I'll Remember You: Beginning...

By AINTYOLADY

29.1K 3.3K 945

(16+) Kerahkan jantungmu! Akhir sudah dekat! Dunia berada di ujung tanduk. Apakah (Y/N) akan mendukung Eren d... More

For Your Information
Satu: On Edge
Dua: Zackly
Tiga: No Matter How Far
Empat: Reunion
Lima: Alliance
Enam: Rest Easy
Tujuh: Execution
Delapan: I Love You
Sembilan: Offer Your Heart
Sebelas: Hanji
Dua Belas: Chaos
Tiga belas: I'll Remember You
Epilog: The Smith

Sepuluh: We Must Kill Him

1.1K 183 46
By AINTYOLADY

Peledak— (Y/N) merasa agak kecewa. Dia berharap menemukan sesuatu yang lebih mengesankan di kapal ini. Mungkin sesuatu yang setidaknya cukup menghibur.

Levi melirik ke arah (Y/N), yang menatap lantai, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Wajahnya masih terlihat cemas dan tertekan, kantong matanya gelap. Perubahan benar-benar kata yang tepat, berdasarkan apa yang telah terjadi kepadanya.

"Oi." Sapa Levi. "Apa yang kau lakukan disana?"

(Y/N) mendongak, wajahnya tampak terkejut seolah dia tidak tahu ada orang lain di ruangan itu. "Seharusnya kau ketuk dulu, dong. Kadang-kadang aku lupa kau punya kebiasaan seperti anak-anak, Boncel."

"Kau lebih galak dari biasanya, babi."

"Aku cuma benci hal-hal ini."

"Aku tahu." Gumamnya. "Yang lain sudah menunggu, tuh."

"Oke."

Kemudian wanita itu bergegas keluar dari ruangan itu. Pintu membanting di belakangnya dengan kencang, mengguncangkan benda-benda ringan di rak penyimpanan kapal itu. Bahkan tangan Levi gemetar, bergetar lama setelah kepergiannya, seakan-akan dia masih bisa merasakan kehadiran (Y/N).

Levi berusaha menutupinya, meski tidak berhasil— Levi pernah jatuh cinta kepadanya, dan mungkin hingga saat ini pun masih. Dia memandangi pintu, menanti dirinya untuk kembali.

"Dasar." Bisiknya, menggeleng-gelengkan kepala, lalu menghembuskan napas berat.

***

"Sekarang, bisa kita rundingkan rencana kita?" Tanya (Y/N) selagi ia melangkah masuk ke ruangan, disusul oleh Levi di belakangnya.

"Apakah kalian punya gambaran jelas soal wujud Titan Eren?" Levi turut menyuarakan rasa penasarannya.

"Yah, mungkin ini tidak terlalu detail, tapi.." Armin menggambar sesuatu di atas kertas— Itu sungguh gambaran yang mengerikan. "Intinya dia itu terlihat seperti serangga dengan banyak tulang."

"Kira-kira, letak tubuh aslinya ada dimana, ya?" Pieck memicingkan matanya.

"Aku tidak tahu dimana tepatnya dia berada.." Armin meringis.

"Bahkan kalau kita tidak tahu dia dimana, kita masih bisa menghancurkannya. Sama seperti menghancurkan Liberio tanpa sisa." Tambah Erwin, menepuk bahu Armin. "Bahkan jika harus menggunakan kekuatan Kolosalmu, Armin."

"Itu pilihan yang terbaik." Bocah itu mengangguk. "Tapi pertama-tama aku akan bicara dengan Eren. Lalu kalau memang tidak ada pilihan lain, kita harus memakainya sebagai pilihan terakhir, Komandan."

"Aku tahu, tidak ada cara lebih baik untuk menyelesaikan ini. Tapi bukankah Eren mengaktifkan Getaran melalui Zeke? Jika kita bisa membunuh Zeke terlebih dahulu, bukankah Getaran ini akan berhenti?" Ucapan Levi membungkam semua orang.

"Ya. Mungkin juga." Erwin setuju. "Tak ada kepastian yang kuat, tapi itu bisa dibuktikan nanti. Kita cuma harus menemukan tempat persembunyian Zeke."

"Aku bersumpah.. Akan membunuh si janggut jelek itu dengan kekuatanku sendiri." Geram Levi.

"Kapten.."

"Aku juga akan menghentikan Getaran ini." Jean menyahut dari sudut ruangan. Raut wajahnya gelap— Bahkan langit malam tidak sebanding dengannya. "Kami sudah banyak membantai rekan-rekan kami, bahkan disebut sebagai pengkhianat. Itu tidak bisa dimaafkan, aku tahu. Kini aku bisa merasakan apa yang selama ini kau rasakan, Reiner."

"Reiner," Connie merangkul orang itu dengan gemetar. "Kau, Annie, Bertholdt.. Itu pasti sakit sekali."

"Kami tahu itu sudah menjadi dosa yang tak bisa di ampuni, bahkan walau kita berhasil, kita tak akan bisa memaafkan diri kita sendiri. Meski begitu, setidaknya, kita sudah berusaha menyelamatkan umat manusia yang lain." Reiner tertunduk.

"Kita tak bisa menyalahkanmu, karena kita ini pada dasarnya sama saja. Kita juga membunuh demi menyelamatkan yang lain." (Y/N) menyeringai pada Erwin. "Kita tak bisa menebus dosa besar kita, tapi kita harus tetap berusaha. Dengan.. Mengorbankan semuanya. Bukan begitu?"

"Ya."

"Sama saja.. Itu seperti yang dikatakan Eren kepadaku saat kalian membantai Liberio."

"Hm?"

"Aku rasa aku memahami maksud Eren." Reiner menghela napas. "Mungkin saja Eren.. Ingin kita menghentikan dirinya."

"Apa maksudmu?"

"Aku juga berpikir seperti itu." Ujar Armin. "Eren bisa mempengaruhi semua Eldian dan Titan, tapi kita masih bisa memakai Titan kita.."

"Jadi, apa mungkin Eren sengaja menghiraukan kita?"

"Ya, dia.. Seperti sedang menguji kita."

"Eren—"

***

Sebuah dunia baru tiba-tiba mewujud di sekeliling mereka, membentuk sebuah padang pasir— Pemandangan yang tak dapat dijelaskan. Pemandangan yang persis seperti saat Eren menyatakan dirinya ingin menghancurkan dunia.

"Lagi?"

"Eren! Tolong dengarlah!" Armin berteriak, saking kencangnya hingga membuat tenggorokan (Y/N) ikut terasa ngilu. "Berhentilah sekarang juga! Tak akan ada yang menyentuh Paradis lagi setelah ini! Kau sudah menunjukkan banyak Terror dan kehancuran!"

"Eren! Kumohon serahkan sisanya pada kami!" Jerit Jean, berusaha membantu. "Kamilah yang salah, kami sudah mendorongmu hingga ke titik ini!"

"Eren." Mikasa merendahkan suaranya. "Aku ingin berbagi beban yang sama denganmu. Aku melakukan kejahatan yang sama denganmu. Jadi, tolong berhentilah menghiraukan kami. Kembalilah."

"Oi, katakan sesuatu." Gertak Levi.

(Y/N) dan Erwin melipat kedua lengan. Mengamati dalam hening, para rekannya sibuk membujuk Eren, beberapa dari mereka menangis sampai terlihat seperti orang bodoh— Yah, mungkin itu wajar.

AKU TAK BISA MENGHENTIKAN GETARANNYA.

"Huh?" Armin memelotot begitu suara Eren terdengar hingga menggema di sekeliling mereka.

AKU TAK BISA MEMPERTARUHKAN MASA DEPAN PARADIS. AKU AKAN TERUS BERGERAK MAJU.

"Apa maksudmu tak bisa?! Kau tak percaya pada kami?!" Teriak Jean, berusaha menghampiri sosok Eren kecil yang berdiri di ujung pandangan mereka.

"Kita selalu bersama, aku tak mau kita menjadi jauh— Eren! Kau harus—"

AKU MEREBUT KEBEBASAN DUNIA DEMI KEBEBASANKU SENDIRI. TAPI AKU TAK AKAN MEREBUT KEBEBASAN KALIAN. KALIAN BEBAS.

KEBEBASAN KALIAN UNTUK MENYELAMATKAN DUNIA. KEBEBASAN KALIAN UNTUK TERUS BERJALAN KEDEPAN. JIKA TAK ADA YANG MENGALAH.. KITA PASTI AKAN SALING BERTABRAKAN. HANYA ADA SATU PILIHAN UNTUK BERTARUNG.

"Jadi.. Kenapa kau membawa kita ke sini?" Suara Armin mengecil dan dia mulai menyerah dengan langkahnya. Semua orang ternganga— Tidak mempercayai pendengarannya.

UNTUK MEMBERI TAHU KALIAN, KALAU KITA TIDAK PERLU BICARA. SATU-SATUNYA CARA UNTUK MENGHENTIKANKU ADALAH DENGAN MENGAKHIRI HIDUPKU, DAN KALIAN BEBAS UNTUK MELAKUKANNYA.

***

Penglihatan mereka kembali pada semula. Onyankopon meneriaki mereka. Bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, dan kenapa semuanya diam. Dia bukan orang Eldia— Mereka baru ingat.

"Sudah tidak bisa bernegosiasi, sekarang apa?" Levi menyikut Erwin.

"Kita akan melawannya." Tegas Erwin, matanya membakar Mikasa hingga ke tempatnya berdiri. "Sudah cukup basa basinya. Kita akan bertarung. Kita akan membunuh Eren Yeager."

"Kita sudah sampai— Siapkan kapal udaranya sebelum Eren tiba." Kata Azumabito.

(Y/N) mengawasi Mikasa sembari berjalan melaluinya. Sekujur tubuh anak itu gemetar, wajahnya pucat seolah dia sedang tercekik. "Aku tak bisa membantumu, Mikasa."

Continue Reading

You'll Also Like

24.8K 4.2K 30
FANFICTION ─ Ia menciumnya. Tanpa peringatan, tanpa pertanda. "Jangan bilang kamu mencintaiku, Oikawa-kun. Kamu tidak cocok berbohong." Habromania (n...
786 90 7
Erwin merasa lelah dengan kehidupannya yang hanya berputar antara kerja dan tidur. Lalu, dia menemukan arti keabadian dari seorang perempuan yang bel...
3.7K 161 8
_____________________________ Don't you know? I'm love you and obsession with you~ -(???) Kekosongan jiwa nya telah dipenuhi oleh obsesi dengan cinta...
68.2K 11.1K 23
END! Oikawa dan sedikit kebrengsekan nya. 2021 年、 05 月、03 日B