[S1] The Beginning Of Our Des...

By SUN1396

63.8K 6K 1.3K

[OPEN PRE-ORDER TANGGAL 1-7 SETIAP BULANNYA ] Dia tidak mengerti mengapa kehidupannya berbeda. Ada luka yang... More

Prolog
1. Jeon Wonwoo
2. Kim Mingyu
3. Teman ?
4. Kau tidak akan mengerti
5. Tak terduga
6. Batas kesabaran
7. Sandaran
8. Kejujuran
9. Keputusan
10. Lee Jihoon Pt.1
11. Lee Jihoon Pt.2
12. Perpisahan yang sesungguhnya
13. Karena aku rumahmu
14. Keinginan yang sederhana
15. Pertemuan kembali
16. Sang pengecut
17. Tak lagi sama
18. Kebohongan
19. Ungkapan tak biasa
21. Bayi beruang kesayangan
22. Kebaikan berujung kehancuran
23. Maaf yang tak tersampaikan
24. Kesepakatan
25. Benarkah itu kau ?
26. Penuh harap
27. Undangan makan malam
28. Menusuk dari belakang
29. Membunuhku dengan perlahan
30. Sebuah pengakuan
31. Antara dua pilihan
32. Beban baru
33. Sampai kapan ?
34. Dibutakan oleh cinta
35. Selembar kertas
36. Aku kembali...
37. Hilangnya harga diri seseorang
38. Amarah yang menggebu
39. Kembali berkorban
42. Tak akan menyesal
45. Dejavu
47. Pemilik mata rubah yang kami rindukan
48. Untukmu ibu
49. Ijinkan aku berada disampingmu
Epilog
📢 Pengumuman
📢 Info
🎉 It's PO Day

43. Mulut dapat berbohong, sedangkan hati...

1K 137 43
By SUN1396

Happy Reading

.

.

.

Kondisi Wonwoo sudah mulai membaik setelah ia jatuh tak sadarkan diri dipelukan Seungcheol. Pada saat itu tidak ada yang tahu kondisi Wonwoo yang memang tak sesehat kelihatannya. Anak itu mengabaikan sakitnya. Dan setelah ia tak sadarkan diri, baru mereka tahu bahwa Wonwoo demam. Tentu saja demam tinggi. Mereka semua bahkan begitu khawatir dibuatnya, Wonwoo sangat bodoh hingga menyembunyikan sakitnya begitu baik.

Pagi ini Wonwoo terbangun dengan tubuh yang masih lemas. Tanpa Nyonya Kim sadari jika semalaman Wonwoo tak benar-benar tidur. Ya. Wonwoo tak bisa tertidur akibat demam dan tubuhnya yang sangat sakit. Baru subuh tadi Wonwoo baru bisa memejamkan kedua matanya sampai pukul sembilan ini. Saat bangun dari tidurnya, Wonwoo tak menemukan satu orangpun dikamarnya. Hanya ada dirinya seorang.

Netranya menelisik ke penjuru kamar yang sangat ia rindukan ini. Dalam hati ia sangat senang bisa kembali menempati kamarnya ini. Kamar yang penuh akan kenangan semasa hidupnya. Kamar yang menjadi saksi bisu perjuangannya demi bertahan bersama sang ibu. Mungkin hanya kamar ini tempat dimana ia menahan rasa sakit sekaligus kesedihannya seorang diri. Tidak ada yang lain.

Tapi tetap saja ia tidak merasa begitu senang. Hatinya dan hidupnya telah hancur berkeping. Mereka terlalu dalam memberikan luka padanya. Bahkan Wonwoo merasa jika bahagia kali ini tidak ada artinya lagi. Ia memang menginginkan hal yang seperti ini sejak dulu sebelum ia terjatuh semakin dalam, namun mengapa harus sekarang ? Setelah apa yang telah ia lewati seorang diri, mereka tiba-tiba bersikap seperti ini ? Bodohnya seperti tidak terjadi apapun.

"Kau sudah bangun ?" suara seseorang membuat Wonwoo terperanjat kaget. Sejak kapan ibunya sudah berada dikamarnya ini ? Bahkan ia tidak mendengar suara pintu yang terbuka.

Lucunya Wonwoo hanya mengerjapkan kedua matanya ketika sang ibu tanpa permisi menyentuh keningnya yang cukup berkeringat. Padahal cuaca cukup dingin. Tentunya karena tubuhnya masih dalam kondisi sakit, "Demammu sudah mulai turun. Nah apa yang sekarang kau rasakan ? Apa ada yang masih sakit ? Jika iya. Eomma akan memanggil dokter kemari."

