ATTACHED

By loistulangow

444K 43.9K 1K

Buku Kedua dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat mencuri de... More

...Note...
1. Penyusup
3. Kamar Terlarang
4. Kesepakatan
5. Mimpi Buruk
6. Hantu
7. Jaga Jarak
8. Uji Kelayakan
9. Wasiat
10. Sesuatu Yang Salah
11. Ujian Kenaikan Tingkat
12. Buku Segel
13. Piknik
14. Ruang Penyimpanan
15. Buku Harian
16. Sakit
17. Asal Muasal Mimpi
18. Penawar Racun
19. Tindakan Gila
20. Perubahan DNA
21. Renggang
22. Kilasan Ingatan
23. Perubahan Positif
24. Bayangan Pengikut
25. Penyimpan Ingatan
26. Pengganti
27. Mengamuk
28. Takdir Shadow-Hand
29. Portal Tak Terduga
30. Ular Tangga
31. Ketakutan Terbesar
32. Ruang Makan di Pemakaman
33. Pengakuan
34. Para Penjaga Baru

2. Kutukan

15.7K 1.6K 33
By loistulangow

Bau antiseptik tercium jelas. Faenish langsung bisa menebak di mana dirinya berada, bahkan sebelum ia membuka mata. Namun Faenish sendiri tak paham bagaimana ia bisa berakhir di ruang perawatan rumah sakit.

Gambaran Nenek Magda yang sekarat tiba-tiba muncul di kepalanya, sontak Faenish membuka mata.

Belum sempat Faenish melakukan apa pun, ia kembali membeku di tempat. Pandangannya tertuju pada sosok berjubah yang berdiri beberapa meter di dekat kakinya.

Sosok itu adalah sosok yang sama dengan yang dilihat Faenish di perpustakaan bersama Nenek Magda.

Ini buruk. Pikir Faenish.

Faenish mencoba untuk bangkit berdiri, tetapi nyeri di punggung tak memungkinkan niatnya. Ditambah lagi beberapa anggota tubuh bagian kiri Faenish dibalut perban dan terasa sakit.

Ini benar-benar buruk. Sekali lagi pikiran Faenish meneriakkan kegelisahannya.

"Kau sudah siuman?" Suara Sarashalom terdengar bersamaan dengan bunyi pintu dibuka.

Faenish menatap panik ke arah pintu, berharap seseorang akan mencegah ibunya untuk masuk. Entah apa yang akan dilakukan sosok di depan Faenish terhadap Sarashalom jika wanita itu melihatnya.

Namun harapan Faenish sekali lagi tidak menjadi kenyataan. Sarashalom melangkah masuk ke kamar perawatan dan menutup pintu di belakangnya.

Pandangan Faenish langsung mengarah ke arah sosok misterius berjubah hitam. Anehnya, sosok itu tampak tidak peduli dengan kedatangan Sarashalom. Ia justru diam bergeming.

"Ada apa?" Sarashalom berjalan mendekat seraya menatap khawatir ke arah Faenish. "Kau sedang menatap apa?"

Faenish melihat ke arah ibunya dan kembali ke arah sosok berjubah. Sosok itu jelas masih di depan Faenish, mustahil jika Sarashalom tidak bisa melihat sosok yang cukup mencolok tersebut.

Hanya saja, mempertimbangkan status sang sosok berjubah yang adalah Kaum Berbakat, tidak menutup kemungkinan kalau sosok tersebut menggunakan sejenis segel agar tidak terlihat oleh orang lain.

"Er—tidak. Aku baik-baik saja Ma." Faenish memaksa diri berbicara dan berusaha keras mengabaikan keberadaan sosok misterius di depannya.

"Apanya yang baik-baik saja," protes Sarashalom. "Kau terbaring di rumah sakit dengan luka bakar serta memar di berbagai tempat."

Faenish tidak membantah. Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi setelah kesadarannya hilang. Ia bahkan masih takjub dengan fakta bahwa ia masih hidup.

"Bagaimana Nenek Magda?" tanya Faenish.

Sarashalom menggeleng lemah, raut mukanya semakin terlihat sedih. Tanpa mendengar jawaban pun, Faenish sudah mengerti.

Nenek Magda tidak selamat.

