Miracles in December

נכתב על ידי astronotgalau

731 96 22

Manusia dilahirkan dalam keadaan dan kondisi yang berbeda. Bulan, menderita bisu dari ia kecil, dibuang orang... עוד

01. Kehidupan
02. Harapan
03. Sebuah pelukan
04. Promise
05. Rindu
06. Penjelasan
07. Rasa Sakit
08. Memilih
09. Khawatir
10. Sisi lain
11. Apa?
12. Plin-Plan (?)
13. Bintang x Amanda
14. Fakta
15. Sisi Baru Lagi

16. Pertama kalinya

17 3 3
נכתב על ידי astronotgalau

Bulan menuruni anak tangga dengan pelan dan anggun. Dibawah sana terlihat Andi dan Elang yang saling menatap tajam satu sama lain. Bulan menggeleng-gelengkan kepala. Dua manusia itu sama-sama keras kepala ternyata.

Bulan juga perlahan mengetahui kalau Elang dan Andi adalah saudara. Namun mengapa mereka selalu saja berkelahi dan berbuat onar di sekolah. Bulan kembali menggeleng-gelengkan kepalanya lagi.

"Bulan."
Andi memutus kontak matanya dengan Elang lalu menatap Bulan yang baru saja datang.

"Sudah siap?"

"Udah gue bilang dia pulang sama gue."

Andi menghembuskan nafasnya, adik tirinya memang sangat keras kepala.

"Yaudah silahkan. Hati-hati. Makasih udah bawa gue pulang."
Ucap Andi sembari tersenyum menatap adiknya berjalan meninggalkan rumah besar itu.

Elang menggenggam tangan Bulan, menuntunnya menuju mobil yang tak jauh terparkir dari teras rumah mereka.

Andi menyusul ke depan, mengantarkan keduanya sembari tersenyum simpul.

"Masuk."

Bulan masih menatap Elang yang berdiri di sampingnya.

"Masuk, Bulan."

Bulan menurut. Dirinya memasuki mobil sport mewah yang pintunya sudah dibukakan oleh Elang.

Elang pun menyusulnya dan memasuki di jok kemudi.

Tidak ada percakapan selama perjalanan. Keduanya sama-sama sibuk. Bulan yang menatap keluar jendela, sementara Elang yang fokus menyetir.

"Udah puas?"

Bulan menoleh, menatap laki-laki tampan yang juga sedang menatapnya.

"Udah puas ikut campur urusan keluarga gue lagi hah?"

Bulan menghela nafas, Elang kembali kedalam sifat yang semula. Jutek, galak, dan dingin.
Bulan menuliskan satu kata membuat Elang memutar bola matanya malas.

"Maaf."

"Gara-gara lo gue harus pulang ke neraka itu."

Bulan hanya menatap cowok itu walaupun sebenarnya dirinya ingin tau lebih mengapa Elang selalu menyebut rumah itu seperti neraka. Padahal selama dirinya disana, dia tidak merasa seperti di neraka.

"Jangan pernah bilang ke siapapun masalah ini atau lo bakalan mati ditangan gue."

"Aku bisu. Aku juga tidak punya teman. Bagaimana aku bisa menyebarkan berita ini?"

"Lo kan deket sama Bintang. Serumah juga."

"Bagaimana kamu tau aku serumah sama kak Bintang?"

Elang terdiam. Fokus kembali ke jalannya, "Gak usah dipikirin."

Bulan mengerucutkan bibirnya, Elang menatapnya sekilas lalu kembali menatap jalan raya yang ramai.

Drrt..
Ponsel Bulan terdengar, Bintang menelfonnya lebih dari 5 kali. Mau tidak mau Bulan mengangkatnya.

"Bulan. Kamu dimana sih. Masih lama?"

Bulan tidak menyahuti. Dia segera mengetik pesan di whatsapp nya agar Bintang membacanya. Sebelum selesai mengetik, Elang berteriak, "Aman. Dia diperjalanan sekarang. Tunggu aja."

Bulan menatap Elang,

"Bulan. Itu bukan suara Andi."

"Gue Elang."

"Lo pasti yang bikin Bulan pingsan. Lo ngapain disana sama Bulan? Gak usah macem-macem sama Bulan. Inget, gue gak ba... "

"Berisik."

Tut. Sambungannya diputus oleh Elang. Elang merebut ponsel Bulan lalu membuangnya ke jok belakang. Bulan tidak terima, dirinya berusaha meraih ponselnya namun sebuah tangan mencegahnya, "Diem."

Bulan menurut. Rasanya ingin sekali segera sampai rumah Bintang.

Sebuah mobil memasuki halaman depan rumah mewah milik Bintang. Bulan ingin segera keluar namun lagi-lagi sebuah tangan menahannya.

"Setelah ini jangan ikut campur lagi masalah gue. Cukup sampai sini aja lo bikin gue muak."
Ucap Elang sembari melemparkan ponsel Bulan kepada gadis itu.

Bulan tersenyum. Menatap mata yang menurut kita tajam namun tidak menurutnya.

"Terima kasih, Elang."
Tulis gadis itu di sebuah kertasnya. Dirinya kembali tersenyum manis sebelum membuka pintu mobil lalu menutupnya.

Didepannya sudah ada Bintang yang menunggunya pulang. Mata Bintang tidak lepas dari Bulan yang sedikit tampak berbeda.
Sangat cantik.

Dirinya berlari, memeluk Bulan dengan erat. Menempelkan kepala gadis itu di dada bidangnya sembari mengucap syukur berkali-kali.

"Kamu gapapa?"

Bulan mengangguk tersenyum, Bintang menarik gadis itu lalu memeluknya erat kembali. Bulan membalas pelukan itu dan menyembunyikan kepalanya di dada bidang cowok itu.

Deg. Deg. Deg.
Suara jantung Bintang yang terdengar keras membuat Bulan menatap Bintang lalu tertawa.

"Kenapa?"

Bulan menunjuk jantung Bintang yang maju mundur berdetak kencang, lalu memegang dada laki-laki itu dengan telapak tangannya.

Bintang menatap mata gadis itu, sedikit membungkuk agar bisa sejajar dengan tinggi badan Bulan, "Maafin aku gak bisa jagain kamu."

"Gapapa, Kak. Aku aman kok."

Bintang tersenyum, menangkup pipi Bulan lalu.

Cup.
Bibirnya menempel di kening Bulan. Gadis itu menutup matanya. Menikmati ciuman Bintang yang cukup lama. Menyalurkan rasa khawatirnya disana. Bulan tau itu.

"Ayo masuk."

Bulan tersenyum, tangannya menggandeng lengan Bulan lalu beranjak sama-sama.

.

.

.

.

"Gimana, Man?"

Amanda bersama ketiga temannya sedang duduk di kursi kantin sembari menikmati mie ayam dan es jeruk mereka.

"Aman kok sama si Bintang."

"Kemarin chatingan gak?"

"Chatingan sih tapi kayak gak fokus gitu anaknya. "

"Gue ada ide deh, Man."
Lely memajukan kepalanya, berbisik tepat ditelinga Amanda.
Amanda tersenyum puas, "Mantep juga ide lo."

"Bintang dimana?" Sindi bertanya sembari menyeruput es jeruknya.

"Di perpus sama si bisu."

"Sama-sama pinter anjir."

Bulan dan Bintang sedang bergelut dengan buku di perpustakaan.
Bintang membaca beberapa referensi wajib dari gurunya sedangkan Bulan mencari buku untuk menambah pengetahuannya.

Amanda bersama teman-temannya menyusul mereka berdua dan duduk di bangku depan mereka.

"Amanda? Kenapa?" Tanya Bintang mulai tidak enak.

"Gue mau belajar."

Bulan dan Bintang saling menatap. Bintang menatap curiga sedangkan Bulan menatap senang.

"Tumben lo.. "

Bulan menepuk pundak Bintang, lalu menyodorkan kertas kepada Amanda dan teman-temannya.

"Amanda kita kerjain tugas bareng-bareng aja gimana?"

"Boleh, Lan. Lo semua setuju kan?"

Teman-temannya sontak mengangguk. Bintang menghela nafas pelan. Ada rasa bahagia Amanda sedikit berbeda menjadi lebih baik namun dirinya juga harus waspada.

