Awalan Mereka

60 10 1
                                    

Awal kisah Gio dan Eja. Bagaimana kedua insan itu bisa memiliki hubungan.

Tepat pada tahun 2015 di bulan Juli. Di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri Jakarta, Gio dengan cepat memarkirkan motornya di salah satu tempat parkir motor siswa yang tidak diketahui oleh pihak sekolah. Ia melirik jam tangannya yang kini menunjukkan pukul 07.55 WIB.

"Ah sialan. Baru masuk aja gue udah telat." Gio menenteng tas hitam yang berisi file-file untuk ia bawa hari ini.

Setengah berlari ke arah lapangan sekolah barunya yang kini sudah banyak banyak siswa berbaris rapih di sana. Dengan cepat Gio melempar tas nya ke tumpukkan tas siswa lain dan memasuki barisan.

"Hah. Capek banget! Haus!" Gio memisuh, menjadikan topinya sebagai kipas karena kini peluh menetes dari pelipisnya.

Ia menunduk, menghindari pancaran sinar matahari yang menyinari wajah hingga separuh badannya.

Sedikit tersentak saat seseorang menyodorkan botol minuman yang berembun, ia tebak itu adalah minuman dingin.

Tak perlu mendongakkan kepalanya karena tubuhnya yang lumayan tinggi, ia dapat melihat lelaki di depannya yang masih setia memegang botol minuman.

"Aku dengerin kamu misuh-misuh haus. Nih, minum dulu. Tapi jangan kena bibir ya, nanti bundaku marah." Lelaki di depannya berucap seraya botolnya telah beralih ke tangan Gio, dan kembali menghadap ke arah depan.

"Eh? Serius nih? Makasih ya." Gio tersenyum lebar, sedangkan tidak ada respon dari orang di depannya.

Cuek sekali, tapi perhatian. Pikir Gio.

"Sekali lagi, makasih ya. Kenalin, nama gue Gio." Niat Gio ingin mengembalikan botol minuman milik orang di depannya dengan bonus berkenalan. Tapi apa daya ia malah ditegur oleh kakak OSIS di belakangnya.

"Woi! Cowo yang tinggi, jangan ngobrol!"

Setelah upacara pembukaan selesai, dan acara pengembalian botol sudah ia lakukan (tanpa berkenalan). Ia baru menyadari ternyata sedari tadi ia salah barisan. Barisan yang ia ikuti adalah barisan anak kelas 10 IPA 1 sedangkan ia kelas 10 IPS 3. Gio menghela nafas kesekian kalinya pada pagi ini, ia sudah mengharapkan akan sekelas dengan si laki-laki manis penyelamatnya. Manis? Ya, pikir Gio.

Kini ia tengah berjalan mengikuti kakak-kakak OSIS yang membimbingnya untuk memasuki kelas sekaligus melakukan pengenalan, dan pada hari itu ia memiliki teman baru sekaligus teman sebangkunya. Ia bernama Hananda Seokmin.

Dan lelaki itu sangat berisik.

Singkat cerita, Gio telah menjadi siswa di sekolah ini selama lebih dari 2 minggu. Dan ia masih belum bertemu anak lelaki manis penyelamatnya.

Gio mendaftarkan dirinya untuk menjadi anggota futsal di sekolah. Ia latihan setiap hari Rabu dan Jum'at sore hingga malam.

Kini ia tengah bersiap untuk pulang saat jam menunjukkan pukul 18.37 dan sekolah sudah sangat sepi. Ia melangkah keluar bersama dua temannya di belakang. Namun saat melewati pos, mata nya menangkap sosok lelaki bertubuh lebih mungil darinya. Dengan seragam yang masih lengkap, ditambah sweater berwarna cokelat muda.

Gio terkesiap saat menyadari bahwa itu lelaki yang ia cari-cari. Si manis penyelamatnya dari kehausan, astaga kalimatnya berlebihan sekali.

Gio menghampiri lelaki tersebut, meninggalkan kedua temannya yang masih asik mengobrol.

"Permisi?" Gio berdiri di hadapan lelaki yang menundukkan kepalanya, jari-jari kecilnya saling bertaut.

"Em- misi?" Gio sedikit menaikkan nada bicaranya, barulah lelaki itu sadar dan kini tengah membulatkan matanya lucu.

"Eh? Iya? Kenapa?"

"Anu, lo masih inget gue gak? Yang waktu awal upacara penerimaan murid baru lo kasih minum?" Yang ditanya masih diam seperti berpikir.

"Oh, ya inget. Kenapa ya?"

"Ah. Gapapa sih. Hahaha." Gio menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Lo kok belum pulang? Udah sepi loh. Ekskul gue aja udah bubar."

"Hp aku low, terus jemputan aku belum dateng-dateng." Gio mengangguk.

"Mau bareng?" Gio sedikit merutuki mulutnya yang seenaknya menawarkan tumpangan.

"Hah?"

"Ya gapapa sih kalau gak mau. Cuma udah sepi banget nih sekolah, ekskul gue bubar pertanda gerbang mau ditutup."

"Kamu gak keberatan?"

"Emang lo berat?" Lelaki di hadapannya terkekeh. Lelaki tinggi ini lumayan bodoh sepertinya.

"Bukan, maksudnya emang kamu gak masalah harus anterin aku pulang?"

"Oh haha. Ya gak lah. Anggap aja sebagai bayaran minuman waktu itu."

Gio tersenyum, keduanya larut dalam diam.

"Kenalin, gue Sargio Mingyu Prawira. Panggil aja Gio." Gio mengulurkan tangannya.

"Aku Fahreza Wonwoo Sanjaya, panggil aja Eja." Lelaki yang bernama Eja pun membalas jabatan tangannya. Keduanya tersenyum manis.

"Gue panggil lo Wonwoo, boleh?"

"Boleh, kalo aku panggil kamu Mingyu, boleh juga gak?"

"Boleh."

"Panggil gue sayang juga boleh."

"Nanti aja kalau yang itu."

"EH?" Dasar Gio, dia yang mulai. Dia juga yang kaget.



.

Sampai sini dulu series Gio & Eja!Akan aku lanjutkan jika banyk peminatnya ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai sini dulu series Gio & Eja!
Akan aku lanjutkan jika banyk peminatnya ya. 🥺❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gio & EjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang