Gulali

By Astarla108

734 176 8

Comedy-Spiritual✨ Mencintai seseorang yang telah lama melupakan dirinya, apakah itu menyakitkan? Tentu! Namun... More

Bab 2 - Abi yang Menakutkan
Bab 3 - Tolong Jangan Senyum!
Bab 4 - Jodoh Dari Mesir?
Bab 5 - Ayam Mantan!
Bab 6 - Seperti Matahari
Bab 7 - Zayn
Bab 8 - Kemarahan
Bab 9 - Masalah Dilawan
Bab 10 - Diambang Perjuangan
Bab 11 - Masih Sama
Bab 12 - Tragedi Detik Itu
Bab 13 - Gagal dan Bangkit
Bab 14 - Keberhasilan
Bab 15 - Ar Pulang!

Bab 1 - Namanya Mas Gulali

234 32 6
By Astarla108

Bismillah.
Kata Dylan, happy reading calon makmum. 🤭

1. Namanya Mas Gulali

Hujan mengguyur deras Ibukota Jakarta petang itu. Ramai orang berlarian untuk mencari pelindung agar tidak terkena hujan. Menunggu di halte atau pun menghampiri kafe untuk sekejap mungkin adalah solusi.

"Iya, Abi. Di Jakarta lagi hujan deras, sudah dulu, ya?" tanya perempuan yang sedang mengibaskan gamis hitamnya yang sedikit basah terkena hujan.

"Jangan sampai kena hujan, nanti kamu sakit. Pulang jangan larut, nanti abi suruh Bang Adhan jemput kamu, jangan ke mana-mana, tunggu aja!" Suara seorang lelaki terdengar di seberang telepon.

Zaara menarik napas panjang sebelum berkata. "Nggak perlu atuh, Bi. Zaa bisa sendiri kok, aduh ini lagi jaringan, Abi. Yaudah deh udah dulu assalamualaikum. Dah Abi, see you!" pamit perempuan itu memutuskan sambungan telepon secara sepihak.

Kemudian, dia pun melangkah masuk ke suatu kafe bersama seorang perempuan.

"Siapa, Zaa?"

Zaara mendudukkan bokongnya, lantas menoleh ke arah sumber suara. "Biasa, Abi Yusuf yang po-se-sif. Huftt, kamu aja deh yang pesan, aku tunggu." Dia berucap secara enteng. Sedangkan sang sepupu menatap geram lalu berlalu pergi sambil mengelus dada.

Beberapa detik berlalu, suara deringan ponsel berbunyi. Mendengar itu, Zaara secepat mungkin menyibak barang-barang yang berada di meja.

"Ih ... kok nggak ada, sih? Udah ah, bodo!" Perempuan itu bermonolog, lantas dia kembali bermain ponsel dengan wajah risau tak karuan. Dia berupaya mencoba untuk bodoamat dan tidak memedulikan deringan ponsel itu.

"Mbak, itu ada telepon. Diangkat, dong! Berisik tau, ganggu aja!" seru seseorang yang duduk di meja belakangnya.

Mendengar itu, Zaara memutar bola mata malas sambil mendengkus kesal sambil dalam hati berkata, "Kalau aku tau juga udah aku matikan dari tadi, Say!"

Dia sedikit memundurkan bangkunya, hingga ... perempuan berwajah manis itu pun tampak melihat ada sebuah ponsel yang tergeletak di kaki meja. Dia membungkuk kemudian mengambil benda pipih itu.

"Kiran, ada handphone!"

Zaara berteriak sambil memegang benda pipih di tangannya. Perempuan berusia setara dengannya menghampiri dengan mata membelalak kaget.

"Wah! Kalau dijual bisa kaya mendadak nih!"

Bukan memberi solusi, Kirana malah bercanda dengan tertawa. Kirana mengambil alih ponsel itu, kemudian menghidupkan layar ponsel hingga terlihatlah sebuah foto di sana. "Astaga! Pak pilotnya ganteng tenan euy!" kata Kirana histeris.

