Destiny With Bangtan (COMPLET...

By sangneul7

34.6K 3.2K 279

TULISANNYA BERPROSES! Baca aja dulu 😁 Regina, seorang gadis biasa dengan berbagai masalah pelik yang mengeli... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
EPILOG

36

586 57 9
By sangneul7

Happy Reading 🙃

***

Sama seperti sebelumnya, Gina itu terlalu lemah bila dihadapkan pada urusan hati, terlebih setelah kata maaf terucap, rasanya tidak benar bila ia masih akan tetap menjunjung tinggi egonya dan melempari Yoongi dengan berbagai respon yang memang seharusnya.

Alih-alih mengutarakan kekesalan juga kekecewaannya, Gina justru memilih mendengar. Memberi Yoongi kesempatan tuk menjelaskan dan meminta maaf. Yang kemudian berujung pada Gina yang kembali memaafkan.

Akan tetapi, terlepas dari kemurahan hati Gina tuk memaafkan, sebaiknya kalian perlu mengingat tentang betapa pintarnya gadis itu mengontrol situasi, melihat dan mengambil peluang yang ada. Atau biasa yang Gina sebut dengan bermain cantik.

Kebohongan Yoongi itu Gina jadikan alasan untuk meminta agar pria itu lekas membayar utang kencannya dulu.

Bukannya ingin memanfaatkan keadaan atau apa, tapi itulah yang terjadi. Gina ingin berkencan.

"Iya, kabarin saja maunya kapan." Begitu kata Yoongi malam itu ketika Gina menangih hutangnya.

"Tanggal tujuh hari kamis ini gimana? Bisa gak?" Sebenarnya disini Gina lagi berusaha mengkode. Pasalnya tanggal tujuh November itu bertepatan dengan tiga tahun pertemuan pertama mereka di aplikasi dulu.

Hari dimana Yoongi menyelamatkannya.

Gina jelas begitu mengingat hari itu dibanding hari ketika Yoongi menjawab pernyataan cintanya. Pernyataan cinta yang dijawab setelah sebulan digantungkan, hari jadian mereka.

Jadi tidak salah bila Gina lebih mengingat hari pertemuan pertama mereka dibanding hari jadiannya.

Sementara Yoongi, entah ingat atau tidak, yang jelas pria itu mengiyakan ajakan Gina. Saat harinya tiba pun Yoongi masih ingat. Tidak lupa lagi kayak dulu. Hanya saja Yoongi tidak tau kalau Gina bakal tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Tapatnya pukul tiga sore, dua jam lebih awal dari janji temu yang telah mereka tetapkan. Dan Gina kini sudah menginjakkan kaki di gedung Bighit tersebut. Gedung yang sekiranya tak akan Gina datangi lagi seandainya Yoongi tidak mengajak untuk bertemu disitu.

Oke, katakanlah Gina bersedia melakukan apapun demi mewujudkan kencannya kali ini. Termasuk menepikan sedikit rasa khawatirnya perihal resiko bila seandainya mereka nanti ketahuan atau lainnya. Untuk saat ini Gina tidak ingin memikirkan itu. Biarkanlah sisi egoisnya mengambil alih barang sejenak, hingga kencannya hari ini bisa berlangsung.

Maka dari itu Gina memilih datang cepat. Begitu bersemangat untuk memulai kencannya. Rencananya ia ingin memberi Yoongi kejutan dengan kedatangannya itu. Hingga tanpa tau apa yang akan terjadi atau kemana Yoongi akan membawanya, Gina sudah lebih dulu tiba dengan  dandanan rapi yang ia persiapkan khusus untuk hari ini.

Penampilannya tidak se-wah yang dipikirkan, hanya sedikit polesan make-up di wajah, serta pakaian yang tak begitu mencolok berupa long coat hitam yang dipadukan bersama kaos santai, celana jeans, dan sneakers putih. Sederhana, namun tak menghilangkan intrik menariknya,

Sambil memeriksa sesuatu di dalam sling bag hitam yang tersampir di tubuh, Gina sudah melangkah menyusuri tiap lorong, hendak menuju practice room dimana Bangtan katanya sedang berkumpul.

Setibanya Gina ternyata tak hanya menemukan Bangtan, tapi ada juga backdancer serta beberapa staff yang memenuhi ruangan. Terlihat seperti baru saja melakukan latihan dan mereka sedang beristirahat sekarang.

Sayangnya, Gina tidak menemukan ada presensi seorang Yoongi di ruangan itu. Hanya ada Seokjin, Jimin dan Taehyung yang terlihat seperti sedang menggunjingkan sesuatu bersama beberapa orang lainnya.

"Sedang apa?"

Sahutan suara berbisik yang terdengar tepat di belakang telinganya kontan membuat Gina menoleh dengan sedikit hentakan. "Oppa! Aisssh, kau mengagetkanku!" kagetnya dengan suara teredam.

Hoseok mengumbar gigi putihnya, menertawai. Sedang kedua tangannya terlihat menjinjing bingkisan berisi minuman cup."Lagi pula Apa yang sedang kau lakukan di ambang pintu sambil celingak-celinguk begitu? Kau menghalangi jalan masuk tau!" tegurnya tanpa menghilangkan kesan ramah seorang Hoseok.

