Dream (Tanaka Keita)

By Nekomira2903

474 53 22

Bertemu orang yang dikagumi.. Pasti senang bukan main.. Tapi.. Kalau bertemu dalam keadaan yang tak pernah te... More

First Time
Second(s) Before Another Shocking Fact
Third Month

Back and Fo(u)rth

27 1 0
By Nekomira2903

(cerita sebelumnya..)

"Etto, Keita-san. Kau bilang aku begadang mengejar deadline. Sebenarnya... Apa yang aku kerjakan?" Ku beranikan diri untuk menatap wajahnya yang sedari tadi masih memperhatikanku. Sambil tersenyum, ia menjawab.

"Eichan kan seorang---"

==\\==

(Eita's point of view)

Aku memberanikan diri untuk menatap wajahnya yang sedari tadi masih memperhatikan reaksiku. Kemudian ia menjawab pertanyaanku sambil tersenyum.

"Eichan kan seorang penulis. Masa lupa sih?" Jawabnya disertai kekehan kecil. "Bukannya itu adalah cita-cita Eichan dari jaman sekolah menengah?"

Terdiam lagi, aku memikirkan perkataannya. Memang benar, cita-citaku sejak masa sekolah adalah menjadi seorang penulis, tepatnya penulis novel. Tak kusangka sekarang diriku benar-benar seperti apa yang aku impikan waktu itu. Tidak heran kalau aku collapse seperti tadi, terlalu capek mengejar deadline.

Namun, bukan diriku kalau tidak kepo. Aku masih penasaran dengan apa yang aku temukan sebelum aku pingsan tadi.

"Lalu, yang di meja kerja, itu laptop punyaku, kan? Ada folder #BestOf040420xx yang isinya foto-foto pernikahan, itu pernikahan kita?" Rasa ingin tahuku mencuat ke permukaan. Aku menyuarakan apa yang ada di pikiranku saat pertama kali melihat foto-foto tersebut. Sorot mata Keita-san sedikit berubah menjadi sedih meskipun bibirnya tersenyum.

"Ternyata memori tentang kita juga terkena dampaknya ya..." Ucapnya lirih. Tangannya kini tak lagi mengusap pipiku, sudah beralih turun, terkulai lemah di atas pangkuannya. Aku pun panik.

"Ah! M-maaf... Maaf, Keita-san... Aku tak bermaksud--" Tiba-tiba saja jari telunjuknya berada di depan bibirku, memberi isyarat untuk menghentikan kepanikanku yang tidak karuan. Ia tersenyum saat menatapku, tatapan matanya tidak sedih seperti tadi. Ada perasaan lega yang tersirat di sana.

"Tak perlu minta maaf seperti itu, aku mengerti. Eichan melupakannya juga bukan keinginan Eichan, kan?" Kembali Keita-san mengusap lembut wajahku yang sepertinya merona merah. Aku merasakan ada bulir-bulir bening menumpuk di pelupuk mataku saat aku menatapnya. Perlahan aku mengedipkan mata, dan satu-dua bulir menetes. Keita-san langsung memelukku erat, seakan-akan takut kehilanganku. Itu yang aku rasakan saat aku membalas pelukannya.

Sepertinya bukan hanya aku yang suffered, tapi juga Keita-san. Mungkin ia trauma karena hampir kehilangan diriku, kalau aku boleh ge-er sedikit.

Sebenarnya aku masih ingin tau lebih banyak tentang kecelakaan itu, namun sepertinya otakku belum bisa diajak kompromi. Kepalaku kembali terasa sakit.

"Keita-san.. Kepalaku.." Lirih suara yang keluar dari mulutku, untung saja masih terdengar olehnya. Langsung ia lepaskan pelukannya dan membimbingku untuk kembali berbaring.

"Eichan istirahat dulu, jangan terlalu dipikirkan masalah tadi. Jangan buat pikiran Eichan terbebani. Oke?" Keita-san membaringkan tubuhku perlahan, kemudian menyelimutiku. Ia mengambil handuk kecil yang terlupakan tadi, merendamnya sebentar di air hangat yang ada dalam baskom di atas meja sebelah tempat tidur, memerasnya lalu pelan-pelan meletakkannya di atas dahiku.

