"Oh gitu, pantes dipanggil gak nyaut-nyaut. Yaudah, gak apa-apa, Alvey saya kasih keterangan hadir kok. Nanti yang lain kasih tau Alvey ya, persiapan mpls buat senin apa aja."

"Kak, kak! Liatin muka Alvey yang lagi tidur dong, hihi, Kakak aja ganteng gimana Alvey?"

"Putri inget Tono, inget Tono ya. Kasian nanti dia mojok cembokur."

Tara lagi-lagi tersenyum. Teman-teman adiknya ini memang lucu. "Gak usah, Dek. Alvey kalo lagi sakit mukanya jelek. Jadi lain kali aja ya. Makasih banyak Pak, kalo gitu saya tutup, assalamualaikum."

Setelah itu, Tara keluar dari aplikasi zoom tersebut dan berjongkok di pinggir Alvey. "Al, bangun. Jangan tidur di sini, pindah ke kamar," titahnya sembari menyimpan ponsel itu ke tempat asalnya.

Beberapa detik kemudian, Alvey terbangun lantas menguap. Ia mulai menggeliat, melihat sekilas pada Tara yang menyalakan TV kemudian menghidupkan ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. "Kayak ada yang kelupaan tapi apa ya?" gumamnya. Setelah mengumpulkan nyawanya seperkian detik, ia pun tersadar.

"Loh, gue ketiduran apa gimana barusan?! Perasaan tadi udah gabung zoom sama Pak Yanto. Kok bisa sampe ke close gini sih?" ribut Alvey panik mengecek ponselnya yang sudah menunjukkan layar beranda.

"Udah kelar barusan. Gue udah sampein ke guru lo kalo lo sakit, makannya diizinin keluar duluan. Udah bobo lagi sana."

"Elo liatin muka?"

"Liatin dong, muka ganteng gini mubazir kalo gak dipamerin." Alvey merotasikan mata mendengarnya, sedangkan Tara lanjut bicara. "Tadi pada nanyain keberadaan elo noh, yang udah kayak hilang ditelan bumi. Tapi kalem aja, udah gue jawab kok kalo lo ketiduran, lagi sakit. Udah itu clear, langsung get out dari sana."

Alvey melirik Tara lantas berujar, "Lo ngapain pake boong segala? Siapa yang sakit? Gue gak kenapa-napa, embe! Argh, malu-maluin lo."

"Malu kenapa?" tanya Tara dengan nada yang berbeda dari sebelumnya, sedikit kesal.

"Ya malu. Malu sama temen-temen gue, kalo gue dibilang lebay gimana?" Alvey kemudian menutup mukanya dengan bantal sofa.

"Nah ini nih, ini. Dosa lu nambah barusan gara-gara suudzon ama orang. Temen-temen lo gak komen apa-apa tuh, b aja," timpal Tara.

"Sok-sokan bilang temen. Temen lo aja cuman si Budi," sahut seseorang yang tengah menuruni tangga dan menghampiri kedua cowok itu.

"Jing, kalo ngomong suka bener. Tos dulu kuy," kata Tara seraya bertos ria dengan Jingga, adik pertamanya, kakak kedua Alvey, anak tengah keluarga Ramadesca.

"Lebay gimana sih? Lagian Bang Tara bener kok. Tadi malem siapa yang bikin orang panik gegara lo bengek, hah? Si Otan?"

Alvey langsung menimpuk Jingga dengan bantal. "Sindiran lo gak enak di denger, Bang! Dah lah, gue lanjut tidur aja."

"Eh, jangan ngambek dong." Jingga menahan kepergian Alvey. "Bobonya entaran aja, anter gue beli boba dulu, skuy," pinta Jingga.

"Siang-siang gini panas, Jing. Udah tau Adek lo lagi sakit," tukas Tara.

"Tadi katanya gak kenapa-napa. Jadi yang bener yang mana?" tanya Jingga. "Kemaren kan gue temenin lo nge-mi ayam. Sekarang gantian dong, ayo!" Alvey berdecak sebal pasrah saat Jingga menyeretnya keluar rumah.

"Jing, gue nitip satu ya," teriak Tara dari dalam rumah.

"Yoi, Bang," balas Jingga.

Alvey dengan malas menerima helm yang diberikan oleh Jingga dan segera memakainya. Alvey duduk di belakang dan memegang bahu Jingga, berpegangan agar tak jatuh. Setelahnya, motor matic tersebut mulai melaju membelah jalanan. "Mau beli yang di mana?"

Alvey Diansa [Terbit]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin