20 | Cuap Kala Senja

Start from the beginning
                                    

Tak jauhnya dari kolam ikan, berdiri pula sebuah patung Hades yang baru dipasang di perkarang rumah Keluarga van der Lijn dalam dua tahun terakhir. Rudolph yang memberi. Karena katanya ia mengagumi sosok Hades, salah satu dari sekian banyak Dewa-Dewi Olimpus yang dikenal tiada punya belas kasih. Namun, hanya memiliki satu perempuan sepanjang hidupnya — Persephone.

Tersetel pula alunan Standchën pada gramophone yang terletak di atas meja, dekat pintu masuk-keluar menuju perkarangan rumahnya ini. Mahakarya dari salah satu komposer yang Margarecth senangi — Franz Schubert, dengan segala alunannya mampu meluluhlantahkan kampa dalam diri mamanya seorang.

Tak hanya Schubert, sebetulnya juga ada Liszt, Paganini, Schumann terlebih lagi pada Beethoven. Semua kesukaannya ia turunkan pada dua daranya. Tapi sayang, hanya Anna yang nampak berminat.

"Ada apa, sayang? Ceritakan pada mama." Kembali Margarecth tanyai daranya itu sembari mendudukan Dash dalam pangkuan. Mengusap Dash lembut.

Anne perhatikan betul - betul sikap mamanya pada Dash.

Pantas! Pantas saja papanya sampai mau disematkan julukan budak asmara kepada mamanya! Mamanya amat sangat pengasih bagi sekitar. Terlihat dari bagaimana mamanya merawat puspita - puspita yang bagi sebagian besar tak ada nyawa juga tak ada nilai — bagi yang tak menyukai — mamanya kasihi! Dan dilihat bagaimana memperlakukan Dash macam memperlakukan anaknya sendiri.

Memang kerap kali mamanya berkata: Tentu kita perlu kasihi mereka. Mereka ada sebab kehendak Tuhan, rencana Tuhan dan pun mereka sama - sama ciptaan Tuhan. Kalau Tuhan yang sudah Maha Sempurna saja mengasihi ciptaannya, mengapa kita yang sama - sama ciptaannya tak juga saling mengasihi?

"Mama, aku mau bertanya satu perihal," jawab Anne juga kembali menyuara. Mengarahkan agahnya dari Dash pada sang mama.

"Tanyakan, sayang. Apa yang ganggu perasaanmu?" Margarecth menyuara, lalu menyeruput teh dalam gelas kecil keramik berwarna biru laut.

"Apa itu gundik bagi mama?" Tanpa ragu pula Anne tanyakan perihal yang mampu membuatnya diusik gundah setengah mati. Tentu, setelah tak puas atas jawaban papanya.

Margarecth terdiam cukup lama. Lamat - lamat memperhatikan salah seorangan daranya ini, lalu menjawab, "mereka makhluk Tuhan."

Lagi dan lagi. Kata - kata yang baginya amat klasik kerap dilontarkan sang mama. Ia tahu semua itu. Dia, kita dan mereka adalah makhluk Tuhan. Tapi, bukan jawaban macam itu yang ia harap. "Bukan, mama. Bukan itu yang kumaksud. Lebih kepada apa dan bagaimana gundik itu ... menurut mama."

"Tak tahu, Anne. Aku belum pernah jumpai. Tapi dari cerita yang pernah Mbok Darmi tuturkan padaku, kebanyakan dari mereka dibeli oleh Tuan - Tuan. Ya ... tugasnya sama seperti mama ini terhadap papamu. Hanya saja tak dinikahkan." Dan mamanya menyahut masih menatap Anne penuh heran, sembari tangannya juga tiada henti mengusap Dash lembut.

"Aku sempat dengar, mereka wanita simpanan juga."

"Kau dengar darimana?"

Sore ini, Margarecth berani bersumpah ia terkejut atas pertanyaan daranya! Mengetahui darimana daranya seorangan ini? Sedikitpun Margarecth tiada pernah singgung perkara pelik akan Tanah Hindia. Terlebih persoalan wanita simpanan pula.

Atau jangan - jangan daranya ini betul gemar bergosip? ....

"Tak sengaja, ma. Saat sedang berlalu lalu mencuri-dengar buah bibir macam itu." Hebatnya dara itu dapat menjawab santai. Seolah penuturannya bukan masalah riskan. Ia menyeruput teh dalam gelas yang disuguhkan untuknya, melahap satu-dua buah schuimpjes.

[Lacrimosa]; Dara-Dara RuntuhWhere stories live. Discover now