Canistopia

Von taejung21

63.4K 10.2K 3.7K

Sebuah dunia yang tidak akan pernah dimengerti oleh kaum manusia namun nyata adanya. July/2020 DON'T COPY MY... Mehr

Prolog
Introductions
Canistopia - I
Canistopia - II
Canistopia - III
Canistopia - IV
Canistopia - V
Canistopia - VI
Canistopia - VII
Canistopia - VIII
Canistopia - IX
Canistopia - X
Canistopia - XI
Canistopia - XII
Canistopia - XIII
Canistopia - XIV
Canistopia - XV
Canistopia - XVI
Canistopia - XVII
Canistopia - XIX
Canistopia - XX
Canistopia - XXI
Canistopia - XXII
Canistopia - XXIII
Canistopia - XXIV
Canistopia - XXV
Canistopia - XXVI

Canistopia - XVIII

1.2K 300 37
Von taejung21

.

.

‘Bagaimanakah seharusnya menurutmu? Ah ... mungkinkah kau akan memberi perhatian yang lebih pada manusia, karena sedikit banyaknya kau sudah menjadi bagian dari mereka? Newborn?’

Damien menghela napas mengingat perkataan Kevin Yoo tadi siang. Ia menelungkupkan wajahnya di atas meja panjang perpustakaan dengan pikiran yang berantakan seusai menyelesaikan makan malamnya cepat-cepat.

Wolf kurang ajar itu tidak akan mengobrak-abrik dunia luar, ‘kan?” gumamnya. Entah kenapa, namun ia berpikir akan menjadi yang pertama menolak jika rencana itu benar-benar terjadi. Bagaimana bisa Sean yang baik hati memiliki anggota Pack yang menyebalkan seperti itu?

Manusia memang tidak seluruhnya baik, mengingat bagaimana kematian Nicholas yang ditutup-tutupi sebagai kecelakaan kerja. Namun Damien juga tidak menjamin bahwa bangsa di keluarga barunya ini akan berbaik hati kalau melihat dari sejarahnya. Keenam orang yang dikenalnya memang tidak terlihat ingin memangsa manusia, namun bagaimana dengan wolf yang lainnya? Damien benar-benar sangsi soal itu.

“Ternyata kau benar-benar ingin menjadi penerus Matt.”

Damien mendongak ke arah pintu yang tertutup saat menyadari seseorang masuk. Orang itu menyimpan beberapa buku di rak, kemudian menarik salah satu kursi untuk duduk.

“Ah ... Daves.”

“Kenapa dengan wajahmu itu?” tanya Daves penasaran.

Damien menepuk pipinya pelan mencoba sadar, kemudian menyangga dagunya dengan sebelah tangan. “Apa wajahku terlihat mengantuk?”

“Tidak.” Daves menggeleng. “Hanya terlihat kusut. Apakah Mike dan Fred mengganggumu? Biar aku-”

“Oh, tidak! Tidak!” Damien refleks melambaikan sebelah tangannya. “Aku bahkan tidak berbincang dengan keduanya seharian ini.”

Daves mengerutkan kening, kemudian mengangguk paham. “Lalu apa yang membuatmu terlihat begitu?”

“Tidak ada. Ah, ngomong-ngomong tadi aku berbicara beberapa hal dengan Jayden.”

“Jay? Tentang?”

“Awalnya aku mengira Canistopia-, maksudku ... dunia ... bagaimana aku menyebutnya ya?” Damien terlihat kikuk memikirkan kalimat apa yang cocok untuk disampaikan kepada Daves.

“Ya?”

“Gerbang masuk melingkar yang berada di pegunungan Alpen hanyalah sebuah portal yang menghubungkan dunia manusia dengan wolf di Canistopia, tetapi ternyata tidak. Kenapa kau tidak mengatakan bahwa ada para peri dan vampir yang juga hidup berdampingan di sini?”

Daves menautkan jari-jarinya, ia paham kemana arah pembicaraan Damien sekarang. “Ahh ... itu karena kau sendiri belum tahu banyak soal jati dirimu. Bukankah hanya akan menambah beban pikiran? Jadi wajahmu kusut karena ini?”

