Note: very special guest! Let's guess!😛
--
Someone's Pov (yok tebak ini siapa!😗)
Pagi yang menyambutnya hari ini terasa berbeda, tak seperti biasanya. Ia yang biasanya melakukan kegiatan kecil di dapur seorang diri, entah mengapa kini tak lagi merasa demikian. Sepasang mata seolah tengah mengintainya sekarang, memata-matai rutinitas kecilnya di dapur yang biasa ditandai dengan kegiatan memasak air dan peregangan tubuh ringan. Dirinya meyakini asumsi itu sepenuhnya saat menyadari sebuah suara yang semakin mendekat menyapa telinga.
"Hihihi...."
Kikikan lirih yang membuat tubuhnya sontak berbalik dan menangkap basah si mata-mata kecil yang kini tampak membulatkan mata lucu--kaget atas kenyataan bahwa aksinya sudah tertangkap basah.
"Eh Lele! Udah bangun Sayang hum?"
"HIHIHIHI HAIIIIII~"
Lelaki cantik itu tersenyum hangat, menundukkan tubuh jenjangnya sekedar untuk meraih tubuh mungil yang gemuk itu ke dalam pelukan. Wangi khas sabun bayi yang bercampur dengan aroma susu seolah memanjakan hidungnya yang nyaris tak pernah lagi menghirupi aroma menyenangkan semacam ini. Rasanya seperti memutar kaset usang yang menghidupkan kembali euforia tak kasat mata itu, berpuluh tahun silam saat ia untuk pertama kalinya mendapatkan sebuah berkat paling indah dalam hidupnya; seorang bayi yang wangi tubuhnya memanjakan hidung sepanjang hari, kurang lebih persis dengan wangi bayi gendut yang kini tengah dipeluknya.
Chenle yang dipeluk dengan penuh rasa itu sudah melebarkan senyumnya hingga kedua matanya ikut tertarik membentuk garis, tersenyum manis untuk mengapresiasi pelukan yang sedikit asing itu, "Oma kangen sama aku? Iya?!"
Yang dipanggil dengan sebutan favoritnya itu terkekeh kecil lantas menciumi pipi gemuk Chenle, membuat sang cucu kembali terkikik geli.
"HIHIHI OMA KANGEN SAMA AKU YA!!"
"Iya Leleeee, Oma kangen banget! Abis Kak Lele jarang banget main ke sini!"
"Aduuuh kan aku di lumah itu sibuk banget deh jadi aku ga bisa main ke lumah Oma!!"
Si Oma yang mendengar penuturan cucu bayinya itu hanya mengangguk-angguk nurut, pura-pura percaya pada ujaran si sulung yang sejak kemarin sudah ribut memarken gelar kakak setinggi lampu-nya. Kedatangan Chenle bersama mama, papa, dan adiknya itu memang bak kejutan yang tak ia sangka-sangka kehadirannya. Rumah yang biasanya tenang dan sepi karena hanya dihuni oleh dirinya dan sang suami kini tampak lebih hidup dan ramai dengan banyak ocehan anak-anak yang terdengar menyenangkan, meskipun berisik dan sedikit terasa asing.
"Aku lapel banget deh!!"
Saat akan menuangkan air panas ke dalam teko berisi bubuk teh, perhatiannya kembali teralih kepada Chenle yang kini sudah duduk di kursi makan, mengintip apa kiranya yang tersedia di meja. Matanya lantas melirik jam yang tergantung di dinding dapur, masih pukul setengah tujuh.
"Lele mau makan apa? Mau Oma buatin susu dulu?"
Kepala bersurai halus itu menggeleng-geleng lucu dengan si pemiliknya yang kini sudah menyengir lebar dan tampak err--sedikit mencurigakan. Sembari mengerlingkan mata lucu, anak itu berseru,
"aku mau makan kue yang kemalin deh hihihi~"
"Huh? Kue apa?"