Amanda bersama teman-temannya baru saja kembali dari kelas mengambil buku mereka. Mereka berlima saling mengerjakan tugas sesekali berdiskusi mana yang mereka tidak paham.

Bintang tidak ingin beranjak, mengawasi gerak-gerik Amanda maupun teman-temannya barang kali dirinya lengah sedikit saja akan terjadi sesuatu sama Bulan.

"Bulan. Ini gimana maksutnya?"

"Bulan. Ini kenapa harus di bagi?"

"Persamaan ini dari mana?"

Pertanyaan bertubi-tubi membuat Bulan tidak fokus dengan pekerjaannya namun fokus dengan pekerjaan Amanda dan teman-temannya.

"Punyamu dulu selesaikan. Jangan dahulukan punya mereka. Nanti bisa kan?"

"Gapapa, Kak. Aku ngerjain nanti aja. Yang penting mereka paham dulu."

Bintang mengangguk, terserah apa mau Bulan. Dirinya kembali fokus membaca bukunya.
Sesekali pandangannya bertemu dengan Amanda yang sedang tersenyum, Bintang hanya membalasnya dengan senyuman singkat.

Bel masuk berbunyi, Amanda dan teman-temannya bergegas membersihkan meja perpustakaan tempat mereka diskusi sama dengan Bulan. Bintang meraih bukunya lalu dikembalikan kedalam rak nya.

Amanda menggandeng tangan Bulan, gadis itu sontak terkejut. "Gak usah takut. Gue gak marah kok."

Dengan kaku Bulan mengikuti langkah Amanda, dibelakang sudah ada Bintang yang mengawasi pergerakan mereka.

"Percaya aja sih lo sama kita, Bin. Yaelah sampe diikutin ke kelas. Liat tuh, Man."

"Lo gak percaya sama kita?"

"Gue cuma waspada aja. Tumben kan."

"Ck. Ini udah sampe kelas. Lo mau ngikutin kita kedalem juga?"
Ucap Amanda sedikit meninggikan suaranya.

Bintang menggeleng kepalanya lalu berlalu ke kelasnya.

Amanda tersenyum kearah Bulan lalu melepaskan tautan mereka ketika sampai di bangku masing-masing.

"Bulan. Nanti lo mau gak keluar sama kita?"

Bulan menggeleng, "Gak usah takut. Gue ngerti kok. Lo sama Bintang cuma temenan. Gue gak benci lagi sama lo. Ayo kita mulai dari awal. Kita temenan."

Amanda mengangkat jari kelingkingnya, dengan ragu Bulan menyambutnya dengan senyuman.

.
.
.
.
.

Bulan menatap dirinya sedang rapi di sebuah cermin kamarnya, Bintang memasuki kamar itu lalu memeluk Bulan dari belakang.

"Mau kemana?"

"Bulan mau jalan-jalan sama Amanda."

"Gak boleh."

"Amanda udah berubah, Kak. Beneran. Dia baik."

"Kamu percaya?

Bulan mengangguk, gadis itu sangat lugu. Bintang khawatir akan terjadi apa-apa nantinya.

"Aku ikut."

"Aku gak enak sama yang lain, Kak."

"Aku ikut, Bulan."

"Jangan, Kak. Aku aman kok. Percaya sama aku. Percaya sama pacar kakak sendiri."

"Gimana aku bisa percaya sama orang yang dulu benci sama kamu, Bulan."

"Manusia juga bisa berubah kan, Kak?"

"Udah cukup. Aku gak mau debat. Terserah. Tapi kabarin ya."

Bulan mengangguk. Menaruh kembali kertas dan penanya lalu menyisir rambutnya dengan rapi.

"Amanda tau kita serumah?"

Bulan mengangguk, "Aku tadi udah bicara sama dia. Dia awalnya kaget terus beberapa detik kemudian senyum."

Bintang hanya menganggukan kepalanya, "Hati-hati."
Bintang mengecup kening Bulan sekilas.

Di depan sudah ada Amanda yang siap didalam mobilnya, bersama dengan ketiga sahabatnya. Bulan keluar dari dalam rumah. Hanya memakai dress dengan rambut digulung kebelakang. Dirinya sangat cantik.
Disusul dengan Bintang di belakangnya, menatap kearah Amanda yang sedang tersenyum.

