Move On

נכתב על ידי afterbrokenn

26.1K 3.3K 1.3K

[SELESAI] Cinta itu mudah, yang memperumit adalah pikiran kita sendiri. עוד

Mereka Berdua
00. Prolog
01. Senyuman
02. Hujan Dan Malam
03. Kejadian Rabu
04. Tentang Cinta
05. Siapa?
06. Kesekian Kali
07. Perlindungan
08. Berharap
09. Bahagia?
10. Pertarungan Atap
11. Kertas Hitam
12. Lagu Kita
14. Mimpi Buruk
15. Selamat
16. Sandaran
17. Berjarak
18. Rasa Bersalah
19. Pertemuan
20. Susu Kotak
21. Kebenaran
22. Kembali
23. Lekas Pulih
24. Lembar Baru
25. Epilog
MINI EXTRA; Puing Lain
EXTRA CHAPTER; Buah Cinta

13. Suka?

659 106 82
נכתב על ידי afterbrokenn

"Serius tadi gue ngakak banget pas Reza ngejar-ngejar Nanda!" Yana terbahak sementara kedua pipinya menggembung karena gumpalan bakso.

Mereka bertiga ini sedang berada di kantin, memilih meja paling pojok untuk tempat makan. Kantin tampak ramai seperti biasa, tapi bagi mereka sepi-sepi saja karena terlalu asik sama dunia mereka sendiri.

Topiknya lucu, membahas drama musikal punya kelompok Reza.

Lia segera memberi gelas berisi air minum untuk Yana gara-gara perempuan bermata kucing itu mendadak batuk lantaran tersedak bakso.

"Makan pelan-pelan dong, Yana." Ujar Lia.

"Tau. Si Yana emang kalo makan kaya preman." Semprot Rachel tanpa sadar diri bahwa dia juga makan seperti itu.

Yana menyudahi minumnya. Ia mendesah panjang, lega. "Makasih, Lia."

"Iya, sama-sama."

"Eh tapi tau gak sih gimana rasanya nahan ketawa sampe perut mules banget? Gila, gue beneran mau ketawa keras disitu tapi kasian nanti sama si Reza." Ujar Yana, kembali ke topik utama.

Rachel terkekeh. "Bukan kasian, tapi lo takut kan kalau dia marah?"

"Udahlah jangan dibahas." Yana menatap Rachel malas. Kalau sudah mengobrol dengan Rachel, pasti ada saja aib yang dia bongkar.

"Emang kenapa kalo Reza marah? Kan marah hal yang manusiawi." Lia  terheran-heran.

"Reza kalo marah gak pernah manusiawi, Lia! Pernah tuh ada kejadian pas kelas sepuluh. Kita berempat sama Surya satu kelompok. Trus dikasih tugas buat makalah. Eh Yana gak sengaja ngehapus naskah-nya padahal Reza udah capek-capek nyari informasi sampe enam halaman. Ngamuklah si Reza. Tau Yana diapain sama dia?"

"Diapain? Diapain?" Lia tampak antusias dengan cerita Rachel.

"Diomelin, abis itu dikeluarin dari kelompok! AHAHAHAHAHA!" Rachel terbahak, tertawa puas sekali.

"Hah? Jadi gimana sama Yana?" Dahi Lia semakin mengerut dalam.

"Yah... untung aja ada Jafran yang mau nampung dia masuk ke kelompoknya." Rachel menjawab.

"Udahlah, gak usah dibahas lagi." Mendesah berat, akhirnya Yana menyuarakan isi hatinya setelah memilih untuk membiarkan mereka berdua larut dalam dunianya.

"Tapi Yana, aku boleh nanya sekali lagi gak? Jawab jujur ya." Lia secara tidak langsung mengambil penuh perhatian Rachel dan Yana.

Kalau cara bicara Lia sudah seperti ini, pastilah pertanyaannya tidak mengenakkan.

Yana menimang sebentar, "Iya."