“Benar juga.” Damien menggaruk keningnya bingung. Jika ia berniat untuk membuat daftar pertanyaan, tentu tidak akan selesai dalam satu hari saja.

“Dan itu juga akan menambah beban pada Chris dan Matt.”

“Eh?”

Daves tertawa terbahak-bahak mengetahui ekspresi Damien soal kalimatnya barusan. “Tidak, aku bercanda. Bertanya memang hakmu. Kau berhak tahu tentang banyak hal.”

“Ah ....”

“Lagi pula kau benar. Alpen memang menjadi salah satu portal yang terhubung ke Canistopia, dan itu berbeda dengan Stavatale maupun Albaterra.”

“Salah satu portal? Kau seolah ingin mengatakan bahwa ada portal lain untuk pergi ke Canistopia,” pikir Damien.

“Kau benar lagi,” angguk Daves. “Setiap negara memiliki portalnya tersendiri untuk datang kemari. Lagi pula Canistopia itu besar, Damien. Terdiri dari beberapa wilayah. Menggunakan sistem pemerintahan yang sama, namun tentu saja dengan kementerian yang berbeda.”

Damien membulatkan mata lebar-lebar mendengarnya. “Itu artinya ... manusia seperti kita tidak hanya berasal dari Prancis seperti kita?”

Daves mengedik sementara tangannya meraih jam pasir kaca di salah satu rak pajangan di ujung meja, kemudian memainkannya. Terjadi keheningan beberapa saat hingga akhirnya Damien kembali memikirkan banyak hal di kepalanya.

“Ngomong-ngomong, Sean sudah membantumu menyiapkan semuanya,” ucap Daves, membuat Damien menatapnya bingung.

“Menyiapkan apa?”

Terdengar helaan napas Daves yang mengalihkan pandangannya dari jam pasir hanya untuk menelisik raut wajah Damien yang tampak penasaran. “Keperluanmu.”

“Keperluanku?”

“Eiii! Ayolah, Newborn! Kau tidak berniat untuk mengurung diri di kastil sepanjang hidupmu, 'kan?” omel Daves serius.

Damien tampak masih belum memahami perkataannya. Keperluan apa? Pakaian? Ia membawa semua pakaian yang diberikan atau lebih tepatnya disumbangkan oleh Fred, lalu barang-barang lainnya pun sudah ada di kamarnya. Apa lagi yang ia perlukan?

“Seragammu, alat sekolah, sepatu, dan lainnya. Besok malam kita akan berangkat.”

“Apa?!” Damien terbatuk setelah berteriak karena tanpa sengaja ia tersedak liurnya sendiri.

Daves menggeleng heran. “Tenang-tenang. Sedikit mendami sifat kebangsawanan kau bisa, 'kan? Oh, mungkin Fred perlu mengajarimu? Aku akan mengusulkannya nanti. Kau tahu? Kurasa Fred cukup elegan bahkan dalam melakukan kegiatan sehari-ha-”

“Tidak perlu!” sela Damien.

“Kenapa?” Daves mengernyit.

Damien mengusap dadanya pelan sementara kepalanya menggeleng serius. “Aku akan mempelajarinya sendiri.”

“Aku senang mendengarnya. Tetapi kupikir itu bisa membuatmu dekat dengannya. Yah, selain Sean.” Daves mengedik. “Aku memang agak sulit ditemui karena sedikit sibuk. Tetapi harus ku akui bahwa semua orang memang sangat dekat dengan Sean. Tetapi kau bisa mencoba dekat dengan yang lainnya juga.”

“Tidak apa-apa. Biarkan itu mengalir dengan sendirinya tanpa dipaksakan. Lagi pula kenapa dengan sifatku? Bukankah menjadi diri sendiri itu bagus?” heran Damien. Daves terkekeh kecil, ia sangat paham kenapa Matt dan Chris tampak kesal ketika bercerita tentang anak ini.

“Itu tidak salah. Namun, mengingat bahwa semua orang di kastil memiliki kaitan darah dengan sejarah kerajaan, maka taraf kebangsawanan kita berbeda dengan kebangsawanan yang lain. Ingat Kevin? Dia merupakan keturunan Beta dari Pack keluarga Sean. Dapat dikatakan bahwa dia juga seorang bangsawan karena kedudukannya yang cukup tinggi. Namun bagaimanapun juga, dia dan kita tidak sama. Kita adalah keturunan Alpha kerajaan.”