Gina lekas menyingkir, membuka pintu lebih lebar untuk Hoseok. "Silahkan masuk tuan," katanya berlagak. Membuat Hoseok mendengus lucu lantas memilih masuk tuk segera membagikan minumam yang ia beli bersama Jungkook tadi.

"Oppa!"

Baru juga Hoseok melangkah masuk, Gina sudah memanggil. Membuat Hoseok kembali menoleh dan melirik Gina dengan gurat tanyanya.

"Apa kau tau Yoongi oppa ada dimana?"

"Yoongi hyung? Oh... Dia ada di ruangan sebelah."

Lantas saja Gina segera beralih pergi ke ruangan yang dimaksud Hoseok tadi. Tak sabar ingin segera bertemu Yoongi dan memberikan sesuatu untuk prianya itu. Pasti Yoongi akan terkejut melihat kedatangannya ini bukan?

Maka tanpa menunggu lebih lama lagi langsung saja dibukanya pintu ruangan yang dimaksud sesaat ia tiba. Namun dalam waktu sepersekian detik, semuanya mendadak berubah. Entah apa yang terjadi, kini raut wajah ceria penuh semangat Gina tadi seketika luruh dan berubah suram, tercengang kaku di atas pijakan. Kondisi hatinya pun tak jauh berbeda.  Rasanya seperti ada seseorang yang baru saja melempar barbel 50 kg ke arahnya, berat dan menyesakkan.

Tak lain, orangnya itu adalah Yoongi.

Bagaimana tidak, pria itu sedang tertangkap basah berduan bersama Adora di dalam ruangan itu. Dan bukan itu saja. Bukan hanya keberadaan Adora yang membuat Gina melongo. Melainkan posisi mereka yang tampak begitu intim hingga hampir membutakan mata. Terlihat seperti hendak melakukan penyatuan bibir—dan itu sukses membuat jantung Gina mencolos jatuh tak tau kemana.

Sementara Yoongi dan Adora pun sama kagetnya. Mereka sempat dulu menoleh sejenak  ketika mendengar derit pintu membuka seolah belum tersadar. Sampai akhirnya saling tersentak menjauhkan diri setelah melihat kontras perubahan raut wajah Gina.

"Maaf mengganggu."

Untuk kali ini Gina tidak bisa berpura-pura selayaknya tidak terjadi sesuatu seperti yang ia lakukan terakhir kali sewaktu Yoongi bersama Eunji. Hingga tanpa sadar ia berucap dingin dengan perasaan kelewat semrautan. Lalu berbalik pergi dengan langkah cepat.

Secepat Gina berpaling, maka secepat itu pula Yoongi berlari mengejar. Meninggalkan Adora yang berdiri canggung di tempatnya. Hingga tepat di langkah yang keberapa—entahlah, intinya tak begitu jauh dari ruangan tadi, Yoongi sudah menarik tangan Gina, menahan gadis itu tuk tidak beranjak."Gina-ya, tunggu! Aku bisa jelasin," pinta Yoongi kepalang panik.

"Apa lagi yang mau dijelasin?" Gina berujar lirih dengan wajah kelam tak bertenaga. Berusaha menegarkan diri agar air mata yang kelewat memalukan baginya itu tidak memunculkan diri untuk sekarang. Jangan! Jangan sampai. Ia tidak ingin menangis di hadapan Yoongi karena ini.

"Itu tidak seperti yang terlihat, kau salah paham!"

"Siapapun yang melihatnya tadi pasti juga akan salah paham," gumamnya yang kini sudah tertunduk, merasa tak kuat bila harus menatap Yoongi.

Yoongi lantas meletakkan telapaknya di bahu Gina. Sedikit menunduk agar bisa menjangkau wajah gadis itu. "Dengerin dulu!" pintanya menuntut.

Sebenarnya gadis itu sedang marah. Siapa yang tak marah bila mendapati kekasihnya sedang berduan bersama wanita lain dalam posisi teramat menyulut emosi begitu. Yeah, anggap saja Gina cemburu atau posesif atau apalah itu—terserah. Yang jelas, apa yang dilihatnya tadi sungguh memancing diri hingga ingin memaki, sebab membuat hatinya terasa seperti habis tergilas mobil tronton. Namun setelah semuanya, lagi lagi ia tak berdaya ketika dihadapkan pada Yoongi yang kini menatapnya penuh kesungguhan. Apalagi melihat keseriusan Yoongi yang sampai mengejarnya untuk memberi penjelasan—oh, astaga, rasanya Gina tak anggup menolak. Hingga akhirnya ia mengangkat pandangan. "Lalu apa?"

"Tadi itu mata Adora kelilipan. Aku hanya berusaha menolongnya," jelas Yoongi yang suaranya masih terdengar memburu.

Gina mengerjap perlahan. Memasang wajah polosnya yang terlihat mulai menerima penjelasan Yoongi itu. "Jinjja?"

"Sungguh, Itu tidak seperti yang kau pikirkan, Gina." Yoongi kembali menegaskan

Gina inginnya juga begitu, ingin mengatakan bahwa itu tidak seperti yang ia pikirkan. Namun pada kenyataannya, itu ternyata begitu sulit ketika kau menyaksikannya langsung dengan mata kepalamu sendiri. Karna pada dasarnya otak manusia memang lebih mudah mencerna dan mempercayai apa yang mereka lihat dibanding dengan apa yang mereka dengar. Meski begitu Gina bukan berarti tidak percaya, hanya saja masih sedikit sulit. Ditambah lagi ia juga pernah melakukan kebohongan serupa pada Eunjo dulu, sewaktu dirinya kepergok bersama Yoongi.

Tak ingin berlarut-larut dan ingin segera menyudahi perbincangan ini, Gina pun menganggukkan kepala seolah percaya."Tapi, maaf. Kayaknya hari ini kencan kita harus batal lagi, deh. Soalnya aku harus pergi ke tempat lain. Ada urusan mendadak."

Huh, jelas itu adalah bohong. Kebohongan yang terlontar karena hati terlanjur merasakan sakit. Biarpun Yoongi sudah memberikan penjelasan sesungguhnya, tetap saja rasa sesak di dada itu masih terasa bergelora, masih sama seperti tadi tanpa berkurang sedikitpun.

"Gina-ya..."  lirih Yoongi penuh harap. Yoongi seakan tau, kalau itu hanya alasan yang dibuat buat.

"Tidak, Yoonki-ah. Ini sungguhan. Makanya aku kemari dan mencarimu, agar aku bisa memberitahu langsung sekaligus minta maaf kalau kita tidak bisa kencan hari ini. Aku harus mengurus sesuatu." Gina berucap tenang, berusaha menyakinkan Yoongi dengan kebohongan demi kebohongan.

"Mengurus apa?" Kemudian Yoongi mengambil salah satu telapak tangan Gina. "Yasudah, ayo! Biar ku antar."

"Tidak! Kumohon jangan!" Gina buru-buru menolak kala Yoongi mulai menarik tangannya. Ayolah, ia sedang tidak ingin melihat wajah Yoongi sekarang. Entah mengapa bisa begitu, yang jelas hatinya teramat remuk bila melihat wajah Yoongi lebih lama. Ia perlu menenangkan diri dulu. Tanpa kehadiran pria itu tentunya. "Temanku akan menjemput di depan," lanjutnya karena merasa penolakannya terlalu kentara.

Sedang Yoongi teramat mengerti. Mengerti segala kebohongan yang gadis itu ucapkan. Yang juga menghantarkan sengatan lain pada sudut hatinya. Maka Yoongi menghela pasrah, tidak memaksa, namun menatap resah. "Kau sungguh akan pergi?"

Gina tidak menjawab, justru mengumbar senyum kaku sebelum akhirnya membungkuk sedikit. Membuat Yoongi kontan menoleh ke belakang.

"Oppa, maaf mengganggu. Tapi, kita harus segera melanjutkan kegiatan tadi." Adora memberitahu dari ambang pintu.

Kegiatan tadi? Maksudnya melanjutkan kegiatan berciuman mereka yang sempat Gina ganggu begitu?

Oh, astaga! Gina tak mampu berpikir jernih sekarang.

"Iya, aku akan segera kesana!"

Ah, sial. Yoongi bahkan lupa apa yang sedang dia lakukan di dalam sana karena ini.

"Ingat mereka menunggu!" Adora sempat mengimbuh lagi sebelum tubuhnya menghilang di balik benda persegi panjang yang menyingkap itu.

"Kurasa kau harus segera kembali, dia menunggumu," kata Gina sesaat Yoongi mengalihkan pandangan kembali padanya.

Karena nyatanya Yoongi memang
harus segera kembali dan melanjutkan lagi online meetingnya bersama salah satu penyanyi luar yang  mengajaknya melakukan kolaborasi.

Akan tetapi ada yang lebih penting dari itu saat ini.

"Lalu bagaimana dengan kencan kita?" Yoongi masih berharap.

Gadis itu memaksakan lengkungan bibirnya. "Sudahlah, tidak usah dipikirkan lagi. Lagi pula bukannya aku yang meminta kencan? Jadi kalau kencannya batal seharusnya tidak ada masalah. Kau juga tampak sibuk."

"Tapi...."

"Yoonki-ah, aku harus segera pergi. Kau juga kembalilah, selesaikan urusanmu."

Setelah itu Gina berjalan mundur. Melambaikan tangannya ke Yoongi dengan senyum lebar, seolah tidak terjadi apa-apa, seolah ia baik-baik saja. Dan ketika ia berbalik, senyum lebar bak pelangi yang melengkung terbalik itu seketika merosot jatuh tak beraturan. Bergetar menahan isakan yang hampir keluar. Dengan Yoongi yang masih setia di tempat meratapi kepergiannya.

Hingga tatkala getaran terasa dalam saku, pria itu pun teralihkan sesaat, merogoh saku dan mengambil ponsel. Kemudian memindai sekilas pesan masuk yang terpop up di layar notifikasi.

Bos besar

Hey anaknya Min si bocah Dumpling, kau jadi pulang ke rumah sore ini kan? Ibu akan memasak banyak untuk seseorang yang mau kau bawa itu.

Yoongi lantas kembali mengalihkan pandangan ke arah punggung Gina yang berjalan jauh membelakanginya. Memaku tatap barang sejenak dengan gumpalan sesak yang tertahan.
Kemudian beralih mengetik pesan balasan.

Yoongi

Mianhaeyo, omma. Aku tidak bisa pulang hari ini.