"Kamu sama Jafran ada masalah apa sih?" Tanya Lia. Baru satu kalimat, tetapi sudah mampu membungkam mulut Yana.

Melihat Yana tak berkutik, Lia melanjutkan ucapannya. "Dari yang aku liat sih, kalian berdua sama-sama suka. Tapi kok pas dia ngejar, kamu ngehindar? Awas loh nanti nyesel."

Bibir mungil milik Yana terbuka sedikit. Lidahnya juga terlalu kelu untuk bersuara.

"Cerita ajalah, Yan, lagian Lia sahabat kita 'kan?" Rachel menyadarkan Yana dari lamunan. Perempuan bermata kucing itu mengerjap beberapa kali, berusaha meneguhkan hati untuk bercerita nanti.

"JAFRAN GUE SUKA SAMA LO!"

"Jaf, nih makan bekel. Gue udah kenyang. Lo pasti belum sarapan kan?"

"Jafraaannn lo kenapa semalem gak sekolah? Sakit ya? Ini ada tugas dikasih bu Aina. Catet kek daripada kena hukum."

"Jafran lo udah suka gue belum?"

"Jaf, masa lo gak pernah lirik gue sedikitpun?"

"Jaf tau gak? Gue gak bisa tidur satu malaman gara-gara lo gak bales chat gue."

"Jafran...."

"Yan, udah tau Jafran sama Siska pacaran?"

"Yan, Jafran gak pernah suka sama lo!"

"Yan, jangan rusak hubungan mereka."

"Yan, masih banyak cowok lain! Kenapa harus Jafran!?"

"Yan, Siska cemburu karna lo deket-deket Jafran terus."

"Yan, Siska sama Jafran berantem gara-gara lo."

"Selamat Yana, akhirnya Jafran dan Siska putus. Seneng kan?"

Dan kalimat yang tidak akan pernah Yama lupakan, dimana Jafran melampiaskan amarahnya pada Yana hari itu. Sampai-sampai Jafran kelepasan menampar pipinya hingga sudut bibir Yana terkoyak sedikit. "Gue baru sadar lo lebih rendah dari sampah!"

"Tapi jangan dianggap serius ya, Lia? Soalnya cerita tentang gue dan Jafran itu udah kadaluarsa dari berbulan-bulan yang lalu." Kata Yana memperingati.

Lia mengangguk, "Iya."

Dengan begitu, Yana menarik napas dalam-dalam. Bagaimanapun juga Lia adalah sahabat mereka. Sangat aneh jika masalah Yana disembunyikan terus-menerus.

"Banyak orang bilang, cinta pada pandangan pertama itu dusta. Gue percaya. Tapi setelah ketemu sama Jafran, gue mengubah pemikiran dangkal itu. Buktinya, saat pertama kali gue liat dia di antara siswa lain, gue udah mulai tertarik sama dia. Waktu itu MOS, dan akhirnya gue tau kalo nama dia itu Jafran. Jafran Affandra."

"Sampe akhirnya kita satu kelas. Gue seneng bukan main. Gue milih menyukai diam-diam aja daripada dia tau terus menjauh kan?"

"Tapi semakin lama gue makin sadar kalo Jafran dan Siska itu deket. Sebelum terlambat, gue milih buat nunjukin terang-terangan rasa suka gue sama dia. Gak peduli sama responnya bakal gimana, yang penting gue udah berusaha."

"Gak berapa lama gue tau Jafran dan Siska pacaran. Tau apa yang gue lakuin? Gue masih ngejar dia. Masih nunjukin rasa suka gue yang makin hari makin besar. Sampe akhirnya Jafran dan Siska putus. Jafran ngelampiasin marahnya sama gue bahkan nampar pipi gue. Dan sejak saat itu gue milih jaga jarak sama dia."

"Gue bukan cewek yang ada di wattpad-wattpad. Gue masih punya hati. Dan hati gue sakit banget pas dia bilang kalo gue lebih rendah dari sampah."

"Itu aja sih." Kata Yana sebagai kalimat penutup. Mata terlihat Yana berkaca-kaca, namun bibir mungilnya tersenyum. Seolah tidak lagi menjadi masalah di hidupnya.

Lia terdiam lama, mengamati manik mata milik Yana dengan lekat. Ia tidak pernah menyangka jika kisah antara Jafrandan Yana akan semenyakitkan ini. Padahal Lia kira, Jafran orang yang baik dan humble. Ternyata perkiraannya melesat.

Tangan Lia bergerak untuk mengelus bahu Yana, "Maaf..."

Yana tertawa paksa, "Apaansih? Kan udah gue bilang kadaluarsa. Udah ya jangan dibahas."

Lia mengangguk menurut, lalu menurunkan tangannya dari bahu Yana. Sedangkan Rachel tak berniat melepas pandangan dari Yana. Ia akui kisah percintaan Yana lebih sadis dibanding kisah percintaannya.

"EH ITU SI RAKSASA!" Tiba-tiba Yana berteriak kuat, menyebabkan semua pasang mata yang ada di kantin menoleh kearahnya dengan satu pertanyaan yang sama. Dia kenapa sih?

Tak berbeda dengan orang lain, empat pemuda yang masing-masing membawa semangkuk bakso ditangan kanan dan segelas teh dingin ditangan kiri itupun juga menoleh kearahnya. Mereka berempat tersenyum sumringah, tanpa aba-aba langsung berjalan cepat dan menduduki empat kursi kosong lainnya dimeja yang sama dengan Lia.

"Eh kebetulan banget semua tempat diisi. Jadi kita pada gabung ya." Kata Jafran sambil menyengir lebar hingga kedua matanya menyipit, membentuk bulan sabit.

"Ish lo jauh-jauh kek!" Yana berdecak agak kuat karena Jafran seperti sengaja mepet-mepet sama dia.

Lia tersenyum tipis, sebenarnya Yana senang jika berada di dekat Jafran. Tapi ia menutupinya seolah tidak membutuhkan Jafran lagi.

"Kenapa kalian gabung sih? Serius nih, nafsu makan gue ilang." Rachel berkata jutek. Tapi dia tetap melanjutkan makan, berbanding terbalik dengan yang dia bilang.

"Ya maaf, abis capek bawa mangkok sama gelas kaya gini. Apalagi baksonya panas banget." Ujar Haikal mewakili.

Lia diam-diam mencuri pandang kearah Nares yang duduk disamping Jafran. Pemuda pemilik senyum termanis yang pernah Lia lihat itu tampak tenang menikmati makanan, dia tak banyak bicara. Malah Lia sekarang ingin tertawa gemas karena menyadari Nares sangat imut ketika sedang mengunyah makanan. Pipi putih mulus itu bergerak seperti mesin cuci.

"Ngelamunin apa heh?" Bisik Reza disebelahnya, heran.

Lia tersentak, dia mengerjapkan mata berulang kali, salah tingkah. "Enggak."

Reza mengangguk tak berniat bertanya lebih jauh, lalu lanjut makan.

"Lia minta nomer telpon dong..." Celetuk Haikal, memecahkan dinding keheningan yang tercipta antara mereka bertujuh.

"Kan ada di grup kelas." Kata Lia menjawab.

Haikal meringis malu, "Berjanda Lia, supaya kita gak garing amat."

"Malah makin garing." Reza bergumam pelan, namun masih bisa terdengar samar.

"Lo tadi kaya nikmatin peran banget, Za?" Ledek Yana, hampir tertawa lagi namun cepat-cepat dia tahan untuk menjaga harga diri didekat Jafran.

Reza mendesah malas, "Masa bodoh, yang penting dapet nilai tinggi."

"Gue ganteng gak tadi pas tampil?" Tanya Jafran mengalihkan topik pembicaraan.