Sarashalom memeluk Faenish dan mengusap kepalanya. "Mama hampir saja kehilanganmu juga."

Badan Sarashalom bergetar dan Faenish bisa merasakan air mata ibunya menetes di puncak kepala. Tanpa bisa ditahan lagi, Faenish juga ikut menangis.

"Mama benar-benar takut ... api sudah membesar saat kami tiba ... ayahmu bahkan hampir tak bisa masuk ke perpustakaan ... Kalau saja kau tidak menelpon ke rumah malam itu, kami akan terlambat menyelamatkanmu." Suara Sarashalom semakin tak jelas diselingi isakan.

Selama sesaat, Faenish melupakan keberadaan sosok berjubah yang kemungkinan besar adalah orang yang paling bertanggung jawab dengan kematian Nenek Magda. Namun mengingat ia mungkin korban selanjutnya, Faenish buru-buru melepaskan pelukan Sarashalom.

"Sekarang aku baik-baik saja Ma." Faenish memaksakan senyum untuk meyakinkan Sarashalom. "Sebaiknya mama kembali. Bukankan ada banyak hal yang harus mama urus di rumah Nenek Magda?"

Sarashalom tampak ingin membantah, tetapi ia mengurungkan niatnya. "Baiklah, kau harus banyak istirahat. Mama akan meminta Rexel untuk menjagamu."

Faenish mengeluh. "Jangan dia."

"Kalau bukan adikmu, siapa lagi yang akan menjagamu?"

"Aku sedang ingin sendiri."

"Tidak bisa. Harus ada yang menjagamu," ujar Sarashalom tegas sebelum mengecup kening Faenish dan melangkah pergi.

Begitu pintu tertutup kembali, Faenish langsung menatap ke arah si sosok berjubah. Apa pun yang ingin dilakukan sosok itu kepadanya harus terjadi sebelum Rexel atau siapa pun datang ke kamar perawatan ini. Faenish tidak ingin ada korban lain.

"Apa yang kau lakukan padaku?" tanya sosok itu tepat sebelum Faenish membuka mulut untuk mengajukan pertanyaan.

Faenish memandang tak percaya ke arah sosok tersebut. Sepertinya pendengaran Faenish agak bermasalah karena ia baru saja mendengar sosok itu menanyakan hal yang tidak masuk akal.

Pertanyaannya terdengar tidak benar, seharusnya sosok itu bertanya bagaimana Faenish ingin mati? Atau tak perlu menanyakan apa pun dan langsung bergerak membunuh Faenish.

Seakan bisa membaca pemikiran Faenish, sosok itu akhirnya melangkah maju. Namun bukannya membunuh Faenish, sosok itu justru terlihat menembus permukaan tempat tidur. Kalau diperhatikan, sosok itu juga terlihat agak transparan.

Apakah ini bagian dari kemampuan Kaum Berbakat atau sosok itu memang sudah mati dan yang datang menemuinya adalah sejenis arwah? Pikir Faenish bingung.

"Apa yang kau lakukan padaku?" Sosok itu mengulang pertanyaannya dengan nada dingin.

"Memangnya apa yang kulakukan?" Faenish balas bertanya.

"Segel apa yang kau arahkan padaku?"

Faenish semakin tidak mengerti. "Segel?"

"Tidak perlu pura-pura bodoh. Aku tahu kau yang melakukannya."

"Kenapa aku?"

"Karena aku tidak bisa menjauh lebih dari lima meter darimu."

"Ha?"

Tak sempat sosok itu menjawab, terdengar pintu dibuka dan seorang remaja yang lebih muda tiga tahun dari Faenish melangkah masuk.

"Kau benar-benar merepotkan, tetapi terima kasih. Aku bisa bolos sekolah dua hari ini berkat aksi bodohmu kakak." Remaja laki-laki itu menekankan tiga kata terakhir dengan berlebihan.

Faenish tidak membalas sindiran adiknya dan Rexel pun tidak mengatakan apapun lagi.

Selama beberapa jam tidak ada yang bicara. Rexel sibuk dengan permainan di ponselnya, sedangkan si sosok transparan hanya berdiri diam di depan jendela. Faenish menggunakan kesempatan ini untuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.

Namun hingga Sarashalom kembali dan menyuruh Rexel pulang, Faenish tidak dapat memikirkan apa pun, kecuali kesimpulan gila yaitu: segel yang ia buat berhasil. Dengan kata lain, Faenish memiliki bakat.

"Apa kau baik-baik saja kalau polisi datang untuk menanyakaan beberapa hal padamu sekarang?" tanya Sarashalom begitu Rexel keluar.

Faenish mengangguk. "Ya, tentu saja."

"Baiklah, mama akan memanggil mereka. Hanya saja, jangan memaksakan diri. Kalau kau tidak sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, kau harus mengatakannya dan akan kuminta mereka melanjutkannya besok."

"Aku baik-baik saja Ma." Faenish menampilkan senyuman untuk meyakinkan ibunya.

Sarashalom nampak agak ragu, tetapi ia tetap berbalik dan melangkah keluar.

Tak sampai satu menit setelah Sarashalom meninggalkan ruangan perawatan, dua orang polisi langsung melangkah masuk dan menutup pintu di belakang mereka.

"Selamat malam Faenish." Sapa salah satu polisi. Pria itu berkulit gelap dengan luka dalam di pipi kirinya. Kalau Faenish tidak salah ingat, namanya Rico.

"Bagaimana kondisimu?" tanya polisi lainnya yang Faenish kenali bernama Yudi. Perawakannya tinggi dan berwajah ramah.

"Aku baik-baik saja. Apa kalian ingin aku menceritakan kejadian semalam?" tanya Faenish langsung agar kedua polisi itu tidak banyak berbasa-basi lagi.

"Ya. Namun lebih tepatnya dua malam yang lalu," jawab Yudi.

"Dua malam? Aku tak sadar selama itu?" seru Faenish tak percaya.

"Ya, kami sempat khawatir kau tidak selamat." Yudi kemudian mengeluarkan buku catatan kecil dari sakunya. "Jadi bisakah kita mulai?"

Sebisa mungkin Faenish menceritakan hal-hal yang ia ketahui, tanpa mengungkit soal Kaum Berbakat dan segel. Artinya, ia harus mengarang cerita di beberapa bagian.

"Jadi kau kehilangan kesadaran sebelum kebakaran itu terjadi?" tanya Rico. Ia yang dari tadi bertanya, sedangkan Yudi hanya mencatat dalam diam.

Faenish mengangguk. Ia tidak bisa membayangkan seperti apa murkanya Nenek Magda jika beliau masih ada. Ruangan itu adalah tempat sakral bagi Nenek Magda. Tidak ada yang boleh masuk ke ruangan itu selain Magda dan Faenish yang bertugas membacakan buku sekaligus membersihkan tempat itu.

"Apa kau melihat sesuatu yang berpotensi untuk menjadi penyebab kebakaran di ruangan perpustakaan?" tanya Rico.

Faenish menggeleng lemah. "Sepertinya tidak ada."

"Apa salah satu dari kalian ada yang menyalakan lilin beraroma terapi di ruangan itu?"

"Tidak. Lilin hanya dipasang saat jam membaca. Aku sendiri yang memastikan lilin-lilin tersebut padam sebelum tidur."

"Apa penyusup yang kau lihat membawa sesuatu yang mencurigakan?"

"Saya tidak begitu memperhatikan karena saat itu cukup gelap. Apa penyebab kebakaran itu belum ditemukan?" Faenish balas bertanya.

"Kau belum melihat jenasah Nyonya Mag—"

Geraman keras dari Rico menghentikan perkataan Yudi.

"Ada apa dengan jenasah nyonya Magda?" tanya Faenish.

"Nyonya Magda tewas dengan cukup mengenaskan. Seluruh tubuhnya benar-benar hangus terpanggang, seakan ia mati dengan memeluk sumber api. Sementara apa yang menjadi sumber api itu masih kami perdebatkan." Kali ini Yudi mengabaikan geraman rekannya dan terus saja menjelaskan. "Oh ayolah, dia berhak tahu."

Rico balas menatap Yudi dengan tajam tetapi tak berkometar apa pun.

"Kami turut berduka," ujar Yudi. Namun Faenish tidak begitu menyadarinya, ia terdiam gamang. Kematian Nenek Magda terasa tidak masuk akal. Apalagi kalau segel Faenish pada si sosok berjubah berhasil, harusnya Nenek Magda baik-baik saja.