Eomma ? Suatu panggilan yang sejak dulu ingin dengar dari mulut wanita cantik itu. Apa ia tidak salah dengar ? Mengapa secepat ini ibunya berubah dan menjadi sesosok ibu yang hangat juga peduli terhadapnya ? Bukankah kemarin ibunya ini tak hentinya melukainya dengan perkataannya ? Apakah setelah melihat ia jatuh sakit ibunya itu mau mengakuinya ? Kenapa harus seterlambat ini mengakuinya ?

Tanpa sadar Wonwoo menepis lengan sang ibu cukup keras dan membuat wanita cantik itu terkejut dibuatnya. Apa mungkin Wonwoo tidak ingin ia sentuh ? Mungkinkah Wonwoo sudah membencinya dan tidak membiarkan ia untuk memperbaiki semuanya ? Atau memberikan apa yang Wonwoo inginkan ? Tidakkah Wonwoo memberikan dirinya satu kesempatan untuk memperbaiki diri dan memperlakukan Wonwoo sebagai anak ?

Nyonya Kim masih menatap Wonwoo terkejut. Mereka berdua saling bertatapan, namun Wonwoo menatapnya dengan tatapan kosong. Ia tak bisa mengekpresikan dirinya dengan baik. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah rasa sakit akan masa lalu yang telah ia lewati seorang diri. Tak peduli dengan sikap sang ibu yang mulai luluh terhadapnya.

Tidak bisakah sang ibu melihat dirinya yang begitu lelah ini ? Lelah akan perjuangan yang tidak ada artinya. Namun setelah kesabarannya hilang, mengapa ibunya justru bersikap seperti ini ? Lihatlah ia seperti tengah dipermainkan, "Mengapa eomma melakukan ini padaku ? Aku tidak membutuhkan perhatianmu jika pada akhirnya aku akan kembali terluka." ucap Wonwoo dengan sorot mata yang begitu kosong seolah tidak ada kehidupan didalamnya. Sebegitu besarkah luka yang Wonwoo dapatkan ?

Nyonya Kim menggeleng. Air mata bahkan tak dapat ia bendung lagi. Ia menangis tepat dihadapan Wonwoo yang sadar, tidak seperti semalam dalam keadaan tertidur atau dalam pura-pura tidur. dan Wonwoo ? Entahlah. Wonwoo merasa tidak terlalu mempedulikan air mata sang ibu. Wonwoo sudah tak percaya lagi kepada siapapun. Mereka hanya akan memberikan luka terhadapnya.

Tak ragu Nyonya Kim meraih tangan sang anak dan menggenggamnya. Wanita cantik itu semakin terisak melihat bagaimana sang anak yang tak melihat ketulusannya. Saat ini ia begitu tulus memperlakukan Wonwoo dan bertekad akan memperbaiki semuanya. Semua yang telah terjadi terhadap sang anak. Namun Wonwoo seolah tak peduli dengan ketulusannya ini. Harus dengan cara apa ia meminta maaf dan memperbaiki kesalahannya terhadap anak semata wayangnya ?

Wonwoo menunduk tak ingin melihat air mata itu. Walaupun sebenarnya ia juga tak dapat menahan air matanya. Mereka berdua sama-sama menangis. Wonwoo menangisi kehidupannya yang begitu menyakitkan ini, sedangkan Nyonya Kim menangisi perbuatannya terhadap sang anak. Perbuatan yang sangat keterlakuan sampai menyimpan luka paling dalam pada diri sang anak. Delapan belas tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk Wonwoo lewati seorang diri. Jadi wajar bukan jika anak itu sulit untuk menerima Nyonya Kim ?

"Aku menginginkan ini dari dulu, eomma. Sebelum luka ini semakin dalam. Sekarang, rasanya percuma. Aku tidak bisa dengan mudah menerima permintaan maafmu, kejam bukan ? Disini rasanya sakit, eomma. Sakit sekali." isak Wonwoo dengan memukul dadanya yang terasa begitu sesak akibat tangisannya sendiri.

Tak ingin melihat Wonwoo melukai dirinya sendiri, Nyonya Kim segera meraih tangan Wonwoo dan menghentikan aksi memukul dadanya. Tidak. Nyonya Kim tidak akan membiarkan Wonwoo melukainya dirinya lagi. Mulai detik ini Nyonya Kim akan menjadi tempat bersandar sang anak. Apapun yang Wonwoo pikirkan dan takutkan, ia harus mengetahuinya. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri akan melindungi sang anak, apapun yang terjadi.

Grep.

Tak tahan melihat sang anak yang menangis pilu, Nyonya Kim langsung memeluk tubuh kurus nan rapuh itu. Meskipun Wonwoo terus berontak dan mencoba melepaskan diri dari pelukan ibunya. Tak menyerah, Nyonya Kim terus saja memeluk anaknya itu sampai sang anak luluh dan nyaman dalam pelukannya. Cukup lama Wonwoo dapat menyesuaikannya, "Ijinkan eomma memperbaiki semuanya, sayang. Eomma ingin menjadi ibu yang baik untukmu dan tidak akan membiarkanmu terluka lagi."


Wonwoo kira ayah beserta keluarga angkatnya sudah membuangnya dan tidak peduli lagi terhadapnya. Dugaannya salah besar. Nyatanya mereka masih peduli terhadapnya dan bahkan mereka datang berkunjung ke rumahnya. Senang ? Entahlah. Wonwoo hanya masih dalam rasa terkejutnya atas sikap mereka yang seolah tidak terjadi apapun. Apalagi dengan sang ibu yang begitu terbuka kepadanya dan menangis tepat dihadapannya.

Flashback

"Aku tidak mau terluka lagi, eomma. Cukup sampai disini kalian menyiksaku." ujar Wonwoo dalam pelukan sang ibu dan tak lupa ia sambil terisak.

Nyonya Kim bertambah erat memeluk Wonwoo dengan salah satu tangannya yang mengelus puncak kepala sang anak, "Eomma tidak akan menyakitimu lagi. Eomma berjanji padamu, Wonwoo-ya. Jika eomma melanggar janji ini, kau bisa melakukan apapun kepada eomma. Jika perlu bunuh saja eomma hem."

"Eomma..."

Nyonya Kim melepaskan pelukannya dari sang anak yang mulai tenang. Ia menghapus jejak air mata di pipi tirus Wonwoo dengan lembut dan penuh kasih sayang. Seperti inikah Wonwoo ketika memendam kesedihannya seorang diri ? Lihatlah Wonwoo begitu hancur hanya karena kesalahan yang tidak pernah ia lakukan sama sekali.

"Ijinkan eomma menyayangimu, Wonwoo-ya. Maukah kau memaafkan eomma ? Kita berjuang bersama, ya ? Eomma berjanji akan terus berada disampingmu, apapun yang terjadi."

Cukup lama Wonwoo menatap Nyonya Kim. Dan ya ia melihat dalam sorot matanya jika sang ibu tulus mengucapkan kalimat tersebut. Kalimat yang berisi permintaan maaf kepadanya. Sampai pada akhirnya Wonwoo menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia memaafkannya. Wonwoo melakukan itu untuk memegang janji sang ibu, "Aku memaafkanmu, eomma."

Flashback End

Sore hari yang cerah ini membuat Wonwoo tak dapat menahan diri untuk tidak turun dari tempat tidurnya. Dengan masih mengenakan piyama tidur, Wonwoo berdiam diri diatas balkon kamarnya. Untuk pertama kalinya ia berdiam diri dibalkon kamar dengan melihat pemandangan sekitaran rumahnya. Sangat indah. Satu kata yang memperlihatkan jika dirinya takjub atas apa yang dilihatnya. Nyatanya ia terlambat menyadari jika dibalkon kamarnya bisa membuat suasana hatinya tenang.

Seharusnya dari dulu Wonwoo melakukan hal ini dan dapat membuat perasaannya jauh lebih baik. Dulu Wonwoo hanya berdiam diri dikamar dan tidak pernah pergi ke balkon kamarnya. Pintunya bahkan selalu tertutup rapat seolah tidak berpenghuni. Berbeda sekali dengan sekarang, mungkin ini akan menjadi tempat favoritnya menghabiskan sore hari di balkon kamar.

"Kau bisa tambah sakit jika tidak mengenakan pakaian hangat, Wonwoo-ya." ucap seseorang sembari menyelimuti tubuhnya yang hanya terbalut oleh piyama tipis dengan selimut cukup tebal yang dibawanya.

Wonwoo tak menolak dan ia mengeratkan selimutnya pada tubuhnya. Memang tak dapat dibohongi jika tubuhnya merasa kedinginan sekarang. Dan lagi Wonwoo tak begitu terkejut dengan kedatangan dua orang yang dikenalnya ini. Seungcheol dan Mingyu datang berkunjung ke rumahnya. Tentunya Wonwoo melihat ada penyesalan dari sorot mata mereka.