Yana tertegun sebentar, baru sadar kalau dia tadi dibuat sakit hati. Padahal sudah lupa, tapi teringat lagi. Dan rasa sakitnya masih sama.

"Jaf, digimanain pun muka lo tetep kaya anak kolong jembatan gini." Sahut Reza.

Jafran mendelik, merasa ucapan Reza sangat memalukan. Apalagi posisinya mereka sedang berada didekat Yana.

"Iri? Bilang bos!"

"Maaf, gue gak iri. Ngapain iri sama lo?"

"Oke. Gue pegang omongan lo."

"Gak bisa dipegang. Yang bisa diingat." Reza masih sempat mengoreksi.

Jafran berdecak, niatnya untuk pamer kandas begitu saja lantaran Reza tidak bisa diajak bekerja sama.

"Diem aja, Yan?" Tegur Nares karena menyadari kalau suara Yana tak terdengar disela obrolan. Biasanya Yana yang paling suka menyahut.

Tentu saja teguran Nares membuat atensi masing-masing teralihkan.

Yana langsung tersentak, ia menggeleng beberapa kali lalu lanjut menyuap bakso dengan gerakan canggung. "Gak papa."

Reza terlalu peka, dalam hitungan detik dia sudah bisa menangkap situasi. Maka dipijaknya kaki Jafran dari bawah meja. Jafran meringis kesakitan, menatap Reza marah.

Belum sempat Jafran protes, Reza sudah lebih dulu menjelaskan.

Pemuda itu menunjuk Yana dengan dagunya, lalu gantian menunjuk Jafran dengan dagu juga.

Jafran mengerjap, dahi dia mengerut dalam tanda berpikir dengan tangan dibawah sedang mengelus kaki malangnya.

Sampai akhirnya Yana sedikit kuat membanting sendok keatas meja. Ia berdiri dari duduknya. "Gue pergi duluan."

"Lho makanan kamu belum habis." Kata Lia.

"Kenyang." Ujarnya singkat sebelum melengos pergi dari area kantin.

Jafran semakin bingung, ia menatap Reza dengan pandangan menuntut.

Menghela nafas panjang, Reza berujar. "Yana cemburu, bodoh!"

Kedua mata sipit Jafran langsung membulat, tanpa basa-basi lagi ia segera beranjak dari duduknya dan berlari kecil menyusul Yana yang sudah jauh disana.

Haikal menggeleng tidak percaya melihat punggung tegap Jafran semakin menghilang ditelan keramaian, "Emang ya orang bucin."

"Halah, palingan lo nanti gitu juga." Celetuk Rachel.

Haikal menaikkan sebelah alis, membuat semua harus waspada untuk tidak kelepasan memukul wajah menyebalkan yang sedang dia pasang.

"Gak ada yang bisa gue bucinin sih..."

"... kalo lo mau gak, Chel?"

***

"Guys, makan siang dulu ayo sebelum nugas."

"Udah jam-nya ya?"

"Iya, makanya makan dulu. Nanti gak ada tenaga buat ngerjain tugas."

"Yaudah deh, makasih ya Yana."

"Santai aja kali, sama-sama."

Omong-omong, tiga gadis muda ini sedang berada dirumah Yana. Tadi waktu di sekolah, Bu Soya selaku matematika memberi beberapa soal latihan. Sebenarnya khusus individu, tapi karena mereka tidak ada yang mengerti jadilah mengerjakannya bersama. Selepas pulang sekolah tadi mereka langsung bergegas menuju rumah Yana dengan menggunakan Bis.

Yana membuka tudung saji, menampilkan beberapa piring dengan lauk pauk yang menggugah selera.

"Kalian duduk dulu, biar piringnya gue ambilin." Kata Yana sebelum pergi mengambil tiga piring dan tiga gelas kosong.

"Orangtua kamu mana? Gak enak-lah kalo bertamu tapi gak salim dulu." Ujar Lia.

Yana melirik sebentar, lalu kembali mengambil nasi. "Pergi kayaknya, ada urusan kantor."