"Bagaimana dengan orang berjubah itu? Apakah dia juga tewas?" Mata Faenish melirik sekilas ke arah sosok berjubah yang tetap setia berdiri di dekat jendela tanpa disadari orang lain kecuali Faenish.

"Tidak. Kami tidak dapat menemukannya." Kali ini Rico yang bersuara, nada suaranya terdengar kesal.

"Kau tenang saja Faenish, kami sedang mencarinya," ujar Yudi. "Beberapa petunjuk seperti sampel DNA dan sidik jari seharusnya cukup untuk penelitan lebih lanjut."

"Saya rasa cukup untuk hari ini. Terima kasih atas kerja samanya Faenish. Kami akan menghubungimu lagi jika ada perkembangan dalam kasus ini. Kami permisi." Rico pamit dan segera bangkit berdiri.

***

Butuh sedikit perdebatan hingga akhirnya Sarashalom bersedia untuk pulang dan beristirahat malam itu. Sarashalom begitu ingin menjaga Faenish, tetapi Faenish tahu kondisi Sarashalom juga tidak baik. Wanita itu sudah pasti lelah mengurusi pemakaman Nenek Magda, serta membereskan sisa kebakaran di ruang perpustakaan yang katanya cukup parah.

Untuk kesekian kalinya Faenish berusaha keras menahan air mata. Gambaran Nenek Magda yang hangus terbakar terus saja muncul dan membayanginya setiap kali Faenish mengingat sesuatu yang berhubungan dengan Nenek Magda.

Namun, Faenish tidak boleh menangis sekarang. Tidak ketika pembunuh Nenek Magda sedang berdiri tepat di depannya.

"Kau membakar Nenek Magda?" tanya Faenish dengan tersendat-sendat beberapa saat setelah Sarashalom menutup pintu.

"Aku tidak melakukannya."

"Lalu siapa?" tanya Faenish.

"Nenek itu membunuh dirinya sendiri."

"Apa sebenarnya yang kau inginkan?" Faenish jelas tidak akan percaya kalau Nenek Magda melakukan aksi bunuh diri.

"Bukankah aku yang seharusnya bertanya begitu?"

"Kau...." Faenish tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Aku tidak membunuh nenek itu dan kau yang menyerangku dengan segel aneh. Jadi jelaskan kutukan apa yang kau berikan padaku?"

"Kutukan? Apa yang kau bicarakan?"

Tiba-tiba sosok itu berjalan mendekat dan mengulurkan kedua tangannya untuk mencekik Faenish.

Faenish terlalu terkejut untuk bisa merespons. Ia dipastikan sudah terbunuh jika saja mereka bisa bersentuhan. Masalahnya, kedua tangan sosok itu justru menembus tubuh Faenish, dan Faenish tidak merasakan apa pun.

"Ka-kau arwah?" Faenish menganga tak percaya dengan kesimpulan yang muncul di pikirannya.

Bukannya langsung menjawab, sosok berjubah itu justru menempatkan wajahnya tepat di depan Faenish. Dengan posisi ini, Faenish bisa melihat dengan jelas wajah yang selama ini terhalang tudung kepala.

"Apa yang kau rencanakan?" tanya sang sosok berjubah.

Tatapan mereka bertemu, sosok di depannya memandang Faenish dengan tajam. Namun bukan itu yang membuat Faenish terpaku diam.

Faenish mengenali wajah pemuda di depannya. Ia mengenali sosok berjubah yang telah membunuh Nenek Magda.

Continue Reading

You'll Also Like

Iltas By .

Fantasy

40K 7.2K 52
Seorang remaja dari New Orleans adalah penunggang naga di Andarmensia. - Hidup Cassidy Adams normal-normal saja sampai suatu hari, ia menyadari bahwa...
Bluebonnets By sinns

Mystery / Thriller

1.5K 252 34
[Mystery/Thriller-Horor x Disaster-Minor Romance] [FIRST SEASON 1/10] : THE FLOWER Ada dua dunia yang dipisahkan oleh miliaran bintang di luar sana...
649K 143K 68
Di dunia di mana kekuatan magis hanya didapatkan bila melakukan kontrak dengan para dewa, kedatangan Pemagis Murni, seorang yang memiliki magis tanpa...
1M 76.8K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...