"Bagaimana kabarmu ?" sekarang Mingyu yang berucap dengan segelas teh hangat ditangannya. Remaja jangkung itu meletakkan segelas teh hangat tersebut di atas meja kecil.

Wonwoo ? Anak itu masih memproses apa yang tengah Seungcheol dan Mingyu lakukan terhadapnya. Ada perasaan canggung sekaligus takut. Ia takut jika mereka berdua melukainya lagi seperti kemarin malam. Ya. Wonwoo tak bisa melupakannya begitu saja. Apalagi dengan perlakuan Mingyu terhadapnya. Mingyu tidak pernah melukainya, namun malam kemarin sukses membuat area perutnya sakit akibat pukulan tangannya.

"___apa perutmu masih sakit ? Maaf aku tidak bermaksud memukulmu. Aku hanya terkejut dengan kenyataan ini." tambah Mingyu seolah tahu apa yang tengah Wonwoo pikirkan.

"Aku baik-baik saja." singkat dan jelas. Itulah ciri khas seorang Jeon Wonwoo untuk saat ini. Wonwoo tidak banyak bicara dan hanya seperlunya menjawab pertanyaan.

Seungcheol membetulkan selimut yang dipakai oleh Wonwoo yang sedikit tidak menutupi tubuhnya, "Hyung minta maaf kepadamu, Wonwoo-ya. Seharusnya hyung tidak memperlakukanmu dengan buruk seperti kemarin. Kau pasti banyak tertekan oleh sikapku yang seperti itu, kan ?"

"Mengapa kalian baru menyadarinya sekarang ? Apa harus melihatku terluka terlebih dahulu, baru kalian menyadari kesalahan kalian ?" jerit batin Wonwoo. Sejujurnya ia muak akan setiap permintaan maaf mereka. Rasanya Wonwoo seperti orang bodoh yang mau diperlakukan semena-mena.

Begitupun dengan Tuan dan Nyonya Kim yang merasa sesak ketika melihat interaksi mereka. Wonwoo yang dikenalnya cukup berubah dan hanya seperlunya. Bahkan kedua merasa benar-benar bersalah atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Anak seceria Wonwoo harus menjadi sosok pendiam dan tidak peduli akan hal sekitar. Entah apa yang harus mereka lakukan untuk mengembalikan Wonwoo seperti dulu lagi.

Wonwoo tak menghiraukan kehadiran Seungcheol dan Mingyu. Ia melangkahkan kedua kakinya masuk kembali kedalam kamarnya atau lebih tepatnya mendekati sang orang tua angkat. Tuan dan Nyonya Kim cukup terkejut ketika Wonwoo mendekat kearahnya dengan tatapan kosong juga penuh akan luka. Luka yang teramat sangat dalam dan sulit untuk disembuhkan.

"Maafkan eomma, Wonwoo-ya. Kau pasti sangat terluka bukan ? Ijinkan kami memperbaiki semuanya dari awal. Kami berjanji tidak akan membuatmu terluka lagi." ujar Nyonya Kim sang ibu angkat. Terlihat raut kesedihan dari wajah cantiknya, atau lebih jelasnya raut bersalah.

Tuan Kim tak tahan melihat sang anak yang begitu hancur dan tanpa arah. Dengan cepat ia menarik tubuh kurus Wonwoo dan memeluknya dengan erat, "Maafkan appa juga. Seharusnya appa langsung mengakui sebagai anak. Kau bisa membenci appa, Wonwoo-ya. Tapi tolong maafkan appa."

Wonwoo tak membalas pelukan sang ayah. Justru ia terus diam dan merasakan pelukan hangat sang ayah pada tubuh kurusnya, "Aku sudah memaafkan kalian semua." ucap Wonwoo dengan pelan.

"Tapi hatiku tidak sepenuhnya memaafkan kalian. Sudah cukup bagiku menanggung perasaan sakit ini seorang diri dan menjadi seseorang yang selalu tersalahkan. Aku benar-benar sangat lelah dan menjadi orang bodoh diantara kalian."

#06012021

Kita maaf-maafan dulu ya 🤣
Sepertinya ini bakalan lebih dari 50 chapter 😭😭😭😭😭

Continue Reading

You'll Also Like

500K 37.2K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
483K 5.1K 86
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
34.6K 9.5K 52
「ᴄoᴍpʟᴇтᴇᴅ」 ❝ada dua peraturan yang harus ditaati di sekolah ini.❞ + mystery, short story + lowercase, semi baku ↳ started : 15.05.21 ↳ ended : 12...
6.4K 964 1
❝ pakailah, anggap saja itu sebagai penghangat dariku.❞ lowercase ©tteobokjin, 2018