentarin sama anak piyik di lapak ALAÏA 1 "kak jangan tulis adegan ini mulu, aku masih di bawah umur."

dia bilang begitu ketika di deskripsi ALAÏA ada peringatan mature content (termasuk sex). btw cerita ALAÏA itu ga selalu tentang sex! palingan 8-10% doang ya? 😃💔

suda tau di bawah umur kenapa ngak skip padahal udah dikasi warning?! 😭

KABARNYA, ada pengguna wattpad umur 10 tahun yang baca cerita anuan. pls banget kalo kalian nemuin akun anak di bawah umur, LANGSUNG REPORT AJAAA. wattpad buat umur 13+ setauku, tapi kalo di App Store buat 17+

ok cukup 😺🤙🏽

━━━━━━━━━━━━━━━

━━━━━━━━━━━━━━━
━━━━━━━━━━━━━━━

I N F O :
bagi kalian yang mau beli novel ALAÏA 1 dan pastinya ori, langsung klik ajaa link yang ada di bio wattpad atau instagram aku 🤍💜

atau beli langsung di gramedia juga bisaaa! 💗

━━━━━━━━━━━━━━━

JOIN GRUP TELEGRAM @BABYGENG + subscribe channel @BABYG3NG
free buat bayi-bayi mamigeng🤰🏼kita seru-seruan di sana bareng RP ALAÏA juga 🤍🤍🤍

note:
kalo kamu mau share cerita ini ke sosmed (cuplikan kecil atau ss (jangan terlalu spoiler)) silakan aja ya! aku malah seneng kalo ALAÏA 2 disebar ke mana-mana 😄🤍

🌬 THANK YOU, BABYGENG! 🤍
see youuuu

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 22.3K 6
|| I was always alone || Copyright©2016 by SieraGrayen
Why? R By krnsalia

Teen Fiction

787 234 30
Antara Reymond, Ratu atau Geng Revenos Pada awal Ratu sempat kesal namun seiring berjalannya waktu ia mulai menaruh rasa kepada ketua geng revenos it...
22M 2.2M 77
[available on offline/online bookstores; gramedia, shopee, etc.] ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ ❝ Dia pergi, membawa dan meninggalkan banyak kesalahan yang seh...
662K 69.5K 36
Sakia Paradista seorang sekretaris yang memiliki kemampuan indigo harus membantu bosnya-Bhaskara Dharmawangsa agar lepas dari gangguan arwah istrinya...