Aku lagi-lagi hanya bisa terdiam memperhatikan semua yang dilakukan oleh Keita-san padaku. Aku tak tau harus bagaimana, ditambah lagi sakit di kepalaku yang perlahan muncul kembali. Aku pun memejamkan mataku, sembari menahan rasa sakit yang aku rasakan. Tangan besar Keita-san mengusap-usap kepalaku dengan lembut, mencoba untuk menenangkanku. Lambat laun kesadaranku mulai terasa menjauh. Tak lama kemudian aku jatuh terlelap.

==\\==

Terdengar sayup-sayup seperti suara buku-buku yang ditumpuk di atas meja. Perlahan aku membuka mata, dan terlihatlah langit-langit kamar yang berwarna putih. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan pemandangan tersebut. Aku sedikit menoleh ke arah sumber suara dan melihat Keita-san sedang membereskan buku-buku yang ada di atas meja kerjaku. Aku berusaha bangkit dari posisi tidurku. Keita-san yang mengetahui pergerakanku, segera menghampiri dan membantuku untuk duduk bersandar pada kepala ranjang, memposisikan bantal di belakang tubuhku sedemikian rupa. Aku hanya tersenyum sebagai balasannya.

"Bagaimana? Merasa lebih baik? Tapi wajahmu terlihat agak pucat." Keita-san duduk di sebelahku dan mengusap-usap wajahku, dengan tatapan matanya yang masih menyiratkan rasa khawatir yang sama seperti sebelumnya.

"Um.. Sudah lebih baik.." Aku mengangguk pelan dan tersenyum sambil menatapnya.

"Baguslah, jangan terlalu dipikirkan masalah ini, nanti memori Eichan jadi terbebani lagi..." Ia mengusap kepalaku sambil tersenyum. Senyum Keita-san begitu hangat dan menenteramkan hati, membuat pipiku terasa sedikit bersemu kemerahan.

Jujur saja, aku masih belum percaya kalau mimpi-mimpi di masa mudaku bisa terwujud seperti ini. Rasa tak percaya itu kemudian mendorongku untuk mencari tahu lebih banyak tentang hal-hal yang hilang dari ingatanku, namun aku tetap berusaha untuk melakukannya secara perlahan agar Keita-san tidak khawatir.

"Etto.. Tadi Keita-san sedang apa?" Aku menatapnya dengan ekspresi wajah penasaran.

"Hanya membereskan buku-bukunya Eichan yang berantakan tadi. Eichan tidak keberatan, kan?" Terdengar nada bicaranya sedikit berhati-hati.

"Eh? Memangnya kenapa?" Aku berkedip-kedip memperhatikan Keita-san dengan tatapan bertanya-tanya.

"Setahuku, Eichan tidak suka ada orang yang mengutak-atik barang-barang pribadinya. Karena Eichan sedang kurang fit, aku sedikit dilema tadi saat akan membereskan meja kerja Eichan..." Keita-san sedikit menggantung kalimatnya, menunggu respon dariku.

"A-ah, itu.." Aku sedikit gelagapan merespon penuturan Keita-san. "Tidak apa-apa kok. Kalau itu Keita-san, aku tidak keberatan sama sekali.."

Keita-san tersenyum lega, lalu mengusap kepalaku lagi, membuat wajahku semakin merona.

"Oke, kalau begitu aku akan melanjutkan beres-beresnya. Eichan istirahat aja." Keita-san bangkit dari duduknya, namun aku hentikan. Aku meraih lengannya hingga membuatnya kembali ke posisi sebelumnya.

"Kenapa, Eichan? Butuh sesuatu?" Lagi-lagi ia mengusap pipiku. 'Sudah yang ke-berapa kali ini astagaaa' Aku menjerit dalam hati, namun ekspresi wajahku tetap kalem menatapnya.

"Boleh bantu?" Entah ini dianggap basa-basi atau tidak, tapi aku benar-benar ingin membantunya, daripada hanya duduk diam tidak melakukan apa-apa. Aku orangnya mudah bosan sih..