Lia hanya ber'oh' ria.

"Makan yang banyak ya, jangan sungkan." Ucap Yana kelewat ramah.

Sehabis makan siang, mereka mulai mengerjakan tugas matematika dikamar pribadi Yana

Beberapa kali desahan malas, umpatan bahkan kalimat istighfar terucap dari bibir mereka saking sulitnya soal-soal yang sedang dihadapi.

Tak tahu mengapa, kehadiran x dan y dalam dunia matematika sungguh meresahkan.

"Masalah lo kapan selesainya sih? Perasaan dari dulu gak pernah selesai-selesai juga." Rachel mulai bermonolog, mengomeli angka-angka yang ia tulis di lembaran kertasnya.

"Tau, lain kali urus sendiri lah masalah lo. Masa kita terus yang nyelesaiin?" Yana menyahut.

Lia tak ingin basa-basi, namun entah mengapa untuk saat ini ia mau mengeluarkan keluh kesah. "Masalah hidupku lebih banyak dari kamu. Tapi bisa-bisanya aku mau ngurusin kamu. Pinter enggak, stress iya."

"Matematika ilmu yang menyenangkan~" Tiba-tiba saja Yana bersenandung.

Bukan mengapa, tapi nada suara Yana itu sangat menjengkelkan. Sehingga Rachel tidak tahan untuk menunjang kakinya agar Yana bisa diam dan fokus untuk mencari jawaban.

"X tambah y? Oke, jawabannya z." Lia hampir saja menulis huruf z, tapi langsung dikoreksi sama Rachel.

"Bukan gitu ih," Kata Rachel lalu memberi buku catatannya ke Lia. "Kaya gini."

Lia mengangguk, mempelajari beberapa contoh soal disana. Tak berselang lama, Lia sudah bisa mencari jawaban setidaknya 3 dari 5 soal.

"Aku udah nemu nih. Coba periksa." Ujar Lia, memberi buku tugas latihan.

Yana mengambil buku tersebut, lalu berpura-pura memeriksa jawabannya padahal dia sama sekali tidak tahu apa yang ditulis Lia.

"Oh udah bener ini." Kata Yana sambil bersiap menyalin jawaban ke buku tugasnya.

"Gak perlu diperiksa, kalo Lia mah gue yakin seratus persen." Kata Rachel kemudian ikut Yana menyalin jawaban.

_________________________________________

3) Tentukan turunan pertama dari fungsi berikut:
a) f(x) = 3x4 + 2x2 − 5x
b) f(x) = 2x3 + 7x

Jawab: 
a) f(x) = 3x4 + 2x2 − 5x 
f '(x) = 4⋅3x4− 1 + 2⋅2x2−1 − 5x1-1
f '(x) = 12x3 + 4x1 − 5x0
f '(x) = 12x3 + 4x − 5

b) f(x) = 2x3 + 7x
f '(x) = 6x2 + 7
_________________________________________

"Eh kalian tau jalan untuk yang nomer empat gak?" Tanya Lia yang dibalas gelengan kepala oleh keduanya.

"Aku liat google tapi gak nemu soal yang sama." Kata Lia, menghela nafas berat.

"Tanya Reza aja. Dia ahli kalo dibidang ginian." Yana mengusuli.

Mendengar itu, Rachel memukul meja agak kuat. "Iya! Kenapa gak dari tadi aja ya kan nanya semua?"

"Itu bukan nanya namanya bambang! Tapi nyontek." Koreksi Yana.

"Lo pikir kita lagi ngapain sekarang?" Rachel menaikkan sebelah alis membuat lawan bicaranya langsung terdiam. Benar juga...

Lain dengan Yana dan Rachel yang tidak berhenti berdebat, Lia malah membenarkan usulan si gadis bermata kucing. Toh tidak ada salahnya meminta bantuan Renjun.

Lia: Za?

Lia: Tolong plis
Read

Reza: ap?

Lia: Udah siap tugas mtk?