***

Barangkali hatinya memang sudah terlanjur remuk dengan apa yang dilihatnya tadi, hingga segala tenaga yang tersisa pun dicurahkan semuanya tuk memperbaiki sesuatu yang remuk itu. Bahkan tenaga untuk menopang lehernya tetap tegak pun diambil. Tak lantas membuat Gina kini barjalan sambil menunduk.

Pikiran gadis itu kacau dan perasaannya tak karuan. Sebab gambaran akan kejadian tadi terus berputar di dalam kepala dengan kurang ajarnya, seakan sudah tertanam di memori ingatannya. Gina benci itu. Menyesal juga sudah datang cepat, sok-sokan mau ngasih surprise—eh, yang ada malah dia yang di surprisein.

Sial sekali memang.

Alhasil, efek dari kejutan tak terencana itu kini membawa Gina pada langkah lunglai tak bersemangat. Tertunduk pada gumpalan emosi acak yang bersarang di dada.

Gadis itu terus berjalan menunduk sepanjang koridor lantai tiga itu. Tak peduli lagi akan sekitarnya. Yang kebetulan saat itu koridor memang sedang sepi, hanya ada satu wanita saja yang berpapasan dengannya.

Hingga tatkala ia merasakan dirinya baru saja menabrak seseorang secara tak sengaja, dengan kepala  membentur tepat di dada bidang orang itu dan menimbulkan bunyi duk lirih, baru langkah kaki gadis itu terhenti.

Gina sudah akan langsung membungkuk tuk meminta maaf, namun suara orang itu lebih dulu menyelanya.

"Noona..."

Ah, suara itu. Gina sangat mengenalnya . Tanpa perlu melihat wajah sang pemilik suara pun Gina sudah cukup tau itu siapa.
Maka detik itu juga Gina kembali menyandarkan keningnya di dada bidang seseorang tersebut. Menjadikannya tempat bernaung dari rasa kacau yang menyayat hati. Membiarkan sisi terlemahnya menumpahkan diri tanpa perlu disembunyikan lagi. Karena hanya sang pemilik suara ini yang bisa Gina percayai tuk melihat kelemahannya itu. Satu-satunya orang yang sekiranya bisa ia andalkan saat ini.

"Sebentar saja, kumohon." Gina berujar lirih bersamaan dengan isakan kecil yang turut hadir. Isakan yang sekiranya dikeluarkan tuk sekedar melepas sesak di dada. Isakan yang sekiranya hanya ia keluarkan di depan Jungkook, di depan orang yang kini ia jadikan sandaran tempat persembunyiannya.

Jungkook mematung di tempat, memberi Gina sedikit waktu tuk melakukan keinginannya tanpa banyak menimpali. Sebab kini pandangan Jungkook tengah tertuju ke arah lain. Ke arah dua sejoli yang sedang berpelukan di belakang sana. Yang tak lain itu adalah Kim Yoongi bersama kekasihnya. Dan Jungkook jelas mengenal keduanya.

Jungkook pikir, dua sejoli itulah yang membuat Gina berakhir seperti ini. Yeah, meski sebenarnya kurang lebih sama, sih. Hanya orangnya saja yang berbeda.

"Noona, ikut aku!" Dengan suara yang dibuat tegas, Jungkook kontan menarik tangan Gina dan membawanya pergi dari tempat itu.

***

Perkara Jungkook yang hadir ditengah tengah kegalauan sekiranya sedikit memberi Gina pegangan hingga tangisnya terhenti. Dan entah bagaimana pastinya—Gina pun tak tau, ia justru berakhir menceritakan segalanya.

Oh, well, tidak bisa dibilang segalanya juga. Karena Gina hanya menceritakan beberapa bagian tentang dirinya yang mendapati kekasihnya sedang bersama wanita lain, bukan tentang siapa kekasihnya itu. Dan itu sangat cukup bagi Jungkook tuk menelaah semuanya. Hingga lagi-lagi Jungkook berakhir membawa Gina ke rooftop kantor.

"Kwaencanha?" Sambil menumpuhkan lengan pada birai pembatas, Jungkook lantas menilik Gina yang tangisnya sudah berhenti, namun rautnya masih jelas menampakkan kemurungan.

Gadis itu tengah menunduk bisu, memandangi tiap inci bangunan di bawahnya yang saling bersinggungan dengan deburan angin. Lantas menghela nafas panjang sebelum berucap dengan suara kelewat lesuh. "I wish."

Okay, ini bukan sesuatu yang Jungkook harapkan. Karena melihat Gina seperti ini sungguh terasa mengganggu baginya. Sepertinya Jungkook punya fobia baru, yaitu tidak suka melihat raut murung seorang gadis. Oh! Atau mungkin ini hanya berlaku untuk Gina seorang? Entahlah, yang jelas Jungkook tidak suka raut murung yang terpasang di wajah Gina sekarang. Apalagi karena masalah cinta—aduh, Jungkook semakin tak suka melihatnya.

Jungkook juga bukan dokter cinta yang bisa memberi obat penyembuh hati, tapi sekiranya ia bisa memberi sedikit petuah.

