"Tapi itu, gerakannya kan …." 

"Dulu kamu pernah minta aku untuk ajarin kamu dance ini!" 

"Aku?" Rubi terlihat tak mempercayai ucapan Arvin. 

"Kamu nggak percaya? Ayo kita buktikan!" 

Arvin memainkan kembali lagu itu dan dia mulai bergerak menarikan gerakan dari lagi Trouble Maker. Entah mengapa tubuh Rubi juga mulai mengikuti Arvin. Seperti sihir, Rubi mulai mengingat hari-hari awal saat Arvin mengajari, hari-hari saat mereka tertawa bersama. Semakin dia mengingat, semakin dadanya terasa sesak. Dia mulai merasa kesulitan untuk bernapas dan akhirnya dia kehilangan kesadaran tepat saat lagu itu berakhir. 

"Rubi!" teriak Arvin yang terkejut melihat Rubi tak sadarkan diri. "Rubi kamu kenapa?" Arvin melihat ada darah yang keluar dari hidung Rubi. "Ya Tuhan, Rubi!" 

Arvin segera menggendong Rubi dan membawa Rubi ke mobilnya. Saat ini dia benar-benar takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada Rubi. 

*** 

Beruntung jarak sekolah mereka dengan rumah sakit tidak terlalu jauh. Arvin hanya perlu berputar arah dan tidak perlu waktu lama sudah sampai di rumah sakit. Saat ini Rubi tengah di tangani oleh dokter. Arvin terlihat begitu gelisah, dia tidak bisa membayangkan jika gak buruk terjadi pada Rubi. Dia menyesal, harusnya dia membiarkan Rubi hidup tentang tanpa mengingat tentang dia. Arvin mereka begitu egois karena dia memaksa Rubi untuk mengingatnya, Rubi jadi seperti ini. 

"Rubi mana?" tanya Mita yang terlihat begitu panik. Mita datang karena Arvin menghubungi Yuta, biar bagaimanapun keluarga Rubi harus mengetahui kondisi Rubi. Karena Arvin tak mengenal keluarga Rubi, akhirnya dia menghubungi Yuta agar Yuta memberi tahu calon istrinya.

"Rubi di dalam, lagi ditangani dokter," jawab Arvin. 

"Vin, lo kok pakai seragam SMA, emang lo sama Rubi habis ngapain?" tanya Yuta yang ikut datang bersama Mita. 

"Gue ngajak Rubi ke sekolah, dia minta gue bantuin dia inget tentang kita dulu!" 

"Vin, lo gila?" Mita terlihat begitu emosi. "Lo mikir apa sih sampai ngelakuin ini? Harusnya lo mikir, apa yang lo lakuin itu ngebahayain Rubi!" ujar Mita berapi-api. 

"Maaf, gue nggak tau bakal begini!" ucap Arvin terlihat begitu menyesal.  

"Udah ya sayang, Arvin juga nggak mungkin sengaja bikin Rubi seperti ini." Yuta berusaha menenangkan Mita. 

"Tapi Yut, Rubi …." Mita mulai menangis, dia memang begitu menyayangi Rubi. Setelah Diana pindah keluar kota dan Nadisa fokus pada turnamennya dia hanya dekat dengan Rubi. Meski mereka akhirnya harus berpisah juga, tapi Rubi satu-satunya teman yang terus peduli padanya meski mereka jauh. 

"Rubi akan baik-baik aja!" 

Setelah beberapa saat dokter yang menangani Rubi keluar dari UGD. Mita, Yuta dan Arvin langsung menghampiri sang dokter. 

"Bagaimana kondisi Rubi dok?" tanya Mita. 

"Di sini ada keluarga pasien?" 

"Saya sahabatnya dok!" 

"Maaf, tapi saya hanya bisa membicarakan kondisi pasien pada keluarganya!" 

"Saya, saya calon suaminya dok!" ujar Arvin yang membuat Kita dan Yuta langsung menatapnya tajam. Sebenarnya dia tidak berniat berbohong, tapi dia benar-benar ingin tau kondisi Rubi sekarang. 

"Baiklah, ikut ke ruangan saya!" 

Arvin mengikuti dokter itu ke ruangannya. Dia merasa semakin tak tenang, karena sepertinya dokter itu ingin mengatakan hal yang sangat penting dan juga rahasia hingga harus keluarga yang menggetahuinya. 

"Silakan duduk!" ujar dokter itu. 

"Bagaimana kondisi Rubi, dok?" 

"Anda bisa lihat ini." Dokter itu menunjukan gambar hasil CT scan yang dia yakini sebagai miliki Rubi. 

Kemudian dokter itu mulai menjelaskan kondisi Rubi, Arvin memang tak begitu paham dengan istilah-istilah kedokteran, tapi satu yang dia tahu kondisi Rubi tidak baik saat ini. Secara singkatnya, dokter itu mengatakan jika Rubi mengalami pendarahan otak karena terlalu memaksa untuk mengali ingatannya terlalu keras. 

"Lalu apa yang harus kita lakukan dok?" tanya Arvin berusaha tenang. 

"Saat ini kondisi pasien cukup stabil, meski pasien mengalami koma. Kita pantau sampai nanti besok, jika sampai besok pasien tidak sadarkan diri maka dia harus menjalani operasi. Namun resiko jika dari operasi itu, kemungkinan besar pasien akan mengalami kelumpuhan!" 

Tubuh Arvin terasa begitu lemas mendengar penjelasan dari dokter. Air matanya jatuh tanpa dia sadari. 

"Ya Allah, meski aku bukan hambamu yang taat. Aku mohon tolong jangan buat Rubi lebih menderita." 

🍂🍂🍂
TBC
Hai Geng!
Mana suaranya yang menunggu cerita ini update.
Setelah sekian purnama akhirnya wangsit untuk update ni cerita datang.

Happy reading guys.

Btw adakah sesuatu yang kalian temukan di cerita ini?

Yang baca Making Prefect Family pasti tau hehehehe.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 02, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Missing Between UsWhere stories live. Discover now