"Jangan macem-macem. Inget."
Bintang berbicara pada Amanda, "Iya sayang. Percaya."

Bintang mengangguk, menuntun Bulan sampai ke pintu mobil dan Bulan memasuki mobil itu.

Mereka berlima melambaikan tangannya ke Bintang. Dan mobil itu pun pergi.

Mereka pergi ke sebuah mall besar di Jakarta. Bulan menatap mall itu tanpa berkedib. Masalahnya dirinya terakhir kali kesini beberapa tahun lalu dengan Bintang dan mamanya. Tidak pernah ia sangka dirinya akan kesini dua kali ini.

"Seneng, Bulan?"
Amanda merangkul bahu Bulan, gadis itu kembali terkejut.
Amanda tertawa melihat gadis dihadapannya sangat kaku.

"Gue se serem itu ya di memori otak lo? Santai aja kali. "

Bulan mengangguk, dirinya menulis kata "Terima kasih. Bulan seneng." Membuat ke empat gadis yang bersamanya juga ikut tersenyum.

Mereka berbelanja, Amanda membelikan sepatu dan dress panjang dengan total 25 juta. Sementara Lely membelikannya jam tangan seharga 10 juta. Itu patungan dengan lainnya.

Bulan sempat menolak, namun Amanda nekat membelikannya dan terlanjur membayar. Mau tidak mau Bulan menerimanya.

"Aku gak bisa ganti rugi sebanyak ini."

Mereka tertawa, "Gak usah. Ini kita kasih lo hadiah sebagai permintaan maaf kita."

2 jam mereka berkeliling mall, mengisi perut mereka juga di restoran. Kini mereka bergegas kembali pulang karena Bintang dari tadi  video call terus entah itu ke Bulan atau ke Amanda hanya memastikan Bulan aman.

Bintang sudah menunggu mereka di teras. Hanya info, Andini sedang tidak di rumah karena harus menemani suami nya di Korea selama beberapa minggu membantu mengerjakan tugasnya dan mengelola perusahaan.

Amanda turun terlebih dahulu, disusul teman yang lainnya.

Amanda memberi bingkisan kepada Bintang, cowok itu menerima bingkisan.

Bintang membuka bingkisan yang berisi jaket dan jam tangan.
Amanda memperlihatkan jam tangan ditangannya yang mirip dengan jam tangan Bintang.
Benar. Itu adalah jam tangan couple.

"Makasih."

Amanda tersenyum, Bulan berjalan mendekati mereka sembari membawa 2 bingkisan. Bintang pun dibuat kebingungan.

"Gue beliin dia dress sama sepatu. Dan lainnya juga beli jam tangan buat dia."

"Kenapa lo nglakuin ini semua?"

"Anggep aja sebagai permintaan maaf gue."

Bintang meraih tangan Bulan, lalu mendekatkan tubuhnya ke gadis itu. Amanda tau hal itu, dirinya berusaha tersenyum manis.

"Kalo gitu gue pulang dulu. Udah malem. Makasih Bulan udah kasih kita kepercayaan."

Bulan mengangguk tersenyum, dia melambaikan tangannya kepada Amanda dan teman-temannya yang mulai menyalakan mesin mobilnya.

Lambaian tangan Bulan tidak berhenti sampai mobil itu menghilang dari pandangannya.

.
.
.
.
.
.

Bulan melangkahkan kakinya pelan, dirinya memakai earphone di telinganya sembari berdehem ria. Sebelum berbelok kearah parkiran, dirinya bertabrakan oleh siswi berkaca mata terlihat sedikit culun.

Srek.

"Ka-kamu gapapa?"

Bulan menunduk lalu membungkuk, "Maaf gak sengaja, Kak."

Gadis berkaca mata itu tersenyum, lalu pergi meninggalkan Bulan.

"Pasti gara-gara ini earphone jadi gak fokus jalan."

Di parkiran Bulan menangkap Bintang dan Amanda di mobil Bintang. Amanda tersenyum menyambut Bulan.

"Bulan ayo pulang bareng. Bintang anterin aku dulu habis tapi sekalian main."

