****
BUGH!
Semua yang melihat itu terperangah dan menjerit kaget. Ya, Alena pingsan saat menjalani hukumannya. Kini ia tergeletak di pinggir lapangan.
Dengan cepat salah satu dari mereka, mengahampiri Alena dan membopongnya ke UKS. Pembina itu hanya diam mematung, merasa bersalah dan mengikuti Alena dari belakang.
Sesampainya di UKS Alena langsung ditangani oleh para anggota PMR dan orang yang menolongnya tadi kembali keluar.
Alena belum sadarkan diri dengan si pembina tadi yang menunggunya diluar.
"Aduh gimana kalau terjadi sesuatu sama dia? Gue harus bilang apa," cemasnya mondar mandir sembari menggigiti kukunya takut.
Datanglah seseorang dari arah lain. Dan menghampiri kakak pembina itu.
"Udah sadar?" Tanya seseorang itu. Yang tak lain dan tak bukan adalah si ketua osis, alias Harsa.
"Belum," sahut si pembina itu cemas.
"Lo boleh pergi biar gue yang jaga."
"Tapi gue takut disalahin."
"Santai. Gue tanggung jawab masalah ini. Lagian gue juga kan yang nyuruh Lo buat lakuin ini."
"Oke deh kalau gitu."
Si pembina itu meninggalkan UKS dan kini tinggallah si orang ini yang menunggu Alena.
Dia masuk kedalam, lalu dengan santai mengusir semua anggota PMR yang berjaga disana. Dan sekarang mereka hanya berdua di ruangan itu dengan Alena yang masih tak sadarkan diri.
Laki-laki itu duduk di pinggir brangkar itu. Membuat Alena terusik dan akhirnya terbangun.
"Awsh...." Alena membukakan matanya dengan perlahan dan meringis memegangi kepalanya yang berdenyut.
"Lemah!" Cibir lelaki itu melipatkan kedua tangannya di dadanya.
"Lo ngapain disini? Lo mau macem-macem sama gue?!" Tuduh Alena menjauhkan dirinya dari lelaki itu.
"Santai bro. Gue cuma mau liat Lo yang lemah ini. Gimana hukumanya?"
"Maksud Lo?" Tanya Alena menyeripit tak mengerti membuat lelaki itu sontak mendekati wajahnya dan berbisik di telinganya.
"Gue tanya gimana hukumanya?" Bisiknya tepat ditelinga kanan Alena hingga membuat gadis itu mematung dan merasakan bulu kuduknya meremang.
Bukannya menjawab ia justru terdiam tak bergeming.
"Jawab budek!" Ujar Harsa, menjauhkan diri nya dari gadis itu.
"Gak enak," jawab Alena gelagapan karena gugup.
"Makanya jangan macem-macem sama gue!" Tegas Harsa, membuat seketika bulu kuduk Alena meremang.
"Maksudnya?" Tanya Alena kebingungan.
"Gue yang nyuruh pembina itu, hukum Lo. Karena gue gak terima dengan sikap Lo tadi pagi. Tapi kayaknya masih kurang deh," jelasnya membuat Alena reflek mendorong lelaki itu hingga terjungkal ke bawah.
"Jadi Lo yang lakuin ini? Tega banget sih Lo!" Tukasnya dengan emosi yang menggebu.
"Santai dong jangan emosi gitu. Tenang ini masih belum seberapa."
Harsa bangkit lalu berjalan kembali mendekati wajah Alena dengan melemparkan tatapan jahat dan senyum devilnya.
"Tunggu kejutan dari gue," ancamnya lalu pergi meninggalkan Alena dengan perasaan campur aduk.
"Brengsek Lo bangsat!" Jerit Alena frustasi sesaat setelah lelaki itu hilang dimakan pintu.
"Kenapa sih gue harus ketemu sama cowok macem dia! Benalu banget sih anjir!"
"Gue harus gimana ini?!" Ujar Alena panik.
Alena terus mengomel sendiri didalam ruangan itu. Tanpa dia ketahui jika lelaki itu masih mendengarkannya diluar. Dan tersenyum jahat, dia senang melihat Alena yang kebingungan hingga ketakutan seperti itu.
"Gue seneng buat orang menderita kayak gini," bisik lalu menyeringai tak berdosa.
Setelah mengatakan itu, Harsa pergi meninggalkan tempat itu. Dengan perasaan bahagia. Berbading terbalik dengan Alena yang masih ada didalam sana dengan perasaan kesal dan cemas akan nasibnya.
"Hari pertama aja udah kena musibah kayak gini apalagi nanti. Gini amat nasib gue," dumel Alena saat kembali ke kelasnya.
Semua yang melihat Alena menatapnya dengan tatapan menusuk. Alena tak terlalu memperdulikan itu, ia tak terlalu memperhatikan sekitar. Dengan langkah gontai Alena masuk kedalam kelasnya dan disambut oleh Irena yang menanyakan keadaan nya.
"Lo gak papa kan?" Tanya Irena memegangi pundak Alena.
"Gak papa ko, santai aja."
"Lebih baik Lo pulang aja. Lo kelihatan pucet," ujarnya lagi terlihat cemas.
"Gue beneran gak papa Ren," Alena membalas dengan tatapan sayu dan tersenyum berusaha meyakinkan.
"Oke deh. Tapi kalau ada sesuatu. Bilang gue ya," pintanya terdengar tulus.
"Asiap!" Sahut Alena mengacungkan kedua jempol nya.
'Ternyata ni orang gak seburuk yang gue pikir ya. Di balik sikap cueknya dia perduli juga sama gue. Gue udah salah menilai,' ujarnya membatin menatap Irena dan tersenyum simpul.
