Back and Fo(u)rth

27 1 0
                                    

(cerita sebelumnya..)

"Etto, Keita-san. Kau bilang aku begadang mengejar deadline. Sebenarnya... Apa yang aku kerjakan?" Ku beranikan diri untuk menatap wajahnya yang sedari tadi masih memperhatikanku. Sambil tersenyum, ia menjawab.

"Eichan kan seorang---"

==\\==

(Eita's point of view)

Aku memberanikan diri untuk menatap wajahnya yang sedari tadi masih memperhatikan reaksiku. Kemudian ia menjawab pertanyaanku sambil tersenyum.

"Eichan kan seorang penulis. Masa lupa sih?" Jawabnya disertai kekehan kecil. "Bukannya itu adalah cita-cita Eichan dari jaman sekolah menengah?"

Terdiam lagi, aku memikirkan perkataannya. Memang benar, cita-citaku sejak masa sekolah adalah menjadi seorang penulis, tepatnya penulis novel. Tak kusangka sekarang diriku benar-benar seperti apa yang aku impikan waktu itu. Tidak heran kalau aku collapse seperti tadi, terlalu capek mengejar deadline.

Namun, bukan diriku kalau tidak kepo. Aku masih penasaran dengan apa yang aku temukan sebelum aku pingsan tadi.

"Lalu, yang di meja kerja, itu laptop punyaku, kan? Ada folder #BestOf040420xx yang isinya foto-foto pernikahan, itu pernikahan kita?" Rasa ingin tahuku mencuat ke permukaan. Aku menyuarakan apa yang ada di pikiranku saat pertama kali melihat foto-foto tersebut. Sorot mata Keita-san sedikit berubah menjadi sedih meskipun bibirnya tersenyum.

"Ternyata memori tentang kita juga terkena dampaknya ya..." Ucapnya lirih. Tangannya kini tak lagi mengusap pipiku, sudah beralih turun, terkulai lemah di atas pangkuannya. Aku pun panik.

"Ah! M-maaf... Maaf, Keita-san... Aku tak bermaksud--" Tiba-tiba saja jari telunjuknya berada di depan bibirku, memberi isyarat untuk menghentikan kepanikanku yang tidak karuan. Ia tersenyum saat menatapku, tatapan matanya tidak sedih seperti tadi. Ada perasaan lega yang tersirat di sana.

"Tak perlu minta maaf seperti itu, aku mengerti. Eichan melupakannya juga bukan keinginan Eichan, kan?" Kembali Keita-san mengusap lembut wajahku yang sepertinya merona merah. Aku merasakan ada bulir-bulir bening menumpuk di pelupuk mataku saat aku menatapnya. Perlahan aku mengedipkan mata, dan satu-dua bulir menetes. Keita-san langsung memelukku erat, seakan-akan takut kehilanganku. Itu yang aku rasakan saat aku membalas pelukannya.

Sepertinya bukan hanya aku yang suffered, tapi juga Keita-san. Mungkin ia trauma karena hampir kehilangan diriku, kalau aku boleh ge-er sedikit.

Sebenarnya aku masih ingin tau lebih banyak tentang kecelakaan itu, namun sepertinya otakku belum bisa diajak kompromi. Kepalaku kembali terasa sakit.

"Keita-san.. Kepalaku.." Lirih suara yang keluar dari mulutku, untung saja masih terdengar olehnya. Langsung ia lepaskan pelukannya dan membimbingku untuk kembali berbaring.

"Eichan istirahat dulu, jangan terlalu dipikirkan masalah tadi. Jangan buat pikiran Eichan terbebani. Oke?" Keita-san membaringkan tubuhku perlahan, kemudian menyelimutiku. Ia mengambil handuk kecil yang terlupakan tadi, merendamnya sebentar di air hangat yang ada dalam baskom di atas meja sebelah tempat tidur, memerasnya lalu pelan-pelan meletakkannya di atas dahiku.

Aku lagi-lagi hanya bisa terdiam memperhatikan semua yang dilakukan oleh Keita-san padaku. Aku tak tau harus bagaimana, ditambah lagi sakit di kepalaku yang perlahan muncul kembali. Aku pun memejamkan mataku, sembari menahan rasa sakit yang aku rasakan. Tangan besar Keita-san mengusap-usap kepalaku dengan lembut, mencoba untuk menenangkanku. Lambat laun kesadaranku mulai terasa menjauh. Tak lama kemudian aku jatuh terlelap.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 23, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dream (Tanaka Keita)Where stories live. Discover now