Chenle tampak bersemangat ditanyai seperti itu. Anak itu lantas berdiri di kursi makan yang tinggi, sedikit memajukan tubuhnya ke arah sang oma, "itu lhooo kue yang gendut kaya pelut akuuuu~"
Setelah memberikan informasi yang lebih spesifik seperti itu, ia lantas menepuk-nepuk perut berbalut kaus tidurnya. Sang oma yang terlihat berusaha memaknai maksud cucunya itu lantas membulatkan mulut dan mengangguk-anggukan kepala, mulai paham apa yang Chenle maksud dengan 'kue gendut' tadi.
"Oh, Lele mau bakpau?"
"IYA! AKU MAU BAPAU KUE GENDUT!!"
Anak itu tampak senang waktu akhirnya mengetahui nama kue yang kemarin menjadi jamuan utama sebagai bentuk penyambutan dari kedatangannya sekeluarga, "aku mau bakpau ya Omaaaa~"
"Tapi bapaunya udah habis Sayang, nanti kita suruh Opa beli ya?"
"Aduhh emang belinya itu kemana sihhh~"
Chenle tetap tak menyerah. Anak itu masih mempertahankan wajah manisnya--yang terlihat semakin menggemaskan--lantas menatap omanya dengan senyum lebar andalannya, "yaudah kita beli beldua aja yah bapaunya! Nanti aku temenin Oma deh hihihi~"
"Emang Lele mau Oma ajak ke pasar hm?"
Meski tak yakin, anak itu tetap mengangguk-angguk semangat. Chenle tak begitu familiar dengan pasar, memang. Tapi ia ingat kalau dirinya pernah diajak mama belanja ke pasar meski jarang. Dan lagi, berdasarkan cerita mamanya, Chenle juga ingat bahwa waktu masih di dalam perut dulu ia sering dibawa mamanya untuk ikut ke pasar.
"Iya aku mau banget kalena aku itu suka banget deh kalau pelgi ke pasal!!"
"Hayo ke pasar mau ngapain?"
Perhatian mereka berdua teralih saat suara lain terdengar menyapa telinga. Sosok familiar dengan perut besar yang tampak penasaran dengan percakapan antara cucu dan neneknya itu berhasil membuat Chenle membulatkan mata kaget, merasa percakapan pentingnya dengan sang nenek bocor ke telinga sang mama.
"HAIIII MAMAAAA~"
Tetapi meski begitu, sapaan familiar yang terdengar lucu itu tetap keluar dari belah bibirnya, pun dengan kikikan lucunya saat sang mama menatapnya dengan curiga.
"HIHIHI AKU MAU PELGI KE PASAL SAMA OMA YA MAMAAAA~"
"Iya Jun, Lele mau bakpau katanya. Ngga apa-apa ya Lelenya Mama bawa dulu?"
"Lagian pasarnya deket kok."
Renjun yang mendengar penjelasan dari nenek anaknya itu tampak menimbang selama beberapa saat, berusaha menentukan keputusan yang tepat. Sebenarnya ini bukan sesuatu yang butuh pertimbangan rumit, sih. Tapi tetap saja Renjun harus melakukan negoisasi terkait apakah neneknya Chenle ini akan merasa direpotkan dengan permintaan cucunya atau tidak.
"Emang Mama ngga apa-apa kalau bawa Chenle ke pasar? Ngga ngerepotin?"
Yang tengah menjadi objek kekhawatiran itu hanya menggeleng-geleng yakin sembari menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap substansi pertanyaan tadi, "ya ampunn masa cucu sendiri ngerepotin, ya ngga lah Jun! Justru Mama seneng karena Lele ngajak ke pasar bareng-bareng!"
"Iya kan aku temenin Oma! Nanti aku jagain deh Omanya!"