"Eichan yakin bisa? Nanti pingsan lagi seperti tadi..." Keita-san terkekeh pelan. Aku hanya mengangguk dan menambahkan sedikit jurus andalanku: ekspresi kucing terbuang yang ingin dibawa pulang.

"Baiklah baiklah... Aku tak bisa menolak kalau Eichan sudah berwajah seperti itu." Wah, ternyata berhasil. Hehe.

"Terima kasih, Keita-san!" Tiba-tiba aku memeluk leher Keita-san begitu erat, saking senangnya dan bersemangatnya diriku. Tak lama ia balas memelukku juga. Setelah itu barulah aku tersadar, kemudian buru-buru melepaskan pelukanku dengan wajah memerah malu.

"M-maaf, Keita-san.." Aku menundukkan kepala, tidak berani menatap wajahnya langsung. Keita-san menepuk-nepuk kepalaku.

"Kenapa Eichan minta maaf? Kan kita suami-istri, tidak apa-apa kalau Eichan ingin memelukku seperti tadi." Ucapan Keita-san yang diselingi tawa kecil itu menyadarkanku, bahwa keadaanku kini sudah berbeda. Bukan lagi aku yang hanya mengagumi Keita-san dari kejauhan. Kini ia berada tepat di hadapanku, bisa aku lihat setiap saat, dan aku bisa menjangkaunya. Tanpa sadar tanganku meraih pipi Keita-san dan mengusapnya pelan. Ia memegang tanganku yang berada di pipinya, ia usap-usap lembut sambil menatapku.

"Hayooo, Eichan memikirkan apa?" Senyum jahil tampak di wajah tampannya. Sontak saja aku menarik tanganku, wajahku kembali memerah, entah sudah seberapa merahnya. Keita-san tertawa melihat reaksi yang aku berikan, kemudian menepuk-nepuk lagi kepalaku.

"Ya sudah, sini aku bantu berdiri..." Keita-san bangkit dari duduknya, berdiri di samping tempat tidur, dan tangannya terulur padaku. Meskipun tampak malu-malu, dengan senang hati aku menyambut uluran tangannya, menggenggamnya erat sambil berusaha untuk turun dari tempat tidur secara perlahan.

==\\==

Beberapa jam berlalu. Meja kerja terlihat lebih rapi dari sebelumnya, buku-buku sudah tertata dengan baik di rak yang terletak di belakang meja kerja. Keadaan kamar menjadi lebih teratur, tidak berantakan seperti pagi tadi. Aku bernafas lega karena akhirnya selesai juga beres-beres kamar ini. Istirahat sejenak sambil duduk di tepi tempat tidur, aku memperhatikan Keita-san yang sedang menyimpan alat-alat olahraganya ke dalam lemari. Tiba-tiba terdengar suara seperti gemuruh yang berasal dari perutku. Aku mengusapnya sambil menahan rasa malu saat Keita-san menoleh dan sedikit tertawa.

"Eichan lapar, eh? Ingin dibuatkan sesuatu untuk makan siang?" Ucapnya sambil berjalan mendekat, lalu menepuk-nepuk pelan kepalaku.

"Aku boleh membantu?" Aku menatapnya dengan tatapan memohon.

"Tentu..." Keita-san tersenyum. Aku langsung berdiri dan hampir saja melompat kegirangan saat ia mengijinkanku untuk membantunya. Keita-san memperhatikan tingkahku sambil tetap waspada, mungkin berjaga-jaga jika seandainya tiba-tiba saja aku hilang keseimbangan lagi seperti pagi ini.

"Hati-hati, Eichan... Yuk ke dapur?" Keita-san tertawa kecil sembari mengulurkan tangannya padaku. Sambil cengengesan, aku menggenggam tangannya erat. Keita-san membawaku berjalan keluar kamar, kemudian menyusuri lorong. Setelah itu terlihatlah sebuah ruangan yang tidak terlalu luas, mungkin masih lebih luas kamar kami dibandingkan ruangan ini. Dilihat dari properti yang ada, sepertinya ini adalah ruang makan yang tersambung dengan dapur, hanya terpisahkan oleh sebuah counter berukuran sedang.