Karena Bulan yang tidak enak hati dengan Amanda dirinya menggeleng cepat, "Kalian pulang saja berdua. Bulan mau ke perpustakaan sebentat. "

"Emang ada tugas lagi ya?"

Bulan menggeleng, "Bulan mau baca-baca buku disana."

Amanda mengangguk mengerti, "Sayang, gimana?"

Bintang menatap Bulan memohon. Memohon agar Bulan mau pulang dengannya. Namun Bulan tersenyum, "Bulan mau ke perpustakaan dulu ya. Dadah."
Tulis Bulan final. Dirinya beranjak meninggalkan dua remaja yang berstatus sebagai pacar itu.

"Gimaan?"

"Yaudah ayo pulang. "

"Yey."
Amanda senang bukan main, dirinya segera masuk kedalam mobil disusul dengan Bintang yang segera melesat dari sana.

Bulan menatap mereka dari balik dinding. Dirinya menunduk, sekarang bagaimana dirinya pulang?

Bulan berjalan keluar gerbang, dia berniat berjalan kaki saja sembari mencari ojek atau taksi barang kali lewat.

Disana ada halte bus, Bulan berinisiatif menaiki bus saja dan menunggunya disana ketimbang harus jalan kaki entah sejauh apa nanti.

Bulan duduk, memakai jaket berwarna pink di tubuhnya. Mengambil sisa air mineral tadi di sekolah lalu meneguk nya karena haus.

Jam menunjukan pukul 4 sore. Sebentar lagi bis akan datang, Bulan bersiap-siap merogoh dompetnya didalam tas namun.

Grep.
Dompet Bulan diambil orang tidak dikenal lalu dengan seenaknya kabur. Karena Bulan yang tidak bisa berteriak minta tolong alhasil dirinya bersusah payah mengejarnya sendiri.

Berlari sekuat tenaga mengejar preman itu, didalam dompet terdapat Kartu Tanda Pelajar dan juga ATM. Bulan tidak masalah jika kehilangan uang didalamnya. Karena hanya ada uang 50 ribu disana. Namun, akan sangat bahaya jika itu KTP dan ATM nya hilang. Bulan tau bagaimana susahnya mengurusi dua hal itu.

Seperti anjing yang diberi umpan oleh tuannya, Bulan kini menyadari suatu kesalahan. Dirinya merutuki nasibnya yang saat ini sedang dikepung oleh banyak preman.

"Gadis cantik, gadis manis."

Bulan mengeratkan tasnya, menggenggam roknya dengan erat. Dirinya takut. Ingin sekali berteriak minta tolong, namun dirinya tidak bisa.

"Kamu mau apa kesini?"

Bulan menunjuk dompet yang masih dibawa salah-satu preman itu.

Ketua preman itu merampas dompet Bulan lalu mengarahkan kepada Bulan. Dengan cepat Bulan mengambilnya namun segera di tepis oleh preman itu.

"Tidak segampang itu sayang."

Bulan menatap dalam diam. Berusaha tenang walau dalam hati dan dirinya sangat ketakutan.

"Sini. Ambil aja."

Bulan mendekat, mengulurkan tangannya untuk mengambil dompet yang perlahan lahan menjauhinya. Semakin maju dan grep.

Tubuhnya dipeluk oleh preman itu, lalu preman itu menyentuh pinggang Bulan. Bulan yang tidak Terima reflek mendorong tubuh preman itu lalu menendangnya.

"Argh. Sialan."

Bugh. Bulan di dorong sampai dirinya terjatuh, tangannya menancap pada kerikil-kerikil kecil membuatnya meringis.

"Gue udah kasih tawaran bagus-bagus lo malah nyia-nyiain. Dasar."
Preman itu ingin menampar Bulan, lalu tangan kekar mencegahnya.

Seorang cowok berpakaian seragam SMA menendang preman itu sampai terjatuh.

Ia menaiki preman itu lalu mengambil dompet Bulan.

"Lo siapa lagi. Mau jadi pahlawan kesiangan?"

Elang menatap preman preman itu yang jumlahnya tidak sedikit. Dirinya sedikit ragu bisa mengalahkan mereka semua.

Bulan berlindung di belakang tubuh Elang, memegang erat kain seragam Elang berusaha menyalurkan rasa takutnya disitu.