Chenle yang kini sudah menunjukkan wajah seriusnya itu justru membuat Renjun terkekeh kecil. Calon ibu dari empat bayi itu tak bisa menahan diri untuk tidak mengecup pipi gemuk anaknya yang kini seolah tengah meyakinkan sang mama bahwa ia akan bertanggung jawab menjaga omanya.
"Yaudah boleh, tapi Kak Lele jangan nakal yaaaaa~ terus habis dari pasar langsung mandi, oke?"
"OKE!!"
Renjun tersenyum manis lantas mengecup pipi gemuk itu sayang, "yaudah Mama tunggu di sini ya sambil siapin sarapan."
"Eh kamu mau masak Jun? Niatnya Mama mau sekalian beli sarapan di luar nanti."
Mendengar pertanyaan itu sontak membuat Renjun mengerutkan kening bingung, "emang Mama biasanya kalau sarapan beli?"
"Ya--kadang sih, hehe...."
Helaan napas keluar dari mulut Renjun. Alisnya tampak menyatu tajam mendengar penuturan neneknya Chenle barusan, "ya ampun, berarti Mama selama ini masih jarang masak ya? Ish yaudah sekarang ngga usah beli, biar aku aja yang masakin!"
"Mama sama Papa biasa sarapan apa? Perlu aku bikinin kopi atau teh juga?"
Yang baru saja mendapat omelan karena topik sarapan itu menggelengkan kepala lantas menunjuk teko berisi teh yang baru diisinya, "ngga usah, Mama udah bikinin teh buat kita. Kamu bikin sop aja deh Jun, bahan-bahannya ada kok di kulkas, terserah mau pake daging ayam atau sapi."
"Oh ya, itu stok kopi juga baru Mama isi barangkali Jeno mau. Papa juga baru beli mesin kopi kemarin, kamu aja ya yang bikin sekalian buat Papa."
Chenle yang sedari tadi hanya dapat mengamati percakapan dua mama tentang topik sarapan itu mulai jengah sendiri. Ia yang sudah tidak sabar ingin memakan kue gendutnya akhirnya turun tangan untuk segera mengalihkan atensi sang nenek yang tadi sudah sepakat akan mengajaknya ke pasar.
"Aduhh Mama sama Oma udah yah ngomongnya kalena aku ga ngelti banget deh!!" Katanya sembari kini berjalan mendekati mereka. Anak itu cekikan kecil waktu mamanya memasang tatapan pura-pura marah ke arahnya, yang sebenarnya ditunjukkan sebagai bentuk rasa gemas.
"Udah yah sekalang aku sama Oma ke pasal dulu!!" Lanjutnya sembari dengan manis menggenggam tangan neneknya, ceritanya hendak menuntun tubuh setengah baya itu untuk berjalan ke pasar. Yang diperlakukan seperti orang tua oleh bocah lima tahun itu mengerling jahil ke arah Renjun, diam-diam menyuruh ibu hamil itu untuk melihat bagaimana kelakuan lucu anaknya sekarang. Renjun yang sudah kebal dengan tingkah anaknya hanya mendengus kecil, membiarkan nenek yang satu ini terbiasa dengan tingkah cucunya.
"Oma jangan lepasin tangan aku yah kalena kan aku itu halus jagain Oma!!"
Waktu sampai di pintu depan, Chenle kembari ribut memberi ultimatum layaknya orang dewasa. Anak yang tengah dipakaikan jaket oleh ibunya itu bahkan tidak mau melepaskan genggaman tangan mereka, yang katanya itu adalah bentuk perhatiannya untuk menjaga sang nenek.
"Iya Lele iyaaa~ harusnya yang bilang gitu Oma dong! Kan Oma yang harusnya jagain Lele."
"No no no!" Balas Chenle sembari menggeleng-gelengkan kepala, "kan aku itu udah setinggi lampu jadi aku halus jagain Oma deh!!"