Zaara menoleh dengan wajah natural, tangan kanannya bergerak memukul pelan pundak sang sepupu, sambil berkata, "Nggak boleh ih, kita harus kembalikan, ini buk---"

"Permisi ... boleh saya melihat handphone yang ada di tangan Anda?"

Suara berat membuyarkan mereka dan langsung saja keduanya menoleh ke arah sumber suara. Keduanya bangkit dari duduk lantas terdiam mematung di sana dengan wajah terkesiap takjub menatap wajah sang empu di hadapan. Lambaian tangan pun tak membuat mereka berhenti menatap ke arahnya.

Lelaki berpakaian pilot itu mendekatkan wajahnya ke arah Zaara, sambil menarik sebelah alisnya ke atas, diikuti lambaian tangan. "Halo, saya ulangi sekali lagi. Apakah boleh saya melihat handphone yang ada di tangan Anda?" tanya lelaki tersebut.

"Astagfirullah."

Keduanya salah tingkah, senyuman manis yang terukir di wajah lelaki itu membuat siapa saja terbius akan ketampanannya.

"Eh, silakan, Mas," cakap Zaara merampas benda pipih yang dipegang sepupunya lalu memberikannya kepada lelaki berhidung mancung di hadapan.

Dia mengambil alih ponsel tersebut, sesaat dia pun mengangguk. "Baik, terima kasih, ini handphone saya," tuturnya dengan lemah lembut.

Kirana masih diam dengan tatapan membingungkan.

"Salam kenal, Mas. Zaara Yesira, anak Abi Yusuf yang teladan," ucap gadis itu dengan mata berbinar sendu.

Terdiam sesaat sang pilot muda itu, dia ambigu dalam diam, entahlah. Gertakan suara indah nan lembut itu membuatnya merindu akan sosok seseorang yang telah lama hirap di pandangan. Mengingat kenangan itu, ah menyakitkan.

"Halo Mas? Kenapa ngelamun? Nggak mau kenalan sama Zaara, ya?" tanya gadis berkerudung abu-abu itu sambil menampilkan wajah lugunya.

"Eh, mau kok. Panggil saja Mas Gulali, kalau nama panjang saya jangan ditanya, kamu pasti tahu kok di masa depan nanti." Lelaki itu bertutur sambil menunjukkan tanda pengenal yang tertempel rapi di pakaian sebelah kanan dada bidangnya. Tertulis, 'Mas Gulali'.

Zaara melongo dengan kening berkerut bingung, dalam hati dia berkata, 'Sekarang aku baru percaya deh, kalau sebenarnya manusia peramal masa depan itu memang ada di dunia, bukan cuma di sinetron-sinetron aja.'

Setelah hampir lama Kirana terdiam, kini dia angkat bicara. "Mas ini pilot, kah?" tanya gadis berkerudung hitam sedikit berserakan itu.

Lelaki berperawakan sedang itu menggeleng. "Tidak, saya penjual nasi goreng di Bogor yang nyasar ke sini," ujarnya menipu.

Kirana menetralkan wajah lebih serius, begitu pula Zaara. "Jauh banget, kok bisa nyasar sih, Mas? Gimana ceritanya?" tanya Zaara sangat penasaran.

Sesaat hening, kini suara tawa lelaki berpakaian pilot itu membelundak, sedangkan dua perempuan di hadapannya saling pandang memandang. "Saya bercanda atuh. Memangnya kalian pernah liat ada penjual nasi goreng berpakaian pilot?"

Zaara tampak berpikir. Kemudian menoleh sambil berkata, "Emm, sejauh ini nggak ada, sih. Tapi kalau Mas mau jadi yang pertama bisa, dong, ya?" Mereka saling tertawa dengan lelucon receh ini.

"Sudah, sudah. Perkenalkan nama saya Dylan, pilot dengan pangkat First Officer yang sementara bertugas di Jakarta."