Keita-san menarikku perlahan ke bagian dapur. Tipikal dapur apartemen yang sering aku lihat di televisi atau channel youtube milik artis dan aktor jejepangan kesukaanku. Aku melihat sekeliling sambil terkagum, hingga tak sadar jika sedari tadi Keita-san telah berhenti berjalan dan melepaskan pegangan tangannya, sekarang tengah memperhatikanku sambil tersenyum. Saat aku tak sengaja menatap wajahnya dan melihat senyumnya yang mengarah padaku, spontan wajahku terasa memanas, mungkin sudah semerah tomat.

"Ah! Maaf.." Langsung saja aku menundukkan kepala, menyembunyikan rasa maluku. Terdengar suara Keita-san yang terkekeh pelan yang kemudian mengusap-usap puncak kepalaku.

"Tidak apa-apa kok... Nah sekarang kita mau masak apa ya?" Keita-san membuka lemari pendingin yang ada di sebelah kiri meja dapur. Aku yang penasaran, mencoba mengintip apa saja yang ada di dalam lemari pendingin itu. Seharusnya tidak perlu heran dengan isinya, mengingat ini adalah rumah Keita-san. Tapi tetap saja aku mengucapkan kata 'waw' meskipun hanya bisikan pelan. Keita-san terkekeh pelan mendengarnya.

"Eichan ingin makan apa?" Tanyanya sambil menatapku. Aku berfikir sambil masih melihat-lihat isi lemari pendingin.

"Mm.. Mungkin stir fry atau semacamnya?" Ekspresi berfikir di wajahku nampaknya masih terpampang jelas.

"Boleh. Eichan juga sedang butuh banyak makan sayuran, kan..." Keita-san tersenyum merespon kata-kataku, sambil mengambil beberapa jenis sayuran dan menyerahkannya padaku.

"Eichan bisa bawa sayurnya ke wastafel untuk dicuci?" Keita-san menatapku sambil ia juga membawa beberapa sayuran lain menuju ke wastafel.

"Okay~" Dengan bersemangat aku membawa sayuran yang diberikan padaku ke wastafel, tidak lupa aku mengambil wadah yang ditunjuk Keita-san untuk sayur yang sudah dicuci.

==\\==

Setelah sekian waktu kami habiskan di dapur untuk memasak kemudian makan siang, aku dan Keita-san kini berada di ruang tengah. Kami duduk di sofa berwarna merah marun yang berada hampir persis di tengah ruangan. Di depan kami ada televisi layar datar yang menempel di dinding, di bawahnya terdapat lemari penyimpanan yang berisi beberapa tumpukan majalah, buku, dan juga beberapa dvd. Aku jadi penasaran apa saja koleksi dvd Keita-san. Perlahan aku bangkit dan berjalan mendekati tumpukan dvd.

"Eichan mau nonton?" Keita-san memperhatikan gerak-gerikku yang terlihat seperti sedang memilih-milih dvd.

"Mungkin.. Kalau aku menemukan apa yang membuatku tertarik.." Ucapku sambil tetap melihat satu per satu koleksi dvd-nya. Beberapa judul film yang belum pernah aku tonton yang bahkan aku tidak tau kalau itu ada, series anime yang sudah sering aku tonton hingga bosan sendiri, dan...

"Ah! Ini kan--" Setengah berteriak aku mengambil dvd yang mengejutkanku, tapi seharusnya tidak perlu terkejut juga sih mengingat ini adalah rumah Keita-san. Aku bawa dvd itu ke hadapan Keita-san dengan penuh semangat.

"Keita-san, ayo nonton ini!" Aku tunjukkan dvd tersebut padanya sambil tersenyum lebar saking semangatnya. Keita-san memperhatikan cover dvd yang aku pegang.

"Baiklah..." Keita-san tersenyum sambil mengusap-usap kepalaku, kemudian mengambil dvd itu dan membawanya untuk dimasukkan ke dalam pemutar dvd. Aku dengan semangat langsung duduk di sofa dan menatap tak sabaran ke arah Keita-san yang sedang mengoperasikan pemutar dvd, menyalakan tv, lalu ikut duduk di sebelahku.