“Meskipun semua kerajaan itu sudah tidak ada sekarang?” tanya Damien heran.

Daves mengangguk semangat. “Sejarah tidak akan bisa dihapus, Damien. Tidak akan bisa.”

“Entah aku harus merasa senang atau sedih sekarang. Namun jujur saja, aku hanyalah orang biasa di kehidupan yang sebelumnya. Jadi kurasa ... agak aneh jika harus melakukan hal-hal yang mungkin tampak seperti seseorang yang terlahir dari keluarga presiden atau semacamnya.”

“Kau tidak merasa bangga?” Daves terheran-heran. “Semua ini pemberian ayah dan ibumu, Damien. Bukan aku!”

“Aku bahkan tidak tahu siapa mereka!” bentak Damien kesal namun kemudian melunak. “Maaf. Aku tidak bermaksud-”

“Ya. Ya. Tidak apa-apa.” Mata Daves tampak memerah seraya memijit keningnya yang pusing. “Lebih baik kau segera beristirahat dan dinginkan kepalamu. Aku juga harus mengerjakan sesuatu,” pamit Daves yang bangkit dari duduknya, kemudian menghilang di balik pintu yang kembali tertutup.

“Menyebalkan,” desis Damien pada dirinya sendiri. Ia memang sulit sekali menahan diri untuk mengucapkan apa-apa saja yang menghantui pikirannya. Entah bagaimana, itu keluar begitu saja.

Tidak mau bertemu lagi dengan siapa pun yang datang ke perpustakaan, akhirnya ia memutuskan untuk segera keluar dan pergi menuju kamar. Ia mungkin harus merenung, apakah keputusannya ikut pergi ke Canistopia adalah hal yang benar atau justru sebaliknya? Semoga tidak berbuah penyesalan yang akan membuatnya merutuki diri sendiri karena telah bertindak bodoh. Ya, semoga saja.

“Oh? Aku baru saja akan pergi.”

“Sean. Ah, kau dari kamarku?” tanya Damien.

Sean mengangguk melepaskan tangannya dari knop pintu. “Ya. Ku kira kau di dalam. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Hanya-”

“Menyimpan keperluanku.” Damien ikut mengangguk. “Tidak apa-apa. Lagi pula tidak ada harta karun yang ku sembunyikan di dalam sana.”

“Daves sudah mengatakannya padamu?” tanya Sean bersender di dinding koridor.

Damien menghela napasnya lesu. “Sudah.”

“Ada apa?” tanya Sean peka akan ekspresi Damien.

“Aku takut.”

“Takut?”

“Menyesali keputusanku untuk datang kemari.”

Sean melipat kedua tangannya di dada seraya berpikir. “Sebenarnya kau tidak membuat keputusan apa-apa. Bukankah memang kami yang membawamu kemari?”

“Setidaknya aku bisa menolak sekalipun dipaksa.”

“Ah ... kenapa kau sangat jujur, Damien. Kau mengajakku untuk merasa takut juga?” Sean terlihat cemberut.

Damien mengernyit. “Kenapa kau harus merasa takut?”

“Karena rasa bersalah akan menghantuiku mengingat keterpaksaanmu berada di sini. Bukankah aku yang pertamakali menemuimu? Kalau aku tidak bertemu denganmu, aku yakin kau tidak di sini. Atau mungkin seharusnya aku tidak berkata pada yang lain bahwa orang yang kami cari sudah ketemu.”

“Kenapa kau berkata begitu?” Damien menunduk menatap ujung sandalnya dengan perasaan tidak enak. “Ngomong-ngomong, orang tadi ....”

“Kevin? Ah! Apa yang kalian bicarakan siang tadi? Maaf aku tidak bisa bergabung karena Daves tiba-tiba memanggil. Dia mengingatkanku soal keperluan sekolahmu, jadi aku harus segera pergi.”

Damien mendongak kemudian menyadari bahwa Sean sebaiknya tidak perlu tahu soal pembicaraan aneh dengan 'Beta'-nya tadi. “Ya. Aku tidak begitu akrab dengannya. Tapi, kudengar dia menggunakan nama marga Korea. Benarkah?”