Acara hari ini belum tuntas masih ada beberapa rangkaian yang harus mereka ikuti. Tetapi semangat Alena sudah surut, karena kejadian yang menimpanya dan karena lelaki itu.
Suasana hatinya berubah drastis. Ia kesal dengan lelaki itu, bisa-bisanya dia melakukan hal kejam pada juniornya. Memang sih, Alena tau jika ia pun tadi pagi salah. Tapi kan tidak harus seperti itu juga.
Ini sudah memasuki jam istirahat tapi Alena tetap diam dikelasnya dan menyantap bekal yang dibawanya dari rumah. Sama halnya dengan Alena, Irena pun hanya diam dikelas. Katanya dia malas jika harus berdesakan di kantin apalagi jika bertemu dengan kakak kelas yang lain.
"Ren, Lo bawa bekal juga?" Tanya Alena memperhatikan Irena yang fokus memainkan ponselnya.
"Gak," jawab Irena cuek.
"Terus kenapa gak jajan?" Tanya Alena membuka kotak makan yang ada ditangannya.
"Males."
"Yaudah nih makan bekal gue. Kebetulan gue bawa banyak," ujarnya menyodorkan bekal yang ada ditangannya.
"Gak usah, gue gak laper kok," tolaknya menatap Alena datar.
"Jangan gitu lah. Gue suapin mau?" Pinta Alena tersenyum lebar.
"Gak usah. Gue bisa sendiri."
"Yaudah nih," Alena memberikan sendok yang dibawanya.
"Lo?" Tanya Irena melihat sendok yang dipegang Alena kemudian beralih memandang Alena.
"Gue bawa dua," tuturnya mengeluarkan sendok lain dari tasnya.
Irena mengangguk dan dengan terpaksa ikut menyantap makanan yang dibawa Alena. Alena tersenyum lebar senang karena memiliki teman baru. Setidaknya dengan ini bisa menaikan sedikit moodnya.
Alena makan dengan lahap, sedangkan Irena hanya memakan beberapa suapan saja karena dia malu dan canggung.
Alena dengan sigap memberikan minumnya pada Irena saat dia tersedak. Irena menerimanya dengan malu-malu. Mereka terlihat akrab padahal ini baru hari pertama mereka bertemu. Alena lah yang membuat suasana tak secanggung tadi pagi.
Ia berhasil mendekatkan diri dengan teman barunya ini. Padahal ia bukan tipe orang yang pintar mencari topik atau cepat dekat dengan oranglain.
"Kenapa Lo baik sama gue?" Tanya Irena dengan tiba-tiba.
"Lo kok nanya gitu?"
"Aneh aja, kita baru kenal tapi Lo baik gini sama gue."
"Biasalah. Menurut gue sih itu wajar aja sih," sahutnya menirukan gaya bicara video yang tengah viral.
"Makasih ya," tutur Irena memegang tangan Alena erat dan tersenyum sangat tipis.
"Santai," sahut Alena tersenyum lebar.
Jam istirahat sudah habis dan mereka kembali mendengarkan materi yang disampaikan kakak pembina. Alena tak ingin mengulangi kesalahan lagi dan kini ia mendengarkan penjelasan dengan seksama.
"Kayaknya kalian mulai bosan. Jadi sekarang kita main game aja. Oke!" Saran kakak pembina disetujui oleh semua yang ada dikelas itu.
"Kitu atuh teh, bosen yeuh!" (Gitu dong ka, bosen nih) Teriak salah satu siswa dengan lantang. Dan diikuti oleh yang lain.
"Tunduh uy." (Ngantuk uy)
"Game naon teh?" (Game apa teh?)
"Game estapet. Jadi ini spidol di estapetin sambil kita nyanyi. Setuju?" Tanya kakak pembina itu lagi.
"Lagu naon teh?"
"Lagu du-du-du?"
"Dynamite!"
"Dangdut Weh dangdut!"
Semua bersorak mengeluarkan pendapat mereka tapi ditepis oleh si kakak pembina.
"Lagu anak. Kita nyanyi lagu anak aja, jangan yang aneh-aneh!" Ujar si kakak pembina.
Game dimulai dan sesuai arahan semua bernyanyi sembari meng estapet kan spidol dari satu tangan ke tangan lain.
Lagu pertama yang mereka nyanyikan adalah balonku. Semua bernyanyi dengan semangat tak terkecuali Alena dan Irena. Mereka mengestapetkan dengan cepat karena tak mau berhenti di mereka karena jika itu terjadi mereka akan diberi hukuman.
Lagu pertama berhenti dan spidol itu ikut terhenti disalah satu siswi dan langsung diberi hukuman untuk bernyanyi didepan semua.
Dia pun bernyanyi dengan malu-malu. Lalu kembali duduk setelah itu. Permaina kembali di lanjutkan dengan lagu pelangi-pelangi.
Semua kembali bernyanyi dengan antusias. Hingga spidol itu terhenti kembali.
"Ciptaan Tuhan!" Lirik terakhir dan spidol itu terhenti ditangan Alena. Ya, ia kena hukuman lagi.
'Kenapa harus gue lagi sih!' rutuk Alena dalam hati.
"Kamu kedepan terima hukumannya!" Perintah si kakak pembina, membuat beberapa pasang mata mengarah pada Alena.
"Iya kak."
'Gue mau di hukum apa lagi coba? Malu anjir. Apa ini ulah dia lagi?!'
*****
#Ocehanku....
Gimana nih part 2? Ngebosenin apa gimana nih?
Komen aja yu!
Aku nulisnya dari bulan lalu, tapi baru di up sekarang:)
Gimana puasa pertama? Lancar? Semoga ya:)
Semoga kita diberi banyak keberkahan di bulan yang baik ini. Aamiin:)
Papay, see you next part ♥️
BANDUNG, 03 MARET 2021