Reza: ud

Lia: Potoin soal nomer 4 sama 5 dongg
ᥬ😭᭄

Reza: G nyatet?

Lia: Maksudku jawabannyaa
Read

"Ih pelit!!" Lia berdecak kesal. Lalu mematikan ponsel dan dia letakkan diatas meja. Setelah itu, ia lanjut mencari jawaban.

Ting!

Ting!

Ting!

Bunyi notifikasi ponsel berurutan membuat atensi Lia teralihkan. Layar ponselnya menyala, menampilkan tiga pesan masuk.

"Eh?" Lia jadi kaget sendiri waktu lihat pop-up, tahu bahwa Nareslah yang mengiriminya pesan.

Nares: *send you a pict

Nares: *send you a pict

Nares: *send you a pict
Read

Lia: Salah kirim ya?

Nares: Enggak, emang buat lo

Lia: Tau darimana??

Nares: Apanyaa?

Lia: Aku minta jawaban nomer 4 sama 5?

Nares: Tadi gue yang mainin hp reza

Lia: Ohh pantes

Nares: pantes apa??

Lia: Biasanya reza sopan, kok tadi kaya marah gt

Nares: Gue gini sopan gak Lia??

Lia: Sopan kok...

Nares: Bagus dehh

Lia: Kalian lg ngumpul dirumah reza ya?

Nares: Iya, nyontek tugas berjamaah

Nares: Mau nanyaa dongg

Lia: Nanya apa?

Nares: tipe ideal lo kaya apa??

Lia: Kok tiba2 bgt?

Nares: Salah ya Lia?

Lia: Enggak cuman aneh aja

Nares: Jadi gimana?

Lia: Yang baik, seiman, hormat sama orangtuaku, dan yang pasti suka sama aku aja
Read

Nares: Ohh gitu wkwk

Lia: Kalo kamu?

Nares: Tipe ideal gue?

Lia: Enggak, nama mama kamu.

Nares: Yulia

Lia: Ya tipe ideal lah😩

Nares: OHHH WKWK KIRAIN, MALU ASLI

Nares: Sederhana, kaya lo
Read

"Eh astaga!" Lia memekik tertahan, kaget sama satu pesan yang barusaja masuk itu.

Nares: Maksudnya sama kaya tipe ideal lo juga
Read

Lia terbahak, menertawai kebodohannya yang sempat berfikir macam-macam. Melihat Lia bereaksi seperti itu, Yana dan Rachel otomatis mengintip ponsel Lia. Soalnya dia tampak asik sendiri.

Setelah tahu siapa gerangan yang berhasil membuat Lia terbahak, Yana dan Rachel saling melirik satu sama lain.

"Chattingan sama siapa tuh Lia?" Tanya Yana, pura-pura tidak tahu.

Lia meredakan tawanya, "Ini nih si Nares."

"Lia, boleh jawab jujur gak? Tadi kan gue juga udah jawab jujur bahkan cerita juga sama lo. Sekarang boleh giliran elo kan?" Yana bertanya hati-hati, takut Lia akan tersindir.

Lia melirik, "Iya, tanya aja."

"Ehm... elo suka ya sama Nares?"

Deg!

Lia benar-benar berhenti tertawa, sedangkan Rachel yang juga terkejut langsung menatap Yana bingung.

Disaat-saat seperti ini, Yana malah ingin mengutuk dirinya sendiri yang telah lancang. Kalau waktu bisa diputar, lebih baik Yana diam. Daripada menyaksikan kecanggungan mereka.

Hembusan nafas Lia terdengar, ia mematikan ponsel dan menaruhnya kembali diatas meja. "Iya, aku suka Nares."

Lagi, keterkejutan bertambah berkali-kali lipat. Padahal sebelum-sebelumnya mereka berdua sudah bisa menebak hal ini. Dari cara Lia memandang dan berbicara dengan Nares saja sudah menjelaskan semuanya.

