25. Yang Hilang Bersama Angin Musim Hujan

Start from the beginning
                                    

“Pelan-pelan,” aku protes saat Tala mendorongku. Kini giliran dirinya yang menindihku.

Ahhh," suara kami selaras.

Tala mendominasi. Dia mengentakkan miliknya pada diriku tanpa banyak kesabaran lagi. Tanganku sudah mencengkeram bed cover kami yang tak berbentuk. Ranjang berderit nyaring, beradu suara dengan desahan.

“Aku bisa melakukan ini, selama yang kamu mau. Tapi, kita harus cepat,” ucapnya tepat di runguku. Setelah perkataannya, Tala sengaja menggigit telinga ini.

Bagaimana bisa Tala tahu banyak hal yang dapat membuatku melayang tinggi seperti kapas yang tertiup angin?

Aku kembali mencapai titik puasku, tapi Tala belum. Paling tidak, aku harus orgasme tiga kali dulu baru Tala bisa puas dengan semua kegiatan ini. Tapi, aku sudah capek. Kemarin malam, dia tidak berhenti bermain sampai aku ketiduran.

Tala semakin mempercepat, aku bisa melihatnya sesekali melirik jam dinding kami. Aku heran dalam semua kerusuhan ini, Tala masih sempat memikirkan hal lain.

“Mas Tala,” aku memanggilnya untuk ke sekian kalinya, kakiku sudah berada di pinggangnya sengaja agar dia dapat lebih dalam dan semakin dalam. Aku akan sampai dan tubuh Tala bergetar, aku dapat merasakan bagian dari dirinya menumpahkan sesuatu pada diriku.

“Felicia. Felicia, my darling,” gumam Tala. Dia sudah ambruk, menyembunyikan wajahnya pada leherku.

Aku membelai punggungnya yang berkeringat. Aku mencium aroma maskulin milik Tala.

“Enak?” tanyaku jahil setelah bisa mengatur nafasku.

“Hmm,” jawabnya tidak jelas karena masih sibuk mencium leherku. “Aku akan merindukan ini.”

“Seks?” Tanyaku.

Tala mengangkat tubuhnya sedikit. Gerakannya membuatku menggigit bibir karena sebagian dirinya masih ada padaku. Ini sungguh tidak nyaman.

“Itu masuk salah satu daftar, tapi bukan yang paling utama.” Nabastala kembali mengecup bahuku. Dia tampaknya sedang kecanduan menciumi aku. “Aku bisa mendapatkan seks bahkan di Vietnam. Sayangnya, itu bukan hal yang menyenangkan jika si nomor satu tidak ada.”

Alisku bertaut. “Lalu, yang nomor satu apa?”

Felicia Lim, the number one,” jawabnya.

Pipiku memanas. “Huh. Bisa aja mulutnya.”

Tala mengecup pipiku. “Aku tidak mengira tidur bersama kamu akan seadiktif ini.” Tala tersenyum menawan. Dia melirik jam sekali lagi. “Masih ada lima belas menit lagi sebelum Gwyn datang. Sekali lagi, ya?”

Tala tidak membutuhkan jawabanku untuk kembali bergerak. Aku pun tak banyak protes walaupun badanku terasa remuk.

-

-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oh My Husband!Where stories live. Discover now