Maka menarik nafas dalam serta tatapan lekat yang ditorehkan, Jungkook pun berucap, "Aku bukannya ingin ikut campur atau sok menggurui, tapi terkadang kita perlu melihat sesuatu  dari presepsi yang berbeda." Jungkook kemudian menunjuk salah satu bangunan yang ada di bawah sana. "Lihat saja toko bakery itu. Saat kita berada di bawah, maka dia akan terlihat begitu besar. Tapi, saat kita berada di atas seperti ini, bukankah dia terlihat begitu kecil? Maka begitupun dengan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup. Hanya karena Noona melihat posisi mereka yang hampir berciuman bukan berarti mereka memang hendak melakukan itu, bisa jadi ada sesuatu yang lain. Yeah, seperti kelilipan yang Noona bilang itu contohnya. Jadi ayo, jangan terlalu larut dengan apa yang Noona lihat. Karena yang terlihat belum tentu  itu kebenarannya."

Well, Jungkook sang maknae yang suka banyak tingkah dan suka jahil itu juga tidak tau kalau ia bisa merangkai kata sok dewasa seperti itu. Entahlah, ia hanya ingin Gina berhenti bersedih.

Sementara Gina yang mendengar hanya bisa menghela frustasi. Membiarkan kata-kata itu masuk dan bersiteru dengan gambaran kejadian tadi yang sudah lebih dulu mengendap di dalam kepalanya.

"Apa cinta memang serumit ini?" lirihnya ketika angin berhembus dan menerbangkan beberapa helaian rambutnya yang hari ini ia gerai setelah ditata rapi menggunakan catokan.

Jungkook yang awalnya bersimpati malah terkikik kecil. "Apa ini cinta pertamamu, ha?" candanya menyindir.

Gina mengangguk. Membuat Jungkook terdiam karena tebakannya ternyata benar tanpa ia sangka.

Sumpah demi apa, gadis itu memang belum pernah berkecimpung dalam hubungan percintaan sampai ia ketemu Yoongi. Pacar pertama atau mungkin cinta pertamanya. Pandangannya menerawang. Dirinya serasa tertarik mundur melewati tiap detik kehidupan masa lalunya. Kenapa dulu ia tidak pernah jatuh cinta sama siapapun? Padahal teman prianya banyak. Jatuh cinta pun paling sama artis. Daniel Radcliffe pemeran Harry Potter contohnya. Atau Lee Sung Gi yang jadi pemeran utama di drama Korea pertama yang ditontonnya.

Yeah, begitulah. Jatuh cintanya seorang Gina dulu hanya sebatas jatuh cinta yang ia sendiri tau itu tidak akan bisa dimiliki.

"Apa rasanya memang seperti ini?" tanyanya kelewat polos. Menoleh dan memandangi Jungkook tanpa ragu sama sekali, seolah tak ada lagi yang perlu ia tutupi dari idolanya itu.

Sekuat tenaga Jungkook berusaha menahan tawa. Pengennya sih bersimpati, tapi muka Gina yang kelewat polos itu justru terlihat lucu baginya. Terlihat seperti anak TK yang lagi galau saat disuruh memilih antara ayah atau ibunya.

"Yeah, awal awal mungkin memang begitu. Segala sesuatunya terasa lebih kompleks dari biasanya. Tapi seiring waktu semuanya juga akan terasa biasa saja nantinya," jawabnya santai. Kemudian merogoh saku celananya dan mengeluarkan dua bungkus coklat snickers dari dalam sana. Satunya untuk dirinya, satunya lagi diberikan ke Gina. "Jangan sedih mulu, ih," cibirnya dengan nada jenaka.

Gina yang tadinya murung kini mulai memaksakan senyum tipisnya. Jungkook benar. Tidak seharusnya ia larut seperti ini. Toh, Yoongi juga sudah menjelaskan bahwasanya kejadian tadi itu hanyalah salah paham. Salah paham yang sulit tuk Gina percayai. Salah paham yang sukses menorehkan sayatan asing di hatinya.

Oke, cukup!

Semuanya sudah terjadi. Dan Gina tak punya kuasa tuk merubahnya. Bahkan tuk sekedar melakukan sesuatu pada perasaannya yang terlanjur kacau. Maka menerima  dan memakan  coklat pemberian Jungkook ia lakukan dengan harapan moodnya akan membaik setelah ini.

"Makasih," ungkapnya. Lalu membentuk hening panjang selagi dirinya melamun dalam kunyahan. Bahkan sesekali menghembuskan nafas panjang tuk sekedar mengeluarkan sesak di dada.

Jungkook yang begitu mengerti arti dari kebungkaman Gina pun tak bisa tinggal diam saja, pasti pikiran Gina akan berkelana kemana mana kalau dibiarkan terdiam. Maka, dengan kepekaan yang kelewat pekanya, Jungkook pun berinisiatif memulai obrolan. "Noona?"

"Hmmm?" Gina merespon seadanya. Tatapannya masih menerawang membelah langit.

Masih dengan posisi yang seperti tadi, bersender pada birai pembatas dan wajah menghadap Gina, Jungkook lantas melanjutkan, "Dia sungguh cinta pertamamu?"

Gina sukses teralihkan. Ia lantas menoleh. Memberikan seluruh atensinya ke pria berotot namun imut yang ada di sebelahnya sekarang. "Kenapa?"

"Gak. Aneh aja. Kalian kan ketemunya secara online. Kok bisa gitu?" heran Jungkook.