Lia mencintai Nares, itu memang benar.

Lia menoleh kearah Rachel sepenuhnya. Ia merasa bersalah. Padahal hubungan Nares dan Rachel sudah berakhir tapi entah mengapa Lia merasa bahwa dia merebut Nares dari sahabatnya sendiri.

"Rachel... maaf ya, aku bener-bener gak tau kalo jadi kaya gini. Awalnya—"

Perkataan Lia terpotong kala Rachel mengelus bahunya lembut. Rachel tersenyum ringan. "Udah, gak papa. Jangan merasa bersalah gini dong. Setiap orang berhak mencintai. Gak ada yang bisa ngelarang. Lo... gue... Yana... semua berhak memiliki perasaan itu, Lia. Toh kita sama sekali gak bisa ngatur perasaan kita sendiri karna udah ada yang mengatur semua dengan benar. Lagian gue udah gak suka sama Nares lagi."

Lia terdiam, pun Yana.

Sampai akhirnya dekapan hangat menyelimuti tubuh Lia. Disusul tepukan pelan berulang kali dibagian punggungnya. "Makasih udah jujur."

Tidak ada yang tahu, bahwa sebenarnya Rachel merasa hancur.

***

Malam ini rasanya sangat deja vu. Agaknya Rachel pernah merasakan hal ini berbulan-bulan lalu. Tepatnya saat dia mengakhiri sepihak hubungannya dengan Nares.

Angin malam bertiup, menyentuh lembut permukaan kulit si gadis. Rambut coklat terurai sebahu itu bergoyang pelan.

Menyesap teh hangatnya sebentar, lalu dia mendesah panjang.

Entah apa, hatinya seperti gundah gulana.

"Semoga dia juga bales perasaan lo, Lia." Rachel menggumam lirih.

Dia berdiri dari kursi, hendak masuk kedalam kamar. Bersamaan dengan itu, ponselnya bergetar. Membuat Rachel mau tak mau memeriksanya.

Haress: Gue udah suka lo dari 7 tahun lalu. Tapi sialnya lo gak peka-peka njir

Haress: Emang sih ya, cewek bisa berteman lama sama cowok karna gaada rasa. Tapi cowok bisa berteman lama sama cewek karna menyimpan rasa.

Haress: Woi perempuan setengah laki, mau jadi pacar gue gak?

Haress: Maaf gak romantis, soalnya gue belum pernah nembak cewek

Haress: Jangan tolak, gue bisa malu kalo ketemu lo lagi

Haress: Gimana? Gue tunggu jawabannya malam ini. Atau gak, gue dateng kerumah lo sekarang.

Haress: Lo terima atau lo tolak pun, gue bakal datengin lo kesana beb
Read

Rachel terdiam sambil menatapi ponselnya dengan pikiran yang bercabang.

Haris salah, Rachel sudah lama mengetahui perasaannya. Tapi ia memilih untuk diam, takut hubungan persahabatan mereka merenggang.

Tapi Rachel tidak pernah menduga-duga bahwa Haris akan menyerangnya dengan cara ini.

Jadi Rachel, jalan mana yang akan kau tentukan?

___________

Fyi di chapter 15 ada kejutan hehe, kira2 apa tuh?🤔 silahkan menebak yeorobundeul~

המשך קריאה

You'll Also Like

194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
6.7K 1K 26
Bertemu, jatuh hati, dan di pisahkan. Itu adalah sebuah takdir dari Tuhan untuk semua umatnya. Setiap orang pasti akan merasakan apa itu kehilangan. ...
118K 7.1K 17
Ini cerita tentang Renjun yang mempunyai ayah tiri yang berusia jauh lebih muda dari mamanya. awal kehidupan barunya berjalan dengan baik hingga perl...
8.4K 1.2K 30
Wina percaya Haikal adalah cinta pertama dan terakhirnya. Wina percaya Haikal adalah pelabuhan terakhirnya. Wina juga percaya Haikal akan kembali pad...