"Yaudah iya Kak Lele yang jagain Oma yaaa~ Hati-hati ya Kakak~"
Chenle yang diberikan respon memuaskan oleh mamanya itu mengangguk semangat lantas melambai-lambaikan tangan waktu ia dan neneknya akhirnya berjalan ke luar gerbang, hendak mengawali hari mereka dengan acara berburu kue gendut. Renjun yang memantau kepergian mereka dari teras itu terkekeh gemas sendiri saat melihat bagaimana anaknya yang bersemangat terus mengajak bicara neneknya sembari mendongak-dongakkan kepala, tampak seperti tengah memberikan suntikan energi untuk mengawali aktivitas di pagi hari begini.
Sebuah tangan yang melingkari pinggangnya lantas mengalihkan perhatian Renjun dari dua sosok yang sudah menghilang di balik pagar, yang sejujurnya tak membuatnya kaget sama sekali. Ia sudah menebak bahwa pemilik tangan yang kini merangkul pinggangnya alih-alih memeluk tubuhnya dari belakang--seperti biasanya--itu adalah sosok suaminya yang masih tampak linglung dengan wajah khas bangun tidurnya.
"Mama sama Lele kemana?" Tanyanya, tanpa minat. Renjun yang masih mengembangkan senyum itu hanya menjawab sekenanya.
"Ke pasar, mau beli kue gendut katanya."
Jeno, yang meskipun tampak tak mengerti, hanya manut-manut mendengar penuturan istrinya. Pria itu tanpa sadar lantas celingukan sendiri, seolah memantau keadaan di sekitarnya yang terasa asing kali ini.
"Papa belum bangun?" tanyanya kemudian, yang sontak membuat Renjun mengerut bingung. Sejak kapan suaminya ini jadi suka memantau jam tidur kakeknya Chenle begini?
"Belum kayanya, ini aku juga baru bangun. Emang kenapa? Tumben nanyain Papa? Mau olahraga bareng?"
Yang mendapatkan jawaban beruntun untuk pertanyaan ngasalnya itu hanya menggeleng-geleng polos lantas semakin mendekatkan tubuhnya dengan sang istri. Kali ini, kedua tangannya dengan nyaman melingkari perut besar itu, lengkap dengan kepalanya yang ikut ia sandarkan di bahu sempit Renjun.
"Mau meluk kaya gini, terus ngikutin kamu sampe ke dapur,
boleh ya?"
Renjun sweatdrop mendengar jawaban itu, meski tak lama karena sejatinya ia sudah sangat kebal dengan tingkah manja suaminya. Berarti, tujuan pria ini saat menanyakan kakeknya Chenle tadi untuk memastikan bahwa di rumah ini tidak ada yang bisa melihat tingkah manjanya ya, begitu?
"Yaudah sini Nono peluk Mama terus temenin Mama Injun di dapur, mumpung Mama sama Papa ngga liat."
Setelah memberikan kecupan selamat pagi di pipi bayi besarnya, ibu hamil itu lantas memimpin jalan menuju dapur dengan suaminya yang masih menempeli tubuhnya dari belakang; berjalan bersama layaknya induk ayam dengan anaknya. Sepanjang jalan ia diam-diam terkekeh sendiri, menertawakan tingkahnya dan sang suami yang kalau dipikir-pikir terlihat sangat memalukan. Untung tidak ada yang melihat! Coba kalau ada, mau ditaruh di mana muka Renjun sekarang?!
"Haduh mentang-mentang masih muda, mesra-mesraan seenaknya! Pantes dapet anaknya gampang banget kalian!"
Ups, Renjun keliru! Tampaknya, ia akan benar-benar kebingungan menaruh muka sekarang!
--
Haduh, sebagai Cici yang baik, rasanya aku pengen double update deh!! :>
Btw, tebak yuk siapa Nenek-Kakek yang dimaksud di sini, hehehe:DDDDDD
(Pic. From @nct_noren23)
Tuh bonus foto bayi gendut yang pengen kue gendut!!😡😡❤❤