"O-oh ...."

Beberapa saat kemudian, suara notifikasi pesan terdengar dari saku celana lelaki berkulit sawo matang itu. Dia langsung mengambil dan melihat isi pesan. Setelah beberapa detik, dia kembali menoleh ke arah depan dan dibuat terkejut akan Zaara yang menatapnya dengan sorot mata lugu.

"Saya harus per---"

Ucapan lelaki itu terpotong oleh Zaara. Dia berkata masih dengan wajah polosnya. "Mas mau pergi, ya?"

"Iya, ada apa?"

Mendengar jawaban itu, Zaara mengangguk paham sambil berucap.

"Zaara boleh nggak pinjem handphone Mas Gulali sebentar aja? Kan di luar tuh lagi hujan deres, nah handphone Zaara itu lowbat. Boleh nggak kalau Zaara pinjem handphone Mas Gulali sebentar buat telepon abang Zaara supaya dia bisa jemput kita?" tanya perempuan dengan kelopak mata lentik itu.

Kening Dylan berkerut heran. "Hujan udah berhenti atuh," ucap lelaki itu membuat Zaara terkejut dan malu sendiri. Pipinya memerah seketika, paham lelaki itu pun menyahut.

"Bilang aja mau pinjem handphone saya, itu aja susah. Nih!" ujar Dylan menyodorkan ponselnya kepada Zaara, kemudian perempuan itu menyambutnya dan secepat mungkin mengetik dua belas digit di ponsel itu.

Beberapa detik kemudian, suara bunyi panggilan masuk dari tas Zaara terdengar nyaring. Dylan dibuat bingung akan hal itu, tetapi perempuan ini malah semakin tersenyum.

"Nih, kalau ada perlu telepon Zaara aja. Makasih," ucap perempuan bernama lengkap Zaara Yesira itu seolah tidak lagi ada urat malu.

Zaara menyodorkan kembali ponsel tersebut kepada sang pemilik. Mata Kirana membelalak kaget, tidak menyangka bahwa sepupu lugunya ini mampu berbuat seperti itu. "Astaga, jangan malu-maluin atuh, Zaa!"

Tangan Dylan bergerak mengambil alih ponsel itu dan langsung memasukkannya ke saku celana. Dia kembali menoleh ke arah Zaara, kemudian tersenyum tulus kepada perempuan itu.

"Yaudah, saya harus pergi, sampai jumpa di lain waktu adek-adek. Untuk kamu, jangan kasih modus ke banyak lelaki, ya! Ingat juga, bohong itu dosa, loh!" kata Dylan kemudian pamit lantas berlalu pergi.

Zaara melambai-lambaikan tangan. Sembari berteriak fasih, "Hati-hati, Mas! Awas keinjak semut, nambah dosa nanti!" serunya, kemudian lelaki tadi menoleh dan langsung ikut melambaikan tangan. Beberapa detik kemudian, punggung lelaki pilot itu tidak lagi tampak di pandangan.

Namun, Zaara terus saja melambai-lambaikan tangan. Kirana yang melihat itu mendengkus kesal sambil mengusap wajah sang sepupu, lalu berkata lantang, "Heh, kamu itu masih lugu, nggak ada cinta-cinta, marah mama nanti!"

Bibir perempuan dengan hidung mancung itu mengerucut mendengar perkataan Kirana. Sesaat, dia menatap lama sepupu dengan watak gila itu.

"Bodoamat, iri bilang, Bos!"

***

"Abang Adhan ...!"

"Umi, Abang Adhan mana?"

Selepas pulang dari kampus tadi, secepat mungkin Zaara pulang ke rumah. Sedangkan Kirana meminta izin untuk pergi ke suatu tempat, katanya hanya ke sekitar perumahan saja.