Gina meringis. Dirinya saja menganggap hal itu memang aneh, apalagi Jungkook. Selama ini Gina juga bertanya-tanya akan hal itu. Kok bisa dia ngasih cinta pertamanya ke orang asing yang bentuknya saja tidak terlihat waktu itu? Kenapa, yah?

"Keknya sudah takdir, deh. Soalnya kalau gak ada dia waktu itu, mungkin aku juga gak bakal ada di sini," ucapnya akhirnya. Entahlah, Gina tidak bisa menemukan alasan lain dari pertanyaan itu. Sepertinya memang karena takdir.

"Ah, benar juga. Noona milih kuliah di Korea kan juga supaya bisa ketemuan." Pikir Jungkook, maksud Gina dengan ada disini tuh di Korea. Nyatanya bukan. Ada disini yang dimaksud Gina itu memiliki arti lain. Arti yang sesungguhnya."Noona dulu ketemu onlinenya lewat apa? Aku juga pengen coba. Barangkali saja takdirku ada di situ juga," lanjutnya bercanda.

Hal yang membuat Gina berpaling lagi memandangi langit. Mengingat kembali momen pertemuan pertamanya dengan Yoongi di aplikasi dulu. Gadis itu ingat betul, bagaimana Yoongi bisa merubah hidupnya hanya dengan satu kata yang kerapkali didengarnya hingga kini.

Borahae.

Satu kata, yang benar-benar berarti untuknya.

"Aku ketemunya di aplikasi language exchange. Dulu aku gunain buat belajar bahasa Inggris biar lancar. Tapi sekarang aplikasinya sudah gak ada lagi."

"Wih! Noona beruntung banget. Dulu aku juga pernah gak sengaja ngedownload aplikasi begituan karena iklannya muncul. Terus iseng iseng log in karena penasaran. Eh, tapi bukannya ketemu jodoh, aku malah ketemu yang aneh aneh," tawanya mengenang.

Gina lantas ikut tertawa kecil. Sedikit termenung dengan pandangan mengarah ke pembungkus snickers di tangannya.

Detik selanjutnya Gina mengalihkan pandangan ke arah  Jungkook yang lagi ngetik sesuatu di ponsel. Sejak tadi ponsel Jungkook terus bergetar tanda ada panggilan maupun pesan masuk. Sebab pria itu tak kunjung kembali seusainya ia pamit untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di kantin pada Hoseok sesaat mereka selesai berbelanja. Dan bisa dipastikan, ia mungkin akan sedikit mendapat siraman rohani karena keterlambatannya ini. Karena latihan pastinya akan ditunda tanpa kehadirannya.

Setelah mengetik pesan balasan, Jungkook kemudian memasukan ponselnya kembali. "Wae?" tanyanya ketika sadar kalau Gina sedang memperhatikannya.

Gina justru membalas dengan melempar senyum. Senyum yang sesungguhnya. Karena entah mengapa, hatinya mendadak berubah hangat. Terasa jauh lebih ringan. Lebih baik. Mungkin karena coklat pemberian Jungkook? atau wajah tampan Jungkook? atau kemungkinan lainnya karena existensi seorang Jungkook? Entah. Yang jelas kini Gina merasa baikan, gak mikirin Yoongi ataupun kejadian tadi lagi.

Gina pun beralih membuka tasnya dan mencari sesuatu dari dalam sana. Sebuah kotak kecil yang sekiranya hendak dia berikan ke Yoongi hari ini. Hadiah tuk memperingati tiga tahun pertemuan mereka.

Diambilnya isi kotak tersebut, disembunyikan dalam genggamannya. Lalu beralih mengambil tangan Jungkook hingga pria itu menatapnya heran.

"Seonmul." (Hadiah)

Gina tersenyum teduh memandangi manik-manik hitam dengan bandul berbentuk huruf A yang kini sudah terpasang dan melingkar indah di pergelangan tangan Jungkook. Gina memberinya gelang kesehatan.

"Kumohon jangan lihat harganya. Aku tau ini memang tidak seberapa, tapi kuharap kau tetap mau menerimanya."

Harga gelangnya memang tak semahal hadiah gadget yang Jungkook terima waktu itu. Meski begitu Gina harap Jungkook menangkap niat tulus seorang Gina yang ingin Jungkook senantiasa sehat.

Membisu dengan kepala tertunduk menatap benda hitam itu, Jungkook pun menyulam senyum simpul. Merasa tersentuh atas hadiah yang diterimanya. "Gumawo," lirihnya yang terdengar serupa bisikan. Lalu Jungkook mengangkat pandangannya. Melihat Gina dengan senyum lebar yang terpatri di wajahnya."Gumawo, Noona. Aku akan selalu memakainya," ujarnya bersemangat.

***

Kala malam gelap mulai menuju puncaknya, seisi dorm pun mulai larut membawa diri, menyergap hening ke dalam ruangan yang kini penghuninya sudah terbalut selimut dan terbuai masuk ke alam mimpi. Pukul dua belas tepatnya, dimana Yoongi seharusnya sudah tertidur seperti member lainnya seusainya mereka menjalani hari penuh penat. Namun nyatanya pria itu masih terjaga. Kendati tubuhnya sudah terbaring nyaman juga kelopak yang mengatup tak lantas berhasil membawa Yoongi masuk menuju alam mimpi, sebab pikirannya masih berkelana, hingga ia bergerak gelisah  membolak-balikan tubuhnya yang berada di bawah kungkungan selimut.

Kegelisahan Yoongi itu berlangsung lama dan tak kunjung usai juga setelah hampir dua jam berlalu. Hingga dirinya menyingkap kelopak lalu bangun mendudukkan diri.

Jujur, Yoongi tidak pernah segelisah ini hanya karena memikirkan sosok Gina. Ia tidak tau apa ini karena cintanya yang semakin dalam atau karena pesannya yang belum kunjung mendapat balasan. Pasalnya ruang obrolannya bersama Gina itu masih didominasi oleh balon pesan darinya, tanpa ada satupun balon pesan dari Gina sejak sore tadi. Membuat Yoongi menghela napas pendek sebelum akhirnya bangkit dan melangkahkan kaki keluar kamar.

Meminum sedikit susu hangat sepertinya tidak buruk untuk menjemput kantuk, pikirnya selagi berjalan menuju dapur. Yang lagi-lagi itu adalah salah satu nasehat Gina yang diingatnya.

"Kau belum tidur?"  Yoongi menyahut setelah selayang pandang ia mendapati Jungkook tengah berada di ruang tengah bersama cemilan dan tontonan baratnya, sebelum akhirnya pria itu hanya melengos melewati Jungkook dan masuk ke dapur.

"Sedikit lagi, aku belum bisa tidur."

Untuk kali ini Yoongi tidak akan mengomel seperti terakhir kali yang dia lakukan. Sebab, ia pun memiliki kondisi yang sama.

"Aku ingin buat susu hangat. Kau mau juga?"

"Boleh, hyung."

Yoongi pun lekas mengambil dua gelas kaca yang tersusun di dalam rak atas. "Apa kau masih memikirkan omelannya Son ssaem makanya kau belum bisa tidur?"

Jungkook mengendik kecil. "Tidak juga. Lagipula memang aku yang salah karena tidak kembali sesuai waktu." Kemudian ia berpaling menghadap Yoongi. "Maaf yah, hyung. Karenaku latihan selesai lebih lambat hingga kau batal pulang ke rumah orang tua mu hari ini."

Selagi tangannya memasukan bubuk susu ke dalam gelas, Yoongi mengangguk skeptis. "Tidak apa, lagipula aku  batal pulang bukan karenamu juga, tapi karena aku masih harus mengerjakan beberapa hal dulu." Ia lantas menilik Jungkook. "Dan juga, kau sebenarnya tadi  itu dari mana?"

"Ah... tadi aku habis bertemu teman," jawabnya yang kini sudah mengalihkan pandangan ke arah pergelangan tangannya.

"Oh, begitu." Yoongi bergumam singkat. Selagi mengaduk susu yang sudah ia seduh, netranya justru fokus menyorot Jungkook yang kini tengah tersenyum malu sambil memandangi pergelangan tangannya sendiri, yang jika diperhatikan justru terlihat selayaknya orang yang sedang kasmaran.

Yoongi lantas mendatangi Jungkook dengan dua gelas susu hangat buatannya. "Kau punya gelang baru?"

Jungkook sukses teralihkan. Namun senyuman itu masih bertahan di wajahnya tanpa ia sadari. "Yeah, hadiah dari teman," jawabnya seraya menerima segelas susu yang disodorkan untuknya.

Sesaat Yoongi berhasil mendudukan diri di sebelah Jungkook, Yoongi lantas mengumbar senyum simpulnya dan kembali mengudarakan tanya seolah hendak menggoda namun terkesan penasaran. "Wanita?"

Jungkook mengangguk kecil sebagai jawaban. Tatapannya kembali menyorot benda yang melingkar di pergelangannya itu. Terutama pada bandul berbentuk huruf A yang tidak ia ketahui artinya.

"Kau menyukainya?"

Pertanyaan mendadak dari Yoongi itu sontak membuat Jungkook teralihkan dalam diam. Dengan ukiran senyumannya yang turut surut. Seolah baru saja disadarkan atas sesuatu yang selama ini tidak ia temukan titik kesimpulannya. Karena entah bagaimana cara membahasakannya, yang jelas sesuatu dalam dirinya terus saja bersorak ria ketika ia melihat sesuatu yang tengah melingkar di pergelangannya kini, teringat Gina yang memberinya. Jungkook sendiri bahkan tidak mengerti bagaimana sudut bibirnya itu terus terusan menyungging tanpa lelah hanya karna diberi sebuah gelang.

Aneh sekali.

Namun ketika semuanya dipikir sekali lagi, sepertinya ini mulai masuk akal, tentang bagaimana sikap Jungkook yang selalu peduli apa saja yang menyangkut soal Gina, tentang bagaimana Jungkook merasa senang hanya karena hal-hal kecil yang Gina lakukan untuknya, tentang bagaimana mengasyikkannya menjahili Gina, dan tentang bagaimana jantungnya beberapa kali berdebar aneh tanpa bisa ia sadari kepastiannya.

Jadi, apa semua itu disebabkan atas dasar suka?

Apa Jungkook sungguh menyukai Gina?

Menyukai dalam arti yang jauh lebih dalam dari yang pernah Jungkook tetapkan?

Sungguh?

Jungkook sontak menggeleng cepat. Menolak semua pikiran pikiran ambigu yang melayang di benaknya. Itu tidak mungkin, pikirnya sambil tersenyum remeh.