“Ah ... soal itu. Benar,” angguk Sean menjawab pertanyaan Damien dengan sedikit lambat.

Damien dapat merasakan bahwa Sean tidak begitu ingin membahas tentang Kevin. Entah kenapa, ia juga mengingat perdebatannya dengan Matt di meja makan. Ia jadi tidak ingin menyinggungnya lebih jauh, setidaknya untuk saat ini.

“Lebih baik kau beristirahat, Sean.”

Sean mengangguk dengan senyum tipis. “Kalau begitu, beritahu aku jawabanmu besok.”

“Jawaban?” Damien mengernyit tak paham.

“Bukankah kau akan berpikir soal menyesal atau tidaknya-”

“Astaga, Sean!” sela Damien. “Kenapa kau menganggapnya serius? Lupakan saja!”

“Tidak bisa. Kau sudah mengatakannya padaku.” Sean menggeleng memaksa. “Kau harus tetap katakan agar semua itu tidak menghantuiku.”

“Benar-benar.”

“Dan aku juga harus memastikan bahwa kau tidak merasa takut lagi.”

“Sean ....”

“Ada banyak hal yang harus kau ketahui di sini. Setidaknya soal keluargamu. Tidak lebih. Kita berasal dari wilayah yang sama, Damien. Kalau kau sudah selesai, aku bisa mengantarmu kapan saja untuk kembali ke Paris. Setidaknya hingga kau bisa menahan diri.”

“Menahan diri?”

“Membiasakan perubahanmu di dunia manusia yang ... begitu jahat, hingga harus terpisah dari ayah dan ibumu yang sebenarnya” ucap Sean dengan tatapan yang tidak biasa. Namun wajah ceria itu kembali muncul dalam hitungan detik. “Selamat malam!” ucapnya lagi kemudian berbalik pergi.

Damien memijit keningnya bingung namun tak lama terdengar langkah kaki dari arah belakang hingga akhirnya terpaksa menoleh.

“Setiap orang memang memiliki kelemahan,” desis Mike dengan senyumnya yang sinis. Matanya mendelik kemudian berlalu melewati Damien begitu saja.

“Kau ... menguping?” tanya Damien bingung, namun Mike tidak menghiraukannya dan terus berjalan. Damien kembali menoleh saat Fred juga berlalu begitu saja, melewatinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun bagaikan angin.

“Fred!” Damien meraih lengan Fred yang berhenti melangkah seraya menatap dingin, membuat lawannya gugup melepaskan tangannya menjauh.

“Kalian ... menguping?” tanya Damien dengan suara memelan.

Fred masih mempertahankan pandangannya bahkan tanpa berkedip. Namun tak lama ia bersuara, “Tidak,” jawabnya kemudian benar-benar pergi.

“Sial!” gemas Damien. Ia membuka pintu dengan paksa kemudian masuk dengan rasa kesal. “Apakah semua orang yang tinggal di Canistopia begitu menyebalkan?!” pekiknya, namun sedetik kemudian menggeleng. Jayden, Hayden, dan Sean adalah pengecualian saat ini baginya.

Beberapa saat ia mengatur napas, namun kemudian sadar soal ‘keperluannya’ yang sudah Sean siapkan. Ia melangkah menuju ranjang, di mana barang-barang yang sudah disebutkan oleh Daves ada di sana. Ia menatap seluruhnya satu persatu dalam diam.

.

.

.

.

.

.

Happy birthday untuk Seokjin dan Taehyung di bulan Desember terakhir tahun 2020 ini  💜 doa yang terbaik untuk mereka berdua. Maafkan karena terlambat di up he he.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

849K 71.7K 34
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ___...
444K 30.3K 59
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
245K 20.2K 45
⚠️SLOW UPDATE ⚠️ Kisah menyegarkan seorang gadis cantik, pemberani dan pintar bersama peri yang akan memandunya di setiap cerita. Mereka berdua akan...
7.5M 612K 59
Shela Aghatasiva, Queen Racing geng motor terkenal di Bandung di kabarkan meninggal dunia. Tidak sedikit yang syok mendengar berita tersebut, terutam...