Perempuan yang sudah berganti kerudung menjadi biru tua itu berteriak ke seluruh penjuru rumah, tetapi sosok yang dicari tidak kunjung ketemu. Melihat ada seorang gadis berusia empat belas tahun yang sedang duduk di bangku tepat di depan televisi, Zaara menghampiri.

"Cla, Abang Adhan mana?"

Tanpa menoleh ke arah sumber suara, gadis bernama lengkap Clara Zoya Yesira itu menyahut.

"Jangan teriak-teriak juga atuh, Kak. Noh, Abang ada di kolam renang samping, sama temannya," ujar perempuan yang notabene-nya adalah adik dari Zaara. Mendengar itu, perempuan berpakaian gamis ini melangkah menuju kolam renang.

Hingga, benar saja. Sosok lelaki bertubuh tegap itu sudah duduk rapi di tepian kolam renang. Tanpa berbasa-basi, Zaara menghampiri dengan berteriak memanggil nama sang abang. Lalu, lelaki itu menoleh dan sudah mendapati sosok adiknya duduk rapi di samping kanan.

"Jangan teriak-teriak atuh, Ra. Nanti kebiasaan, loh! Kenapa panggil-panggil abang, mau curhat lagi?" tanya lelaki bernama lengkap Hamdhan Yesira itu.

Mata bulat jernih milik Zaara ditatap lekat oleh sang abang. Lalu, secepat mungkin perempuan itu berkata histeris. "Abang Adhan keren banget, deh, belum juga Zaa kasih tau, Abang udah paham aja!"

"Hm, jadi kenapa?"

"Ih, Abang tau, nggak? Tadi pas Zaa pulang dari kampus, ada pilot muda, ganteng banget, lucu lagi. Zaa nggak sengaja sih jumpa handphone, eh tau-tau itu handphone-nya si dia. Lucunya lagi, tanda pengenal yang ada di baju laki-laki itu tertulis, 'Mas Gu-la-li.' Unik banget! Sepanjang hidup Zaa, ya! Nggak pernah, tuh, liat ada pilot yang namanya kaya gitu!" jelas Zaara panjang lebar.

Mendengar penuturan sang adik ketika menyebut suatu nama, Hamdhan sontak langsung menatap lebih serius ke arah Zaara. Kaki perempuan itu berayun-ayun di air hangat kolam renang. "Terus-terus?" tanya sang abang penasaran.

"Terus, Zaara minta kenalan sama dia, kayak gini. Salam kenal, Mas. Zaara Yesira, anak Abi Yusuf yang teladan. Kayak gitu, dia sempat juga diam. Mungkin terkesima sama kecantikan Zaara! Hahaha!"

Suara tawa perempuan itu membelundak, tidak memedulikan siapa yang berada di samping kanan sang abang yang sejak tadi mendengar percakapan mereka. Namun, di balik sana lelaki yang berada di samping Hamdhan tersenyum lucu mendengar curhatan seorang Zaara.

"Jadi, Zaara suka sama Mas Gulali?"

Bersambung.

Kepulauan Riau, 26 Februari 2021
Astarla.

Continue Reading

You'll Also Like

958K 54.7K 53
BELUM DIREVISI. "Suutttt Caa," bisik Caca. "Hem?" jawab Eca. "Sttt Caa," "Apwaa?" Eca yang masih mengunyah, menengok ke samping. "Ini namanya ikan ke...
15.4K 1.9K 20
Menceritakan tentang kehidupan keluarga Ondah, bagaimana sih rumah mereka bisa betah disitu.. ya gatau yuk intip keseruan Ondah Family...
105K 8.1K 27
Saat selesai memberi makan seekor kucing dipinggir jalan,Gavin tertabrak motor sehingga para warga membawanya kerumah sakit. saat terbangun,dia dibua...
26.3K 3.1K 17
"yang kecil begini mau jadi bodyguard? lagi ngehalu apa gimana?" "heh! kurang ajar!" ya gimana ya, emang beneran kecil kok, mau di bilang apalagi? ...