Oke, biar Jungkook perjelas.  Gina itu bukan tipenya sama sekali. Jadi Jungkook tidak mungkin suka. Tipe ideal seorang Jungkook itu ialah wanita yang memiliki paras cantik nan menggoda, berbadan tinggi pun berkulit putih, sexy dalam penampilan pun lihai dalam memasak, dan untuk yang terakhir dan paling penting, suaranya harus merdu agar bisa diajak bernyanyi bersama ataupun menyanyikan lagu pengantar tidur untuknya.

Sedang Gina adalah kebalikan dari semua yang Jungkook sukai. Gadis itu tidak sepenuhnya bisa dibilang cantik. Parasnya lebih dominan manis hingga membuat orang kecanduan tuk melihat alih-alih merasa tergoda. Tubuhnya juga tidak begitu tinggi hingga mudah tuk dirangkul dan dipeluk. Kulitnya juga tidak seputih wanita korea pada umumnya, hingga bila dibubuhi kiss mark setidaknya tidak akan terlalu terlihat. Penampilannya juga sangat jauh dari kata seksi, bahkan hodie dan celana panjang sudah menjadi ciri khas dari penampilannya. Dan untuk urusan memasak, Gina bisa, yeah walaupun tidak begitu jago, jadi belum bisa dikatakan lihai seperti kriteria Jungkook. Apalagi soal suara— duh, jangan ditanya, Jungkook saja enggan tuk memberi komentar, karena suara Gina memang seburuk itu dalam hal bernyanyi.

Maka bisa disimpulkan bahwa Jungkook benar-benar sedang tidak berada dalam fase menyukai Gina. Meski sebenarnya Jungkook sendiri tau seberapa baiknya seorang Gina, begitu baik hingga membuatnya kagum.

Wait, wait, wait. Ah, yeah! Bukannya itu adalah awal dari semuanya? Tentang bagaimana Jungkook pertama kali bertemu Gina.

Jungkook tidak bisa menepik bahwa pertemuan pertamanya itu begitu berkesan hingga sukar tuk dilupakan. Tentang dimana hari ia harus menggunakan bus akibat ulah jahil Jimin yang meninggalkannya di restoran sendirian. Dan tanpa diduga-duga seseorang tiba-tiba menyodorkannya hot pack alih-alih ponsel tuk mengajak selfie atau sekedar minta tangan. Well, itu hal baru bagi Jungkook. Membuatnya terkagum sesaat sampai akhirnya ia mengenal sosok orang itu jauh lebih dalam dari yang seharusnya. Dan sejak itu perasaan yang semula hanya sebatas kagum mulai berkembang tak terkontrol menjadi berbagai rasa tanpa disadari.

Jadi mari kita coba kita tanyakan sekali lagi.

Apa Jungkook sungguh menyukai Gina?

"Eyyyy... Tidak. Itu tidak mungkin. Aku tidak mungkin menyukainya. Dia bukan tipeku," selorohnya sambil menggeleng kekeuh.

"Apa maksudmu?" Yoongi lekas berhenti menegak susu yang tengah diminumnya. Menukik sedikit alisnya serta sudut bibir yang menyungging. "Yang kutanyakan itu gelangnya. Apa kau menyukainya? Karena kulihat kau terus memandanginya sedari tadi."

"Ah...." Jungkook mendesah pendek, sedikit malu juga canggung. Ia tidak lantas menjawab dan hanya memberi Yoongi anggukan kikuk.

Yoongi mencebik singkat dengan sorot mengarah ke pergelangan Jungkook seolah sedang menilai. "Kau terlihat bagus ketika memakainya. Gelangnya cantik."

Jungkook kontan mengangguk lagi. Entah mengapa gelang dengan manik-manik hitam itu memang terlihat lebih cantik dibanding gelang Cartier miliknya yang dibeli dengan harga mahal.

"Iya, gelangnya cantik."

Jungkook boleh jadi berucap begitu, tapi benaknya justru memikirkan wajah Gina yang sedang tersenyum manis ke arahnya.

Seperti yang ngasih, lanjutnya dalam hati.

Sepersekian detik kemudian, Jungkook sontak menggelang cepat seolah tersadarkan.

Oh, astaga! Apa yang baru saja ia pikirkan?

Tidak! Tidak! Jungkook sudah bilang,  Gina bukan tipenya. Ia tidak mungkin suka.

Tidak mungkin!

***

Jadi gimana kencannya? Romantis sekali bukan? Hehehhe...

Honestly ini part terpanjang yang pernah kutulis, paling lama juga gegara aku baper sendiri 😆

Tp boleh lah yah

Untuk nextnya masih lama jadi jangan ditunggu, aku mau rampungin semuanya saja dulu

So... Yeah, see you next time, AGAIN.

Continue Reading

You'll Also Like

568K 41.6K 59
Punya abang 7 yang gantengnya luar binasa..Tapi pada somplak semua.. Ngeselin .. Iya Bikin bete .. Iya Ngangenin .. Juga Iya Tapi ya..Jadi adek cewek...
6.3K 393 22
yn: kamu pikir cuma kamu doang yang merasakan kehilangan.. aku juga yoon.. dan tolong jaga sikap mu terhadap ku Yoongi: apa yang harus di jaga hah? a...
485K 5.1K 87
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
246K 36.8K 68
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...