"Kalian tuh udah tua, jelek, keriput. Cari kerja yang halal kek. Kasian bini sama anak pada nungguin di rumah kalian malah berbuat kejahatan."

"Ni anak songong anjing."

5 preman itu maju semua. Menghajar habis-habisan Elang. Namun, Elang si cowok kuat dan tinggi dengan santainya mengalahkan mereka.

Elang menatap Bulan sekilas, Bulan terduduk dan menyembunyikan wajahnya di lututnya.

Bugh.
Satu tonjokan berhasil membuat keseimbangan Elang runtuh.
Bugh.
Satu tonjokan lagi datang.

Preman-preman itu berkumpul. Elang masih mempunyai kekuatan untuk mengalahkan mereka. Walaupun tidak yakin dirinya bisa selamat akhirnya.

Mereka berkelahi. 1 vs 8.
Bulan tidak bisa tinggal diam. Dirinya menatap kayu tergeletak agak jauh darinya. Mengambil kayu itu lalu ikut bergabung dengan Elang yang sedang berkelahi.

Bugh. Bugh.
Bulan memukul preman itu dengan kayu lumayan keras. Jika tidak bisa membuat nyawa mereka hilang, setidaknya mereka tidak bisa berjalan.

Bugh.
Dengan cepat Bulan memukul-mukul mereka hingga mereka mundur.
Elang menendang mereka, memukul dengan brutal.

Bulan mengangkat kayunya yang lumayan besar.

"Kabur.. "

Ke 8 preman itu pun kabur dengan sendirinya. Berlari menjauhi Elang dan Bulan yang masih terengah-engah mengatur nafasnya.

Bulan membanting kayu ditangannya. Kakinya bergerak mendekati Elang yang babak belur wajahnya.

Bulan meringis. Pasti sakit sekali.

Bulan buru-buru mengambil kertas dan penanya dan ingin menuliskan sesuatu namun segera di halangi oleh Elang.

"Udah gue tau lo mau ngomong apa."

Bulan tersenyum, melebarkan mulutnya sehingga giginya terpampang jelas. Matanya membentuk bulan sabit.
Manis sekali.

"Ceroboh."

"Em?"

"Goblok."

Bulan masih menatap Elang tidak mengerti.

"Tolol."

Bulan mengerucutkan bibirnya.
Ya dirinya tau dirinya bodoh, tolol. Namun tidak harus menghinanya terang-terang an juga.

"Lo kalo mau bertindak gak mikir dulu ya?"

Bulan diam. Kembali merutuki kesalahannya beberapa menit yang lalu.

"Ck. Dasar."

Elang berjalan meninggalkan Bulan yang masih diam. Bulan menghampiri tasnya yang tergeletak di tanah lalu memakainya.

Dirinya berlari kecil menyusul Elang yang sudah jauh di depan.

Tangan Bulan meraih tangan besar Elang namun segera ditepis oleh laki-laki itu.

"Ngapain lo ngikutin gue?"

Bulan diam. Elang kembali memutar bola matanya malas. Dirinya kembali berjalan meninggalkan Bulan. Namun gadis itu berlari kecil menyusulnya.

"Lo mau apa sih astaga."
Elang mengusap wajahnya kasar. Tidak peduli luka di wajahnya yang sudah bengkak dan membiru.

"Lo nga.."

Belum sempat Elang melanjutkan perkataannya, dirinya terdiam ketika tangan Bulan mengusap lembut wajahnya.

Tangan lembut itu memutari area luka Elang yang bengkak dan membiru. Dan diakhiri oleh senyuman Bulan yang manis.

Elang menatap mata itu beberapa detik. Lalu memegang tangan di wajahnya lalu menghempaskan nya. Walau tidak keras dan kasar namun tetap saja membuat gadis itu hendak terjungkal ke belakang.

"Lo kalo pendek ya pendek aja."
Ucap Elang sembari menonyor dahi Bulan. Matanya tidak lepas dari kaki Bulan yang terlihat berjinjit berusaha meraih wajahnya.

Bulan tersenyum. Lalu menuliskan sebuah kata di kertasnya.

"Maafin Bulan. Lukanya pasti perih. Bulan obatin ya."

"Lo mau obatin?"

Bulan mengangguk, " Lo pulang aja. Gue capek."

Bulan menatap mata itu memohon. Dirinya sangat merasa bersalah dan sebagai ucapan terimakasih juga sudah menolongnya.

Elang menyeret tubuh Bulan agar memasuki mobilnya. Dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu tanpa banyak basa-basi.

.
.
.
.
.

Bulan turun dari mobil Elang yang terparkir. Dirinya menatap luru kedepan menampakan sebuah apartemen besar. Elang berjalan mendahului Bulan lalu menyeret gadis itu agar segera beranjak.

Bulan masih menatap sekeliling, tatapan semua orang menuju kepadanya membuat dirinya merasa tidak nyaman.

Ting. Pintu sebuah kamar apartemen terbuka lebar, Bulan masuk dengan perlahan. Pintu itu kembali tertutup.

Elang melemparkan tas dan sepatunya ke sembarang arah, lalu melepaskan jaket dan seragamnya dan hanya tersisa kaos berwarna hitam saja.

"Sangat tampan."

"Gue tau gue ganteng gak usah liatin gue sampe begitu."

Bulan mengerjap, Elang memang suka membuat dirinya merasa salah tingkah.

Elang duduk di kursi dekat jendela, sementara dirinya masih berdiri mematung membawa tas dan jaket yang tidak ia pakai.

"Sampe kapan lo mau berdiri disitu?"

Bulan berjalan mendekati Elang, sebelum itu dirinya meletakkan tas, jaket, dan sepatunya dibawah ranjang kasur Elang.

"Kotak P3K ada disebelah sana."

Bulan berjalan kearah dimana Elang menunjuk, ia membuka loker itu lalu mengambil kotak P3K. Dengan segera ia berlari kecil menghampiri Elang yang duduk di kursi.

Bulan membuka kotak itu, lalu mulai mengobati wajah tampan di depannya dengan telaten. Elang menatap wajah gadis itu. Wajah mereka berjarak 15 cm.

Bunyi dering ponsel Bulan terdengar, Bulan segera bangkit namun tangannya ditahan oleh Elang.

"Gak usah diangkat."
Bulan menggeleng tidak setuju.

"Kak Bintang pasti khawatir."

"Bodoamat. Obatin sampe selesai."

Bulan pun menurut. Elang mengambil ponsel di saku seragam bawahnya yang belum ia ganti. Lalu memberikannya kepada Bulan.

"Taro sana. Tapi jangan sampe lo kepencet tombol apapun. Jangan sampe layarnya nyala. Jangan sampe lecet, jangan sampe jatoh, jangan sampe ada goresan sedikit pun."

Bulan mengangguk malas. Cowok di depannya sangat menyebalkan.

Bulan meletakkan ponsel Elang di ranjang. Lalu beranjak kembali mengobati luka Elang yang masih tinggal setengah lagi.

Drrrtt.
Bunyi ponsel Elang bergetar. Bulan sempat ingin mengambilkan namun dicegah oleh Elang.

"Biar gue aja sendiri. Lo tunggu disini."

Bulan hanya mengangguk.

"Halo. Kenapa?"

"Lo lagi sama Bulan ya?

"Hm."

"Bintang nyari kayak orang stres anjir. Mana tlvon nya gak diangkat. Dia aman kan?"

"Aman kok."

"Cepet pulangin. Pawangnya stres nih nge chat gua terus tanyain Bulan. Ya gue mana tau. Tapi udah gue duga dia sama lo."

"Iya bawel lo."

"Udah mulai pdkt nih ehem."

"Udah ah. Nanti aja lagi."

Tut. Sambungan terputus. Elang menatap sekilas ponselnya yang menyala lalu segera mematikannya dan melemparnya begitu saja ke ranjang.

Bulan tersenyum menatapnya, ia hanya berwajah datar lalu pergi meninggalkan Bulan ke kamar mandi.






































TBC.
Hayoloh, hayoloh wkwkw🤣
Apa yang ada dipikiran kalian? 🤣🤣

Jangan lupa vote+komen..
Terimakasih, gomawo.

FasthaByun_Eri❤

המשך קריאה

You'll Also Like

2.4M 19.9K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
395K 15.7K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
1.2M 61.8K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
682K 77.9K 45
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...