Video mulai berputar, diawali dengan tampilan kalimat yang begitu familier. Aku sangat antusias menontonnya. Keita-san terkekeh pelan melihatku.

Sampai di adegan Keita-san dan Ino-san masuk ke set, saat Tatsun-san dan Kenta bertengkar di lapangan voli padahal baru akan mendaftarkan diri ke klub, aku hampir berteriak histeris ala ala fangirl yang sedang melihat kemunculan idolanya. Untungnya aku langsung tersadar kalau oknum yang aku maksud ada di sebelahku. Aku langsung terdiam, mungkin wajahku sudah semerah tomat ceri yang aku makan tadi. Pelan-pelan aku memberanikan diri untuk melirik ke arah Keita-san. Semakin aku menundukkan kepala saat tau kalau Keita-san sedang menertawakan tingkah laku 'istri'nya ini. Meskipun bukan tawa mengejek, tapi tetap saja aku malu. Rasanya ingin menenggelamkan diri ke dalam sofa yang aku duduki ini, kalau bisa.

"Kenapa? Kok jadi diam sekarang?" Tawa pelan Keita-san masih bisa terdengar di sela ucapannya.

Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan sambil menggelengkan kepala, duduk meringkuk di sofa, sebisa mungkin jauh dari tempat duduk Keita-san.

"Kalau ada yang asli di sini, buat apa nonton?" Terdengar suara tawa Keita-san yang mendekatiku. Tiba-tiba aku merasa dipeluk erat. Aku membuka mata, terlihat Keita-san memelukku sambil tersenyum.

"Hehe.. Vibesnya terasa beda sih.." Malu-malu mau, aku perlahan membalas pelukannya.

"Masih mau lanjut atau udahan nih nontonnya?" Keita-san memelukku sambil mengusap-usap kepala belakangku.

"Lanjut dong..! Sambil berpelukan begini.. Tidak apa-apa, kan?" Aku menatapnya dengan 'jurus' andalanku.

"Iya iya..." Keita-san tertawa. Kami memperbaiki posisi agar nyaman menonton sambil berpelukan.

Entah Keita-san mengetahuinya atau tidak, kalau pertunjukan yang sedang diputar ini adalah awal mula aku menyukai sosoknya yang secara visual menyerupai karakter Sawamura Daichi yang jadi kapten favoritku.

Hingga di akhir pertunjukan, tiba-tiba aku teringat sesuatu.

"Oh iya, Keita-san.."

"Hn?"

"Bagaimana kabar Arita-san?" Aku menatap wajah Keita-san dengan serius. Keita-san hanya tersenyum simpul.

"Who knows?"

~bersambung~

♥= ̄ω ̄=♥= ̄ω ̄=♥= ̄ω ̄=♥

a/n:

AKHIRNYA BISA SELESAI JUGA PART 4 INI!!
yeay~ 🎉 *tebar konfeti*

udah lebih dari setahun padahal
dari aku belum nikah sampe punya anak baru beres ini ceritanya 😂

maaf kalo kelamaan
maaf juga kalo misal judulnya gak sesuai ama jalan cerita di part ini

doakan semoga bisa lanjut terus sampe tamat ceritanya ya 🙏
(meskipun aku udah lupa ceritanya mau aku bawa ke mana endingnya, saking lamanya gak ada kemajuan, dan aku gak bikin outline untuk cerita ini, alias spontan aja ngetiknya 😅)

baiklah, cukup sekian
terima kasih yang udah mau baca sampe sini
jangan lupa vote dan komentarnya ya 😉

see you later~

2022.07.24
salam,
Nekomira Hideyashu

Continue Reading

You'll Also Like

99.7K 7.2K 49
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
1.2M 63.2K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
844K 45.1K 86
Cerita mengenai perjodohan lelaki dan perempuan yang tidak mudah. Perjalananan panjang untuk bersatu bertemu cinta. Seperti layaknya perjalanan, dala...
765K 54.9K 46
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...